5.2. Pembahasan 5.2.1. Ketidakteraturan Makan
Dari penelitian yang telah disajikan pada lembar sebelumnya tentang gambaran pola makan di SMA Plus Al-Azhar Medan, ternyata diperoleh bahwa sebagian
responden memiliki pola makan yang tidak teratur yaitu 53,4. Responden yang memiliki pola makan teratur hanya 46,6 tabel 5.3.
Ketidakteraturan makan diantaranya dinilai berdasarkan frekuensi makan sehari-hari, dimana responden sebagian besar menjawab mereka makan dengan
rutin sebanyak 3 kali sehari tabel 5.5. Namun untuk keteraturan makan pagi, siang, dan malam, kebanyakan responden mengatakan bahwa mereka hanya
makan apabila lapar, khususnya makan malam 60,3. Selain itu, jeda waktu makan responden bervariasi tabel 5.10, umumnya 6-7 jam 64,4, bahkan ada
yang diatas 10 jam 2,7. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dari segi frekuensi makan responden sebagian besar menjawab rutin 3 kali sehari, namun
dari segi keteraturan, responden tetap tidak menunjukkan pola yang sesuai. Penyebab dari ketidakteraturan makan umumnya multifaktorial. Salah satu
penyebab yang paling sering adalah perubahan pola makan pada remaja putri. Remaja putri sering kali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam
menjaga penampilannya sehingga dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi Sayogo, 2006.
Berdasarkan data penelitian tabel 5.11, didapatkan hasil bahwa 30,1 responden menghindari makan untuk berdiet, dan hanya sekitar 4,1 yang
melakukan diet dengan panduan kesehatan. Hal ini juga dapat dilihat pada penelitian lain yaitu pada survey nasional di sebuah sekolah menengah atas,
dengan presentase sebesar 44 remaja perempuan mencoba untuk menurunkan berat badan, dan sebagai tambahan 26 remaja perempuan dilaporkan mencoba
menjaga agar berat badan mereka tidak bertambah Robert, 2000.
5.2.2. Kejadian Sindroma Dispepsia
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada suatu komunitas selama 6 bulan, tingkat keluhan dispepsia mencapai 38 Jones dkk, 1989, dimana pada
penelitian tersebut dinyatakan bahwa keluhan dispepsia banyak didapatkan pada usia yang lebih muda. Penelitian pada komunitas lain yang dilakukan oleh peneliti
yang sama selama 6 bulan mendapatkan angka keluhan dispepsia 41 Jones dkk, 1990.
Dari hasil penelitian, didapatkan angka kejadian sindroma dispepsia sebesar 64,4 di SMA Plus Al-Azhar Medan tabel 5.12. Angka ini tergolong
cukup besar, dan dapat dikatakan bahwa hampir semua atau sebagian besar remaja perempuan di SMA Plus Al-Azhar Medan mengalami sindroma dispepsia.
Berdasarkan penelitian lain yang dilakukan di sebuah sekolah dengan metode yang sama pada remaja berusia 14-17 tahun, didapatkan remaja perempuan yang
menderita dispepsia sebanyak 27 Reshetnikov, 2001. Angka ini menunjukkan perbedaan presentase dispepsia yang sangat
tinggi. Hal ini bisa disebabkan oleh penyebab dispepsia yang multifaktorial, sehingga dapat menyebabkan lebih tingginya tingkat kejadian di tempat yang satu
dengan yang lain. Selain itu, perbedaan operasional berdasarkan jumlah responden juga dapat mempengaruhi hasil penelitian pada presentase akhirnya.
Dari data penelitian diatas, dapat dilihat bahwa sindroma dispepsia memiliki variasi, baik dari segi jumlah keluhan tabel 5.13, maupun dari jenis
keluhan, yaitu nyeri ulu hati, rasa terbakar di dada, kembung, cepat kenyang, mual, muntah, dan sendawa tabel 5.14. Hal ini sesuai dengan pernyataan pada
buku penyakit dalam yang menyatakan bahwa dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa
penuh atau cepat kenyang, dan sendawa, dimana keluhan ini sangat bervariasi, baik dalam jenis gejala maupun intensitas gejala tersebut dari waktu ke waktu
Djojoningrat, 2001. Berdasarkan data penelitian tabel 5.14, didapatkan jenis keluhan
terbanyak yaitu nyeri epigastrium sebanyak 50,1, dan keluhan yang paling sedikit adalah muntah sebanyak 6,8. Variasi keluhan serupa juga didapatkan
pada penelitian Ervianti 2008, dimana didapatkan sekitar 88 keluhan nyeri epigastrium sebagai keluhan terbanyak, dan 40 keluhan muntah sebagai keluhan
yang paling sedikit.