Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Tinjauan Penelitian Terdahulu

BEI memperoleh hasil bahwa kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah pada variabel independennya, penelitian ini menggunakan tiga variabel independen yaitu komisaris independen, komite audit, dan kepemilikan institusional, sedangkan peneliti terdahulu menggunakan empat variabel independen yaitu kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit. Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan otomotif yang terdaftar di BEI selama tahun 2010-2013, sedangkan penelitian terdahulu menggunakan sampel perusahaan perbankan selama tahun 2006-2010. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini “Apakah komisaris independen, komite audit, dan kepemilikan institusional berpengaruh baik secara simultan maupun secara parsial terhadap manajemen laba pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?”

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah komisaris independen, komite audit, dan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba baik secara simultan maupun secara parsial pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Bagi peneliti diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti mengenai praktik manajemen laba dan faktor–faktor yang mempengaruhinya. 2. Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada investor untuk lebih berhati-hati dalam menilai laporan keuangan perusahaan sebagai langkah untuk menilai kinerja perusahaan sebelum melakukan investasi pada suatu perusahaan. 3. Bagi manajemen, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan kepada manajemen untuk menghindari tindakan manajemen laba yang dapat merugikan pribadi dan perusahaan di mata publik dan dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap perusahaan. 4. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat digunakan bagi para peneliti berikutnya sebagai salah satu referensi dalam penelitian sejenis disamping sebagai sarana untuk menambah wawasan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Keagenan Agency Theory

Dalam perekonomian modern, manajemen dan pengelolaan perusahaan semakin banyak dipisahkan dari kepemilikan perusahaan. Hal ini sejalan dengan teori agensi yang menekankan pentingnya pemilik perusahaan pemegang saham menyerahkan pengelolaan perusahaan kepada para tenaga profesional yang lebih mengerti dalam menjalankan bisnis. Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham shareholders sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham dan memiliki keleluasaaan dalam menjalankan manajemen perusahaan. Sementara, pemilik perusahaan pemegang saham hanya bertugas mengawasi jalannya perusahaan yang dikelola oleh manajemen serta mengembangkan sistem insentif bagi pengelola manajemen untuk memastikan bahwa mereka bekerja demi kepentingan perusahaan. Agency theory memiliki asumsi bahwa masing-masing individu semata- mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen. Pihak prinsipal termotivasi mengadakan kontrak untuk menyejahterakan dirinya dengan menginginkan return yang besar dan cepat atas investasi mereka dan menilai prestasi manajer berdasarkan kemampuannya untuk memperoleh profitabilitas yang selalu meningkat. Agen termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan psikologisnya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Untuk memenuhi tuntutan prinsipal dan memperoleh insentif yang tinggi, manajer akan memainkan beberapa kondisi perusahaan sedemikian rupa agar seolah-olah target perusahaan tercapai. Teori agensi pertama sekali dipopulerkan oleh Jensen dan Meckling pada tahun 1976. Definisi yang dibuat oleh Jensen dan Meckling 2012: 17 sebagai berikut: A contract under which one or more persons the principals engage another person the agent to perform some service on their behalf which involve delegating some decisions making authority to the agent. If both partners to relationship are utility maximizers there is good reason to believe that the agent will not always act in the best interest of the principal. Prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen. Agen mempunyai lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja, dan perusahaan secara keseluruhan. Hal inilah yang mengakibatkan adanya ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh prinsipal dan agen. Ketidakseimbangan informasi inilah yang disebut dengan asimetri informasi. Asimetri informasi dan konflik kepentingan yang terjadi antara prinsipal dan agen mendorong agen untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya kepada prinsipal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agen. Asimetri informasi antara manajemen agent dengan pemilik principal dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba earnings management dalam rangka menyesatkan pemilik pemegang saham mengenai kinerja ekonomi perusahaan.

2.1.2 Manajemen Laba

2.1.2.1 Definisi Manajemen Laba

Manajemen laba didefinisikan sebagai upaya manajer perusahaan untuk mengintervensi atau mempengaruhi informasi-informasi dalam laporan keuangan dengan tujuan untuk mengelabui stakeholder yang ingin mengetahui kinerja dan kondisi perusahaan. Scott 1997 mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut: “Given that managers can choose accounting policies from a set for example, GAAP, it is natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility andor the market value of the firm”. Sedangkan menurut Schipper 2011: 75 manajemen laba adalah “suatu intervensi yang disengaja pada proses pelaporan eksternal dengan maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan pribadi”. Dari definisi tersebut mengartikan bahwa manajemen laba merupakan perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitas mereka. Manajer melakukan manajemen laba dengan memilih metode atau kebijakan akuntansi terlebih dahulu untuk menaikkan laba atau menurunkan laba. Manajer dapat menaikkan laba dengan menggeser laba periode-periode yang akan datang ke periode kini dan manajer dapat menurunkan laba dengan menggeser laba periode kini ke periode-periode berikutnya. Permasalahan manajemen laba merupakan masalah keagenan yang seringkali dipicu oleh adanya pemisahan peran atau perbedaan kepentingan antara pemilik pemegang saham dengan pengelola manajemen perusahaan. Healy dan Wahlen 1998 mendefinisikan manajemen laba sebagai: “when managers use judgement in financial reporting and in structuring transactions to alter financial reports to either mislead some stakeholder about the underlying economic performance of the company, or to influence contractual outcomes that depend on reported accounting numbers”. Yang dapat diartikan bahwa manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan transaksi penataan untuk mengubah laporan keuangan baik menyesatkan beberapa stakeholder tentang kinerja ekonomi yang mendasari perusahaan, atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang tergantung pada laporan angka akuntansi. Sugiri dikutip dalam widyaningdyah 2001 membagi definisi earnings management menjadi dua, yaitu: a. Definisi sempit Earnings management dalam hal ini hanya berkaitan dengan pemilihan metode akuntansi. Earnings management dalam artian sempit ini didefinisikan sebagai perilaku manajer untuk “bermain” dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan besarnya earnings. b. Definisi luas Earnings management merupakan tindakan manajer untuk meningkatkan mengurangi laba yang dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab, tanpa mengakibatkan peningkatan penurunan profitabilitas ekonomis jangka panjang unit tersebut. Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen laba merupakan tindakan yang dilakukan oleh manajemen yang mempengaruhi dalam pelaporan keuangan untuk memanipulasi laba yang diperoleh selama periode berjalan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

2.1.2.2 Motivasi Manajemen Laba

Watts dan Zimmmerman 2011: 31-36 secara umum terdapat beberapa hal yang memotivasi individu atau badan usaha melakukan tindakan manajemen laba, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Motivasi Bonus. Dalam sebuah perjanjian bisnis, pemegang saham akan memberikan sejumlah insentif dan bonus sebagai feedback atau evaluasi atas kinerja manajer dalam menjalankan operasional perusahaan. Insentif ini diberikan dalam jumlah relatif tetap dan rutin. Sementara bonus yang relatif lebih besar nilainya hanya akan diberikan ketika kinerja manajer berada di area pencapaian bonus yang telah ditetapkan oleh pemegang saham.Kinerja manajemen salah satunya diukur dari pencapaian laba usaha. 2. Motivasi Utang. Selain melakukan kontrak bisnis dengan pemegang saham, untuk kepentingan ekspansi perusahaan, manajer seringkali melakukan beberapa kontrak bisnis dengan pihak ketiga, dalam hal ini adalah kreditor. Agar kreditor mau menginvestasikan dananya diperusahaan, tentunya manajer harus menunjukkan performa yang baik dari perusahaannya. Dan untuk memperoleh hasil maksimal, yaitu pinjaman dalam jumlah besar, manajer menampilkan performa yang baik dari laporan keuangannya. 3. Motivasi Pajak. Kepentingan ini didominasi oleh perusahan yang belum go public. Perusahaan yang belum go public cenderung melaporkan dan menginginkan untuk menyajikan laporan laba fiskal yang lebih rendah dari nilai yang sebenarnya. Kecenderungan ini memotivasi manajer untuk melakukan tindakan manajemen laba agar seolah-olah laba fiskal yang dilaporkan memang lebih rendah tanpa melanggar aturan dan kebijakan akuntansi perpajakan. 4. Motivasi Penjualan Saham. Motivasi ini banyak digunakan oleh perusahaan yang akan go public ataupun sudah go public. Perusahaan yang akan go public akan melakukan penawaran saham perdananya ke publik atau lebih dikenal dengan istilah Initial Public Offerings IPO untuk memperoleh tambahan modal usaha dari calon investor. Demikian juga dengan perusahaan yang sudah go public untuk kelanjutan dan ekspansi usahanya. 5. Motivasi Pergantian Direksi. Praktik manajemen laba biasanya terjadi pada sekitar periode pergantian direksi atau chief executive officer CEO. Menjelang berakhirnya masa jabatan, direksi cenderung bertindak kreatif dengan memaksimalkan laba agar performa kerjanya tetap terlihat baik pada tahun terakhir ia menjabat. Perilaku ini ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan laba yang cukup signifikan pada periode berakhirnya masa jabatan. 6. Motivasi Politis Motivasi ini biasanya terjadi pada perusahaan besar yang bidang usahanya banyak menyentuh masyarakat luas, seperti perusahaan- perusahaan industri strategis perminyakan, gas, listrik, dan air. Pada aspek politis ini, manajer cenderung menyajikan laba yang lebih rendah dari nilai yang sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk mengurangi visibilitas perusahaan sehingga tiak menarik perhatian pemerintah, media, atau konsumen yang dapat menyebabkan meningkatnya biaya politis perusahaan.

2.1.2.3 Pola Manajemen Laba

Dalam melakukan manajemen laba, terdapat beberapa pola yang dilakukan oleh manajer. Scott 2011: 40-43 merangkum pola umum yang banyak dilakukan dalam praktik manajemen laba yaitu sebagai berikut : 1. Pola Taking a Bath Pola ini dilakukan dengan cara mengatur laba perusahaan tahun berjalan menjadi sangat tinggi atau rendah dibandingkan laba periode tahun sebelumnya atau tahun berikutnya. Pola ini biasa dipakai pada perusahaan yang mengalami masalah organisasi organization stress atau sedang dalam proses pergantian pimpinan manajemen perusahaan. 2. Pola Income Minimization Pola ini dilakukan dengan menjadikan laba periode tahun berjalan lebih rendah dari laba sebenarnya. Secara praktis, pola ini relatif sering dilakukan dengan motivasi perpajakan dan politis. Agar nilai pajak yang dibayarkan tidak terlalu tinggi, manajer cenderung menurunkan laba periode tahun berjalan, baik melalui penghapusan aset tetap maupun melaui pengakuan biaya - biaya periode mendatang ke periode tahun berjalan. 3. Pola Income Maximization Menurut pola ini, manajemen laba dilakukan dengan cara menjadikan laba tahun berjalan lebih tinggi dari laba sebenarnya. Teknik yang dilakukan beragam, mulai dari menunda pelaporan biaya – biaya periode tahun berjalan ke periode mendatang, pemilihan metode akuntansi yang dapat memaksimalkan laba, sampai dengan meningkatkan jumlah penjualan dan produksi. 4. Pola Income Smoothing Pola ini dilakukan dengan mengurangi fluktuasi laba sehingga laba yang dilaporkan relatif stabil. Untuk investor dan kreditur yang memiliki sifat risk adverse, kestabilan laba merupakan hal penting dalam pengambilan keputusan. Stabilitas laba ini dapat diperoleh dengan mengombinasikan dua pola, yaitu meminimalkan atau memaksimalkan laba.

2.1.3 Good Corporate Governance

Istilah corporate governance oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report. Definisi corporate governance menurut Cadbury 1992 adalah “A set of rules that define the relationship between shareholder, managers, creditors, the government, employees, and other internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities, or the system by which companies are directed and controlled”. Yang didefinisikan sebagai seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Good corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan mendapatkan return atas dana yang telah mereka investasikan. Penerapan prinsip good corporate governance ke seluruh aspek kegiatan perusahaan sangat diperlukan karena prinsip utama dari good corporate governance adalah keadilan bagi seluruh pemegang saham, keterbukaan melalui laporan keuangan yang akurat dan informasi tepat waktu atas kinerja perusahaan. Adapun pengertian corporate governance menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia FCGI yaitu seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ektern lainnya sehubungan dengan kata hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Adapun Center for European Policy Study CEPS, memformulasikan GCG adalah seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak right, proses, dan pengendalian baik yang ada di dalam maupun diluar manajemen perusahaan. Sebagai pengertian, hak di sini adalah hak seluruh stakeholder, bukan terbatas kepada shareholder saja. Hak adalah berbagai kekuatan yang dimiliki stakeholder secara individual untuk mempengaruhi manajemen. Proses, maksudnya adalah mekanisme dari hak-hak tersebut. Adapun pengendalian merupakan mekanisme yang memungkinkan stakeholder menerima informasi yang diperlukan seputar kegiatan perusahaan. Good Corporate Governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah value added untuk semua stakeholder. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar akurat dan tepat pada waktunya, dan kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan disclosure secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Praktik good corporate governance dapat berjalan dengan baik apabila menerapkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik good corporate governance. Komite Nasional Kebijakan Governance 2006, mengemukakan prinsip-prinsip dasar good corporate governance sebagai berikut : 1. Transparansi Transparency, untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perushaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya. 2. Akuntabilitas Accountability, perusahaan harus dapat mempertanggung jawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lain. 3. Responsibity Responsibility, perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen. 4. Independensi Independency, untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. 5. Kewajaran dan Kesetaraan Fairness, dalam melaksanakan kegiatannya, perushaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran dan kesetaraan.

2.1.4 Komisaris Independen

Komisaris independen merupakan sebuah badan dalam perusahaan yang biasanya beranggotakan dewan komisaris yang independen yang berasal dari luar perusahaan yang berfungsi untuk menilai kinerja perusahaan secara luas dan keseluruhan Emirzon, 2007 dalam Rivaldo, 2013. Adanya komisaris independen dalam suatu perusahaan dapat menyeimbangkan dalam pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak – pihak lain yang terkait. Komisaris independen memiliki peran penting dalam aktivitas pengawasan dalam perusahaan. Fama dan Jensen 1983 menyatakan bahwa komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar terciptanya perusahaan good corporate governance. Komisaris independen diangkat karena pengalamannya dianggap berguna bagi organisasi tersebut. Mereka bisa mengawasi dewan komisaris dan mengawasi bagaimana dewan direksi menjalankan perusahaan tersebut. Komisaris independen biasanya berguna dalam melerai sengketa antara dewan direksi, atau antara pemegang saham dan dewan komisaris. Komisaris independen dianggap berguna karena mereka bisa bersikap objektif dan memiliki resiko kecil dalam conflict of interest. Dalam peraturan Bapepam-LK, emiten atau perusahaan publik wajib memiliki sekurang-kurangnya satu orang komisaris independen, sedangkan Bursa Efek Indonesia mewajibkan sekurang-kurangnya 30 dari dewan komisaris adalah komisaris independen. Komisaris independen wajib memenuhi persyaratan yang diatur dalam peraturan Bapepam-LK No.IX.1.5 Kep-643BL2012 sebagai berikut: 1. Bukan merupakan orang yang bekerja atau mempunyai wewenang dan tanggungjawab untuk merencanakan, memimpin, mengendalikan, atau mengawasi kegiatan emiten atau perusahaan publik tersebut dalam waktu 6 enam bulan terakhir. 2. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik tersebut. 3. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan publik, anggota dewan komisaris, anggota direksi, atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik tersebut. 4. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha emiten atau perusahaan publik tersebut. Dengan demikian, terlihat bahwa pada dasarnya komisaris independen merupakan sebuah badan yang bersifat independen dalam perusahaan yang memiliki peranan yaitu menjamin pelaksanaan strategis perusahaan, mengawasi manajemen perusahaan dalam mengelola perusahaan, serta terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya komisaris independen merupakan suatu mekanisme independen netral mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan.

2.1.5 Komite Audit

Komite audit merupakan sekelompok orang yang dipilih dari dewan komisaris perusahaan yang bertanggung jawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen. Keberadaan komite audit sangat penting bagi pengelolaan perusahaan. Komite audit merupakan komponen baru dalam sistem pengendalian perusahaan. Selain itu komite audit dianggap sebagai penghubung antara pemegang saham dan dewan komisaris dengan pihak manajemen dalam menanggung masalah pengendalian. Ikatan Komite Audit Indonesia IKAI mendefinisikan komite audit sebagai suatu komite yang bekerja secara profesional dan independen yang dibentuk oleh dewan komisaris dan, dengan demikian, tugasnya adalah membantu dan memperkuat fungsi dewan komisaris atau dewan pengawas dalam menjalankan fungsi pengawasan oversight atas proses pelaporan keuangan, manajemen risiko, pelaksanaan audit dan implementasi dari corporate governance di perusahaan-perusahaan. Menurut Alijoyo dikutip dalam Rivaldo 2013: 35, Komite audit mempunyai fungsi membantu dewan komisaris untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan, menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang dapat mengurangi kesempatan terjadinya penyimpangan dalam pengelolaan perusahaan, meningkatkan efektifitas internal audit maupun eksternal audit dan mengidentifikasi hal – hal yang memerlukan perhatian dewan komisaris. Dengan demikian, hasil pengungkapan laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan dapat memiliki tingkat kehandalan atau reliabilitas yang tinggi. Adapun tugas dan tanggungjawab komite audit yang diatur dalam peraturan Bapepam-LK No.IX.1.5 Kep-643BL2012 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit antara lain: 1. Melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan perusahaan, seperti laporan keuangan, proyeksi, dan informasi keuangan lainnya. 2. Melakukan penelaahan atas ketaatan perusahaan terhadap peraturan perundang – undangan di bidang pasar modal dan peraturan perundangan lainnya yang berhubungan dengan kegiatan emiten atau perusahaan publik. 3. Memberikan pendapat independen dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara manajemen dan akuntan atas jasa yang diberikannya. 4. Memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai penunjukan akuntan yang didasarkan pad independensi, ruang lingkup penugasan, dan fee. 5. Melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal dan mengawasi pelaksanaan tindak lanjut oleh direksi atas temuan auditor internal. 6. Melakukan penelaahan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang dilakukan oleh direksi jika emiten atau perusahaan publik tidak memiliki fungsi pemantau risiko dibawah dewan komisaris. 7. Menelaah pengaduan yang berkaitan dengan proses akuntansi dan pelaporan keuangan emiten atau perusahaan publik. 8. Menelaah dan memberikan saran kepada dewan komisaris terkait dengan adanya potensi benturan kepentingan emiten atau perusahaan publik. 9. Menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi emiten atau perusahaan publik. Berdasarkan Keputusan Ketua Bapepam dan LK Kep-643BL2012, “keanggotaan komite audit paling kurang terdiri dari 3 tiga orang anggota yang berasal dari komisaris independen dan pihak dari luar emiten atau perusahaan publik, lomite audit diketuai oleh komisaris independen”. Tujuan pembentukan komite audit dalam perusahaan adalah untuk meningkatkan efektifitas, akuntabilitas, transparansi, dan obyektivitas dewan komisaris dan dewan direksi. Tujuan komite audit adalah memungkinkan dewan komisaris untuk memberikan penilaian independen atas kinerja keuangan perusahaan, memperkuat posisi auditor eksternal, membuat independensi serta obyektivitas auditor internal dalam memberikan rekomendasi perbaikan, memperbaiki kualitas pelaporan keuangan yang mengakibatkan meningkatnya keyakinan publik, khusunya investor terhadap perusahaan.

2.1.6 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain. Kepemilikan institusional memiliki arti penting dalam memonitor manajemen karena dengan adanya kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal. Pengaruh kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekan melalui investasi mereka yang cukup besar dalam pasar modal. Para investor institusional mempunyai kesempatan, sumber daya dan kemampuan untuk melakukan pengawasan, menertibkan dan mempengaruhi para manajer perusahaan dalam hal tindakan oportunistik manajemen. Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif para manajer yang oportunis melalui pengawasan intensif. Kepemilikan institusional dapat menekan kecenderungan pemanfaatan diskresionari dalam laporan keuangan sehingga memberikan kualitas yang baik pada laba yang dilaporkan. Adanya pengawasan investor institusional secara optimal terhadap kinerja manajer, maka manajer akan memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahan dan akan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan.. Monitoring tersebut tentunya akan menjamin kemakmuran untuk pemegang saham. Hal ini didukung oleh penelitian dari Cruthley et al dikutip dalam septiyanto 2012: 32 yang menemukan bahwa “monitoring yang dilakukan oleh institusi mampu mensubstitusi biaya keagenan lain hutang, deviden dan kepemilikan manajerial, sehingga biaya keagenan menurun dan nilai perusahaan meningkatkan kepercayaan pemegang saham”. Jensen dan Meckling 1976 menyatakan bahwa kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara pemilik principal dan manajer agent. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan keputusan strategis sehingga tidak mudah percaya pada tindakan manipulasi laba.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Beberapa hasil pengujian dari penelitian terdahulu dapat dilihat dari tabel 2.1 sebagai berikut : Tabel 2.1 Penelitian terdahulu No. Nama Peneliti Terdahulu Variabel Penelitian Hasil Penelitian 1. Aji 2012 Variabel independennya adalah ukuran dewan direksi, dewan komisaris independen, reputasi auditor, komite audit, dan ukuran perusahan. Variabel dependennya adalah manajemen laba. Ukuran dewan direksi dan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan dewan komisaris independen, reputasi auditor, dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 2. Nasution dan Setiawan 2007 Variabel Independennya adalah komposisi dewan komisaris, ukuran dewan komisaris, dan komite audit. Variabel dependennya adalah manajemen laba. Komposisi dewan komisaris tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Komite audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 3. Simamora 2011 Variabel independennya adalah kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit. Variabel dependennya adalah manajemen laba. Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. 4. Praditia 2010 Variabel indepedennya adalah kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen, kualitas auditor. Variabel dependennya adalah manajamen laba Kepemilikan Institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen, dan kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, sedangkan komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap nilai perusahaan. 5. Wahyuningsih 2009 Variabel independennya adalah struktur Semua variabel yaitu kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit, dan ukuran perusahaan. Variabel dependennya adalah manajemen laba. independen, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Aji 2012 melakukan penelitian mengenai Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran dewan direksi, dewan komisaris independen, reputasi auditor, komite audit, dan ukuran perusahan. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah manajemen laba. Penelitian ini dilakukan terhadap 94 sampel perusahaan manufaktur. Hasil penelitian ini menemukan bahwa ukuran dewan direksi dan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan dewan komisaris independen, reputasi auditor, dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hasil penelitian yang dilakukan Nasution dan Setiawan 2007 pada industri perbankan selama tahun pengamatan 2000-2004 menunjukkan bahwa komposisi dewan komisaris dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan komite audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Simamora 2011 meneliti pengaruh mekanisme good corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan institusional, ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen, dan komite audit terhadap manajemen laba. Hasilnya menujukkan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan ukuran dewan komisaris, proporsi dewan komisaris independen dan komite audit tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba secara parsial. Secara simultan mekanisme corporate governance juga terbukti tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Praditia 2010 meneliti pengaruh mekanisme good corporate governance yang diproksikan dengan komisaris independen, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dan kualitas auditor terhadap manajemen laba. Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, komisaris independen dan kualitas auditor tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Wahyuningsih 2009 meneliti pengaruh struktur kepemilikan institusional dan corporate governance terhadap manajemen laba. Hasilnya menunjukkan bahwa semua variabel yaitu kepemilikan institusional, proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite audit, dan ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.

2.3 Kerangka Konseptual

Dokumen yang terkait

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilikan Manajerial, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

1 81 85

Analisis pengaruh mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba (studi empiris perusahaan sektor perbankan yang terdaftar di BEI)

2 33 138

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 12

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 7

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 22

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 4

Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit, Kepemilikan Manajerial, dan Kepemilikan Institusional Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Otomotif yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 9

SKRIPSI PENGARUH KOMISARIS INDEPENDEN, KOMITE AUDIT, KEPEMILIKAN MANAJERIAL, DAN KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL TERHADAP MANAJEMEN LABA PADA PERUSAHAAN OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 1 12