Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan utama berdirinya suatu badan usaha adalah memperoleh keuntungan. Keuntungan yang diperoleh tersebut tidak saja digunakan untuk membiayai operasi perusahaaan, seperti membayar gaji, sewa, membeli mesin- mesin serta biaya-biaya lainnya, akan tetapi juga digunakan untuk ekspansi perusahaan melalui berbagai kegiatan di masa yang akan datang. Pasar modal merupakan pasar abstrak, dimana yang diperjualbelikan adalah dana-dana jangka panjang, yaitu dana yang keterkaitannya dalam investasi lebih dari satu tahun. Salah satu investasi dalam pasar modal adalah saham. Saham stock didefenisikan sebagai tanda penyertaan atau pemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas Darmadji, Fakhruddin, 2006:6. Tujuan utama investor melakukan investasi adalah memperoleh return yang tinggi. Keputusan investasi saham pada dasarnya menyangkut masalah pengelolahan dana pada suatu periode tertentu, dimana para investor mempunyai harapan untuk memperoleh keuntungan dari dana yang telah diinvestasikan selama periode tertentu. Sebelum mengambil keputusan dalam berinvestasi, para investor perlu mempertimbangkan faktor fundamental yang akan mempengaruhi investasinya tersebut. Faktor fundamental mampu menggambarkan struktur keuangan perusahaan dan mengidentifikasi prospek perusahaan untuk dapat memperkirakan return saham di masa yang akan datang. Return merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor berinvestasi dan juga merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung risiko atas investasi yang dilakukannya. Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam suatu periode yang tertentu. Return total sering disebut dengan return saja. Return total terdiri dari capital gain loss dan yield. Capital gain atau capital loss merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga periode yang lalu. Yield merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu dari suatu investasi Jogiyanto 2003:110. Investor memandang salah satu indikator penting untuk menilai prospek perusahaan di masa depan adalah dengan melihat sejauhmana pertumbuhan profitabilitas perusahaan. Indikator ini sangat penting diperhatikan untuk mengetahui sejauhmana investasi yang akan dilakukan investor di suatu perusahaan mampu memberikan return yang sesuai dengan tingkat yang diisyaratkan investor. Untuk informasi hal tersebut, biasanya digunakan dua rasio yaitu Return on Equity ROE dan Return on Assets ROA Tandelilin, 2001:240. ROE menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang bisa diperoleh pemegang saham, sedangkan ROA menggambarkan kemampuan aset-aset yang dimiliki perusahaan bisa menghasilkan laba. Syamsuddin 2000:66 menyatakan bahwa pada umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa, dan calon pemegang saham sangat tertarik dengan Earning Per Share EPS, karena hal ini menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa. Para calon pemegang saham tertarik dengan Earning Per Share EPS yang besar, karena hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu perusahaan. Perusahaan yang menjadi objek penelitian adalah emiten sektor perbankan. Perbankan merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat, juga tidak terlepas dari kondisi ekonomi terutama bagi perusahaan perbankan yang go public. Tumbuh, berkembang, dan sehatnya perekonomian suatu negara sebagian besar tergantung pada kesehatan perbankan di negara tersebut. Saham-saham sektor perbankan di lantai Bursa Efek Indonesia dinilai memiliki prospek dan potensi keuntungan yang besar dalam jangka panjang. Sumber: www.wordpress.com Gambar 1.1 Kinerja Saham Sektor Perbankan: Januari- Juni 2009 Gambar 1.1 menunjukkan kinerja saham sektor perbankan periode Januari-Juni 2009 yang diwakili oleh 5 bank besar di Indonesia yaitu Bank Negara Indonesia, Bank Mandiri, Bank Danamon, Bank Rakyat Indonesia, Bank Central Asia. Bank Negara Indonesia BBNI menghasilkan kinerja tertinggi yaitu 120. Sedangkan Bank Mandiri BMRI dan Bank Danamon BDMN sekitar 50. Bank Rakyat Indonesia BBRI dan Bank Central Asia BBCA dibawah 40. Kinerja perbankan dapat menjadi signal dari adanya krisis perekonomian. Begitupula pada saat keadaaan ekonomi mulai pulih, kinerja perbankan dan sektor keuangan akan menjadi early signal dari pemulihan perekonomian nasional. Dengan adanya pemulihan ekonomi maka perbankan akan mulai giat melakukan ekspansi kredit. Salah satu yang menunjukkan keberhasilan kinerja perbankan adalah return sahamnya. Menurut pengamat pasar modal Sinaga dalam tempointeraktif 2007: edisi Maret, saham bank diburu oleh investor karena optimis prospek kinerja perbankan akan terus membaik. Hal ini berkaitan dengan gencarnya perbankan dalam penyaluran kredit ke sektor konsumen, berputarnya modal kerja terkait program infrastruktur dan turunnya posisi kredit seret NPL. Misalnya, Bank Mandiri, BCA, dan BRI yang sudah siap mengucurkan kredit ke infrastruktur yang akan membuat sahamnya semakin prospektif. Kalangan investor menilai margin bank akan terus melambung akibat spread selisih bunga yang semakin melebar antara bunga simpanan dengan bunga kredit. Keuntungan akan terus meningkat yang pada akhirnya akan mengerek harga saham perbankan. Masih kuatnya animo investor untuk kembali memburu saham perbankan di lantai bursa tetap terlihat meskipun secara teknis harganya sudah overbought mahal dengan PE ratio perbandingan harga dengan laba bersih per saham yang cukup tinggi. Selama transaksi 16-23 Maret 2007, rata-rata saham perbankan kembali mencatatkan kenaikan 2,39 persen. Dari 27 saham bank yang tercatat di bursa, sebanyak saham 10 bank naik, 8 saham bank stagnan dan sisanya 9 saham masih mengalami koreksi. Kenaikan tertinggi terjadi pada saham Danamon naik 12,50 persen, NISP naik 7,41 persen, Bumi Arta naik 6,12 persen, Artha Graha naik 4,88 persen, Niaga naik 4,05 persen, BCA naik 3,0 persen, dan Mandiri naik 2,04 persen. Saham-saham emiten perbankan pada tahun 2007 tampaknya tidak terpengaruh secara negatif oleh gejolak harga minyak dunia yang sudah tembus hingga level US 92 per barel. Buktinya, saham beberapa emiten perbankan telah menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan. Kalangan analis meprediksikan saham-saham emiten perbankan akan bergerak naik seiring dengan antisipasi terhadap kemungkinan The Fed Bank Sentral Amerika Serikat untuk kembali menurunkan suku bunga. Pergerakan harga saham sektor perbankan juga didukung oleh ekspektasi para investor terhadap kestabilan tingkat suku bunga di Indonesia www.tempointeraktif.com. Tahun 2008, sistem keuangan dan perbankan Indonesia mengalami kekeringan likuiditas lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Tingginya tekanan inflasi ditahun 2008 telah memicu otoritas moneter menaikkan suku bunga acuan. Suku bunga terus merayap naik dari level 8 persen dibulan Desember 2007, ke level 9,25 persen diakhir 2008 lalu. Kenaikan ini tentunya menambah tekanan pada sistem perbankan Indonesia, yang telah mengalami kesulitan likuiditas sebelumnya. Selain masih tingginya suku bunga, lambatnya pencairan belanja pemerintah, dan melemahnya ekspor turut mempengaruhi kondisi perbankan Indonesia. Faktor fundamental merupakan informasi yang sangat penting, karena membantu investor dalam mengambil keputusan investasi. Investasi yang aman memerlukan analisis yang cermat, teliti dan didukung dengan data yang akurat dan terpercaya, sehingga dapat mengurangi risiko bagi investor yang berinvestasi. Dasar keputusan investasi terdiri dari tingkat return yang diharapkan, tingkat risiko, serta hubungan antara return dan risiko Tandelilin, 2001:6. Berdasarkan uraian serta permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Faktor Fundamental Terhadap Return Saham Industri Perbankan Di Bursa Efek Indonesia”.

B. Perumusan Masalah