Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Bank syariah mempunyai peran sebagai perantara intermediary antara satuan-satuan kelompok masyarakat atau unit-unit ekonomi yang mengalami kelebihan dana surplus unit dengan unit-unit lain yang mengalami kekurangan dana deficit unit. Melalui bank kelebihan dana tersebut dapat disalurkan kepada pihak-pihak yang memerlukan dan memberikan hasil manfaat kepada kedua belah pihak. Pertumbuhan setiap bank sangat dipengaruhi oleh perkembangan kemampuannya dalam menghimpun dana masyarakat, baik berskala kecil maupun besar dengan masa pengendapan dana yang memadai. Sebagai lembaga keuangan, maka dana merupakan masalah bank yang paling utama. Tanpa dana yang cukup, bank tidak dapat berbuat apa-apa, atau dengan kata lain, bank menjadi tidak berfungsi sama sekali Auliyah, 2010. Fungsi bank sebagai sarana intermediasi dana dari pihak yang surplus menuju pihak yang deficit menyebabkan bank mempunyai karakteristik umum sebagai pengelola risiko transaksi keuangan. Transaksi keuangan yang menimbulkan risiko pada umumnya memberikan kredit dan menampung simpanan dari pihak ketiga nasabah. Pemberian kredit menimbulkan risiko kredit atau credit risk sedangkan simpanan pihak ketiga menimbulkan liquidity risk Syaparuddin, 2012. 2 Dalam bank syariah dana nasabah dikelola dalam bentuk titipan maupun investasi. Cara titipan dan investasi di bank syariah berbeda dengan deposito di bank konvensional dimana deposito merupakan upaya membungakan uang. Konsep dana titipan berarti kapan saja nasabah membutuhkan, bank syariah harus dapat memenuhinya. Akibatnya dana titipan menjadi sangat likuid. Likuiditas yang tinggi inilah membuat dana titipan kurang memenuhi syarat suatu investasi yang membutuhkan pengendapan. Sesuai dengan fungsi bank sebagai intermediary yaitu lembaga keuangan penyalur dana nasabah penyimpanan kepada nasabah peminjam, dana nasabah yang terkumpul dengan cara titipan atau investasi tadi kemudian dimanfaatkan atau disalurkan ke dalam transaksi perniagaan yang diperbolehkan pada sistem syariah. Keuntungan dari pemanfaatan dana nasabah yang disalurkan kedalam berbagai usaha itulah yang akan dibagikan kepada nasabah. Jika hasil usaha semakin tinggi maka semakin besar pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya. Namun jika keuntungannya kecil otomatis semakin kecil pula keuntungan yang dibagikan bank kepada nasabahnya Sigit dan Totok, 2009:156. Berbeda dengan konsep titipan di bank syariah, dalam pengalokasian dana bank konvensional selalu mempertimbangkan aspek risiko dan rate of return pada dasarnya bank menginginkan bentuk aktiva yang berisiko serendah mungkin. Kalau dimungkinkan setiap badan usaha menginginkan agar semua dananya diwujudkan dalam aktiva produktif earning asset dan non earning asset. Kenyataan yang dihadapi bank dan juga setiap investor 3 adalah adanya hubungan yang searah antara risiko dan rate of return dari setiap pilihan bentuk investasi atau aktiva. Semakin tinggi rate of return yang mungkin dapat diperoleh dari suatu aktiva maka semakin tinggi pula tingkat risiko yang ditanggungnya dan sebaliknya Sigit dan Totok, 2009:102. Pada bank konvensional, para pemilik dana tertarik untuk menyimpan dana di bank berdasarkan tingkat bunga yang dijanjikan oleh bank. Bank memberikan pinjaman kepada pihak-pihak yang memerlukan dana juga berdasarkan kemampuan mereka membayar tingkat bunga tertentu, sehingga hubungan antara bank dan nasabah merupakan hubungan debitur dan kreditur Auliyah, 2010. Kegiatan-kegiatan investasi di bank Islam oleh para teoritisi Perbankan Islam membayangkan mesti di dasarkan pada dua konsep hukum yaitu, mudharabah dan musyarakah, atau yang dikenal dengan istilah Profit and Loss Sharing PLS. Mereka berpendapat bahwa Bank Islam akan menyediakan sumber-sumber pembiayaan yang luas kepada para peminjam dengan prinsip berbagi risiko, tidak seperti pembiayaan berbasis bunga dimana peminjamnya menanggung semua risiko. Namun dalam praktiknya, bank-bank Islam umumnya telah menyadari bahwa PLS, seperti yang dibayangkan para teoritisi, tidak dapat digunakan secara luas dalam perbankan Islam dikarenakan risiko-risiko yang ditanggungkan kepada Bank Shobirin, 2010. Fatahullah 2008 menyatakan secara teoritis prinsip bagi hasil dan risiko memang merupakan inti atau karakteristik utama dari kegiatan 4 perbankan syari‟ah. Akan tetapi dalam kegiatan pembiayaan bagi hasil dan risiko produk musyarakah dan mudharabah kurang di minati dalam kegiatan pembiayaan. Hal ini disebabkan oleh karena tingkat risiko pembiayaan mudharabah dan musyarakah sangat tinggi high risk dan pengembaliannya yang tidak pasti, padahal bank merupakan lembaga bisnis, lembaga-lembaga intermediasi dimana bank berfungsi sebagai perantara pihak yang kekurangan modal lack of fund dan pihak lain yang kelebihan modal surplus of fund, disamping itu bank juga harus mengembalikan dana nasabah penabung setiap saat. Semestinya bank dengan nasabah harus memahami betul tentang filosofi pembiayaan dengan sistem mudharabah dan musyarakah, karena Islam memberikan solusi yang adil bagi kedua belah pihak dengan prinsip pertanggung jawaban yang jelas, bukan hanya ingin mendapatkan keuntungan sendiri sementara pihak yang lain mengalami kerugian. Berdasarkan Data Statistik Perbankan Syariah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia per Oktober 2012, total Dana pihak Ketiga yang berhasil dihimpun oleh Bank Syariah BS dan Unit Usaha Syariah adalah sebagai berikut: Tabel 1.1 Dana Pihak ketiga Dana Pihak Ketiga Oktober 2012 Nominal Rp Dalam Triliun Share Total Dana Pihak Ketiga 134,58 100,00 Tabungan 40,84 30,38 Deposito 78,50 58,39 Giro wadiah 15,09 11,22 Sumber: Outlook Perbankan Syariah tahun 2013 5 Dari sisi preferensi masyarakat terhadap produk-produk perbankan syariah, masyarakat masih cenderung memilih produk yang memberikan imbal hasil yang tinggi. Hal ini terlihat dari besarnya penghimpunana dana yang berasal dari deposito yang pertumbuhannya mencapai 58,39, baru setelah itu diikuti oleh tabungan dan giro wadiah. Imbal hasil deposito berfluktuasi antara 5,74 sampai dengan 6,28 equivalent rate, sedangkan imbal hasil tabungan sekitar 2,32 dan giro sekitar 0,88 equivalent rate. Produk simpanan berjangka deposito lebih diminati dibandingkan produk tabungan Bank Indonesia, 2013. Sedangkan dari sisi penyaluran dana yang dilakukan Bank Syariah BS dan Unit Usaha Syariah UUS adalah sebagai berikut: Tabel 1.2 Penyaluran Dana Pihak Ketiga Penyaluran Dana Oktober 2012 Nominal Rp Dalam Triliun Share Total Penyaluran Dana 135,58 100 Pembiayaan: - Piutang Murabahah 80,95 59,71 - Piutang Qardh 11,19 8,25 - Mudharabah 11,44 8,44 - Musyarakah 25,21 18,59 Penempatan di BI 18,52 11,04 Penempatan pada Bank Lain 5,16 3,08 Surat Berharga 7,82 4,66 Sumber: Outlook Perbankan Syariah tahun 2013 Hal ini mengindikasikan bahwa perbankan syariah masih didominasi oleh dana mahal dalam penghimpunan dan menyalurkannya dalam pricing marjin dari piutang murabahah yang cukup tinggi dibandingkan dengan 6 rata-rata suku bunga rata-rata tahun 2012 s.d September 2012 equivalent rate sebesar 14,31. Atas hal tersebut perlu dikaji kembali faktor-faktor yang berpengaruh dalam menggeser struktur bisnis perbankan syariah sehingga menjadi lembaga keuangan yang efisien dan dapat memberikan manfaat yang lebih besar Bank Indonesia, 2013. Instrumen dan produk bank syariah masih banyak mengandalkan sistem murabahah padahal bank syariah itu mempunyai banyak sistem investasi yang lebih unggul dan aman seperti mudharabah dan musyarakah dan lainnya. Hal ini disebabkan posisi perbankan syariah yang berusaha untuk bermain aman dalam penyaluran dana nasabahnya. Sebab sistem murabahah adalah sistem yang lebih pasti dan lebih gampang dalam menghitung pendapatan yang akan diterima dan dibagikan Amin, 2009. Bank syariah seringkali membatasi instrumen dan produknya hanya pada beberapa produk tertentu, sehingga bank-bank syariah kesulitan dalam mengembangkannya, bahkan terjebak dalam siklus investasi yang sempit. Hal ini menunjukkan tidak adanya keberanian dan kemauan yang sungguh- sungguh dari pihak bank syariah. Dengan memberikan pilihan bentuk investasi kepada para klien adalah jaminan akan kematangan konsep bank syariah, dimana setiap klien akan memilih instrumen-instrumen tadi sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan peluangnya. Berbeda apabila bank syariah saat ini hanya menyediakan instrumen investasi dalam bentuk-bentuk tertentu, dimana seorang klien dengan terpaksa hanya mengandalkan instrumen yang tersedia, hal itu bisa berakibat fatal apabila kemampuan klien dan peluangnya 7 tidak bisa dikembangkan pada instrumen yang tersedia pada bank syariah Amin, 2009. Dalam melakukan investasi bank Islam memberikan dua pilihan kepada seseorang yaitu, pertama jika ia menginginkan jaminan, simpanannya tidak akan tumbuh atau kemungkinan tumbuh tapi tidak banyak, kedua jika ia ingin simpanannya tumbuh besar, maka ia harus rela untuk mengambil risiko terjadinya kerugian pada semua atau sebagian simpanannya. Jika bank hanya memberikan pilihan ini saja mayoritas investor akan menghindar dari sistem karena tidak adanya perlindungan bagi ekuitas yang mereka investasikan dan akan mencari tempat-tempat lain di mana tabungan mereka akan lebih aman dan tidak akan habis substansialnya dalam nilai riil yang disebabkan oleh inflasi Khan, 2003. Dalam perbankan hanya ada dua tipe penabung, pertama yaitu penabung yang bersedia untuk mengambil subjek risiko dengan preferensi pengembalian risiko dan paket risk-return yang ditawarkan oleh berbagai peluang investasi dalam perekonomian termasuk deposito investasi bantalan risiko bank. Tipe kedua, yaitu penabung yang tidak bersedia untuk mengambil risiko sama sekali. Sektor perbankan ekonomi menerima deposito atau pendapatan justru lebih banyak berasal dari tipe penabung yang ke-2, sangat tidak adil karena penabung ke-2 berasal dari strata bawah dan mereka yang menerima risiko investasi dengan keuntungan yang lebih kecil dibandingkan dengan strata yang lebih atas, menerima hasil keuntungan lebih banyak tanpa menanggung risiko Khan, 2003. 8 Pemberian jaminan oleh bank ke investor pun masih kontroversial. Bukan hanya menurut ulama hal tersebut bisa menyalahi akad dari mudharabah itu sendiri tapi juga dikarenakan akan adanya kemungkinan kesenjangan bagi investor raab al mal dengan investor individual seperti yang dikemukakan diatas. Namun ada produk syariah yang tidak dapat mengakomodir produk perbankan, sehingga ada produk yang “direvisi” atau disesuaikan kedalam produk perbankan. Oleh karena itu, tidak heran jika dalam faktanya bank syariah tetap meminta jaminan dari nasabah ketika ia memberikan pembiayaan mudharabah atau musyarakah. Padahal hampir seluruh ulama sepakat bahwa apabila seseorang melakukan mudharabah, pemilik modaldana tidak boleh meminta jaminan dari pelaksana mudharib Hakim, 1999. Jaminan dalam investasi mudharabah digunakan dengan tujuan untuk meminimalisasi tingkat resiko yang terlibat. Dalam konteks ini, tingkat risiko dapat ditekan seminimal mungkin melalui diversifikasi investasi, kebijakan manajemen bank yang baik dalam mengelola dana, kontrol periode investasi, dan lain-lain. Langkah-langkah yang beragam dapat diambil sejauh yang memungkinkan untuk investor mencapai tingkat yang sesuai dan dapat diterima dalam mengambil risiko tanpa perlu memiliki jaminan deposito investasi dari bank syariah. Permintaan jaminan kepada bank dapat melanggar prinsip-prinsip syariah, karena bank akan memikul tanggung jawab penuh terhadap investasi sang investor, dengan risiko yang tinggi. Sedangkan 9 investor tidak menanggung risiko karena adanya jaminan tersebut, maka bisa saja profit loss sharing yang sebagai syarat utama dalam akad mudharabah akan berubah menjadi loan contract akibat adanya ketidakseimbangan dalam kontrak mudharabah ELGari, 2003. Namun perlindungan bagi nasabah sebagai investor dianggap sangatlah penting, karena dengan adanya perlindungan secara legal dapat menciptakan kenyamanan dan kedamaian kepada pihak yang terkait Azhari, 2010, selain itu hal ini sejalan dengan tujuan dari kegiatan bank syariah itu sendiri yaitu untuk mencapai kemaslahatan umat. Karena ketika hak-hak investor luar dilindungi oleh hukum, investor luar akan bersedia untuk membayar lebih untuk setiap aset keuangan perusahaan seperti ekuitas dan hutang Rafael La Porta, 1999. Mereka membayar lebih karena mereka menyadari bahwa dengan perlindungan hukum yang lebih baik yang diberikan kepada mereka, maka akan ada keuntungan lebih dari perusahaan yang akan kembali kepada mereka sebagai bunga atau dividen. Pada akhirnya, hal ini memungkinkan lebih banyak pengusaha untuk membiayai investasi mereka secara eksternal, yang mengarah ke perluasan pasar keuangan. Lanjut menurut Azhari 2010, secara ekplisit sulit ditemukan ketentuan mengenai perlindungan nasabah debitur dalam Undang-Undang perbankan Nomor 10 Tahun 1998, sebagian besar Pasal-Pasal hanya berkonsentrasi pada aspek kepentingan perlindungan bank sehingga kedudukan nasabah sangatlah lemah, baik ditinjau dari kontraktual dengan bank dalam perjanjian kredit misalnya nasabah sangat dilematis, perjanjian kredit yang biasanya standar 10 kontrak, senantiasa membebani nasabah debitur dengan berbagai macam kewajiban dan tanggung jawab atas resiko yang ditimbulkan selama perjanjian berlangsung ditujukan kepada nasabah, yang pada gilirannya memunculkan tanggung jawab minus dari pihak bank. Bentuk perlindungan hukum bagi nasabah bank syariah pada Peraturan Perundang-Undangan, adalah tercermin konsistensi dan komitmen bank dalam menjalankan prinsip-prinsip yang telah diatur dalam Undang-Undang, sehingga adanya kepastian aktualisasi nilai-nilai islami yang dianut para nasabah Azhari, 2010. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis mengenai perlindungan dari dana yang diinvestasikan ke bank syariah oleh pihak ketiga, dan bagaimana pengaruh dari perlindungan ekuitas investor tersebut terhadap kinerja keuangan bank Islam, dengan demikian dibuat penelitian yang berjudul: “Analisis Perlindungan Ekuitas Investor terhadap Kinerja Keuangan Bank Islam”

B. Perumusan Masalah