BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Laporan keuangan merupakan pencatatan transaksi, pengikhtisaran dan pelaporan yang dapat memberikan informasi bagi pemakainya. Laporan keuangan
bertujuan menyediakan informasi terkait posisi keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai informasi tentang
laba yang diperoleh. Menurut Sulistyanto 2008: 14, “informasi laporan keuangan harus lengkap atau komprehensif untuk megungkapkan disclosure
semua fakta, baik transaksi transaction maupun peristiwa event, yang dilakukan dan dialami perusahaan selama satu periode tertentu”. Setiap orang
dapat memperoleh informasi mengenai kondisi dan kinerja perusahaan secara lengkap dan berkualitas. Tujuannya, agar keputusan ekonomi yang dibuat
stakeholder atas dasar informasi itu juga menjadi lebih berkualitas. Informasi keuangan yang dapat menunjukkan prestasi perusahaan dalam
menghasilkan laba adalah laporan laba rugi. Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen,
membantu mengestimasi kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang, memprediksi laba dan menaksir risiko dalam investasi atau
meminjamkan dana. Pengguna laporan keuangan dalam menilai kinerja perusahaan cenderung hanya ditujukan kepada informasi laba, tanpa
memperhatikan bagaimana laba tersebut dihasilkan. Hal inilah yang mendorong
manajemen perusahaan untuk melakukan tindakan manajemen laba earning management. Manajemen laba merupakan masalah keagenan agency theory
yang sering dipicu oleh adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antar pemilik pemegang saham dengan pengelola perusahaan manajemen.
Manajemen sebagai pengelola perusahaan memiliki informasi internal perusahaan lebih banyak, lebih cepat, dan lebih akurat daripada pemegang saham sehingga
memungkinkan manajemen untuk melakukan praktik akuntansi dengan berorientasi pada angka laba yang dapat menciptakan kesan prestasi tertentu.
Hal ini disebabkan oleh adanya keinginan manajemen untuk dapat memenuhi kepentingan mereka sendiri.
Manajemen laba adalah “ketika para manajer menggunakan pertimbangan mereka dalam pelaporan keuangan dan struktur transaksi untuk mengubah laporan
keuangan dengan tujuan menyesatkan beberapa pemangku kepentingan mengenai kondisi kinerja ekonomi perusahaan dan untuk mempengaruhi hasil-hasil
kontraktual yang bergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan” Healy dan Wahlen 2011: 75. Scott 1997 membagi cara pemahaman atas
manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak
kompensasi, kontrak utang dan political cost oportunistic earning management. Kedua, dengan memandang manajemen laba dari prespektif efficient contracting
efficient earnings management, dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi
kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak - pihak yang terlibat
dalam kontrak. Adanya praktik manajemen laba dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan keuangan yang menjadi sarana komunikasi antar manajer
dengan pihak eksternal dalam pengambilan keputusan. Tindakan manajemen laba telah memunculkan beberapa kasus dalam
pelaporan keuangan disejumlah perusahaan yang secara luas diketahui, seperti Enron Corporation, Xerox, PT. Kimia Farma Tbk dan lainnya. Enron Corporation
adalah sebuah perusahaan energi yang berdiri pada tahun 1985 dan berbasis di Houston, Texas, Amerika Serikat. Pada tahun 2001 Enron terbukti melakukan
manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan US 600 juta padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan
perusahaan agar saham tetap diminati investor. Xerox telah terbukti melakukan manipulasi laporan keuangan sejak tahun 1997-2000 dengan meningkatkan
pendapatan sebesar US 3 miliar. Jumlah ini tidak sama dengan taksiran Securities and Exchange Commission SEC. Menurut SEC, yang saat itu nilainya
dari tahun 1997-2000 diperkirakan hanya US 3 miliar. Hal ini dilakukan untuk membuat analisis Wall Street dan investor lainnya tertarik dengan saham tersebut.
Pada kasus PT. Kimia Farma Tbk, salah satu produsen obat-obatan di Indonesia, pada dasarnya dimotivasi oleh keinginan pihak direksi untuk menaikkan laba.
Perusahaan ini diperkirakan melakukan mark up laba bersih dalam laporan keuangan tahun 2001. Dalam laporan tersebut, Kimia Farma menyebutkan
berhasil memperoleh laba sebesar Rp 132 miliar. Namun, laba yang dilaporkan tersebut pada kenyataannya berbeda, pada tahun 2001 perusahaan sebenarnya
hanya memperoleh keuntungan Rp. 99 miliar. Sumber: Creative Accounting
Pada dasarnya terjadinya praktik manajemen laba sebagai akibat kurang efektifnya penerapan good corporate governance. Manajer merupakan pihak yang
paling bertanggungjawab atas laporan keuangan yang wajar dan akurat. Fleksibilitas yang dimiliki manajemen dalam menyusun laporan keuangan,
memberikan celah bagi manajemen untuk melakukan praktik manajemen laba tersebut. Manajer memiliki kendali utama untuk memilih atau mengubah metode
akuntansi yang digunakan dalam pembuatan laporan keuangan. Perilaku manajer dalam melakukan manajemen laba yang berlebihan dapat diminimalisir dengan
menerapkan mekanisme good corporate governance. Good Corporate Governance merupakan konsep yang diajukan demi
peningkatan kinerja perusahaan melalui monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan
pada kerangka peraturan. Dengan good corporate governance dapat tercapai pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan
keuangan. Penerapan tata kelola perusahaan yang baik merupakan dasar bagi terbentuknya sistem dan struktur perusahaan. Good corporate governance dapat
mengelola sumber daya dan risiko secara lebih efisien dan efektif, meningkatkan corporate value dan kepercayaan investor dan memperkuat daya saing
perusahaan. Indikator mekanisme good corporate governance dalam penelitian ini adalah komisaris independen, komite audit, dan kepemilikan institusional.
Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang
saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang
dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan Komite Nasional Kebijakan
Governance, 2006. Komite audit adalah sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang
lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas- tugas khusus atau sejumlah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang
bertanggungjawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen. Komite audit mempunyai peran yang penting
dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan, menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai
serta dilaksanakannya good corporate governance. Komite audit pada prinsipnya memiliki tugas pokok dalam membantu dewan komisaris melakukan fungsi
pengawasan atas kinerja perusahaan. “Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham perusahaan oleh
institusi keuangan seperti perusahaan asuransi, bank, dana pensiun, dan investment banking” Sylvia dan Sidharta, 2005 dalam Husni, 2013. Kepemilikan
Institusional menjadi salah satu bentuk pelaksanaan mekanisme Goood Corporate Governance. Investor institusional mampu mengurangi insentif bagi perilaku
oportunisitik manajer dengan memberikan derajat monitoring yang lebih tinggi terhadap perilaku manajerial dibandingkan dengan investor perorangan Bushee
dikutip dalam wahyuningsih, 2009. Penelitian Simamora 2011 yang menganalisis pengaruh mekanisme good
corporate governance terhadap manajemen laba pada perusahaan perbankan di
BEI memperoleh hasil bahwa kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan ukuran dewan komisaris, proporsi dewan
komisaris independen, dan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada
variabel independennya, penelitian ini menggunakan tiga variabel independen yaitu komisaris independen, komite audit, dan kepemilikan institusional,
sedangkan peneliti terdahulu menggunakan empat variabel independen yaitu kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris
independen dan komite audit. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan otomotif yang terdaftar di BEI selama tahun 2010-2013, sedangkan penelitian
terdahulu menggunakan sampel perusahaan perbankan selama tahun 2006-2010. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan
Otomotif Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah