Aktor-aktor Globalisasi TEORI DAN SEJARAH GLOBALISASI

World Trade Organization. 32 Sejak saat itulah suatu era baru telah muncul menggantikan era sebelumnya, yaitu globalisasi. Mengenai ketiga fase dominasi tersebut, Fakih menulis: “Secara teoritis sebenarnya tidak ada perubahan ideologi dari ketiga periode zaman tersebut, bahkan semakin bertambah canggih pendekatan, mekanisme, dan sistem yang secara ekonomis berwatak eksploitatif, secara politik berwatak represif, dan secara budaya berwatak hegemonik dan diskursif, dari sebagian kecil elit masyarakat yang dominan terhadap rakyat kecil.” 33 Sesungguhnya, ada perbedaan antara fase pembangunan dan globalisasi, yaitu kalau pada fase pembangunan lebih menekankan pada pertumbuhan ekonomi nasional dan mereka lebih melihat ke dalam negeri sendiri, dalam era globalisasi mereka didorong untuk menjadi bagian dari pertumbuhan ekonomi global, di mana aktornya bukan hanya negara tetapi perusahaan transnasional TNCs dan bank-bank transnasional TNBs, serta lembaga keuangan multilateral seperti Bank Dunia dan International Monetary Fund IMF, serta birokrasi perdagangan regional dan global seperti WTO, Nafta, Apec, ASEAN, dan sebagainya.

C. Aktor-aktor Globalisasi

Globalisasi sebagai proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam sistem ekonomi dunia pada dasarnya diperankan oleh aktor-aktor utama proses tersebut. Ada tiga aktor utama, pertama, adalah perusahaan multinasional yang 32 GATT adalah forum yang didirikan pada tahun 1947 dengan tujuan untuk mengatur lalu lintas perdagangan internasional, dalam hal ini adalah perdagangan barang, dan sebagai sebuah forum GATT sifatnya tidak mengikat. Namun, kelak forum ini mengalami evolusi menjadi lebih mengikat setelah berubah menjadi WTO pada tahun 1995, ruang lingkupnya pun menjadi lebih luas, yakni meliputi tiga bidang: perdagangan barang trade in goods, perdagangan jasa trade in service, dan hak atas kekayaan intelektual terkait perdagangan trade related intellectual property right. Lihat Bonnie Setiawan, “Antara Doha dan Cancun: Cengkeraman Neoliberalisme pada Tubuh WTO,” dalam I. Wibowo Prancis Wahono, ed., Neoliberalisme, h. 85. 33 Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, h. 210. besar yang dengan dukungan negara-negara yang dipengaruhi dan diuntungkan olehnya yaitu negara maju 34 membentuk suatu dewan perserikatan perdagangan global yang dikenal dengan WTO yang kemudian menjadi aktor kedua. Ketiga, adalah lembaga keuangan global IMF dan Bank Dunia. Ketiga aktor globalisasi tersebut menetapkan aturan-aturan seputar investasi, Intelectual Property Rights dan kebijakan internasional. Kewenangan lainnya adalah mendesak atau mempengaruhi serta memaksa negara-negara melakukan penyesuaian kebijakan nasionalnya bagi kelancaran proses pengintegrasian ekonomi nasional ke dalam ekonomi global. Proses memperlicin jalan pengintegrasian tersebut ditempuh dengan cara mengubah semua aturan kebijakan yang menghalangi ketiga aktor- aktor globalisasi, terutama perusahaan multinasional untuk beroperasi dalam bentuk ekspansi produksi, pasar, maupun ekspansi investasi. Berkaitan dengan hal tersebut Fakih menulis “...sesungguhnya globalisasi tidak ada sangkut pautnya dengan kesejahteraan rakyat ataupun keadilan sosial di negara-negara Dunia 34 Pengaruh negara-negara maju pada lembaga-lembaga internasional semacam IMF, Bank Dunia, dan WTO bisa dilihat dari sistem hak suara voting strengths di lembaga-lembaga tersebut. IMF dan Bank Dunia memiliki sistem suara yang ditentukan berdasarkan saham anggota. Hal itu dengan sendirinya akan membuat suara selalu didominasi negara yang memiliki saham lebih besar, dalam hal ini negara-neagra maju. Sistem demikian membuat berbagai kebijakan yang diambil lebih menguntungkan kepentingan negara maju. WTO memiliki sistem sedikit berbeda. Setiap negara anggota memiliki satu suara, dan ini membuat negara miskin dan negara berkembang yang bergabung di dalamnya dapat lebih berperan dalam memengaruhi proses pengambilan keputusan. Walaupun di atas kertas hal tersebut adalah benar, dalam kenyataan proses yang terjadi tidak semudah itu. Hal ini disebabkan karena dalam berbagai perundingan, di mana terdapat perbedaan pendapat sangat tajam, juga dilakukan pertemuan informal bersifat terbatas, baik pada tingkat menteri maupun pejabat tinggi. Pada pertemuan-pertemuan yang dikenal dengan green room, room F meeting, maupun Chairman Consultative Group CCG, negara maju yang memiliki kepentingan berbeda dengan negara berkembang dan negara miskin dapat melakukan tekanan, terutama dengan menggunakan mekanisme bilateral untuk memastikan negara-negara berkembang dan miskin sepakat menerima kepentingan negara maju. Lihat Riza Pramahendra, “Tata Kelola Globalisasi dan Dampaknya Pekerjaan Rumah untuk Indonesia,” dalam Sugeng Bahagijo, ed., Globalisasi Menghempas Indonesia Jakarta: LP3ES, 2006, h. 38-39. Ketiga termasuk Indonesia, melainkan lebih didorong demi motif kepentingan pertumbuhan dan akumulasi kapital berskala global...” 35 35 Fakih, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, h. 216.

BAB III PARADIGMA KEDAULATAN NEGARA