Hubungan keteraturan makan terhadap dispepsia

merasakan bahwa orang lain sedang memandangi mereka juga. Gangguan citra tingkat ringan pada usia ini bersifat universal. Gangguan citra tubuh yang serius seperti anoreksia nervosa, juga cenderung muncul pada usia ini Nelson, 2000. Saat mencapai puncak kecepatan pertumbuhan, remaja biasanya makan lebih sering dan lebih banyak. Sesudah masa growth spurt biasanya mereka akan lebih memperthatikan penampilan dirinya, terutama remaja putri. Mereka sering kali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam menjaga penampilannya sehingga dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi Sayogo, 2006. Pengembangan sebuah gambaran tentang fisik pribadi yang menyangkut bentuk tubuh dewasa adalah suatu gabungan antara kerja intelektual dan emosional yang berkaitan dengan isu nutrisi. Remaja umumnya merasa tidak nyaman dengan perubahan yang pesat pada bentuk tubuh mereka. Pada waktu yang bersamaan, mereka sangat dipengaruhi oleh dunia luar, seperti kesempurnaan yang dimiliki teman sebaya ataupun idola mereka. Remaja bisa menginginkan suatu bagian tubuh lebih kecil ataupun lebih besar, ingin tumbuh lebih cepat ataupun lebih lambat. Perasaan-perasaan seperti ini dapat mengarahkan mereka kepada percobaan untuk mengubah bentuk tubuh dengan memanipulasi pola makan mereka Robert, 2000.

2.3. Hubungan keteraturan makan terhadap dispepsia

Salah satu faktor yang berperan pada kejadian dispepsia diantaranya adalah pola makan dan sekresi cairan asam lambung Djojoningrat, 2001. Selain jenis-jenis makanan yang dikonsumsi, ketidak teraturan makan seperti kebiasaan makan yang buruk, tergesa-gesa, dan jadwal yang tidak teratur dapat menyebabkan dispepsia Eschleman, 1984. Berdasarkan penelitian tentang gejala gastrointestinal yang dilakukan oleh Reshetnikov kepada 1562 orang dewasa, jeda antara jadwal makan yang lama dan ketidakteraturan makan berkaitan dengan gejala dispepsia. Pada penelitian ini juga ditemukan perbedaan antara pola makan dan pengaruhnya terhadap gejala gastrointestinal pada pria dan wanita Reshetnikov, 2007. Mendukung hasil penelitian diatas, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ervianti pada 48 orang subyek tentang faktor yang berhubungan dengan kejadian sindroma dispepsia, didapatkan salah satu faktor yang berhubungan dengan kejadian sindroma dispepsia adalah keteraturan makan Ervianti, 2008. Remaja putri sering kali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam menjaga penampilannya sehingga dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi. Tindakan remaja ini mencakup manipulasi jadwal makan dan menyebabkan terjadi jeda waktu yang panjang antara jadwal makan Sayogo, 2006. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 449 siswa usia 14-17 tahun, remaja perempuan lebih banyak menderita dispepsia dibandingkan dengan remaja laki- laki, yaitu 27 dan 16 Reshetnikov, 2001. Selain itu, pola diet banyak dilaporkan secara konsisten pada remaja wanita yang mencoba untuk melakukan diet. Pada survey nasional di sebuah sekolah menengah atas, 44 remaja perempuan dan 15 remaja laki-laki mencoba untuk menurunkan berat badan. Sebagai tambahan, 26 remaja perempuan dan 15 remaja laki-laki dilaporkan mencoba menjaga agar berat badan mereka tidak bertambah Robert, 2000. Penyebab timbulnya dispepsia diantaranya adalah faktor diet dan lingkungan, serta sekresi cairan asam lambung Djojoningrat, 2001. Asam lambung adalah cairan yang dihasilkan lambung dan bersifat iritatif dengan fungsi utama untuk pencernaan dan membunuh kuman yang masuk bersama makanan Redaksi, 2009. Selain faktor asam, efek proteolitik pepsin sesuai dengan sifat korosif asam lambung yang disekresikan merupakan komponen integral yang menyebabkan cedera jaringan. Kebanyakan agen yang merangsang sekresi asam lambung juga meningkatkan sekresi pepsinogen. Walaupun sekresi asam lambung dihambat, sekretin tetap merangsang sekresi pepsinogen Harrison, 2000. Produksi asam lambung berlangsung terus-menerus sepanjang hari Redaksi, 2009. Penghasilan asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan merangsang sekresi lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan makanan dapat merangsang sekresi asam lambung Ganong, 2003. Selain pengaruh sefalik, sekresi asam lambung interdigestif atau basal dapat dipertimbangkan untuk menjadi tahapan sekresi. Tahap ini tidak berhubungan dengan makan, mencapai puncaknya sekitar tengah malam dan titik terendahnya kira-kira pukul 7 pagi Harrison, 2000. Peningkatan sekresi asam lambung yang melampaui akan mengiritasi mukosa lambung, dimana efek-efek korosif asam dan pepsin lebih banyak daripada efek protektif pertahanan mukosa McGuigan, 1995. Karena itu, tindakan remaja melaparkan diri salah satunya dapat mencetuskan sekresi asam lambung, dimana bila dilakukan berulang-ulang akan dapat mengiritasi mukosa lambung sendiri. Hal-hal demikian dapat menyebabkan terjadinya rasa tidak nyaman yang berakhir pada sindroma dispepsia.

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah: Variabel Independen Variabel Dependen 3.2. Definisi Operasional Subyek penelitian: Subyek penelitian adalah remaja perempuan yang aktif secara akademik di SMA plus Al-Azhar Medan. Ketidakteraturan makan: Hitungan pola konsumsi makanan per hari yang diukur berdasarkan frekuensi dan penilaian cara konsumsi dengan menggunakan angket. Penilaian terhadap variabel ketidakteraturan makan yaitu dengan melakukan skoring. Skor terendah adalah 7 dan skor tertinggi adalah 28. Apabila responden menjawab: a Skornya adalah 4 b Skornya adalah 3 c Skornya adalah 2 d Skornya adalah 1 Dari skor tersebut terbagi dalam tiga kategori - Skor 22-28 : Baik - Skor 15-21 : Sedang - Skor 7-14 : Buruk