Gambaran Keluhan Sindroma Dispepsia

5.1.5. Hubungan Ketidakteraturan Makan dengan Sindroma Dispepsia

Tabel 5.15. Tabulasi Silang Responden Berdasarkan Kejadian Dispepsia dan Ketidakteraturan Makan Dispepsia Total Positif Negatif Keteraturan Tidak teratur Count 30 9 39 Expected count 25.1 13.9 39.0 teratur Count 17 17 34 Expected Count 21.9 12.1 34.0 Total Count 47 26 73 Expected count 47.0 26.0 73.0 Tabel 5.15 menggambarkan deskripsi masing-masing sel untuk nilai observed dan expected. Nilai observed untuk sel a, b, c, d, masing-masing 30, 9, 17, 17 sedangkan nilai expectednya masing-masing 25.1, 13.9, 21.9, dan 12.1. Setelah dimasukkan kedalam rumus perhitungan rasio prevalens, didapatkan hasil sebesar 1.53. Nilai perhitungan lebih besar dari satu, yang interpretasinya menyatakan bahwa variabel tersebut merupakan faktor risiko timbulnya penyakit tertentu. Artinya, ketidakteraturan makan merupakan faktor risiko timbulnya kejadian sindroma dispepsia. Uji hipotesa penelitian ini menggunakan metode Chi-Square. Tabel 2 x 2 ini layak diuji dengan Chi-Square karena tidak ada nilai expected yang kurang dari lima. Pada hasil uji Chi-Square, nilai yang dipakai adalah nilai pada Pearson Chi-Square. Nilai significancy-nya adalah 0,017. Confidence interval yang digunakan adalah 95. Karena faktor peluang kurang dari 5, maka hasil tersebut bermakna. Artinya Ho ditolak, terdapat hubungan antara ketidakteraturan makan dengan sindroma dispepsia. 5.2. Pembahasan 5.2.1. Ketidakteraturan Makan Dari penelitian yang telah disajikan pada lembar sebelumnya tentang gambaran pola makan di SMA Plus Al-Azhar Medan, ternyata diperoleh bahwa sebagian responden memiliki pola makan yang tidak teratur yaitu 53,4. Responden yang memiliki pola makan teratur hanya 46,6 tabel 5.3. Ketidakteraturan makan diantaranya dinilai berdasarkan frekuensi makan sehari-hari, dimana responden sebagian besar menjawab mereka makan dengan rutin sebanyak 3 kali sehari tabel 5.5. Namun untuk keteraturan makan pagi, siang, dan malam, kebanyakan responden mengatakan bahwa mereka hanya makan apabila lapar, khususnya makan malam 60,3. Selain itu, jeda waktu makan responden bervariasi tabel 5.10, umumnya 6-7 jam 64,4, bahkan ada yang diatas 10 jam 2,7. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun dari segi frekuensi makan responden sebagian besar menjawab rutin 3 kali sehari, namun dari segi keteraturan, responden tetap tidak menunjukkan pola yang sesuai. Penyebab dari ketidakteraturan makan umumnya multifaktorial. Salah satu penyebab yang paling sering adalah perubahan pola makan pada remaja putri. Remaja putri sering kali terlalu ketat dalam pengaturan pola makan dalam menjaga penampilannya sehingga dapat mengakibatkan kekurangan zat gizi Sayogo, 2006. Berdasarkan data penelitian tabel 5.11, didapatkan hasil bahwa 30,1 responden menghindari makan untuk berdiet, dan hanya sekitar 4,1 yang melakukan diet dengan panduan kesehatan. Hal ini juga dapat dilihat pada penelitian lain yaitu pada survey nasional di sebuah sekolah menengah atas, dengan presentase sebesar 44 remaja perempuan mencoba untuk menurunkan berat badan, dan sebagai tambahan 26 remaja perempuan dilaporkan mencoba menjaga agar berat badan mereka tidak bertambah Robert, 2000.

5.2.2. Kejadian Sindroma Dispepsia

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada suatu komunitas selama 6 bulan, tingkat keluhan dispepsia mencapai 38 Jones dkk, 1989, dimana pada