BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perbankan merupakan tulang punggung dalam membangun sistem perekonomian dan keuangan Indonesia karena dapat berfungsi sebagai intermediary institution yaitu lembaga
yang mampu menyalurkan kembali dana-dana yang dimiliki oleh unit ekonomi yang surplus kepada unit-unit ekonomi yang membutuhkan bantuan dana atau defisit. Fungsi ini
merupakan mata rantai yang penting dalam melakukan bisnis karena berkaitan dengan penyediaan dana sebagai investasi dan modal kerja bagi unit-unit bisnis dalam melaksanakan
fungsi produksi. Oleh karena itu agar dapat berjalan dengan lancar maka lembaga perbankan harus berjalan dengan baik pula Susilo, 2000:159.
Perkembangan industri perbankan saat ini melaju dengan begitu pesat, hal ini dibuktikan dengan munculnya pesaing-pesaing baru di industri perbankan.Persaingan tidak
hanya datang dari industri perbankan konvensional sendiri tetapijuga dikejutkan dengan datangnya konsep syariah yang terus berkembang denganlaju pertumbuhan perbankan
syariah yang sangat cepat. Hal ini membuat semakinketatnya persaingan di industri perbankan. Mengingat ketatnya persaingan diindustri perbankan maka setiap perbankan
dituntut untuk terus meningkatkankinerjanya Dalam praktiknya bank dibagi atas beberapa jenis. Jika ditinjau dari segi fungsinya
bank dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: Bank Sentral, Bank Umum, dan Bank Perkreditan Rakyat. Namun setelah keluar UU Pokok Perbankan No.7 Tahun 1992 dan
ditegaskan lagi dengan keluarnya UU RI No. 10 tahun 1998, maka jenis perbankan terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank Perkreditan Rakyat
adalah bank yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Perbedaannya disini adalah kegiatan Bank Perkreditan Rakyat lebih sempit dibandingkan dengan kegiatan Bank Umum Kasmir, 2004:36.
Secara kinerja operasionalnya, bank umum adalah bank yang sangat besar peranannya bagi Indonesia. Terlihat dari fungsi pokok bank umum yang telah ditetapkan pemerintah
dalam UU No. 7 Tahun 1992 dan telah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998 tentang perbankan, menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan
ekonomi, menghimpun dana dan menyalurkannnya kepada masyarakat dan menawarkan jasa-jasa keuangan seperti jasa pengiriman uang, tempat pengamanan uang dan bahkan
sarana melakukan pembayaran maupun melakukan tagihan. Oleh karena pentingnya peran sektor perbankan,maka perbankan yang kuat dan sehat
sangat dibutuhkan bagi kelangsungan pembangunan ekonomi di Indonesia yang tentunya dimulai dari daerah-daerah hingga sampai ke pusat. Salah satu jenis bank umum yang sangat
strategis untuk mewujudkan pembangunan ekonomi di daerah adalah Bank Pembangunan Daerah BPD.
Bank Pembangunan Daerah adalah bank yang sahamnya dimiliki oleh pemerintah daerah. Bank milik pemerintah daerah didirikan berdasarkan UU No. 13 tahun 1962 yang
bertujuan untuk membantu melaksanakan pembangunan yang merata keseluruh daerah di Indonesia. Bank Pembangunan Daerah sebagai salah satu bank yang ada pada sistem
perbankan nasional memiliki fungsi dan peran yang signifikan dalam konteks pembangunan ekonomi regional karena Bank Pembangunan Daerah mampu membuka jaringan pelayanan
di daerah dimana secara ekonomis tidak mungkin dilakukan oleh Bank Swasta. UU No.13 tahun 1962 tentang asas-asas ketentuan Bank Pembangunan Daerah
bekerja sebagai pengembangan perekonomian daerah dan menggerakkan pembangunan
ekonomi daerah untuk taraf hidup masyarakat serta menyediakan pembiayaan keuangan pembangunan di daerah, menghimpun dana serta melaksanakan dan menyimpan kas daerah
pemegang atau penyimpan kas daerah di samping menjalankan kegiatan bisnis perbankan. Secara historis, Bank Pembangunan Daerah BPD memiliki ikatan emosional yang
sangat kuat dengan masyarakat di daerah. Bank Pembanguan Daerah BPD lahir, tumbuh, besar, dan berinteraksi dengan masyarakat di daerah. Ikatan yang kuat dengan Gubernur,
Walikota, dan Bupati selaku kuasa pemegang saham juga memberikan akses yang tinggi kepada Bank Pembagunan Daerah BPD guna menggarap pangsa pasar di daerah. Sesuai
konsepnya, wilayah operasional Bank Pembangunan Daerah memang lebih dominan di daerah
.
Kinerja perusahaan yang baik menjadi salah satu alasan bagi para investoruntuk menanamkan dananya dalam perusahaan tersebut karena dengan kinerja yang baik
diharapkan dapat meningkatkan kekayaan pemegang sahamnya. Bagi perusahaan perbankan, kinerjakeuangan merupakan bagian dari kinerja bank secara keseluruhan. Kinerja
inimerupakan gambaran prestasi yang dicapai bank dalam operasionalnya, baikmenyangkut aspek keuangan, pemasaran, penghimpunan dana, teknologi maupun sumber daya manusia.
Sawir 2005:6 mengatakan bahwa Informasi yang diperoleh dari analisis laporan keuangan dapat menunjukkan apakah perusahaan sedang maju atau akan mengalami
kesulitan keuangan. Kinerja sebuah perusahaan lebih banyak diukur berdasarkan rasio-rasio keuangan selama satu periode tertentu.
Didalam menentukan kinerja perusahaannya, Keseluruhan Bank yang terdapat di Indonesia baik bank konvensional ataupun bank syariah adalah mengunakan rasio keuangan,
salah satunya diantaranya yaitu Bank Pembangunan Daerah BPD. Dimana Bank Pembangunan Daerah BPD di indonesia mengukur kinerja perusahaannya menggunakan
rasio keuangan diantaranya yaitu Capital Adequacy Ratio, Return On Asset, Return On Equity.
Menurut Abdullah 2005:60 Capital Adequacy Ratio merupakan rasio keuangan bank yang berguna untuk membandingkan antara jumlah modal bank dengan seluruh aktiva
yang dimiliki. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004, rasio CAR bank yang sehat adalah berkisar antara8 dan semakin tinggi rasio bank
tersebut maka semakin baik kesehatan bank tersebut. Lukman Syamsudin 2002:
63 “Return On Asset ROA adalah merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan di dalam menghasilkan keuntungan
dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia di dalam perusahaan”. Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004, ROA bank yang sehat adalah
minimal 1,25 . Sedangkan, menurut Syahyunan 2004:83 Return On Equity ROE merupakan
bagian dari rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau seberapa efektif pengelolaan perusahaan oleh manajemen.
Semakin besar persentase ROE yang dimiliki perusahaan maka semakin besar dan efektif kinerja perusahaan dalam menghasilkan laba. ROE diukur dengan membandingkan antara
laba bersih terhadap ekuitas yang dimiliki selama periode yang ditentukan
.
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.623DPNP tanggal 31 Mei 2004, batas bawah rasio ROE
bank yang sehatadalah berkisar antara 5 sampai 12,5 dan semakin tinggi rasio bank ini maka semakin baik.
Didalam menentukan kinerja perusahaannya, disamping menggunakan rasio keuangan, dapat juga dilakukan dengan metode Economic Value Added EVA. Keseluruhan
Bank yang terdapat di Indonesia baik Bank konvensional maupun Bank syariah, ada yang mengukur kinerja perusahaan hanya mengunakan rasio keuangan, namun ada juga dengan
menggunakan rasio keuangan dan Economic Value Added. Bank Pembangunan Daerah di Indonesia belum pernah menggunakan metode Economic Value Added, oleh
karenanyaPenulis melakukan penelitian pada Bank Pembangunan Daerah BPD di indonesia, dimana untuk mengukur kinerja perusahaan menggunakan rasio keuangan yaitu
Capital Adequacy Ratio, Return On Asset, Return On Equitydan Economic Value Added. Menurut Rudianto 2006:340 Economic Value Added EVA adalah suatu sistem
manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan, yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta jika perusahaan mampu memenuhi
semua biaya operasi operating cost dan biaya modal cost of capital Rudianto 2006:349 mengatakan bahwa hasil penilaian kinerja suatu perusahaan
dengan menggunakan EVA dapat dikelompokkan ke dalam 3 kategori yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
a. Nilai EVA 0 atau EVA bernilai positif
Pada posisi ini berarti manajemen perusahaan telah berhasil menciptakan nilai tambah ekonomis bagi perusahaan.
b. Nilai EVA = 0
Pada posisi ini berarti maanjemen perusahaan berada dalam titik impas. Perusahaan tidak mengalami kemunduran tetapi sekaligus tidak mengalami kemajuan secara
ekonomi. c.
Nilai EVA 0 atau EVA bernilai negatif Pada posisi ini berarti tidak terjadi proses pertambahan nilai ekonomis bagi
perusahaan, dalam arti laba yang dihasilkan tidak dapat memenuhi harapan para kreditor dan pemegang saham perusahaan investor.
Adapun kinerja keuangan pada 4 perwakilan Bank Pembangunan Daerah yang ada di Indonesia Bank Sumut, Bank DKI Jakarta, Bank Kaltim, dan Bank Sulselbar berdasarkan
Capital Adequacy Ratio CAR, Return on Asset ROA dan Return on Equity ROE dari tahun 2011 sampai dengan 2013 adalah sebagai berikut
Tabel 1.1 Kinerja Keuangan pada 4 Bank Pembangunan Daerah Bank Sumut, Bank DKI
Jakarta, Bank Kaltim dan Bank Sulselbar Berdasarkan
Capital Adequacy Ratio, Return on AssetdanReturn on Equity Tahun 2011-2013
Tahun Nama Bank
CAR ROA
ROE
2011 BPD Sumut
14,66 3,26
30,68 BPD DKI Jakarta
9,57 2,32
31,79 BPD Kaltim
18,48 3,70
20,62 BPD Sulselbar
23,62 3,34
32,24
2012 BPD Sumut
13,24 2,99
31,39 BPD DKI Jakarta
12,30 1,87
28,10 BPD Kaltim
22,81 2,99
31,39 BPD Sulselbar
28,93 3,99
26,37
2013 BPD Sumut
14,46 3,37
36,52 BPD DKI Jakarta
14,21 3,15
32,28 BPD Kaltim
19,07 2,76
18,73 BPD Sulselbar
23,47 4,20
25,49 Sumber :
www.bi.go.id data diolah, 2014
Pada Tabel 1.1 menunjukkan kinerja keuangan 4 perwakilan Bank Pembangunan Daerah di Indonesia Bank Sumut, Bank DKI Jakarta , Bank Kaltim dan Bank Sulselbar
berdasarkan Capital Adequacy Ratio CAR, Return on Asset ROA dan Return on Equity ROE dari tahun 2011 sampai dengan 2013 adalah rata-rata baik dan memenuhi standar
yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia serta Sehat.
Adapun kinerja keuangan pada 4 perwakilan Bank Pembangunan Daerah yang ada di Indonesia Bank Sumut, Bank DKI Jakarta, Bank Kaltim, dan Bank Sulselbar berdasarkan
Economic Value Added EVA dari tahun 2011 sampai dengan 2013 adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2 Kinerja Keuangan Bank Pembangunan Daerah di Indonesia
Berdasarkan Economic Value Added EVA
Tahun Nama Bank
Economic Value Added EVA
Hasil
2011 BPD Sumut
Rp. 157.069.876.608,- Memenuhi
BPD DKI Jakarta Rp. 71.837.942.200,-
Memenuhi BPD Kaltim
Rp. – 59.252.331.481,-
Tidak Memenuhi BPD Sulselbar
Rp. 83.297.631.077,- Memenuhi
2012 BPD Sumut
Rp. 131.674.214.902,- Memenuhi
BPD DKI Jakarta Rp.
– 85.387.198.700,- Tidak Memenuhi
BPD Kaltim Rp.
– 200.594.794.110,- Tidak Memenuhi
BPD Sulselbar Rp. 12.837.127.174,-
Memenuhi
2013 BPD Sumut
Rp. 124.175.448.192,- Memenuhi
BPD DKI Jakarta Rp.
– 196.788.585.000,- Tidak Memenuhi
BPD Kaltim Rp.
– 309.956.082.000,- Tidak Memenuhi
BPD Sulselbar Rp.
– 12.219.744.480,- Tidak Memenuhi
Sumber : www.bi.go.id
data diolah, 2014 Pada Tabel 1.2 menunjukkan kinerja keuangan 4 perwakilan Bank Pembangunan
Daerah di Indonesia Bank Sumut, Bank DKI Jakarta , Bank Kaltim dan Bank Sulselbar berdasarkan Economic Value Added EVA dari tahun 2011 sd 2013 menunjukkan adanya
hasil EVA yang positif dan memenuhi standar dan hasil EVA yang negatif dan tidak memenuhi standar,
Berdasarkan pada Tabel 1.1 dan Tabel 1.2, menunjukkan kinerja keuangan 4 perwakilan Bank Pembangunan Daerah di Indonesia Bank Sumut, Bank DKI Jakarta , Bank
Kaltim dan Bank Sulselbar berdasarkan CAR, ROA, ROE menunjukkan hasil dengan rata- rata baik, memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia dan sehat, namun
untuk Economic Value Added EVA menunjukkan adanya hasil EVA yang positif dan memenuhi standar dan hasil EVA yang negatif dan tidak memenuhi standar, Hal ini
mendorong penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesiadengan judul
“Analisis Kinerja Keuangan Berdasarkan Capital Adequacy Ratio CAR,
Return On Asset ROA, Return On Equity ROE dan Economic Value Added EVA pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia ”
1.2 Perumusan Masalah