Nurcholish Madjid 1. Biografi dan Karya-karyanya
IIFSO International Islamic Federation of Students Organizations, 1969-1971.
30
Dalam masa inilah Cak Nur membangun citra dirinya sebagai seorang pemikir muda Islam. Di masa ini 1968 ia menulis karangan “Modernisasi ialah
Rasionalisasi, Bukan Westernisasi”,
31
sebuah karangan yang dibicarakan di kalangan HMI seluruh Indonesia.
Setahun kemudian, 1969, ia menulis sebuah buku pedoman ideologis HMI, yang disebut Nilai-nilai Dasar Perjuangan NDP yang sampai sekarang
masih dipakai sebagai buku dasar keislaman HMI, dan benama Nilai-nilai Identitas Kader
NIK. Buku kecil ini, merupakan pengembangan dari artikel Cak Nur yang pada awalnya dipakai sebagai bahan training kepemimpinan HMI, yaitu
Dasar-dasar Islamisme. NDP ini ditulis Cak Nur setelah perjalanan panjang
keliling Amerika Serikat selama sebulan sejak November 1968, beberpa hari setelah lulus sarjana IAIN Jakarta, yang kemudian dilanjutkan perjalanan ke
Timur Tengah, dan pergi haji, selama tiga bulan. Tentang pengalaman menulis NDP ini Cak Nur mengemukakan,
32
”...Setelah pulang haji pada bulan Maret 1969, saya mempersiapkan segala sesuatu yang terkait dengan tugas tugas saya di HMI, karena pada bulan Mei
berikutnya akan dilangsungkan Kongres HMI kesembilan di Malang. Sebagai Ketua Umum PB HMI, saya tentu harus mempersiapkan laporan
pertanggungjawaban.
Tetapi selang waktu antara pulang haji sampai kongres itu juga saya pergunakan untuk menyusun risalah kecil berjudul Nilai nilai Dasar Perjuangan
30
Artikel ini kemudian dimuat dalam buku kritik Rasjidi, Koreksi terhadap Nurcholish Madjid tentang Sekularisasi,
Jakarta: Bulan Bintang, 1972. Dan semua artikel Nurcholish Madjid dalam buku tersebut, dimuat kembali dalam Islam, Kemoderenan dan Keindonesioaaan,
Bandung: Penerbit Mizan, 1987.
31
Nurcholish Madjid, Islam, Kemodernan dan Keindonesiaan Bandung: Penerbit Mizan, 1987, h. 172.
32
Solichin, HMI Candradimuka Mahasiswa, Jakarta: Sinergi Persadatama Foundation, 2010, h. 216.
NDP. Risalah kecil ini sebetulnya merupakan penyempurnaan dari Dasar dasar Islamisme
yang sudah saya tulis sebelumnya, pada tahun 1964 an, yang saya sempurnakan dengan bahan bahan yang saya kumpulkan terutama dari perjalanan
ke Timur Tengah. Jadi dapatlah dikatakan, risalah kecil ini memuat ringkasan seluruh pengetahuan dan pengalaman saya mengenai ideologi Islam. Dan
alhamdulillah, dua bulan kemudian, yaitu pada bulan Mei 1969, kongres HMI kesembilan di Malang menyetujui risalah saya itu sebagai pedoman bagi orientasi
ideologis anggota anggota HMI.
33
Dalam menulis risalah itu, saya terutama diilhami oleh tiga fakta. Pertama adalah belum adanya bahan bacaan yang komprehensif dan sistematis mengenai
ideologi Islam. Kami menyadari sepenuhnya kekurangan ini di masa Orde Lama, ketika kami terus menerus terlibat dalam pertikaian ideologis dengan kaum
komunis dan kaum nasionalis kiri, dan sangat memerlukan senjata untuk membalas serangan ideologis mereka. Pada waktu itu kami harus puas dengan
buku karangan Tjokroaminoto, Islam dan Socialisme, yang tidak lama kemudian kami anggap tidak lagi memadai.
34
Alasan kedua yang mendorong saya untuk menulis risalah kecil itu adalah rasa iri saya terhadap anak anak muda komunis. Oleh Partai Komunis Indonesia
PKI, mereka dilengkapi dengan sebuah buku pedoman bernama Pustaka Kecil Marksis
, yang dikenal dengan singkatannya PKM.
35
Alasan yang ketiga, saya sangat terkesan oleh buku kecil karangan Willy Eichler yang berjudul Fundamental Values and Basic Demands of Democratic
Socialism . Eichler adalah seorang ahli teori sosialisme demokrat, dan bukunya itu
berisi upaya perumusan kembali ideologi Partai Sosialis Demokrat Jerman SPD di Jerman Barat. Sekalipun asal mula partai itu adalah gerakan yang bertitik tolak
dari Marxisme, yang tentu saja “sekular,” tetapi dalam perkembangan selanjutnya Marxisme di situ tidak lagi dianut secara dogmatis dan statis, melainkan
dikembangkan secara amat liberal dan dinamis. Salah satu bentuk pengembangan itu adalah dengan memasukkan unsur keagamaan ke dalam sistem ideologinya.
Upaya perumusan kembali itu dilakukan antara lain dengan risiko bahwa mereka kemudian memperoleh cap sebagai bukan lagi sosialis, apalagi Marxis,
oleh partai partai dan orang orang komunis. Tetapi, seperti kita ketahui, revisionisme Eichler itu berdampak sangat baik: SPD mampu memperluas basis
massanya sehingga berhasil memenangkan beberapa kali pemilihan umum di Jerman dan menjadikannya pemegang pemerintahan bersama dengan Partai
Demokrat Liberal atau FDP. Kemenangan itulah yang membawa Willy Brandt dan Helmut Schmidt menjadi Kanselir Federal Jerman antara 1969 1974 dan
1974 1982.
Salah satu pokok yang menarik dalam teori Eichler itu misalnya adalah pemahamannya tentang demokrasi dan sosialisme atau keadilan sosial yang
dinamis. Dalam pengertian dinamis itu ialah bahwa demokrasi serta keadilan sosial tidak dapat dirumuskan sekali jadi untuk selama lamanya, tetapi nilai nilai
itu tumbuh sebagai proses yang berkepanjangan dan lestari tanpa putus putusnya. Suatu masyarakat adalah demokratis selama di situ terdapat proses yang tak
terputus bagi terselenggaranya sistem pergaulan antarmanusia yang semakin
33
Solichin, HMI Candradimuka Mahasiswa, h. 217
34
Solichin, HMI Candradimuka Mahasiswa, h. 217
35
Solichin, HMI Candradimuka Mahasiswa, h. 218
menghormati dan mengakui hak hak asasinya. Dan masyarakat itu sosialis atau berkeadilan sosial kalau ia mengembangkan sistem ekonomi yang semakin luas
dan merata penyebaran dan pemanfaatannya. Buku kecil Eichler itu pertama kali saya peroleh dari Mas Sularso, salah
seorang senior saya di HMI, sepulangnya dari menghadiri sebuah kongres mengenai koperasi di Eropa. Dan saya amat tertarik dengan isinya, terutama
karena saya memperoleh model mengenai rumusan ideologi yang saya dambakan.
Karena ketertarikan saya yang besar terhadap buku kecil itu, maka nama depan risalah kecil saya di atas, “Nilai nilai Dasar,” saya adopsi dari buku Eichler
ini, yakni Fundamental Values. Pertanyaannya kemudian adalah: nilai nilai dasar apa? Kalau disebut “Islam,” saya takut jangan jangan klaimnya terlalu besar.
Maka akhirnya saya namakan saja “Nilai nilai Dasar Perjuangan,” disingkat NDP. Kata “Perjuangan” di akhir itu saya kaitkan dengan buku Sutan Sjahrir,
yang berjudul Perjuangan Kita. Tetapi ternyata Syahrir juga tidak orsinil. Ia menggunakan judul itu karena diilhami oleh karya Adolf Hitler, Mine
Kampft
…”
36
Karena karya-karya ilmiahnya di masa ini dan terutama bakat intelektualnya yang luarbiasa, dan pemikirannya yang berkecenderungan modern,
tetapi sekaligus sosialis-religius ia pun oleh generasi Masyumi yang lebih tua, sangat diharapkan dapat menjadi pemimpin Islam di masa mendatang,
menggantikan Mohamad Natsir, sehingga di masa ini ia pun dikenal sebagai “Natsir Muda,” sampai saatnya pada 1970, mereka, golongan tua, kecewa akibat
makalah Cak Nur yang mempromosikan paham sekularisasi. Kita akan melihat gagasan-gagasan apa yang muncul pada masa ini, yang
kelak akan membuat sosok Cak Nur ini menjadi pemikir muda pada 1970 – walaupun awalnya ia mendapat reputasi buruk akibat tulisan yang disajikan pada
3 Januari 1970, “Keharusan Pembaharuan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat.”
Cak Nur meninggal dunia pada 29 Agustus 2005 akibat penyakit sirosis hati yang dideritanya. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata
36
Buddy Munawar Rahman, Ensiklopedi Nurcholish Madjid, h. 6
meskipun merupakan warga sipil karena dianggap telah banyak berjasa kepada negara.