peningkatan harga komoditas layanan publik, peningkatan peranan pasar, penyederhanaan prosedur ekspor, dan peningkatan pengumpulan pajak.
Sehubungan dengan kebijakan untuk lebih bersahabat dengan sektor swasta dan asing, tepat bulan Januari 1967, pemerintah Soeharto menerbitkan Undang-
Undang Penanaman Modal Asing UU PMA No. I1967. UU PMA yang baru ini lebih liberal dari pada UU yang digantikannya. Bersamaan dengan itu,
perusahaan-perusahaan swasta asing yang dinasionalisasikan Soekarno pada 1963-1965, diundang kembali untuk melanjutkan kegiatan mereka di Indonesia.
91
Dengan berlangsungnya pembalikan orientasi Indonesia, yaitu dari yang berorientasi pada peningkatan kemandirian ekonomi menuju peningkatan
ketergantungan, rasanya tidak berlebihan bila peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Seoharto diwaspadai sebagai proses sistematis berlangsungnya transisi
kolonialisme di Indonesia. Artinya, setelah merdeka dari kolonialisme Belanda, pembuatan utang luar negeri secara besar-besaran di era pemerintahan Soeharto,
patut diwaspadai sebagai proses sistematis penjerumusan Indonesia ke dalam perangkap neoimperialisme Amerika.
2. Undang-Undang Penanaman Modal Asing
Contoh menarik lainnya untuk kasus Indonesia adalah penetapan dan pemberlakuan kebijakan mengenai penanaman modal asing. Undang-undang atau
peraturan yang mengatur tentang hal ini terus disempurnakan dari tahun 1967 sampai dengan tahun 2007.
UU NO. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing PMA, Menurut Jeffrey Winter, seperti dikutip Kwik Kian Gie, rancangannya dipersiapkan oleh
91
Revrisond Baswir, “Utang Luar Negeri dan Neokolonialisme Indonesia,” h. 8.
kelompok David Rockeffeler, ekonomon Amerika, di Jenewa bersama-sama dengan kelompok yang oleh David Rockeffeler dinamakan Berkeley Mafia,
92
isinya masih mengakui adanya cabang-cabang produksi yang dianggap menguasai hajat hidup orang banyak, dan oleh karenanya tidak terbuka bagi modal asing,
yaitu yang dirinci dalam pasal 6 ayat 1 sebagai berikut: a Pelabuhan-pelabuhan, b Produksi, tranmisi dan distribusi tenaga listrik untuk umum, c
Telekomunikasi, d Pelayaran, e Penerbangan, f Air Minum, g Kereta Api Umum, h Pembangkitan Tenaga Atom, dan i Mass Media.
Undang-undang yang merupakan produk Mafia Berkeley ini, lambat laun selalu mengalami perubahan, ini semua dilakukan untuk menuju pada liberalisasi
total. Sehingga pada tahun berikutnya muncul Undang-undang No. 6 tahun 1968 mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN yang pasal 3 ayat 1 sudah
mengizinkan investor asing memasuki cabang-cabang produksi yang jelas disebut “menguasai hajat hidup orang banyak” itu asalkan porsinya modal asing tidak
melampaui 49. Namun ada ketentuan bahwa porsi investor Indonesia yang 51 harus ditingkatkan menjadi 75 tidak lebih lambat dari tahun 1974.
92
Mafia Berkeley adalah julukan bagi kaum ekonom liberalis, penganut paham ekonomi neo-klasik dan kurang patriotik-nasionalistik serta pro modal asing dan mudah terdikte untuk
melakukan utang luar negeri, kelompok ini dimobilisasi belajar di Berkeley Universitas California, kemudian juga Pittsburg dan universitas-universitas lain mitranya, seperti Cornell,
MIT, Harvard. The Ford Foundation dan The Rockefeller Foundation memobilisasi dan membiayai sarjana-sarjana Indonesia untuk belajar di Amerika Serikat dan CIA juga aktif terlibat
di dalamnya. Itu semua dilakukan dalam rangka pencekokkan ilmu ekonomi liberal atau peng- Amerika-an. Sumitro Djojohadikusumo dikatakan sebagai pimpinan The Berkeley Mafia, dengan
pengikut-pengikut utamanya antara lain Widjojo Nitisastro, Emil Salim, M. Sadli, Subroto, Sudjatmoko, Barli Halim, Rachmat Saleh, dan Radius Prawiro. Kita tahu pada masa Orde Baru
tokoh-tokoh Mafia Berkeley ini mengalami kejayaannya dengan memegang tempat-tempat strategis di pemerintahan presiden Soeharto. Pada masa saat ini pun mereka masih tetap
memegang kendali di pemerintahan khususnya bidang perekonomian, sebut saja Sri Mulyani dan Boediono, lihat Sri Edi Swasono, “Berkeley Mafia VS Pemikiran Hatta”, Makalah disampaikan
dalam Seminar Nasional 50 Tahun Mafia Berkeley VS Gagasan Alternatif Pembanguna Ekonomi Indonesia
Koalisi Anti Utang, Hotel Mulia Jakarta, 5 Juni 2006. h. 1, dan David Ransom, Mafia Berkeley dan Pembunuhan Massal di Indonesia
Jakarta: Koalisi Anti Utang, 2006, hal. 11.
Pada tahun 1994 terbit peraturan pemerintahan nomor 20 yang pasal 5 ayat 1-nya berisi izin dibolehkannya perusahaan asing melakukan kegiatan usaha yang
tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak yaitu pelabuhan, produksi dan transmisi, serta distribusi tenaga listrik umum,
telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api umum, pembangkitan tenaga atom dan mass media.
Pasal 6 ayat 1 mengatakan: “Saham peserta Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 huruf a sekurang-kurangnya 5 lima perseratus
dari seluruh modal disetor perusahaan pada waktu pendirian.” PP N0. 201994 menentukan bahwa batas antara boleh oleh asing atau tidak,
adalah kepemilikan oleh pihak Indonesia dengan 5. Tidak ada lagi pembatasan waktu tentang dikuranginya porsi modal asing.
93
Klimaks dari agenda liberalisasi total adalah pada tahun 2007 dengan disahkannya Undang-Undang Penanaman Modal Asing UU-PMA. Salah satu
pasal yang membuat kita prihatin di Undang-Undang tersebut adalah pasal 8 ayat 3 yang mengatakan “penanam modal diberi hak untuk melakukan transfer dan
repatriasi pemulangan dana dalam valuta asing secara bebas,” yang dalam perinciannya praktis tidak ada yang tidak boleh ditransfer kembali ke negara
asalnya. Di dalamnya juga diatur bahwa Hak atas tanah menjadi 95 tahun untuk Hak Guna Usaha, 80 tahun untuk Hak Guna Bangunan dan 70 tahun untuk Hak
93
Kwik Kian Gie, “50 Tahun Berkeley Mafia; Antara Kenyataan dan Fiksi,” Makalah di sampaikan dalam Seminar Nasional 50 Tahun Mafia Berkeley VS Gagasan Alternatif
Pembangunan Ekonomi Indonesia Jakarta: Koalisi Anti Utang, 2006, h. 6-7.
Pakai. Pengaturan semacam ini sangat sulit ditemukan dalam Undang-Undang investasi di negara manapun.
94
Misalnya, Amerika Serikat, sebagai pusat dari indoktrinasi paham seperti yang dikemukakan di atas, menerapkan proteksi untuk melindungi warga
negaranya sendiri. Tidak saja defensif dengan menutup pintu masuk negaranya dalam bidang apa saja dan dengan tarif setinggi berapa saja, jika dirasa perlu.
Tetapi bila perlu melakukan agresi. Irak dihancurleburkan dengan dalih mempunyai senjata pemusnah massal yang akan dipakai untuk memusnahkan
umat manusia. Tidak kurang dari Tim Ahli PBB yang diketuai oleh Hans Blik, yang sebelum invasi AS ke Irak menyatakan, bahwa di Irak tidak ada senjata
pemusnah massal. Toh, Irak diserbu, Presiden Saddam Husein dihukum gantung, semua
peninggalan sejarah yang begitu penting untuk peradaban umat manusia dimusnahkan, manusia dengan jumlah sangat besar terbunuh, dan yang sangat
penting, bagaimana nasib minyak yang bersumber di bawah tanah bumi Irak sangatlah tidak jelas. Masalah minyak inilah yang sesungguhnya menjadi target
utama dari invasi AS. Kalau karena minyak Irak dan Presiden Saddam Husein dihancurkan dan
diporak-porandakan, itu disebabkan karena pendirian Saddam yang demikian kuat dalam mempertahankan kemandiriannya.
Lain halnya dengan bangsa kita. Sudah sejak lama sampai sekarang, 92 dari minyak kita dieksploitasi oleh perusahaan-perusahaan minyak asing.
Tambang kita dikeduk oleh pemodal asing, dan hasil yang milik mereka itu dicatat
94
Kwik Kian Gie, “Terjajahnya Kembali Indonesia Sejak 1967,” dalam Amin Aryoso dkk., UUD 2002 Hasil Amandemen UUD ’45 Menghancurkan Bangsa Secara Ideologi, Politik,
Ekonomi, dan Kebudayaan Jakarta: Yayasan Kepada Bangsaku, 2008, h. 71.
oleh Biro Pusat Statistik sebagai Produk Domestik Bruto Indonesia. Bangsa Indonesia kebagian royalti dan pajak yang relatif sangat kecil. Hasil tambang dan
mineral sangat mahal yang milik pemodal asing itu ketika diekspor dicatat oleh Biro Pusat Statistik sebagai Eskpor Indonesia yang meningkat.
95
Bung Karno dalam tulisannya “Mentjapai Indonesia Merdeka” menyatakan “Sejak adanya opendeur-politiek di dalam tahun 1905, maka modal yang boleh
masuk ke Indonesia dan mencari rezeki di Indonesia bukanlah lagi modal Belanda saja, tetapi juga modal Inggris, juga modal Amerika, juga modal Jepang, juga
modal Jerman, juga modal Perancis, juga modal Italia, juga modal lain-lain, sehingga imperialisme di Indonesia kini adalah imperialisme yang internasional
karenya. Raksasa biasa yang dulu berjengkelitan di atas pada kerezekian Indonesia, kini sudah menjadi raksasa Rahwana Dasamuka yang bermulut
sepuluh.”
96
Dari tulisan Bung Karno ini, jelas bahwa dia juga mengartikan penanaman modal asing sama dengan imperialisme. Oleh karena itu, sesuai dengan
pernyataan Bung Karno di atas, bahwa Undang-undang yang akan mengundang masuk modal asing dari segala sudut dunia tidak bisa diartikan lain kecuali
memperkuat kedudukan imperialisme internasional yang sudah bercokol di negeri kita ini.
95
Ibid., h. 73.
96
M.H. Lukman., “Penanaman Modal Asing Berarti Memperkuat Kedudukan Imperialisme di Negeri Kita,” artikel diakses pada 10 Januari 2009 dari www.geocities.comedicahyanti-
imperialismeMH-Lukman.pdf
D. Masa Depan Eksistensi Kedaulatan Negara