akta di bawah tangan contohnya adalah surat perjanjian sewa menyewa rumah, surat perjanjian jual beli, dan sebagainya.
87
Salah satu fungsi akta yang penting adalah sebagai alat pembuktian. Akta otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli
warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut. Akta Otentik merupakan bukti yang mengikat yang berarti
kebenaran dari hal-hal yang tertulis dalam akta tersebut harus diakui oleh hakim, yaitu akta tersebut dianggap sebagai benar selama kebenarannya itu tidak ada pihak
lain yang dapat membuktikan sebaliknya. Menurut Pasal 1857 KUHPerdata, jika akta di bawah tangan tanda tangannya diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak
dipakai, maka akta tersebut dapat merupakan alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani serta para ahli warisnya dan orang-orang yang
mendapatkan hak darinya.
2. Akta di bawah tangan
Akta di bawah tangan under hand adalah tulisan di bawah tangan antara satu pihak dengan pihak lain tanpa perantaraan seorang Pejabat yang diakui oleh pihak
lain. Pasal 1874 ayat 1 KUHPerdata menyebutkan : ”Sebagai tulisan-tulisan di bawah tangan dianggap akta-akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat-surat,
register-register, surat-surat urusan rumah tangga dan lain-lain tulisan yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum”. Kekuatan bukti otentik para pihak dan ahli
87
http:hukumpedia.comindex.php?title=Akta_Notaris, diakses tanggal 2 Maret 2009.
Desni Prianty Eff.Manik : Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, 2009
waris serta mereka yang memperoleh hak dari padanya merupakan bukti yang sempurna. Sedangkan akta di bawah tangan mempunyai bukti sempurna, apabila
tanda tangan di dalam akta tersebut diakui oleh pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian yang
bebas.
88
Suatu akta yang tidak dapat diperlukan sebagai akta otentik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya pejabat umum yang bersangkutan karena suatu cacat
dalam bentuknya mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak Pasal 1869 KUHPerdata.
Kekuatan bukti akta otentik bagi para pihak dan ahli waris serta mereka yang memperoleh hak dari padanya merupakan bukti yang sempurna. Sedangkan akta di
bawah tangan mempunyai bukti yang sempurna, apabila tanda tangan di dalam akta tersebut diakui oleh pihak yang bersangkutan dan terhadap pihak ketiga akta di
bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas.
89
Suatu akta yang tidak dapat diperlukan sebagai akta otentik karena tidak berwenang atau tidak cakapnya Pejabat Umum yang bersangkutan maupun karena
suatu cacat dalam bentuknya mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan jika ia ditandatangani oleh para pihak Pasal 1869 KUHPerdata. Akta otentik
88
Ibid, hlm. 38.
89
Ibid, hlm 38.
Desni Prianty Eff.Manik : Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, 2009
maupun akta di bawah tangan dibuat dengan tujuan untuk dipergunakan sebagai alat bukti.
90
Dalam kenyataan ada tulisan yang dibuat tidak dengan tujuan sebagai alat bukti, tetapi dapat dipergunakan sebagai alat bukti, jika hal seperti ini terjadi agar
mempunyai nilai pembuktian harus dikaitkan atau didukung dengan alat bukti lainnya. Perbedaan yang penting antara kedua jenis akta tersebut, yaitu dalam nilai
pembuktian, akta otentik mempunyai pembuktian yang sempurna. Kesempurnaan akta Notaris sebagai alat bukti, maka akta tersebut harus dilihat apa adanya, tidak
perlu dinilai atau ditafsirkan lain, selain yang tertulis dalam akta tersebut. Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian sepanjang para pihak mengakuinya
90
Karena akta Notaris berfungsi sebagai alat bukti, maka setidaknya material yang dipakai untuk menerangkan tulisan haruslah memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya :
a. Ketahanan akan jenis material yang dipergunakan
Hal ini berkaiatan dengan kewajiban bagi Notaris untuk membuat minuta akta dan menyimpan minuta akta yang dibuatnya. Pasal 28 ayat 3 Notariswet di Nederland telah mensyaratkan jenis
kertas tertentu untuk pembuatan akta yang digunakan oleh para Notaris. Dengan demikian kertas dianggap memenuhi syarat materil untuk daya tahan penyimpanan arsip.
b. Ketahanan terhadap pemalsuan Perubahan yang dilakukan terhadap tulisan di atas kertas dapat diketahui dengan kasat mata atau
menggunakan cara yang sederhana. Ini berarti bahwa para pihak akan terjamin apabila perbuatan hukum di antara mereka telah dilakukan dengan akta yang menggunakan jenis kertas tertentu.
c. Originilalitas. Untuk minuta akta hanya ada satu akta aslinya, kecuali untuk akta yang dibuat ini original dibuat
dalam beberapa rangkap yang semuanya asli. d.
Publisitas. Untuk hal-hal tertentu pihak ketiga yang berkepentingan dapat dengan mudah melihat akta asli atau
minta salinan daripadanya. e.
Dapat segera atau mudah dilihat waarneembaarheid. Data yang terdapat pada kertas dapat dengan segera dilihat tanpa diperlukan tindakan lainnya untuk
dapat melihatnya. f.
Mudah dipindahkan. Kertas dan sejenisnnya dapat dengan mudah dipindahkan.
Desni Prianty Eff.Manik : Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, 2009
atau tidak ada penyangkalan dari salah satu pihak,
91
jika para pihak mengakuinya, maka akta di bawah tangan tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna
sebagai akta otentik,
92
jika ada salah satu pihak tidak mengakuinya, beban pembuktian diserahkan kepada pihak yang menyangkal akta tersebut, dan penilaian
penyangkalan atas bukti tersebut diserahkan kepada hakim.
93
Baik alat bukti akta di bawah tangan maupun akta otentik keduanya harus memenuhi rumusan mengenai
sahnya suatu perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, dan secara materil mengikat para pihak yang membuatnya Pasal 1338 KUHPerdata sebagai suatu
perjanjian yang harus dipatuhi oleh para pihak pacta sunt servanda. Akta yang dibuat di hadapan atau oleh Notaris bentuknya sudah
ditentukan dalam Pasal 38 UUJN. Sebagai bahan perbandingan kerangka atau susunan akta yang tersebut dalam Pasal 38 UUJN berbeda dengan yang dipakai
dalam Peraturan Jabatan Notaris PJN. Dalam Peraturan Jabatan Notaris kerangka akta atau anatomi akta terdiri dari :
94
91
Sebagai contoh Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 775 KSip1971, tanggal 6 Oktober 1971, menegaskan bahwa surat Surat Jual Beli yang diajukan dalam persidangan, kemudian
disangkal oleh pihak lawan, dan tidak dikuatkan dengan alat bukti lainnya, maka surat jual beli tanah tersebut dinilai sebagai alat bukti yang lemah dan belum sempurna. M. Ali Boediarto, Kompilasi Kaidah
Hukum Putusan Mahkamah Agung, Hukum Acara Perdata Setengah Abad, Jakarta : Swa Justitia, 2005, hlm. 145.
92
Pasal 1875 KUHPerdata.
93
Peradilan Perdata di Indonesia menganut sistem hukum pembuktian berdasar pada asas negatif wettelijk bewijsleeer. Hal ini terlihat dalam Pasal 249 jo 298 H.I.R dan tidak memakai sistem
vrij bewijsleer yang menitikberatkan pada keyakinan hakim belaka. Hal ini terlarang oleh undang- undang Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 583 KSip1970, tanggal 10 Pebruari
1971, M. Ali Boediarto, op.cit., hlm. 136.
94
G.H.S Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Jakarta : Erlangga, 1983, hlm. 214.
Desni Prianty Eff.Manik : Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, 2009
1. Kepala hoofd akta; yang memuat keterangan-keterangan dari Notaris mengenai
dirinya dan orang-orang yang datang menghadap kepadanya atau atas permintaan siapa dibuat berita acara.
2. Badan akta; yang memuat keterangan-keterangan yang diberikan oleh pihak
dalam akta atau keterangan-keterangan dari Notaris mengenai hal-hal yang disaksikannya atas permintaan yang bersangkutan.
3. Penutup akta; yang memuat keterangan dari Notaris mengenai waktu dan tempat
akta dibuat; selanjutnya keterangan mengenai saksi-saksi, di hadapan siapa akta dibuat dan akhirnya tentang pembacaan dan penandatanganan dari akta itu.
Perbedaan antara Pasal 38 dengan Peraturan Jabatan Notaris mengenai kerangka akta terutama dalam pasal 38 ayat 1 huruf a dan b mengenai Awal atau
Kepala Akta dan Badan Akta. Dalam Peraturan Jabatan Notaris Kepala Akta hanya memuat keterangan-keterangan atau yang menyebutkan tempat kedudukan Notaris
dan nama-nama para pihak yang datang atau menghadap Notaris, dan dalam Pasal 38 ayat 2 UUJN Kepala Akta memuat judul akta, nomor akta, jam, hari, tanggal, bulan
dan tahun dan nama lengkap dan tempat kedudukan Notaris. Satu perbedaan yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai identitas para pihak atau para penghadap dalam
Peraturan Jabatan Notaris identitas para pihak atau para penghadap merupakan bagian dari kepala akta, sedangkan menurut Pasal 38 ayat 2 UUJN, identitas para pihak
atau para penghadap bukan bagian dari kepala akta, tetapi merupakan bagian dari
Desni Prianty Eff.Manik : Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, 2009
badan akta memuat isi akta yang sesuai dengan keinginan atau permintaan para penghadap.
Akta Notaris merupakan perjanjian para pihak yang mengikat mereka membuatnya, oleh karena itu syarat-syarat sahnya suatu perjanjian harus
dipenuhi. Pasal 1320 KUHPerdata yang mengatur tentang syarat sahnya perjanjian, ada syarat subjektif yaitu syarat yang berkaitan dengan subjek
yang mengadakan atau membuat perjanjian, yang terdiri dari kata sepakat dan cakap bertindak untuk melakukan suatu perbuatan hukum, dan syarat objektif
yaitu syarat yang berkaitan dengan perjanjian itu sendiri atau berkaitan dengan objek yang dijadikan perbuatan hukum oleh para pihak, yang terdiri
dari suatu hal tertentu dan sebab yang tidak dilarang.
95
Akta Notaris sebagai alat bukti agar mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, jika seluruh ketentuan prosedur atau tata cara pembuatan akta
dipenuhi. Jika ada prosedur yang tidak dipenuhi, dan prosedur yang tidak dipenuhi tersebut dapat dibuktikan, maka akta tersebut dengan proses pengadilan dapat
dinyatakan sebagai akta yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan. Jika sudah berkedudukan seperi itu, maka nilai pembuktiannya
diserahkan kepada hakim.
95
Suatu persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang, maka persetujuan tersebut tidak mempunyai kekuatan Pasal 1335 KUHPerdata. Jika tidak
dinyatakan suatu sebab, tetapi ada sebab yang halal tidak dilarang, ataupun jika ada suatu sebab lain, daripada yang dinyatakan, maka persetujuan tetap sah Pasal 1336 KUHPerdata.
Desni Prianty Eff.Manik : Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, 2009
BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PUTUSAN
MAJELIS PENGAWAS NOTARIS
A. Perbuatan Yang Dikelompokkan Sebagai Pelanggaran Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Sejak kehadiran institusi Notaris di Indonesia, pengawasan terhadap Notaris selalu dilakukan oleh lembaga Peradilan dan Pemerintah, bahwa tujuan dari
pengawasan agar para Notaris ketika menjalankan tugas jabatannya memenuhi semua persyaratan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas jabatan Notaris, demi untuk
pengamanan kepentingan masyarakat, karena Notaris diangkat oleh Pemerintah, bukan untuk kepentingan diri Notaris sendiri melainkan untuk kepentingan
masyarakat yang dilayaninya.
96
Ketentuan-ketentuan tersebut di bawah ini dicantumkan secara tegas dalam pasal-pasal tertentu dalam UUJN yang menyebutkan jika dilanggar oleh Notaris,
sehingga akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan yaitu :
1. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat l huruf i, yaitu tidak membacakan akta di
hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 dua orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan notaris
97
;
96
G.H.S. LumbanTobing, op.cit., hlm. 301.
97
Penandatangan para pihak, saksi dan Notaris merupakan suatu kewajiban. Khususnya untuk para pihak yang tidak dapat membubuhkan tanda tangannya karena cacat fisik tangannya atau tidak
dapat membaca-menulis, maka Notaris wajib menuliskan pada akhir akta keadaan tersebut.
Desni Prianty Eff.Manik : Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, 2009
2. Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat 7 dan ayat 8, yaitu
294
jika notaris pada akhir akta tidak mencantumkan kalimat bahwa para penghadap menghendaki agar
akta tidak dibacakan karena penghadap membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isi akta; dan
3. Melanggar ketentuan Pasal 41 dengan menunjuk kepada Pasal 39 dan Pasal 40
yang tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan : 1
Pasal 39 bahwa : a.
Penghadap paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum.
98
b. Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh
2 dua orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan
oleh 2 dua penghadap lainnya. 2
Pasal 40 menjelaskan bahwa setiap akta dibacakan oleh Notaris dengan dihadiri paling sedikit 2 dua orang saksi paling sedikit berumur 18 tahun
atau telah menikah, cakap melakukan perbuatan hukum, mengerti bahasa yang digunakan dalam akta dan dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf
serta tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam
98
Ketentuan Pasal 16 ayat 7 dan ayat 8 UUJN ini, berlaku untuk pembuatan wasiat Pasal 16 ayat 9 UUJN. Substansi pasal ini perlu dikaitkan dengan bentuk wasiat sebagaimana yang diatur
dalam pasal 931 KUHPerdata, bahwa ada 3 tiga bentuk wasiat, yaitu 1 terbuka atau umum, 2 olographis, dan 3 tutup atau rahasia. Dari ketiga bentuk wasiat tersebut yang substansi atau isi
wasiatnya dibuat di hadapan Notaris, hanyalah wasiat umum. Dengan demikian ketentuan Pasal 16 ayat 9 UUJN hanyalah untuk pembuatan wasiat umum, sehingga meskipun penghadap membaca
sendiri, maka Notaris wajib membacakannya kembali di hadapan penghadap, dan kemudian para saksi.
Desni Prianty Eff.Manik : Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, 2009
garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa sederajat pembatasan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.
3 Melanggar ketentuan Pasal 52, yaitu membuat akta untuk diri sendiri, istri dan
suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis
keturunan luruh ke bawah danatau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak
untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.
99
Ketentuan-ketentuan jika dilanggar akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan disebutkan dengan tegas dalam pasal-pasal
tertentu dalam UUJN yang bersangkutan sebagaimana tersebut diatas, maka dapat ditafsirkan bahwa ketentuan-ketentuan yang tidak disebutkan dengan tegas akta
Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, maka selain itu termasuk ke dalam akta Notaris yang batal demi hukum, yaitu :
1. Melanggar kewajiban sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 ayat 1 huruf I, yaitu
tidak membuat daftar akta wasiat dan mengirimkan ke Daftar Pusat Wasiat dalam
99
Ketentuan Pasal 52 Ayat 2 UUJN ini tidak berlaku apabila Notaris sendiri menjadi penghadap dalam penjualan di muka umum, atau menjadi anggota rapat yang risalahnya dibuat oleh
Notaris lain. Dalam hal ini yang bersangkutan tidak dilihat dalam jabatannya sebagai Notaris, tetapi sebagai orang atau pihak dalam tindakan hukum yang bersangkutan.
Desni Prianty Eff.Manik : Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, 2009
waktu 5 lima hari pada minggu pertama setiap bulan termasuk memberitahukan bilamana nihil.
100
2. Melanggar kewajiban sebagaimana tersebut dalam Pasal 16 ayat 1 huruf k,
yaitu tidak mempunyai capstempel yang memuat lambang Negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan
tempat kedudukannya. 3.
Melanggar ketentuan Pasal 44, yaitu pada akhir akta tidak disebutkan atau dinyatakan dengan tegas mengenai penyebutan akta telah dibacakan untuk akta
yang tidak dibuat dalam Bahasa Indonesia atau bahasa lainnya yang digunakan dalam akta, memakai penterjemah resmi, penjelasan, penandatangan akta di
hadapan penghadap, notaris dan penterjemah resmi. 4.
Melanggar ketentuan Pasal 48, yaitu tidak memberikan paraf atau tidak memberikan tanda pengesahan lain oleh penghadap, saksi dan Notaris, atas
pengubahan dan atau penambahan berupa penulisan tindih, penyisipan,
100
Pengiriman atau pelaporan ke Daftar Pusat Wasiat DPW ini berlaku untuk semua warga negara Indonesia yang membuat wasiat dengan bentuk apapun dengan akta Notaris. Tujuan
pengiriman atau pelaporan tersebut untuk melindungi kehendak terakhir hak pemberi wasiat dan calon penerima wasiat. Sampai saat ini DPW hanya ada satu yaitu di Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia HAM Republik Indonesia. Atas permintaan para pihak untuk mengetahui ada atau tidak ada wasiat. DPW masih melakukannya secara manual yang memerlukan waktu lama. Untuk
mempersingkat waktu dan mempermudah pemberian pelayanan kepada masyarakat, pemerintah dalam hal Departemen Hukum dan HAM untuk segera melakukan perubahan dengan cara membuat
permintaan ada atau tidak ada wasiat secara online. Pengiriman atau pelaporan tersebut tidak mengatur untuk pembuatan wasiat secara tertulis yang dilakukan tanpa melibatkan Notaris yang dilakukan
secara lisan, yang dikuatkan dengan para saksi. Meskipun tidak dilakukan pengiriman atau pelaporan, maka wasiat seperti itu tetap mengikat sepanjang tidak ada yang mengajukan keberatan atau gugatan
atau wasiat tersebut.
Desni Prianty Eff.Manik : Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, 2009
pencoretan atau penghapusan dan menggantinya dengan yang lain dengan cara penambahan, penggantian atau pencoretan.
5. Melanggar ketentuan Pasal 49, yaitu tidak menyebutkan atas perubahan akta yang
dibuat tidak di sisi kiri akta, tetapi untuk perubahan yang dibuat pada akhir yang sebelum penutup akta, dengan menunjuk bagian yang diubah atau dengan
menyisipkan lembar tambahan. Perubahan yang dilakukan tanpa menunjuk bagian yang diubah mengakibatkan perubahan tersebut batal.
6. Melanggar ketentuan Pasal 50, yaitu tidak melakukan pencoretan, pemarafan dan
atas perubahan berupa pencoretan kata, huruf, atau angka, hal tersebut dilakukan sedemikian rupa sehingga tetap dapat dibaca sesuai dengan yang tercantum
semula, dan jumlah kata, huruf, atau angka yang dicoret dinyatakan pada sisi akta, juga tidak menyatakan pada akhir akta mengenai jumlah perubahan,
pencoretan dan penambahan. 7.
Melanggar ketentuan Pasal 51, yaitu tidak membetulkan kesalahan tulis danatau kesalahan ketik yang terdapat pada Minuta Akta yang telah ditandatangani, juga
tidak membuat berita acara tentang pembetulan tersebut dan tidak menyampaikan berita acara pembetulan tersebut kepada pihak yang tersebut dalam akta.
Ketentuan tersebut di atas yang dapat dikualifikasikan akta Notaris batal
demi hukum, sebenarnya hanya merupakan tindakan kewajiban yang harus dilakukan oleh Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya tanpa ada objek tertentu dan sebab
yang halal, sehingga jika ukuran akta Notaris batal demi hukum berdasarkan kepada
Desni Prianty Eff.Manik : Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, 2009
unsur-unsur yang ada dalam Pasal 1335, 1336, 1337 BW, maka penggunaan istilah batal demi hukum untuk akta Notaris karena melanggar pasal-pasal tertentu dalam
Pasal 84 UUJN menjadi tidak tepat, karena secara substansi sangat tidak mungkin Notaris membuatkan akta untuk para pihak yang jelas tidak memenuhi syarat
objektik.
B. Mekanisme Pengawasan, Pemeriksaan, dan Penjatuhan Sanksi Terhadap Pelanggaran Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan
Notaris 1.
Pengawasan Notaris
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004, menegaskan yang dimaksud dengan pengawasan
adalah kegiatan yang bersifat preventif dan kuratif termasuk kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas terhadap Notaris. Dengan demikian ada 3
tiga tugas yang dilakukan oleh Majelis Pengawas, yaitu : 1.
Pengawasan Preventif; 2.
Pengawasan Kuratif; 3.
Pembinaan Pengawasan yang dilakukan oleh majelis tidak hanya pelaksanaan tugas
jabatan Notaris agar sesuai dengan ketentuan UUJN, tapi juga Kode Etik Notaris dan tindak tanduk atau perilaku kehidupan Notaris yang dapat mencederai keluhuran
martabat jabatan Notaris dalam pengawasan Majelis Pengawas Pasal 67 ayat 5
Desni Prianty Eff.Manik : Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, 2009
UUJN, hal ini menunjukkan sangat luas ruang lingkup pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas.
Pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan jabatan Notaris dengan ukuran yang pasti pada UUJN dengan maksud agar semua ketentuan UUJN yang mengatur
pelaksanaan tugas jabatan Notaris dipatuhi oleh Notaris, dan jika terjadi pelanggaran, maka Majelis Pengawas dapat menjatuhkan sanksi kepada Notaris yang
bersangkutan. Majelis Pengawas juga diberi wewenang untuk menyelenggarakan sidang
adanya dugaan pelanggaran Kode Etik Notaris Pasal 70 huruf a UUJN. Pemberian wewenang seperti itu telah memberikan wewenang yang sangat besar kepada Majelis
Pengawas. Bahwa Kode Etik Notaris merupakan pengaturan yang berlaku untuk anggota organisasi Notaris, jika terjadi pelanggaran atas Kode Etik Notaris tersebut,
maka organisasi Notaris melalui Dewan Kehormatan Notaris Daerah, Wilayah dan Pusat berkewajiban untuk memeriksa Notaris dan menyelenggarakan sidang
pemeriksaan atas pelanggaran tersebut, dan jika terbukti Dewan Kehormatan Notaris dapat memberikan sanksi atas keanggotaan yang bersangkutan pada organisasi
jabatan Notaris. Adanya pemberian wewenang seperti itu kepada Majelis Pengawas Notaris merupakan suatu bentuk pengambilalihan wewenang dari Dewan
Kehormatan Notaris. Pelanggaran atau Kode Etik Notaris harus diperiksa oleh Dewan Kehormatan Notaris sendiri tidak perlu diberikan kepada Majelis Pengawas, sehingga
jika Majelis Pengawas menerima laporan telah terjadi pelanggaran Kode Etik Notaris,
Desni Prianty Eff.Manik : Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, 2009
sangat tepat jika laporan tersebut diteruskan kepada Dewan Kehormatan Notaris untuk diperiksa dan diberikan sanksi oleh Dewan Kehormatan Notaris atau dalam hal
ini Majelis Pengawas harus memilah dan memilih laporan yang menjadikan kewenangannya untuk diperiksa dan laporan yang menjadi kewenangan Dewan
Kehormatan Notaris. Pengawasan berupa tindak tanduk atau perilaku Notaris tidak mudah untuk
diberi batasan. Sebagai contoh Pasal 9 ayat 1 huruf c UUJN menegaskan salah satu alasan Notaris diberhentikan sementara dari jabatannya yaitu melakukan perbuatan
tercela. Penjelasan pasal tersebut memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan tercela adalah melakukan perbuatan yang bertentangan norma agama,
norma kesusilaan dan norma adat. Pasal 12 huruf c UUJN menegaskan bahwa salah satu alasan Notaris diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatannya oleh Menteri
atas usul Majelis Pengawas Pusat yaitu melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris. Penjelasan pasal tersebut memberikan
batasan bahwa yang dimaksud dengan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat misalnya berjudi, mabuk, menyalahgunakan narkoba dan berzina.
101
Perilaku atau tindak tanduk Notaris yang berada dalam ruang lingkup pengawasan
101
Seharusnya perbuatan Notaris yang tersebut dalam Pasal 9 ayat 1 huruf c UUJN, yaitu melakukan perbuatan tercela yang dalam penjelasannya yang dimaksud dengan “melakukan perbuatan
tercela” adalah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan, dan norma adat tidak merupakan alasan untuk memberhentikan sementara Notaris dari jabatannya tapi
seharusnya dapat dijadikan alasan untuk memberhentikan Notaris dari jabatannya dengan tidak hormat sebagaimana dalam Pasal 12 huruf c UUJN
Desni Prianty Eff.Manik : Analisis Kewenangan Majelis Pengawas Notaris Dalam Pengawasan Notaris Menurut Undang-Undang No 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris, 2009
Majelis Pengawas di luar pengawasan tugas pelaksanaan tugas jabatan Notaris, dengan batasan :
1. melakukan perbuatan tercela yang bertentangan dengan norma agama, norma
kesusilaan dan norma adat. 2.
melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat jabatan Notaris
102
, misalnya berjudi, mabuk, menyalahgunakan narkoba, dan berzina. Setiap Notaris yang tidak membuat laporan bulanan kepada Majelis Pengawas
Wilayah Sumatera Utara, maka MPW Notaris Sumatera Utara menyurati Notaris yang bersangkutan agar segera melaporkan reportorium, legalisasi, warmeerking
yang merupakan wujud pengawasan preventif.
103
2. Pemeriksaan Notaris