Pengaruh Pekerjaan Wanita Terhadap Jumlah Anak (Studi Eksplanatif pada wanita yang bekerja sebagai PNS dan petani di Kel. Batang Ayumi Julu, Kec. Padangsidimpuan Utara)

(1)

PENGARUH PEKERJAAN WANITA

TERHADAP JUMLAH ANAK

(Studi Eksplanatif pada wanita yang bekerja sebagai PNS dan petani di Kel. Batang Ayumi Julu, Kec. Padangsidimpuan Utara)

DISUSUN OLEH ANITA SUSANTY SIREGAR

040901057

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(2)

ABSTRAKSI

Jumlah penduduk di Indonesia pada umumnya mengalami peningkatan tiap tahun yang di dominasi oleh tingginya angka fertilitas (kelahiran). Fertilitas ini pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh tindakan pilihan rasional aktor dalam masyarakat yang beradaptasi dengan nilai budaya serta lingkungan sekitarnya. Pameo “ banyak anak banyak rezeki” kini telah mulai bergeser menjadi “banyak anak banyak beban”. Pergeseran ini diakibatkan oleh meningkatnya pendidikan masyarakat sehingga mempunyai pemahaman yang luas akan arti keluarga khususnya yang berkaitan dengan anak. Peningkatan pendidikan ini merupakan tuntutan bagi masyarakat karena adanya suatu perubahan budaya yang semakin materialistis yang dibarengi diferensiasi dalam segala hal, misalnya pekerjaan; adanya sektor kerja informal dan formal. Seperti halnnya bagi wanita yang kini tidak hanya bekerja di sektor informal saja akan tetapi sektor formal sudak dimasukinya. Kedua sektor yang dilakoni oleh masing-masing aktor tentunya mempunyai latar belakang yang berbeda, khususnya pendidikan. Karena tingkat pendidikan pada umumnya akan berimplikasi terhadap pekerjaan yang akan digelutinya. Kemudian terdapat suatu hipotesis yang menyatakan bahwa kemandirian ekonomi dan pendidikan mempengaruhi wanita untuk menunda pernikahan atau tidak sehingga hal ini akan berimplikasi terhadap jumlah anak yang dimiliki oleh wanita tersebut.

Penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif terhadap 30 responden. Masing-masing 15 responden wanita yang bekerja sebagai PNS dan 15 responden wanita yang bekerja sebagai petani. Penarikan sample menggunakan sistem judgement sample. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden dan dokumenter.

Berdasarkan analisa data diketahui bahwa terdapat prefernasi jenis kelamin antara wanita yang bekerja sebagai PNS dengan wanita yang bekerja sebagai petani dimana 24 orang (80%) yang menyatakan iya untuk konsep laki-laki dan perempuan adalah sama saja”, sedangkan 6 orang (20%) menyatakan tidak. Preferensi jenis kelamin anak ini lebih kuat untuk kelompok responden petani, yakni sebanyak 5 orang (33,3%), sedangkan untuk kelompok responden PNS hanya 1 orang (6,7%)

Hal ini berimplikasi terhadap jumlah anak responden dimana jumlah anak pada wanita yang bekerja sebagai petani lebih banyak dari jumlah anak yang bekerja sebagai PNS hal ini terbukti dari perhitungan nilai terkecil antara U1 dan U2 adalah nilai Ui karena itu : U = 60,6 Untuk U pada table adalah , dengan significance 0,05 = 64. Begitu juga dalam perhitungan Q xy Tied T sama dengan -1, sedangkan zero order sama dengan 0,76. Ini berarti bahwa variebel independent (pekerjaan) berpengaruh terhadap variabel dependent (jumlah anak) yang diterangkan melalui variabel antara (usia menikah), dimana hubungan antar variabel sangat kuat sekali.


(3)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Pekerjaan Wanita Terhadap Jumlah Anak ( Studi eksplanatif pada wanita yang bekerja sebagai PNS dan petani di Kel. Batang Ayumi Julu, Kec. Padangsidimpuan Utara)” guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Serta tidak lupa solawat beriring salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang safa’atnya sangat diharapkan di hari kelak.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak menghadapi hambatan, hal ini disebabkan oleh keterbatasan wawasan peneliti, kurangnya pengalaman, serta sedikitnya wacana yang menyangkut bahan penelitian yang ditemukan oleh peneliti. Akan tetapi, berkatNya semua hambatan tersebut dapat dilalui, sehingga penulisan skripsi ini selesai. Hal ini tak luput dari teman-teman yang selalu memberikan motivasi dan dorongan serta do’a. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang turut serta membantu dalam penulisan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. DR. Arif Nasution, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara

2. Bapak DR. Badaruddin, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara


(4)

3. Ibu Dra. Rosmiani, MA, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara

4. Ibu Dra. Hadriana Marhaeni Munthe, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu kepada penulis untuk membimbing dalam penulisan skripsi ini

5. Ibu Dra. Harmona Daulay, M.Si selaku dosen wali penulis yang telah membimbing penulis semenjak semester pertama sampai akhir dengan selalu mengkoreksi penulis setiap semester berganti dan selalu memberi masukan jika ada masalah

6. Teristimewa buat kedua orang tua penulis, Ayahanda (alm) M. Siregar dan Ibunda L. Harahap yang selalu mendidik dan mengajari penulis dengan kasih sayang semenjak kecil, dan selalu memberikan do’a-do’a yang tiada bandingannya dengan apapun, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

7. Buat saudara-saudaraku tercinta, K’ Odang, K’ Ris yang selalu kirim pulsa, B’ Asan yang sibuk dengan angan-angannya tapi tetap selalu mendo’akan dan memotivasi penulis serta Adikku satu-satunya Hendra serta keponakan-keponakan yang selalu menanti “ujing”, 4R (Rofi, Rayhan, Rifa’i dan Ri’dah) terima kasih atas dukungan dan do’a-do’anya 8. Buat seseorang yang jauh di sana, terima kasih atas cinta dan kasih

sayangnya serta perhatiannya selama ini dan selalu memotivasi untuk tetap semangat dalam penulisan skripsi ini

9. Buat teman-teman stambuk ’04 yang selalu kompak. Jeni yang selalu sabar dengar ocehan penulis, tetap semangat! Benny “putih”, Kasiati, Ismi,


(5)

Imey, Devi, Wenny, Alex, Maypa, Tuit, Faisal, Idris, Dhini manis, Diana, Rabanta, Herna, Tika, Flo, Rey, Solin, Yanti, Rosma, Ferika dan lain-lain, terima kasih atas dukungan dan semua kenangan yang telah ada.

10.Buat senior Sos ‘3, Sos ’02, terima kasih telah mengajari dunia kampus, serta junior Sos ’05 dan Sos ‘6, terima kasih atas segala dukungannya. 11.Buat responden, terima kasih telah meluangkan waktunya untuk menjawab

kuesioner yang diberikan oleh penulis.

12.Semua pihak yang turut membantu yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam penulisan skripsi ini. Akan tetapi penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini.

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... v

Daftar tabel ... vii

Daftar Bagan ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Kerangka Teori ... 10

1.6. Hipotesis ... 16

1.7. Defenisi Konsep ... 16

1.8. Operasionalisasi Variabel ... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 19

2.1. Analisis Gender ... 19

2.1.Peran Ganda Perempuan ... 20

2.3. Nilai (utility) anak ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Jenis Penelitian ... 27

3.2. Lokasi Penelitian ... 27

3.3. Populasi dan Tehnik Penarikan Sampel ... 28

3.4. Teknik pengumpulan Data ... 28

3.5. Analisa Data ... 29

3.6. Jadwal Kegiatan ... 31

3.7. Keterbatasan Penelitian ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 33

4.1.1 Sejarah Lahirnya Kel. Batang Ayumi Julu ... 33

4.1.2. Potensi Sumber Daya Alam ... 37

4.1.3. Sosial Ekonomi dan Budaya ... 39

4.2. Tabel Tunggal ... 43

4.2.1. Identifikasi Responden ... 43

4.2.2. Pekerjaan wanita ... 47

4.2.3. Penentuan jumlah anak ... 52

4.3 Tabulasi Silang ... 60

4.4. Analisis Perbandingan ... 64

4.5. Analisis Korelasi ... 66

4.6. Pembahasan... 72


(7)

5.2. Saran ... 78 Daftar Pustaka


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Selama Seminggu Menurut Jenis Kelamin

dan Lapangan Usaha di Kota Padangsidimpuan ... 5

Tabel 1.2. Persentase Penduduk 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja Seminggu, dan Jenis Kelamin di Kota Padangsidimpuan ... 7

Tabel 1.3. Jumlah Rumah Tangga ( RT ), penduduk dan rata-rata anggota rumah tangga (ART) per rumah tangga menurut desa/kel. Tahun 2005 ... 8

Tabel 4.1. Orbitasi daerah ... 37

Tabel 4.2. Sumber air minum ... 38

Tabel 4.3. Kualitas air minum ... 38

Tabel 4.4. Kualitas udara ... 39

Tabel 4.5.Tingkat pendidikan ... 39

Tabel 4.6. Jenis mata pencaharian ... 40

Tabel 4.7. Agama ... 40

Tabel 4.8. Etnis di Kel. Batang Ayumi Julu ... 41

Tabel 4.9. Tingkat kesejahteraan keluarga ... 42

Tabel 4.10. Kepemilikan aset rumah ... 42

Tabel 4.11. Distribusi responden berdasarkan agama ... 43

Tabel 4.12. Distribusi responden berdasarkan suku bangsa... 43

Tabel 4.13. Distribusi responden berdasarkan pendidikan ... 44

Tabel 4.14. Distribusi responden berdasarkan umur ... 44

Tabel 4.15. Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan suami ... 45

Tabel 4.16. Distribusi responden berdasarkan usia menikah ... 45 Tabel 4.17. Frekuensi responden berdasarkan waktu mulai bekerja ... 47 Tabel 4.18 Frekuensi responden berdasarkan alasan bekerja... 48

Tabel 4.19. Frekuensi responden berdasarkan tetap mengerjakan pekerjaan rumah... 48

Tabel 4.20. Frekuensi responden berdasarkan kepemilikan pembantu ... 49

Tabel 4.21. Frekuensi suami responden berdasarkan ikut berperan dalam pekerjaan rumah... 50

Tabel 4.22 Frekuensi responden berdasarkan waktu bekerja setiap hari ... 50

Tabel 4.23. Frekuensi responden berdasarkan penghasilan setiap bulan ... 51

Tabel 4.24. Frekuensi responden berdasarkan tingkat penghasilan dengan suami ... 52

Tabel 4.25. Frekuensi responden berdasarkan jumlah anak (dalam keadaan hidup) ... 52

Tabel 4.26. Frekuensi responden berdasarkan keinginan menambah anak .... 53

Tabel 4.27. frekuensi responden berdasarkan jumlah anak yang ideal... 54

Tabel 4.28. Frekuensi responden berdasarkan kesetujuan dalam menentukan jumlah anak ... 55 Tabel 4.29. Frekuensi responden berdasarkan siapa yang


(9)

menentukan jumlah anak dalam keluarga ... 55 Tabel 4.30. Frekuensi responden berdasarkan kesetujuan untuk

pernyataan “ anak laki-laki dan perempuan sama saja” ... 56 Tabel 4.31. Frekuensi responden berdasarkan keharusan

mempunyai anak laki-laki ... 57 Tabel 4.32. Frekuensi responden berdasarkan keharusan

mempunyai anak perempuan ... 57 Tabel 4.33. Frekuensi responden berdasarkan sikap jika sudah mempunyai

anak seperti yang diinginkan, akan tetapi ternyata mengandung ... 58 Tabel 4.34. Frekuensi responden berdasarkan penggunaan alat

kontrasepsi untuk mencegah kehamilan ... 59 Tabel 4.35. Pengaruh besarnya gaji dengan

siapa yang menentukan jumlah anak ... 60 Tabel 4.36. Pengaruh frekuensi jam kerja dengan frekuensi

jumlah anak sekarang ... 61 Tabel 4.37. Pengaruh pendidikan terhadap jumlah anak ... 62

Tabel 4.38. Hubungan pekerjaan terhadap jumlah anak ... 66 Tabel 4.39. Hubungan usia menikah dengan jumlah anak... 67 Tabel 4.40. Hubungan pekerjaan dengan usia menikah... 68 Tabel 4.41. hubungan variabel antara (usia menikah)


(10)

DAFTAR BAGAN

Struktur Organisasi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat(LPM)

Kelurahan Batang Ayumi Julu Kec. Padangsidempuan Utara ... ... 36


(11)

ABSTRAKSI

Jumlah penduduk di Indonesia pada umumnya mengalami peningkatan tiap tahun yang di dominasi oleh tingginya angka fertilitas (kelahiran). Fertilitas ini pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh tindakan pilihan rasional aktor dalam masyarakat yang beradaptasi dengan nilai budaya serta lingkungan sekitarnya. Pameo “ banyak anak banyak rezeki” kini telah mulai bergeser menjadi “banyak anak banyak beban”. Pergeseran ini diakibatkan oleh meningkatnya pendidikan masyarakat sehingga mempunyai pemahaman yang luas akan arti keluarga khususnya yang berkaitan dengan anak. Peningkatan pendidikan ini merupakan tuntutan bagi masyarakat karena adanya suatu perubahan budaya yang semakin materialistis yang dibarengi diferensiasi dalam segala hal, misalnya pekerjaan; adanya sektor kerja informal dan formal. Seperti halnnya bagi wanita yang kini tidak hanya bekerja di sektor informal saja akan tetapi sektor formal sudak dimasukinya. Kedua sektor yang dilakoni oleh masing-masing aktor tentunya mempunyai latar belakang yang berbeda, khususnya pendidikan. Karena tingkat pendidikan pada umumnya akan berimplikasi terhadap pekerjaan yang akan digelutinya. Kemudian terdapat suatu hipotesis yang menyatakan bahwa kemandirian ekonomi dan pendidikan mempengaruhi wanita untuk menunda pernikahan atau tidak sehingga hal ini akan berimplikasi terhadap jumlah anak yang dimiliki oleh wanita tersebut.

Penelitian ini menggunakan penelitian eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif terhadap 30 responden. Masing-masing 15 responden wanita yang bekerja sebagai PNS dan 15 responden wanita yang bekerja sebagai petani. Penarikan sample menggunakan sistem judgement sample. Pengumpulan data dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner kepada responden dan dokumenter.

Berdasarkan analisa data diketahui bahwa terdapat prefernasi jenis kelamin antara wanita yang bekerja sebagai PNS dengan wanita yang bekerja sebagai petani dimana 24 orang (80%) yang menyatakan iya untuk konsep laki-laki dan perempuan adalah sama saja”, sedangkan 6 orang (20%) menyatakan tidak. Preferensi jenis kelamin anak ini lebih kuat untuk kelompok responden petani, yakni sebanyak 5 orang (33,3%), sedangkan untuk kelompok responden PNS hanya 1 orang (6,7%)

Hal ini berimplikasi terhadap jumlah anak responden dimana jumlah anak pada wanita yang bekerja sebagai petani lebih banyak dari jumlah anak yang bekerja sebagai PNS hal ini terbukti dari perhitungan nilai terkecil antara U1 dan U2 adalah nilai Ui karena itu : U = 60,6 Untuk U pada table adalah , dengan significance 0,05 = 64. Begitu juga dalam perhitungan Q xy Tied T sama dengan -1, sedangkan zero order sama dengan 0,76. Ini berarti bahwa variebel independent (pekerjaan) berpengaruh terhadap variabel dependent (jumlah anak) yang diterangkan melalui variabel antara (usia menikah), dimana hubungan antar variabel sangat kuat sekali.


(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Masalah kependudukan merupakan salah satu masalah pokok bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Salah satu variabel dari masalah kependudukan ini adalah jumlah anak yang lahir dalam keadan hidup (fertilitas). Untuk itu pemerintah banyak mengambil tindakan dengan berbagai programnya dalam upaya penurunan angka kelahiran. Mulai dari program KB dimana pemerintah membentuk khusus satu Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional yang dikenal dengan sebutan BKKBN (Sugihen, 1996:90) sampai dengan pengikutsertaan perempuan dalam pembangunan.

Berbicara tentang fertilitas tidak terlepas dari masalah wanita karena wanita berperan mengandung, melahirkan dan mengasuh anak dalam keluarga. Akan tetapi, meningkatnya kebutuhan hidup akibat pengaruh modernisasi dan persaingan hidup, mengharuskan wanita untuk ikut serta berperan dalam sektor publik, baik itu keinginan dalam diri individu itu sendiri atau merupakan suatu keharusan bagi wanita tersebut guna pemenuhan kebutuhan keluarga. Seperti kita ketahui bahwa keluarga menurut Kamanto ( 2000 ) mempunyai fungsi: Pertama , menyalurkan dorongan seks. Kedua, reproduksi berupa pengembangan keturunan. Ketiga, mensosialisasikan anggota keluarga baru. Keempat, fungsi afeksi. Kelima, memberikan status pada anak. Keenam, memberikan perlindungan kepada anggota baru dan yang ketujuh adalah menjalankan fungsi ekonomi. Dari


(13)

fungsi-fungsi tersebut pada masa sekarang ini, fungsi-fungsi ekonomi dan fungsi-fungsi reproduksi terkait dengan peran wanita dalam keluarga.

Hanna (dalam Ihromi, 1990:1) mengatakan bahwa suatu keluarga akan berusaha meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat, hal ini dicapai dengan memberikan pendidikan pada anak, menanamkan nilai budaya, menyekolahkan anak yang pada akhirnya berharap memperoleh pekerjaan dan mendapat kedudukan yang baik dalam masyarakat. Untuk itu partisipasi perempuan atau istri dalam perekonomian ini sangat dibutuhkan baik keinginan atau tidak oleh istri .

Lisa Cameron mengatakan

“women were sheltered somewhat the full crisis impact due to their under representatition in the formal sector economy. Women did, however suffer increase in unemployment ( and underemployment ) – although to a lesser extent then men. Possibly the main way in which women were affected by the crisis was indirectly- through its effect on labour market oppurtinities for the men in their families. In response to high male unemployment and under employment, women increased their participation in the labour market ( Robinson, 2002:155)

Dari pernyatan di atas kita dapat ketahui keterlibatan perempuan dalam sektor kerja diawali dengan munculnya krisis ekonomi yang mengharuskan mereka untuk kerja di sektro publik. Warto (dalam Abdullah 1997:165) mengatakan masuknya teknologi pertanian baru, selain sebagai upaya mengintensifikasikan hasil pertanian juga dilihat sebagai perpanjangan tangan sistem ekonomi yang kapitalis dengan ideologi patriaki, dan mendesak posisi wanita kepinggiran dalam memperebutkan kesempatan ekonomi. Akibatnya terdapat dua respon yang dilakukan wanita untuk menghadapi pergeseran struktural akibat masuknya teknologi pertanian. Pertama wanita kembali


(14)

memasuki wilayah domestik karena kesempatan di sektor publik makin sulit di raih. Kedua berusaha memperoleh kesempatan kerja di luar desa.

Kesempatan wanita di sektor publik tidak terlepas juga dengan adanya perlindungan pekerja wanita itu sendiri yang sudah dilindungi dalam UU tenaga Kerja No 12tahun 1848 (junto UU No 1 tahun 1951). UU no 89 tahun 1957 yang meratifikasi Konvensi ILO No 100 dan PP No 81 tahun 1981, juga UU no 14 tahun 1969, UU no 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita. Serta adanya Inpres No 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender (PUG) yang telah disyahkan oleh pemerintah memberikan peranan yang besar terhadap keikutsertaan wanita di sektor publik. Salah satu instrumen yang kemudian dikembangkan PUG untuk melihat apakah gender menjadi arus utama dari suatu organisasi atau institusi adalah scan yang berfungsi:

1. Menjadikan kesetaraan gender sebagai misi organisasi

2. Menerjemahkan misi tersebut ke dalam tujuan dan sasaran yang operasional, dan mengaplikasikan tujuan tersebut ke dalam program organsiasi atau program-program sosial yang sensistif gender

3. Mengembangkan pola kepemimpinan yang sensiti gender

4. Mengembangkan pola hubungan antar individu di organsasi dan dengan individu di luar organiasi

5. Mencegah penggunaan bahasa joke, atau atribut yang bias gender dalam komunikasi organsasi


(15)

7. Menciptakan atauran-aturan yang melindungi anggota organisasi dari praktek-praktek diskriminasi, kekerasan, atau pelecehan yang berlatar belakang perbedan gender

8. Mendayakan sumber daya organisasi untuk mendukung perbedaan gender

9. Menciptakan jaringan dan kolaborasi dengan lingkungan luar, sehingga upaya kesetaraan gender di masyaarakat dapat berlangsung secara lebih integratif

Keterlibatan perempuan dalam sektor kerja publik ini dilihat dapat membawa pengaruh besar dalam struktur keluarga dan mengalami perubahan, seperti posisi tawar wanita tersebut dalam keluarga misalnya dalam memutuskan jumlah anak yang diinginkan. Jumlah jam kerja seorang wanita akan mempengaruhi keterlibatannya dalam keluarga dan akan menjadi salah satu variable penting dalan menjelaskan relasi gender dalam keluarga antara suami dan istri. Perubahan dalam nilai anak pun dapat berubah, dimana terdapat banyak anggapan-anggapan yang berhubungan dengan utility anak tersebut, misalnya pada masyarakat pedesaan yang mata pencahariannya pada umumnya adalah bertani mempunyai anggapan bahwa banyak anak banyak rezeki, hal ini masuk logika, karena mereka beranggappan dengan banyak anak maka jumlah tenaga kerja untuk mengolah lahanpun semakin banyak, sehingga secara otomatis nilai produksi yang dihasilkan pun bertambah. Ada suatu anggapan yang menyatakan bahwa anak juga akan dapat menghambat karir seseorang seperti yang tercakup dalam sebuah artikel perempuan menyebutkan bahwa banyak wanita menunda


(16)

untuk mempunyai anak karena pekerjaan (http/nagasundari blogsome.come /2005/03/08 perempuan dan kehidupan actual).

Peranan wanita dalam sector ekonomi, baik dalam sektor publik maupun domestik banyak terlihat pada daerah yang mengalami masa transisi ke arah industrialisasi terutama di daerah perkotaan. Masyarakat perkotaan yang semakin kompleks menuntut masyarakatnya untuk aktif dalam perekonomian untuk memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu masyarakat perkotaan itu adalah masyarakat kota Padangsidimpuan yaitu salah satu kotamadya di provinsi Sumatera Utara yang juga merupakan literature kecil gambaran masyarakat perkotaan di Indonesia yang sedang mengalami masa transisi untuk menjadi masyarakat industri. Pada masyarakat ini juga terlihat bagaimana kontribusi pekerja wanita semakin meningkat di sektor –sektor penting, dan untuk jelasnya perhatikan tabel di bawah ini.

Tabel 1.1.

Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Selama Seminggu Menurut Jenis Kelamin dan Lapangan Usaha di Kota Padangsidempuan

Lapangan Usaha Persentase

Laki-laki Perempuan Jumlah

(1) (2) (3) (4)

1. pertanian 17,14 21,13 18,73

2. Perambangan dan Pengaalian 0,05 0,00 0,03

3. Industri 5,93 11,76 8,25

4. Listrik, gas, dan air 0,14 0,07 0,11

5. Kontruksi 8,15 0,14 4,96

6. perdagangan 22,00 34,22 26,87

7. Angkutan dan Komunikasi 18,85 1,12 11,79

8. Keuangan 0,83 2,10 1,34,

9. Jasa 26,91 29,46 27,93

10. Lainnya 0,00 0,00 0,00

jumlah 100 100 100


(17)

Dari data di atas kita ketahui bahwa perempuan mempunyai peranan yang besar dalam sektor ekonomi. Dimana menurut BPS Padangsidimpuan yang termuat dalam Profil Kota Padangsidimpuan Berbasis Statistical Capacity Building, untuk menganalisa perekonomian tersebut, maka lapangan usaha yang terdiri dari sembilan sektor dibagi menjadi 3 kelompok besar yaitu sektor primer (A), sekunder (M) dan tersier (S), dengan klasifikasi sebagai berikut:

1. Sektor A (Pertanian)

2. Sektor M (Pertambangan/penggalian, industri, listrik, gas, air, serta bangunan)

3. Sektor S ( angkutan, perdagangan, keuangan, dan jasa)

Maka yang lebih dominan menyerap tenaga kerja adalah sektor S, dimana dalam tahun 2004, sektor ini menyerap 67, 92 % penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja sedang sisanya dalam sektor A 18,73 persen dan sektor M 13,35 persen.

Bila dibedakan menurut jenis kelamin, terlihat bahwa pada tahun 2004 mayoritas penduduk perempuan lebih banyak bergerak di sektor jasa, perdagangan, dan pertanian di banding laki-laki. Sedangkan untuk jam kerja, berdasarkan Susenas 2004, rata-rata jam kerja pekerja di Kota Padangsidimpuan cukup tinggi dibandingkan jam normal, yaitu 44,48 jam seminggu. Untuk lebih jelasnya lihat tabel di bawah ini.


(18)

Tabel 1.2.

Persentase Penduduk 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja Seminggu, dan Jenis Kelamin di Kota Padangsidimpuan

Jumlah jam kerja Persentase

Laki-laki perempuan Jumlah

(1) (2) (3) (4)

0 jam 1,60 1,26 1,47

1-9 Jam 0,41 0,49 0,44

10-24 Jam 7,11 14,99 10,24

25-35 Jam 11,97 21,34 15,68

36-44 Jam 18,94 29,01 22,93

45-59Jam 41,82 21,06 33,58

60+ jam 18,16, 11,85 15,66

jumlah 100 100 100

Rata-rata jam kerja Seminggu

47,51 40,82 44,85

Sumber BPS Padangsidimpuan

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa perempuan juga mempunyai jam kerja yang tinggi yaini 40,82 jam per minggu. Jumlah jam kerja ini berada di atas rata-rata yaitu 35 jam per minggu. Jam kerja wanita akan berpengaruh terhadap pergeseran struktur pola-pola tanggung jawab terhadap keluarga serta nilai dari fungsi keluarga itu sendiri. Salah satu pengaruhnya adalah reproduksi, yang pada akhirnya akan berimplikasi terhadap fertilitas. Sedikit banyaknya waktu wanita yang bekerja tergantung terhadap bentuk pekerjaan yang digelutinya

Keinginan untuk bekerja oleh perempuan terkadang bukan untuk pemenuhan kebutuhan pokok, khususnya pada golongan menengah akan tetapi lebih mengaktualkan diri dan lebih kepada proses pengembangan keterampilan yang telah diperolehnya di dunia pendidikan. Hal ini juga akan mempengaruhi terhadap penurunan nilai ekonomis anak sehingga konsekuensi yang diambil adalah dengan penurunan jumlah anak yang diinginkan. Begitu juga sebaliknya, ketiadaan pendidikan yang tinggi cenderung wanita tersebut hanya dapat bekerja


(19)

dengan hanya mengandalkan tenaga saja, dan kebanyakan mereka hanya bergelut di bidang pertanian, misalnya hanya sebagai petani Untuk itu dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana pengaruh pekerjaan wanita terhadap jumlah anak dengan melihat uji perbedaan diantara keduanya.

Adapun lokasi penelitian yang diambil adalah Kel. Batang Ayumi Julu, Kec. Padangsidempuan Utara. Jika kita lihat tabel di bawah ini yang diperoleh pada saat pra observasi terlihat bahwa rata-rata ART per rumah tangga di Kel. Batang Ayumi Julu, Kec. Padangsidempuan Utara lebih sedikit.

Tabel 1.3.

Jumlah Rumah Tangga ( RT ), penduduk dan rata-rata anggota rumah tangga (ART) per rumah tangga menurut desa/kel. Tahun 2005

Kelurahan Rumah Tangga Penduduk Rata-rata ART

(1) (2) (3) (4)

1. Wek IV 1451 5087 3,51

2. Wek III 858 3225 3,76

3. Wek II 1568 9195 3,58

4. Wek I 2849 9673 3,40

5. BAtang Ayumi Julu 1239 3222 2,60

6. BAtang Ayumi Jae 564 1698 3,01

7. Tobat 614 2453 4,00

8. Tano BAto 840 2863 3,41

9. Bonan Dolok 526 1863 3,54

10. Sadabuan 1945 7785 4,00

11. panyanggar 907 3263 3,60

12. Losung batu 1394 4753 3,41

13. kantin X X X

14. Bincar X X X

15. Timbangan X X X

16. kayu Ombun X X X

jumlah 15754 55080 3,50

X= masih bergabung dengan desa/kelurahan induk

Hal ini sangat menarik minat peneliti untuk lebih mengeksprolasi ada apa yang terjadi di dalam masyarakat tersebut, mengingat bahwa banyak wanita yang bekerja sebagai PNS di daerah ini walau masih ada juga yang bekerja sebagai


(20)

petani, dibandingkan dengan daerah lain yang cenderung wanitanya lebih banyak bekerja di sektor pertanian atau sebagai petani.

Akan tetapi akibat keterbatasan waktu, peneliti tidak akan membandingkan jumlah anak berdasarkan wilayah atau daerah akan tetapi peneliti akan melihat berdasarkan pekerjaan wanita tersebut, yang dalam hal ini adalah wanita yang bekerja sebagai petani dan PNS. Adapun lokasi penelitian, seperti yang telah diungkapkan di atas peneliti mengambil lokasi di Kel. Batang Ayumi Julu, Kec. Padangsidempuan Utara.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian eksplanatif terhadap masalah tersebut, yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimana perbedaan jumlah anak pada wanita yang bekerja sebagai PNS dengan wanita yang bekerja sebagai petani

2. Bagaimana pengaruh pekerjaan wanita yang bekerja sebagai PNS dan petani terhadap jumlah anak

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah

1. Untuk mengetahui bagaimana perbedaan jumlah anak pada wanita yang bekerja sebagai PNS dengan wanita yang bekerja sebagai petani


(21)

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pekerjaan wanita yang bekerja sebagai PNS dengan petani terhadap jumlah anak.

1.4. Manfaat Penelitian

Setelah melakukan penelitian ini diharapkan manfaat penelitian ini berupa:

1.4.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan bagi khasanah kepustakaan yang bernilai dan bermutu khususnya mengenai sosiologi gender. 1.4.2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini menjadi kajian yang akurat dan memberi sumbangan pemikiran baik kalangan akademis maupun pemerintah khusunya kota Padangsidempuan dalam mengambil kebijakan untuk pembangunan perempuan yang terkait dengan peranya dalam sector ekonomi dan reproduksi

1.4.3. Bagi Penulis

Dapat meningkatkan pengetahuan si peneliti dan menambah wawasan mengenai masalah yang terkait dan merupakan wadah dalam pembentukan pola pikir ilmiah serta rasional dalam menghadapi persoalan social yang ada dalam masyarakat.

1.5. Kerangka Teori 1.5.1. Feminis Marxis


(22)

a Hak kepemilikan pribadi manusia sebagai kelembagaan yang menghancurkan keadilan dan kesamaan kesempatan

a. Kapitalisme adalah tatanan social dimana pemilik modal mengunguli kaum buruh dan laki-laki mengungguli perempuan

b. Sumber opresi perempuan adalah kapitalisme.

Analisis ini menunjukkan bahwa perempuan akan memperoleh kesamaan dan kesempatan seperti laki-laki jika perempuan tersebut mampu menyamai kedudukannya dalam hal ekonomi dengan laki-laki, sehingga struktur kekuasaan lama akan terbongkar melalui perjuangan kelas (Suseno, 2001:149).

Analisis gender dari Feminisme Marx beranggapan bahwa penyebab dasar penindasan terhadap perempuan bersifat struktural (akumulasi modal dan pembagian kerja). Teori Marxis tentang materailistis determinasi yang mengatakan bahwa budaya masyarakat berakar dari atau mempunyai basis material atau ekonomi. Marx mengatakan bahwa basis kehidupan masyarakat berdasarkan pola relasi material dan ekonomi yang selalu menimbulkan konflik. Paham materialisme Marx telah menentukan nilai eksistensi seseorang dimana kepemilikan modal dapat memberikan kekuatan kepada seseorang. Pekerjaan domestik yang dilakukan oleh perempuan memang tidak menghasilkan uang, oleh karena itu perempuan dianggap inferior dan tidak mempunyai kekuatan apa-apa.

Pada dasarnya kedudukan dan status wanita sangat berpengaruh oleh perputaran nilai capital, dan hal ini disebabkan oleh 3 faktor (Abdullah 1997:188-189) yaitu:


(23)

1. Secara ekonomis keterlibatan perempuan di pasar kerja menguntungkan kelompok-kelompok kapitalis karena biaya tenaga kerja perempuan lebih murah

2. Perubahan-perubahan mendasar yang terjadi dalam sistem sosial, pada hakikatnya merupakan fungsi dari proses ekonomi dimana capital memegang peranan penting

3. Pemanfaatan angkatan kerja dalam proses produksi merupakan strategi memperkuat hegemoni gender berdasarkan konsep -konsep kapitalis

Jika perempuan tersebut telah berpartisipasi dalam hal ekonomi keluarga, maka hal ini akan berpengaruh terhadap posisi tawar perempuan tersebut dalam pengambilan keputusan dalam keluarga khususnya dalam penetapan jumlah anak yang diinginkan. “Pengaruh” dapat menggambarkan kekuasaan atau dominasi seseorang terhadap sesuatu. Khususnya tentang kekuasaan dalam keluarga Cromwell dan Olson mengemukakan 3 bidang dalam keluarga, yaitu:

1. Sumber/ dasar kekuasaan ( bases of family power)

2. Proses kekuasaan dalam keluarga ( family power processes) 3. Hasil kekuasaan dalam keluarga ( family power outcomes)

Karl Marx mengatakan bahwa ekonomi merupakan dasar kekuasaan. Wanita yang mempunyai distribusi ekonomi berupa materi akan mampu atau dapat memberi suatu keputusan dalan keluarga. Selain itu ada beberapa faktor yang dianggap mempengaruhi peranan wanita dalam mengambil keputusan (Ihromi, 1990:90) yaitu:


(24)

1 Proses sosialisasi 2 Pendidikan

3 Latar Belakang Perkawinan 4 Kedudukan dalam masyarakat 5 Pengaruh luar lainnya.

Pengaruh ekonomi ini juga akan berpengaruh terhadap kebijakan seorang wanita untuk menunda perkawinan. Pernyataan ini tampak jelas dengan adanya suatu hipotesis yang menyatakan bahwa kemandirian ekonomi dan pendidikan mempengaruhi wanita untuk menunda pernikahan atau tidak (http//bebas.vlsm.org/kuliah/seminar-MIS/2005/91/91-b-b-J 11-19.pdf),

1.5.2. Teori Pilihan Rasionalitas

Masuknya wanita ke sektor publik merupakan proses pembebasan wanita dari penindasan dalam keluarga. Partisipasi wanita dalam sektor publik dapat membuat wanita produktif, sehingga konsep pekerjaan domestik wanita tidak ada lagi, dengan mempunyai uang atau materi maka wanita memasuki dunia kerja, dan dengan adanya kecenderungan wanita memasuki dunia kerja, R.O. Blood dan D.M. Wolfe ( 1977:261) menganggap bahwa status pekerjaan dan jam kerja berpengaruh terhadap kegiatan keluarga, misalnya keinginan wanita tersebut terhadap jumlah anak yang diinginkannya. Status pekerjaan dapat dibedakan dalam sektor formal maupun informal, yang dalam penelitian ini adalah PNS dan petani

Kedua sektor pekerjaan ini masing-masing mempunyai latar belakang dan pemahaman yang berbeda satu sama lain, seperti latar belakang pendidikan,


(25)

anggapan terhadap nilai anak dan lain-lain. Pendidikan berkaitan dengan pekerjaan dan jumlah anak yang diinginkan dengan asumsi seorang wanita yang mempunyai pendidikan yang tinggi cenderung memperoleh pekerjaan yang lebih tinggi derajatnya di masyarakat begitu juga dalam jumlah anak, wanita yang bekerja tersebut tidak akan begitu saja menerima hal-hal yang baru. Wanita tersebut akan mempertimbangkan segi positip dan negative bagi diri maupun keluarga. Kemampuan menganalisa keadaan maupun permasalahan dengan baik, akan berpengaruh terhadap keputusan yang diambil. Begitu juga dalam menentukan jumlah anak dengan mempertimbangkan segi positif dan negatif maka seorang wanita tersebut dapat menggambarkan keinginan atau jumlah anak yang sesungguhnya sesuai dengan kondisinya sebagai wanita yang berperan ganda dan berpendidikan tinggi.

Parson mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang kreatif, aktif dan evaluatif dalam memilih diantara alternative tindakan dalam mencapai tujuannya ( Ritzer, 2004:71). Begitu juga dalam menentukan jumlah anak atau pengambilan keputusan untuk bekerja karena anak, suatu pasangan atau individu akan berpikiran secara rasional dengan melalui pertimbangan-pertimbangan. Karena pada dasarnya keikutsertaan wanita untuk bekerja menimbulkan peran ganda wanita tersebut dalam keluarga, dimana satu pihak perannya dituntut dalam pembangunan dan memberikan sumbangan kepada masyarakat, di pihak lain wanita dituntut untuk menjalankan tugasnya dalam urusan keluarga (http/artikel.us/agunhharsiwi6-04-2.html)

Weber menggunakan konsep rasionalitas dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial. Tindakan rasional (menurut Weber) menurut


(26)

pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Weber membagi rasionalitas tindakan ini ke dalam empat macam, yaitu: rasionalitas instrumental, rasionalitas yang berorientasi nilai, tindakan tradisional, dan tindakan afektif. Rasionalitas instrumental sangat menekankan tujuan tindakan dan alat yang dipergunakan dengan adanya pertimbangan dan pilihan yang sadar dalam melakukan tindakan sosial. Dibandingkan dengan rasionalitas instrumental, sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat-alat hanya merupakan pertimbangan dan perhitungan yangs sadar, tujuan-tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat absolut atau

nilai akhir baginya

_iiindonesia/sosiologi-profetik.htl).Masalah fertilitas ini terkait dengan rasionalitas tindakan berdasarkan nilai, yaitu nilai anak.

Pada masyarkat yang mengalami masa transisi telah mulai terjadi pergeseran nilai anak dimana dahulu sebagian besar masyarakat, menilai anak sebagai sumber rezeki dengan pameo “ banyak anak banyak rezeki”, pameo ini

sangat melekat pada masyarakat tradisional, akan tetapi untuk masyarakat modern maka pameo berubah menjadi “ banyak anak banyak beban”. Keuntungan

finansial (materi) dan kebahagiaan yang diperoleh oleh orang tua apabila mempunyai tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan dalam membesarkan anak. Jika jumlah anak dalam keluarga itu besar, maka biaya dan waktu alokasi untuk anak akan besar pula dan hal tersebut dapat membebani orang tuanya. Dari beberapa hasil penelitian tentang fertilitas, dilihat dari segi ekonomi yang menjadi sebab utama tinggi rendahnya fertilitas adalah beban ekonomi keluarga. Dalam hal ini ada dua pandangan yang saling bertentangan. Pandangan pertama


(27)

beranggapan bahwa dengan mempunyai jumlah anak yang banyak dapat meringankan beban ekonomi yang harus ditanggung orang tua. Di sini anak dianggap dapat membantu (meringankan) beban ekonomi orang tua bila mereka sudah bekerja. Pandangan kedua, yang dapat dikatakan pandangan yang agak maju, beranggapan bahwa anak banyak bila tidak berkualitas justru menambah dan bahkan akan memperberat beban orangtua kelak. Dengan anggapan seperti ini, mereka menginginkan (mengharapkan) jumlah anak sedikit, tetapi berkualitas. Persepsi terhadap nilai anak akan mempengaruhi jumlah anak yang diinginkan atau dimiliki(www.danandiri.or. id/file/ rahmawatiun hasbab .p df.).

1.6. Hipotesis

Adapun hipotesis yang mau dilihat dalam penelitian ini adalah 1.6.1.Uji perbedaan

Ho: tidak ada perbedaan jumlah anak pada wanita yang bekerja sebagai PNS dengan wanita yang bekerja sebagai petani

Ha : ada perbedaan jumlah anak pada wanita yang bekerja sebagai PNS dengan wanita yang bekerja sebagai petani

1.6.2. uji korelasi

Ho : tidak ada pengaruh pekerjaan wanita sebagai PNS dan petani terhadap jumlah anak

Ha : Terdapat pengaruh pekerjaan wanita sebagai PNS dan petani terhadap jumlah anak


(28)

1.7. Defenisi Konsep

Konsep merupakan unsur penting dalam penelitian. Konsep adalah defenisi, suatu abstraksi mengenai gejala atau realita atau suatu pengertian yang kemudian menjelaskan suatu gejala.

Untuk mengetahui pengertian konsep-konsep yang digunakan maka penulis membatasi konsep yaitu sebagai berikut:

a. Pekerjaan adalah suatu usaha yang dilakukan baik secara individu ( mandiri) atau ikut dengan orang lain dengan tujuan mendapatkan upah atau bayaran berupa uang. Adapun pekerjaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah PNS dan petani

b. Wanita adalah sesuai dengan penelitian ini wanita yang dimaksud adalah wanita yang sudah menikah, dengan batas umur 40 tahun, umur 40 tahun merupakan batasan akhir wanita untuk melahirkan dan sudah sangat rawan sekali untuk melahirkan

c. Jumlah Anak adalah kuantitas atau jumlah anak dalam keadaan hidup.

1.8. Operasionalisasi Variabel

Defenisi operasional merupakan gambaran teliti mengenai prosedur yang diperlukan untuk memasukkan unit-unit dalam kategori tertentu dari tiap-tiap variabel. Variabel adalah konsep yang secara empiris dapat diukur dan dinilai. Dalam penelitian ini terdapat tiga variable yaitu:

Variable bebas, yakni pekerjaan wanita, pekerjaan wanita yang akan dibagi sesuai dengan jenis pekerjaan yang ingin diteliti yaitu petani dan PNS, adapun indicator dari variabel ini menyangkut:


(29)

a. jam kerja

b. gaji yang diterima / bulan

Variabel terikat, yakni jumlah anak dalam keadaan hidup, adapun indikator dari variabel ini menyangkut:

a. sedikit, yakni jumlah anak satu sampai dua orang. b. banyak, yakni jumlah anak sama dengan tiga atau lebih

Variable antara, yakni usia menikah

Hubungan antara variabel

Variabel bebas Pekerjaan

Variabel Antara Usia menikah

Variabel terikat Jumlah anak


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Analisis Gender

Konsep gender dan jenis kelamin itu berbeda sekali. Konsep jenis kelamin lebih berorientasi kepada struktur biologis, yaitu jenis kelamin laki-laki dan jenis kelamin perempuan sedangkan konsep gender adalah suatu sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara social maupun cultural (Fakih, 2004:8). Perbedaan-perbedaan gender disebabkan oleh banyak hal diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikonstruksikan secara social atau cultural melalui ajaran keagamaan maupun negara dan lambat laun hal ini dianggap sebagai ketentuan Tuhan yang tidak dapat diganggu gugat lagi. Misalnya anggapan bahwa laki-laki itu kuat, perkasa, rasional dan lain-lain sedangkan wanita dianggap emosional, lemah lembut dan lain-lain. Perbedaan gender ini pada hakikatnya tidak merupakan suatu masalah sepanjang tidak terjadi ketidakadilan. Adapun bentuk-bentuk ketidakadilan itu adalah:

- Marginalisasi Perempuan

Marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi sejak di rumah tangga dalam bentuk diskriminasi atas angota keluarga yang laki-laki dan perempuan. Tidak ikutnya wanita berpartisipasi dalam dunia pendidikan, ternyata memiskinkan mereka (perempuan), karena mereka terhambat dalam mencari pekerjaan yang lebih baik.


(31)

- Subordinasi

Pandangan gender bisa menimbulkan subordinasi terhadap perempuan. Anggapan bahwa perempuan itu irrasional, emosional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin, berakibat munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting

- Stereotipe

Steorotipe adalah pelabelan atau penandaan tehadap suatu kelompok tertentu. Dan pelabelan ini menimbulkan ketidakadilan bagi kelompok yang disteorotipkan. Misalnya pada perempuan, steorotipe bahwa wanita yang keluar malam dilabelkan sebagai wanita yang tidak “baik-baik”.

- Kekerasan

kekerasan (violence) adalah serangan atau invasi terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang. Kekerasan terhadap salah satu jenis kelamin tertentu diakibatkan oleh anggapan gender dan ini disebut dengan gender-related violence.

Peran Ganda Perempuan

Pembagian kerja secara seksual yang mulai aktif diberlakukan pascarevolusi industri ketika modernisasi di Eropa mulai menyebar bibit dan menyentuh segala aspek kehidupan sosial. Jejak-jejak pembagian kerja ini antara lain dapat diselusuri lewat kajian Smelser tentang Diferensiasi Struktural yang menjadi salah satu ciri modernisasi. Setiap fungsi yang bekerja dalam suatu hierarki struktural membutuhkan pembedaan tugas yang jelas. Upaya memodernkan diri sejadi-jadinya ini ternyata menuntutdiferensiasi yang berlaku juga pada fungsi-fungsi gender .


(32)

Pembagian kerja secara seksual bermuara pada tujuan efektivitas dan efisiensi sehingga setiap tindakan sosial dapat terukur dengan parameter-parameter yang jelas. Pengukuran parameter-parameter-parameter-parameter tersebut ternyata mengerucut pada pembentukan sistem nilai baru. Modernisasi yang menempatkan kapital sebagai panglima akhirnya meletakkan sektor publik sebagai fungsi yang bernilai lebih dibanding sektor domestik, karena sektor publik memang lebih produktif menghasilkan kapital. Subordinasi atas perempuan akhirnya terjadi dan menimbulkan bias gender. Bias gender sering mengakibatkan beban kerja. Hal ini disebabkan adanya pandangan atau keyakinan di masyarakat bahwa suatu pekerjaan merupakan pekerjaan suatu jenis kelamin tertentu. Misalnya pekerjaan rumah tangga atau sering disebut dengan pekerjaan domestik dianggap merupakan tanggungjawab atau beban perempuan. Peran wanita yang bekerja di sektor publik akan secara langsung mengkondisikan dirinya dalam peran ganda perempuan.

Peran ganda yang dilakoni wanita tersebut pasti akan berpengaruh terhadap fungsinya dalam keluarga, khususnya yang berkaitan dengan fungsi reproduksinya baik secara langsung maupun tidak langsung. Easterlin dan Fredman ( dalam Wirosuhardjo 1986:108) dalam kerangka analisa fertilitas (jumlah anakyang lahir dalam keadaan hidup) mengemukakan bahwa factor-faktor social ekonomi, budaya tidak mempunyai hubungan langsung dengan fertilitas. Begitu juga menurut Davis dan Blake (dalam Singarimbun, 1996:5) terdapat beberapa variable antara melalui factor-faktor social dan budaya dalam mempengaruhi fertilitas. sehingga apabila ingin menghubungkan antara jenis


(33)

pekerjaan dengan jumlah anak maka kita harus melihat dan menjelaskan variable antaranya.

Adapun di lokasi penelitian ini, masyarakatnya pada umumnnya berlaku sistem patriarki. Pada masyarakat patriarki , peran reproduksi wanita sering tidak diakui, misalnya dalam hal jumlah anak yang diiginkan, sering wanita hanya bersifat “ nrimo”. Hal ini diakibatkan oleh sistem patrairki tersebut yang berkarakteristik :

1. Dominasi laki-laki atas perempuan

2. Dominasi laki-laki yang tua terhadap laki-laki muda

3. Penghargaan tinggi terhadap peran, aktivitas, dan hasil karya laki-laki 4. Laki-laki dipandang lebih berbudaya, perempuan dekat dengan alam 5. Laki-laki pemilik, perempuan sebagai perawat

6. Laki-laki menjadi tolak ukur dan norma universal 7. Hubungan reproduksi terikat dalam keluarga

8. Perlindungan dan Pengatasnamaan laki-laki terhadap perempuan 9. Perbedaan kesempatan untuk berpartisipasi dan akses terhadap sumber

hidup

10.Streotip social.

Karakteristik di atas memang sudah banyak mengalami pergeseran, seiring dengan waktu ditambah lagi dengan berbagai program pemerintah dalam mengikut sertakan wanita dalam pembangunan. Ketelibatan wanita tersebut dalam sector public tidak bisa dihindari lagi disamping peran domestiknya dalam keluarga.


(34)

Banyak penelitian tentang keluarga dimana perempuan mempunyai peran ganda dalam keluarga yaitu perannya sebagai ibu rumah tangga yang mengurus pekerjaan domestic seperti mengasuh anak, membersihkan rumah, memasak dan lain lain. Sementara di satu sisi lagi perempuan berperan dalam hal perekonomian yaitu pencari nafkah yang terkadang hanya dianggap sebagai penghasil tambahan. Wanita yang bekerja ternyata mengalami dilemma antara karir yaitu tingkat upah dan keluarga yang tetap menghadapi kehadirannya. (http/library.usu.ac.id/download/fisip/sosiologi-hadriana2.pdf)

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sukanti ( Ihromi, 1990:165) alasan wanita untuk bekerja adalah:

-ingin punya penghasilan sendiri - memanfaatkan ilmu

-mewujudkan cita-cita -hanya sebagai hobby

Moore dan Sinclair mengidentifikasikan 2 macam segregasi jenis kelamin dalam angkatan kerja: segragasi vertical dan segregasi horizontal, segregasi vertical mengacu pada konsentrasinya pekerja perempuan pada jenjang rendah dalam organisasi seperti jabatan pramuniaga, tenaga kebersihan dan lain-lain. Segregasi horizontal di pihak lain mengacu pada kenyataan bahwa pekerjaan perempuan sering terkonsentrasi di jenis pekerjaan yang berbeda dengna jenis pekerjaan yang dilakukan pekerja laki-laki

Basow (1992) mengutarakan mitos wanita yang bekerja: - wanita bekerja hanya untuk “pin money”


(35)

- wanita kurang dapat dipercaya daripada laki-laki dalam hal absen

- wanita mempunyai rating pergantian pekerjaan lebih tinggi dari laki-laki - wanita mempunyai bakat yang berbeda dengan laki-laki

- wanita mengambil pekerjaan laki-laki

- mencampurkan sex dalam lingkungan pekerjaan merusak konsentrasi - wanita tidak dapat menghendaki posisi kekuatan

Penelitian tentang pekerjaan wanita mempengaruhi jumlah anak pernah dilakukan pada wanita yang bekerja di pabrikan ( Abdullah, 1997:168), dalam penelitian tersebut diketahui bahwa wanita mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan berapa jumlah anak yang diinginkannya dan suaminya tidak dapat memaksa lagi. Tidak seperti dahulu dimana apabila wanita tidak dapat melahirkan anak seperti yang diingnkan oleh suami, misalnya menghendaki anak laki-laki, wantia itu akan dicemooh sebagai wanita bodoh diakibatkan tidak dapat memenuhi keinginan suami. Wanita pun menjadi sasaran kesalahan, meskipun hal itu sudah di luar kemampuan manusia.

2.3.Nilai (Utility) Anak

Banyak penelitian tentang wanita bekerja, dan kesimpulan diantaranya adalah bahwa wanita yang bekerja cenderung mempunyai anak yang lebih sedikit, atau sebaliknya jumlah anak yang banyak dapat mendorong wanita untuk bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Kebanyakan yang menjadi alasan utama terhadap jumlah anak adalah ekonomi. jenis pekerjaan yang digeluti wanita mampu menurunkan atau menambah kegunaan ( utility ) ekonomi


(36)

yang diharapkan dari anak akibatnya jumlah anak yang diinginkan akan berkurang atau sebaliknya bertambah.

Menurut Pelkman ( dalam Soekanto, 1983:162-164), nilai-nilai mengandung tiga aspek, yaitu kognitif, afektif dan aspek konatif.

1. Aspek kognitif

Yaitu aspek yang mencakup: 1, aspek deskriptif yaitu merupakan penggambaran dari hal-hal yang ideal, yang dianut secara nyata atau tidak nyata, oleh pribadi atau kelompok yang menganut niai tertentu. Hal yang ideal tersebut tidak perlu direalisasikan secara praktis. Yang penting adalah bahwa aspek deskriptif tersebut akan memberikan pengarahan bagi pribadi atau kelompok. Fungsinya adalah sebaai patokan. 2, aspek legitimasi yaitu merupakan jawaban terhadap pertanyaan mengapa pribadi atau kelompok menghargai sesuatu. Jawabannya biasanya mengarah pada suatu nilai atau nilai-nilai lainnya.

2. Aspek afektif

Aspek afektif merupakan aspek yang mencakup komponen-komponen emosional. Aspek ini berhubungan dengan tingkat harapan-harapan yang tersimpul di dalam nilai-nilai yang sifatnya potensial.

3. Aspek konatif

Yaitu merupakan perilaku yang mau dilakukan oleh pribadi atau kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan, yang berasal dari nilai-nilai tertentu.Yang dalam penelitian ini juga, nilai anak tidak terlepas dari bagaimana perilaku individu tersebut untuk menetapkan jumlah anak. Walau dalam kenyataannya, sering terjadi pembatasan-pembatasan terhadap perilaku individu atau kelompok. Hal ini


(37)

terjadi karena pihak-pihak lain yang mungkin mempunyai kekuasaan yang lebih besar

Fawcett mengemukakan bahwa ada enam nilai anak bagi orang t

(1) perekat cinta kasih

Anak sebagai perekat cinta kasih diartikan sebagai bahwa anak bisa dijadikan alasan bagi orang tua untuk tetap menjaga keutuhan keluarga

(2) sumber tenaga kerja,

Anak merupakan sumber tenaga kerja yang mampu memberikan kontribusi ekonomi bagi keluarga

(3) asuransi di hari tua,

Anak adalah asuaransi di hari tua, yang berarti bahwa anak dijadikan sandaran hidup kelak orangtuanya sudah tua dan tidak mampu menukupi diri sendiri

(4) pelangsung keturunan

Anak dijadikan sebagai penerus keturunan (5) sumber rezeki,


(38)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksplanatif dengan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk menemukan penjelasan tentang mengapa suatu kejadian atau gejala terjadi. Tujuan dari penelitian eksplanatif ini adalah (Prasetyo, 2005:188):

1. Menghubungkan pola-pola yang berbeda namun memiliki keterkaitan 2. Menghasilkan pola hubungan sebab akibat

Dalam hal penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah ada perbedaan jumlah anak pada wanita yang bekerja sebagai petani dengan jumlah anak wanita yang bekerja sebagai PNS, dengan melihat variabel pekerjaan wanita tersebut dengan jumlah anak.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kel. Batang Ayumi Julu, Kec. Padangsidempuan Utara. Adapun alasan pemilihan lokasi penelitian adalah:

1. Di lokasi penelitian mayoritas suku Batak, dimana masyarakatnya memakai sistem patriarki

2. Mayoritas di lokasi penelitian mempunyai ART paling rendah dibanding kelurahan lainnya

3. Wanita di lokasi tersebut mempunyai kontribusi besar dalam sekor kerja public, dan banyak yang bekerja sebagai PNS


(39)

4. Lokasi penelitian merupakan tempat peneliti berdomisili sehingga memudahkan dalam mengakses data yang diperlukan

3.3. Populasi dan Tehnik Penarikan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan gejala/ satuan yang ingin diteliti ( Prasetyo, 2005:119). Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah wanita yang bekerja sebagai petani dan PNS yang berjumlah 299 orang (data dari lurah), dimana petani berjumlah 149 sedangkan PNS berjumlah 150.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti dan dianggap dapat menggambarkan populasinya. Adapun sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah mengingat penelitian yang dilakukan adalah penelitian untuk melihat perbedaan sekaligus uji korelasi antar variabel, maka peneliti akan mengambil jumlah sample yang sama untuk masing-masing kelompok sehingga penarikan sampel ini disebut judgement sample (Nazir, 1983: 326). Penarikan sampel ini dilakukan akibat pertimbangan-pertimbangan peneliti. Penarikan sampel ini juga diambil 10 % dari jumlah populasi. Peneliti akan menetapkan sebanyak 30 sampel, yaitu 15 sampel untuk wanita yang bekerja sebagai petani dan 15 sampel untuk wanita yang bekerja sebagai PNS.

3.4. Teknik pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan, peneliti menggunakan instrument penelitian:


(40)

Field Research

Tehnik pengumpulan data dengan cara turun langsung ke lapangan untuk mencari data-data yang diperlukan dengan cara:

-Kuesioner

Metode pengumpulan data yang merupakan serangkaian atau daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis

- Documenter

Metode pengumpulan data yang diperoleh dari suatu dokumentasi dalam penelitian ini, yakni berupa data-data dari lembaga pemerintahan.

3.6. Analisa Data

Adapun analisa yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah setelah data terkumpul maka akan dilakukan pengkodeaan data yang kemudian diteruskan dengan mengolah data, mengedit dan menganalisa (Singarimbun 1989),. Peneliti menggunakan tabulasi tunggal untuk melihat frekwensi pilihan jawaban oleh responden, kemudian dilanjutkan dengan tabulasi silang untuk melihat bagaimana hubungan dari pertanyaan satu dengan yang lain.

Sedangkan untuk menguji hipotesis uji perbedaan dipergunakan uji U-Mann Whitney. Pengujian ini digunakan untuk variable yang berskala nominal atau ordinal dengan dua kelompok yang saling tidak berhubungan (independent).

Rumus


(41)

U2 = n1.n2 + n2 (n2+1) - ∑ R1 Dimana:

U = rata –rata yang paling kecil antara U1 dengan U2

R1 = jumlah rank untuk sample 1 ( jumlah anak pada wanita yang bekerja sebagai PNS)

R2 = jumlah rank untuk sample 2 (jumlah anak pada wanita yang bekerja sebagai petani)

Sedangkan untuk melihat korelasi antar variabel peneliti menggunakan rumus Yulis’Q untuk pengujian tiga variabel. Teknik Yulis’Q tiga veriabel menghasilkan analisis lebih mendalam, sebab analisis ini akan menjelaskan apakah zero Order (korelasi X dan Y ) benar-benar penting dan murni,ataukah ada variabel ketiga yang mempengaruhi, ataupun justru variabel ketiga ini yang menentukan perubahan variabel Y (Bungin, 2001:278). Adapun rumus Yulis’Q tiga variabel adalah:

{(BTxCT)}+ {(BTxCT)}-{(ATxDT)}+{(ATxDT)} Q xy Tied T =


(42)

(43)

3.8. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian ini disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan pangalaman yang dimiliki oleh peneliti untuk melakukan kegiatan penelitian ilmiah. Data statistik dari kelurahan sebagai sumber data yang paling relevan pada saat penelitian dilakukan juga sangat sederhana sehingga peneliti juga harus menganalisis kembali.

Kendala yang dihadapi adalah terbatasnya pengetahuan responden khususnya responden wanita yang bekerja sebagai petani untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, sehingga terkadang jawaban yang satu dan yang lain tidak sejalan atau saling tumpah tindih. Sehingga tak jarang peneliti menanya ulang kembali pertanyaan tersebut. Pengurusan surat izin juga menjadi kendala bagi peneliti. Lamanya pihak birokrasi mengeluarkan surat izin membuat peneliti tidak bisa langsung turun ke lapangan.


(44)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA PENELITIAN

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

4.1.1 Sejarah Lahirnya Kel. Batang Ayumi Julu

Hukum dasar tertulis yang mengatur pelaksanaan otonomi daerah tercermin dalam amanat pasal 18 UU Dasar 1945 yaitu “ pembagian daerah Indonesia atas dasar besar dan kecil dengan bentuk susunan pemerintah ditetapkan dengan UU”. Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, penyelanggaraan pemerintahan daerah sejauh ini telah melahirkan beberapa UU yang mengatur tentang hal itu. Salah satunya adalah UU No 5 / tentang pokok pemerintahan daerah.

Kota Padangsidimpuan adalah kota di provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayh 114,65 Km2 , dengan jumlah populasi 178.818. dahulunya kota Padangsidempuan merupakan bagian dari Tapanuli Selatan yang berstatus kota Administrasi dipawah Bupati. Namun sejak 21 Juni 2001, kota ini berdiri sebagai Kota Daerah TK II Padangsidimpuan. “salumpat saindege” adalah selogan dari kota ini yang berarti selangkah seirama atau seiya sekata.

Padangsidempuan dibagi menjadi 6 Kecamatan, yaitu sebagai berikut 1. Padangsidimpuan utara

2. Padangsidimpuan Batunadua 3. Padangsidimpuan Tenggara 4. Padangsidimpuan Selatan 5. Padangsidimpuan Hutambaru


(45)

6. Padangsidimpuan Angkola Julu

Adapun lokasi penelitian yang diteliti adalah di Kelurahan Batang Ayumi Julu, Kecamatan Padangsidimpuan Utara yaitu pusat pemerintahan dan pusat lokasi pasar.

Pada awalnya kel. Batang Ayumi Julu terdiri dari 4 lingkungan yaitu: 1. Lingkungan Tanggal

2. lingkungan kampung melayu 3. Lingkungan Sitataring 4. Lingkungan Gang raya

Adapun penetapan lingkungan berdasarkan aliran sungai Batang Ayumi Julu. Akan tetapi, akibat adanya pemekaran kelurahan dan alasan untuk pelayanan public, maka lingkungan Kel. Batang Ayumi Julu ini dipersempit menjadi 3 lingkungan, yaitu:

1. Lingkungan kampung Melayu 2. Lingkungan Sitataring

3. Lingkungan Gang Raya

Pejabat pemerintah yang pernah menjadi kepala desa/kampung/ lurah di Batang Ayumi Julu, yaitu:

1. Karim Harahap yang menjadi kepala kampung pertama pada tahun 1946 s/d 1958

2. Mgr. Linggoman Hrp, yang menjadi kepala kampung pada tahun 1958 s/d 1986, akan tetapi pada tahun 1981 terjadi perubahan status, dari status kampung menjadi kelurahan.


(46)

3. Rachmatsyah Harahap, yang menduduki jabatan mulai tanggal 1 September 1986 s/d 24 Desember 1991

4. Linen Siregar, yang menduduki jabatan Kepala Lurah, dari tanggal 24 Desember 1991 s/d 12 januari 2003 5. Syafri Siregar, yang menduduki jabatan kepala lurah

dari 12 Januari 2003, s/d 31 Desember 2003

6. Abdul Najid Harahap, menduduki jabatan Kepala Lurah dari 31 Desember 2003 sampai sekarang.


(47)

Struktur Organisasi Pemerintahan Berdasarkan UU no 5 tahun 1976 Struktur Organisasi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat

(LPM) Kelurahan Batang Ayumi Julu Kec. Padangsidempuan Utara

1 2 3 4 5 6 7 8 9

Ket:

1. Seksi Agama Budaya Adat 2. seksi Pendidikan

3. seksi NNB Organisasi 4. Seksi PKK

Lurah Ketua

Naga Sakti

Bendahara Abd. Hadi Hsb Wakil Ketua

Drs. Mara Tunggal Srg

Sekretaris Drs. Torkis Hrp


(48)

5. Seksi UEKK 6. Seksi K3B 7. Seksi Pertanian 8. Seksi LH PSDA TTG 9. Seksi Kamtibmas

4.1.2. Potensi Sumber Daya Alam 4.1.2.1. Luas Kelurahan

Luas Pemukiman = 4,5 Km2

Luas Kuburan = 1,5 Km2

Luas Pekarangan = 2 Km2

Luas Taman = -

Luas Perkantoran = 90 m2 Luas Prasarana Umum Lainnya = 5 Km2

Lain-lain = 4 Km2

4.1.2.2. Orbitasi

Tabel 4.1. Orbitasi daerah

Orbitasi Keterangan

Bantara Sungai -

Rawan Banjir -

Bebas Banjir √

Jika kita lihat dari orbitasi yang ada Kel. Batang Ayumi Julu ini merupakan daerah yang bebas banjir, hal ini diakibatkan oleh tatanan perumahan yang baik dengan aliran pembuangan air yang cukup. Wilayah Kel. Batang Ayumi Julu ini berada di daerah dataran tinggi.


(49)

4.1.2.3. Sumber Daya Air 4.1.2.3.1 Air Minum

Tabel 4.2. Sumber air minum

Keterangan Jumlah (unit) Pengguna (KK)

Mata Air - -

Sumber Gali 400 400

Sumur Pompa 2 2

Hidran Umum - -

PAM 250 250

Pipa - -

sungai - -

Untuk melihat tingkat kesehatan masyarkat dapat dilihat dari konsumsi air, dari keterangan di atas dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat masih menggunakan air sumur gali. Akan tetapi kualitas air sumur ini masih tergolong sehat, hal ini disebabkan oleh kondisi geografis dimana wilayah ini dialiri oleh sungai Batang Ayumi Julu yang pencemaran airnya masih sedikit. Kualitas air ini dapat kita lihat sebagai berikut.

4.1.2.3.2. Kualitas air minum

Tabel 4.3. Kualitas air minum

Keterangan Berbau Berwarna Berasa Baik

Mata Air √

Sumur Gali √

Sumur Pompa √

Hidran Umum √

PAM √

Pipa √


(50)

4.1.2.4 Udara

Tabel 4.4. Kualitas udara

Keterangan -

Tercemar Berat -

Tercemar Sedang -

Tercemar Ringan -

Sehat √

Walaupun terdapat dua industri di daerah ini, udara disekitar daerah ini masih tergolong sehat, karena produksi industri yang dihasilkan bukan berupa produksi berat, akan tetapi hanya berupa minuman ringan dan industi kerajinan perabot.

4.1.3. Sosial Ekonomi dan Budaya 4.1.3.1. Pendidikan

Tabel 4.5. Tingkat pendidikan

Jenjang Pendidikan Jumlah (orang)

Belum Sekolah 534

Usia 7-45 tahun tidak pernah sekolah - Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat 30

Tamat SD/sederajat 1820

Tamat SLTP/sederajat 600

Tamat SLTA/sederajat 560

Tamat D-1 25

Tamat D-2 27

Tamat D-3 35

Tamat S-1 60

Tamat S-2 10

Tamat S-3 -

Dari tingkat pendidikan terlihat bahwa masyarakat di daerah ini termasuk yang melek huruf, bahkan ada yang mencapai S2. Pendidikan sangat berpengaruh terhadap tingkat perkembangan masyarakat itu sendiri, karena


(51)

dengan pendidikan mampu membuka wawasan seseorang untuk lebih maju dan merupakan salah satu ciri-ciri manusia modern.

4.1.3.2.Mata Pencaharian Pokok

Tabel 4.6. Jenis mata pencaharian

Jenis Pekerjaan Jumlah

(orang)

Buruh/ swasta 53

Pegawai Negeri 95

Pedagang 55

Dan lain-lain 268

Jenis pekerjaan yang banyak digeluti oleh masyarakat Kel. Batang Ayumi Julu adalah Pegawai Negeri, pedagang, kemudian disusul dengan buruh/swasta, sedangkan lain-lain ini terbagi atas petani, tukang batu, otomotif, tukang beca dan lain-lain. Akan tetapi untuk pekerjaan yang sering digeluti oleh wanita khususnya yang sudah menikah adalah PNS dan petani.

4.1.3.3.Agama

Tabel 4.7. Agama

Jenis Agama Jumlah (orang)

Islam 3015

Kristen 510

Katholik 34

Hindu -

Budha 12

Mayoritas agama pada masyarakat ini adalah Islam disusul dengan agama Kristen, Katholik, dan Budha.


(52)

4.1.3.4.Etnis

Tabel 4.8.

Etnis di Kel. Batang Ayumi Julu Etnis Jumlah

Batak 3261

Jawa 200

Cina 25

Minang 75

Nias 10

Salah satu keunikan masyarakat Indonesia adalah beragamnya agama, adat istiadat, etnik dan lain-lain. Begitu juga di kel Batang Ayumi Julu terdapat keragaman, baik dalam segi agama, adat bahkan etnik.

Seperti yang kita lihat pada table di atas bahwa mayoritas pemeluk agama di kelurahan ini adalah agama Islam, dengan etnik Batak. Perlu dicatat bahwa etnik Batak ini masih mempunyai sub-sub bagian lagi, salah satunya adalah Batak Angkola. Batak Angkola inilah yang mendominasi di daerah ini.

Dalam ilmu sosiologi dikenal konsep interseksi (persilangan). Dimana keanggotaan yang merupakan keanggotaan yang lain. Misalnya anggota kelompok ras tertentu juga menjadi anggota kelompok suku bangsa, dan anggota kelompok suku bangsa juga menjadi anggota kelompok agama. Bagitu juga dalam penelitian ini, suku bangsa tertentu merupakan kelompok agama tertentu, seperti etnik Batak, yaitu angkola merupakan kelompok agama Islam, 100 % suku batak Angkola beragama Islam untuk daerah ini.

4.1.3.5. Produk Domestik Kelurahan

Sektor Industri pabrik Lemon = 1


(53)

4.1.3.5.Kemiskinan

Tabel 4.9

Tingkat kesejahteraan keluarga

Keterangan Jumlah (keluarga)

Jumlah Kepala keluarga 90

Jumlah Keluarga Prasejahtera 4

Jumlah keluarga sejahtera 1 4

Jumlah keluarga sejahtera 2 -

Jumlah keluarga sejahtera 3 -

Jumlah keluarga sejahtera 3 plus -

4.1.3.6.Penguasaan Aset Ekonomi Oleh Keluarga Tabel 4.10 Kepemilikan aset rumah

Aset Rumah Jumlah (RT)

Tidak memiliki rumah / ngontrak 125 Memiliki rumah sendiri 730

Dalam kepemilikan aset rumah terlihat bahwa mayoritas masyarakat kelurahan Batang ayumi Julu tergolong masyarakat yang mampu.


(54)

4.2. Tabel Tunggal

4.2.1. Identifikasi Responden

Tabel 4.11.

Distribusi responden berdasarkan agama

Agama PNS Petani Total

F % F % F %

Islam 15 100 15 100 30 100

Protestan - - - -

Katolik - - - -

Budha - - - -

Hindu - - - -

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Dari tabel 1 di atas menunjukkan bahwa agama responden seluruhnya adalah Islam, yakni sebanyak 30 responden (100%)

Tabel 4.12.

Distribusi responden berdasarkan suku bangsa Suku

bangsa

PNS Petani Total

F % F % F %

Batak 15 100 12 80 27 90

Jawa 3 20 3 10

Cina Minang Nias

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas suku responden adalah suku batak, untuk lebih spesifiknya adalah Batak Angkola dan Mandailing sebanyak 27 orang (90%), sedangkan untuk Jawa hanya 3 orang (10 %). Hal ini diakibatkan bahwa jika kita perhatikan masyarakat dilingkungan ini masing –masing suku umumnya mendominasi suatu pekerjaan tertentu, seperti untuk suku minang lebih cenderung berdagang, begitu juga dengan Cina, sementara untuk suku Nias mereka cenderung bekerja sebagai pekerja tidak tetap atau sebagai buruh.


(55)

Tabel 4.13.

Distribusi responden berdasarkan pendidikan Tingkat

Pendidikan

PNS Petani Total

F % F % F %

SD - - 7 46,7 7 23,3

SMP - - 6 40 6 20

SMA 5 33,3 2 13,3 7 23,3

D3 2 13,3 - 2 6,7

Sarjana 8 53,3 - 8 26,6

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Dari tabel 3 diketahui bahwa PNS mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani. Dan untuk rata-rata tingkat pendidikan keseluruhan responden adalah sarjana 8 orang (26,6%), disusul SMA sebanyak 7 orang (23,3%), kemudian SD 7 orang (23,3%), dilanjutkan dengan tingkat SMP 6 orang (20). Dan yang paling sedikit adalah D3 yang hanya 2 orang (6,7)

Tabel 4.14.

Distribusi responden berdasarkan umur

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Jika dilihat dari tabel ini, mayoritas responden berumur 37-42 sebanyak 14 orang responden (46,7%). Ini mengartikan bahwa responden yang diambil sangat tepat. Usia 37-42 tahun adalah usia rawan untuk melahirkan sehingga kemungkinan untuk melahirkan kembali sangat minim sekali dan jumlah anak yang sekarang besar kemungkinan merupakan jumlah anak akhir. Setelah itu diikuti kelompok usia 31-36 tahun sebanyak 11 responden (36,7%) sedangkan yang berumur 25-30 tahun hanya 5 responden saja (16,6%)

Umur PNS Petani Total

F % F % F %

25-30 3 20 2 13,3 5 16,6

31-36 4 26,7 7 46,7 11 36,7

37-42 8 53,3 6 40 14 46,7


(56)

Tabel 4.15.

Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan suami

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Tabel 5 menunjukkan bahwa suami para responden lebih banyak pedagang, akan tetapi jika diperhatikan berdasarkan kelompok responden terlihat bahwa wanita yang bekerja sebagai PNS mempunyai suami yang bekerja sebagai PNS juga yaitu 11 orang (73,3%), pedagang hanya 4 orang (26,7). Sementara untuk wanita yang bekerja sebagai petani cenderung suaminya bekerja sebagai pedagang yakni 12 orang (80%), sementara untuk jenis pekerjaan petani, PNS dan pekerjaan tak tetap masing-masing 1 orang (6,7%).

Tabel 4.16.

Distribusi responden berdasarkan usia menikah

Usia PNS Petani Jumlah

F % F % F %

18 4 26,7 4 13,3

19 5 33,3 5 16,7

20 1 6,6 4 26,7 5 16,7

21 1 6,6 2 13,3 3 10

22 3 20 3 10

23 4 26,7 4 13,3

24 4 26,7 4 13,3

25 1 6,6 1 3, 3

26 1 6,6 1 3,3

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Dari tabel diketahui bahwa wanita yang bekerja sebagai PNS cenderung lebih lama menikah, yaitu 20 tahun ke atas dan mendominasi di umur 23-24. jika Jenis

Pekerjaan

PNS Petani Total

F % F % F %

Petani - 1 6,7 1 3,3

Pedagang 4 26,7 12 80 16 53,3

PNS 11 73,3 1 6,7 12 66,7


(57)

dianalisa umur 23-24 adalah umur wanita yang telah selesai di perguruan tinggi dan diperkirakan telah mendapatkan pekerjaan. Dimana, wanita yang bekerja sebagai PNS menikah di umur 20 tahun sebanyak 1 orang (6,6%), di umur 21 tahun sebanyak 1 orang (6,6%), di umur 22 tahun seebanyak 3 orang (20%), di umur 23 dan 24 tahun masing-masing 4 orang (26,7%), sedangkan di umur 25 dan 26 tahun masing-masing 1 orang (6,6%). Sementara untuk wanita yang bekerja sebagai petani cenderung cepat menikah, hal ini diakibatkan wanita tersebut tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dan akhirnya memutuskan untuk cepat menikah, hal ini diketahui dari tabel bahwa wanita yang bekerja sebagai petani menikah di umur 18 tahun sebanyak 4 orang (26,7%), di umur 19 tahun sebanyak 5 orang (33,3%), di umur 20 tahun sebanyak 4 orang (26,7%), dan di umur 21 tahun hanya 2 orang (13,3%)


(58)

4.2.2. Pekerjaan wanita

4.2.2.1. Sejak kapan responden mulai bekerja Tabel 4.17.

Frekuensi responden berdasarkan waktu mulai bekerja

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Dari tabel di atas diketahui bahwa wanita yang bekerja sebagai PNS telah bekerja sebelum menikah yakni sebanyak 13 orang (86,7%), setelah menikah sebanyak 1 orang (6,7%) dan setelah mempunyai anak 1 orang (6,7%) sedangkan wanita yang bekerja sebagai petani melakoni pekerjaannya setelah menikah yakni 12 orang (80%), sebelum menikah 1 orang (6,7) dan setelah mempunyai anak 2 orang (13,3). Dari sini diketahui bahwa pekerjaan sebagai petani merupakan hal yang harus dilakoni untuk mencukupi kebutuhan hidup.

Waktu PNS Petani Total

F % F % F %

Sebelum menikah 13 86,7 1 6,7 14 46,7

Setelah menikah 1 6,7 12 80 13 43,3

Setelah mempunyai anak 1 6,7 2 13,3 3 -


(59)

4.2.2.2. Alasan responden bekerja

Tabel 4.18.

Frekuensi responden berdasarkan alasan untuk bekerja

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Tabel diatas dapat menunjukkan bahwa alasan wanita untuk bekerja untuk kelompok wanita yang bekerja sebagai PNS adalah merupakan pengaktualisan diri sebanyak 4 orang (26,7%), menambah penghasilan keluarga sebanyak 3 orang (20%), mencari uang saku sendiri sebanyak 8 (53,3%). Sedangkan untuk kelompok wanita yang bekerja sebagai petani adalah untuk menambah penghasilan keluarga sebanyak 15 orang (100%).

4.2.2.3. Keteribatan responden dalam pekerjaan domestik Tabel 4.19.

Frekuensi responden berdasarkan tetap mengerjakan pekerjaan rumah

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Wanita yang sudah berkeluarga cenderung mempunyai peran ganda, yaitu bekerja di domestic dan public, dalam penelitian ini sesuai tabel di atas bahwa wanita yang sudah bekerja tetap bertanggung jawab sepenuhnya kepada pekerjaan rumah

Pernyataan PNS Petani Total

F % F % F %

Pengaktualisan diri 4 26,7 - 4 26,7

Menambah penghasilan keluarga

3 20 15 100 45 60

Mencari uang saku sendiri 8 53,3 - - 8 13,3

Suami tidak bekerja - - - -

Jumlah 15 100 15 100 15 100

Pernyataan PNS Petani Total

F % F % F %

Ya 13 86,7 15 100 28 93,3

Tidak 2 13,3 - - 2 6,7


(60)

tangga sebanyak 28 orang (93,3%), sedangkan yang tidak hanya 2 orang (6,7%), dan 2 orang tersebut berasal dari kelompok responden petani, padahal jika kita perhatikan, jumlah jam kerja untuk petani lebih tinggi dibanding dengan PNS.

4.2.2.4. Kepemilikan pembantu dalam rumah tangga Tabel 4.20.

Frekuensi responden berdasarkan kepemilikan pembantu

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Sesuai tabel di atas 5 orang (33,3%) untuk kelompok responden PNS mempekerjakan pembantu untuk membantu pekerjaan rumah, akan tetapi mereka masih mengambil alih dalam hal-hal yang bersifat internal, seperti pemilihan menu makanan. Dan 10 orang (66,7%) memilih untuk tetap bertanggung jawab sepenuhnya kepada keluarga, karena pada dasarnya mereka mempunyai waktu luang untuk itu. Sementara untuk kelompok petani tidak ada yang memakai pembantu untuk mengurusi kebutuhan keluarga.

Pernyataan PNS Petani Total

F % F % F %

Ya 5 33,3 - - 5 16,7

Tidak 10 66,7 15 100 25 83,3


(61)

4.2.2.5. Keikutsertaan suami dalam pekerjaan rumah responden Tabel 4.21.

Frekuensi suami responden ikut berperan dalam pekerjaan rumah

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Dari tabel diketahui bahwa suami ikut berperan dalan pekerjaan rumah. Pada kelompok responden PNS yang mengatakan iya adalah 3 orang (20%), tidak sebanyak 2 orang (13,3%), dan kadang-kadang sebanyak 10 orang (66,7%). Sementara untuk wanita yang bekerja sebagai petani yang menjawab iya adalah sebanyak 3 orang (20%), yang menjawab tidak 1 orang (6,7%), dan kadang-kadang sebanyak 11 orang (73,3%)

4.2.2.6. Alokasi waktu kerja responden Tabel 4.22.

Frekuensi responden berdasarkan waktu bekerja setiap hari

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Jam kerja berpengaruh terhadap tingkat hubungan anggota keluarga dalam suatu keluarga. Responden rata-rata menghabiskan waktu untuk bekerja sebanyak 4 jam-6 jam sejumlah 14 orang (43,3%), yaitu 13 orang (80%) untuk responden PNS, dan 1 orang (6,7%) untuk kelompok responden petani. 7 jam-8 jam

Pernyataan PNS Petani Total

F % F % F %

Ya 3 20 3 20 6 20

Tidak 2 13,3 1 6,7 3 10

Kadang-kadang 10 66,7 11 73,3 21 70

Jumlah 15 100 15 100 30 100

Pernyataan PNS Petani Total

F % F % F %

4 jam-6 jam 13 80 1 6,7 14 43,3

7 jam-8 jam 2 20 6 40 8 30

9 jam – 11 jam - - 8 53,3 8 26,7


(62)

sebanyak 8 orang (30%),yaitu 2 orang PNS (20%), dan 6 orang (40%) petani. Sementara 9 jam-11 jam sebanyak 8 orang (26,7%) juga, dan semuanya termasuk kelompok petani.

4.2.2.7. Penghasilan responden

Tabel 4.23.

Frekuensi responden berdasarkan penghasilan setiap bulan

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Rata-rata pengahsilan yang diterima oleh responden adalah berkisar Rp 100.000 – Rp 500.000 yakni sebanyak 18 orang, 8 orang untuk PNS dan 10 orang untuk petani, sementara upah Rp 600.000-Rp 1.000.000 hanya 5 orang untuk PNS dan 5 orang untuk petani, untuk Rp 1.100.000-Rp 1.500.000 adalah berjumlah 2 orang untuk petani

Besar upah PNS Petani Total

F % F % F %

Rp. 100.000 – Rp 500.000 8 53,3 10 66,7 18 60 Rp 600.000 – Rp 1.000.000 5 33,3 5 33,3 10 33,3 Rp 1.100.000- Rp 1.500.000 2 13,3 - - 2 6,7 Di atas Rp 1.500.000


(63)

4.2.2.1.8. Tingkat perbandingan penghasilan dengan suami responden Tabel 4.24.

Frekuensi responden berdasarkan perbandingan tingkat penghasilan dengan suami

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Dari sini dapat kita lihat bahwa gaji responden lebih besar dari suami sebanyak 13 orang (86.7%) untuk PNS dan 1 orang (6,7%) untuk petani, sementara untuk gaji yang lebih kecil dari suami sebanyak 2 orang untuk PNS dan 14 orang (93,3%) untuk petani.

4.2.3. Jumlah anak

4.2.3.1. Jumlah anak responden

Tabel 4.25.

Frekuensi responden berdasarkan jumlah anak (dalam keadaan hidup)

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Dari tabel diketahui bahwa rata-rata jumlah anak responden adalah di atas 3 orang anak yakni sebanyak 12 orang, 4 orang (26,7%) untuk PNS dan 8 orang (53,3%) untuk petani. Kemudian disusul dengan 3 jumlah anak sebanyak 9 orang yakni sebanyak 4 orang (26,7%) untuk PNS dan 5 orang (53,3%) untuk petani. Sementara untuk 2 jumlah anak, sebanyak 6 orang yakni 4 orang (26,7%) untuk

Pernyataan PNS Petani Total

F % F % F %

Lebih besar 13 86,7 1 6,7 14 46,7

Lebih kecil 2 13,3 14 93,3 16 53,3

Jumlah 15 100 15 100 30 100

Jumlah anak (orang)

PNS Petani Total

F % F % F %

1 3 20 0 0 3 10

2 4 26,7 2 13,3 6 20

3 4 26,7 5 33,3 9 30

Di atas 3 4 26,7 8 53,3 12 40


(64)

petani dan 2 orang (13,3%). Untuk 1 jumlah anak hanya 3 orang (20%) dan semuanya masuk dalam kelompok responden PNS

4.2.3.2. Keinginan menambah anak responden Tabel 4.26.

Frekuensi responden berdasarkan keinginan menambah anak

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Dari tabel di atas responden yang dari kelompok PNS akan menambah jumlah anak mereka sebanyak 5 orang (33,3%), dan yang memilih tidak sebanyak 10 orang (66,7%). Sedangkan wanita yang bekerja sebagai petani yang berkeinginan untuk menambah jumlah anak berjumlah 3 orang ( 20%) sedangkan yang memilih tidak berjumlah 12 orang (80%). Hal ini tidak terlepas dari usia pernikahan yang sudah ada, wanita yang bekerja sebagai PNS cenderung lama menikah karena pada umumnya mereka harus melewati jenjang pendidikan terlebih dahulu. Akan tetapi hal ini tidak menyurut keinginan mereka untuk memiliki jumlah anak sesuai dengan keinginan. Lain halnya dengan wanita yang hanya sebagai petani, mereka pada umumnya tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, dan ini memungkinkan mereka untuk cepat menikah, sehingga dengan usia yang sama antara wanita yang bekerja sebagai PNS dan petani, para wanita yang bekerja sebagai petani ini sudah memiliki jumlah anak yang lebih dari wanita yang bekerja sebagai PNS.

Pernyataan PNS Petani Total

F % F % F %

Ya 5 33,3 3 20 8 26,7

Tidak 10 66,7 12 80 22 73,3


(65)

4.2.3.3. jumlah anak yang ideal responden

Tabel 4.27.

Frekuensi responden berdasarkan jumlah anak yang ideal

Sumber: data penelitian lapangan, Agustus 2007

Jumlah anak yang ideal menurut para responden dari kelompok PNS, adalah 1 anak dengan jumlah responden yang memilih sebanyak 1 orang (6,7%), 2 anak sebanyak 8 orang (53,3%), 3 anak sebanyak 3 orang (20%), dan di atas 3 anak sebanyak 3 orang (20%). Sedangkan untuk kelompok responden petani, jumlah anak ideal sebanyak 1 anak, tidak ada reaponden yang memilih pilihan itu, sedangkan 2 anak sebanyak 4 orang (26,7%), 3 anak sebanyak 10 orang (66,7), dan di atas 3 anak sebanyak 1 orang (6,7%).

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jumlah anak yang diharapkan lebih tinggi dari pada jumlah anak ideal (Singarimbun, 1996:94), dimana dalam tulisan Berelson, ia mengadakan perbandingan antara jumlah anak lengkap yaitu jumlah anak yang masih hidup dengan jumlah anak ideal, ia menemukan bahwa terdapat variasi yang berarti dari jumlah anak ideal pada masyarakat yang satu ke masyarakat lainnya. Di samping itu, terdapat gejala “fertilitas berlebih”. yakni jumlah anak lengkap lebih besar dari pada jumlah anak ideal. Dengan kata lain, jumlah anak yang sudah ada lebih besar daripada yang dianggap ideal.

Jumlah anak (orang)

PNS Petani Total

F % F % F %

1 1 6,7 - - 1 6,7

2 8 53,3 4 26,7 12 40

3 3 20 10 66,7 13 43,3

Di atas 3 3 20 1 6,7 4 13,3


(1)

Tabel 4.22 Frekuensi responden terhadap berapa jam

menghabiskan waktu untuk bekerja setiap hari ... 49

Tabel 4.23 Frekuensi responden terhadap upah / gaji yang diterima setiap bulan ... 50

Tabel 4.24 Frekuensi responden terhadap gaji lebih besar dibandingkan dengan suami ... 51

Tabel 4.25 Frekuensi responden terhadap jumlah anak (dalam keadaan hidup) ... 51

Tabel 4.26 Frekuensi responden terhadap keinginan menambah anak... 52

Tabel 4.27 frekuensi responden terhadap jumlah anak yang ideal ... 53

Tabel 4.28 Frekuensi responden terhadap setuju dalam menentukan jumlah anak ... 54

Tabel 4.29 Frekuensi responden terhadap siapa yang menentukan jumlah anak dalam keluarga ... 54

Tabel 4.30 Frekuensi responden terhadap kesetujuan untuk pernyataan “ anak laki-laki dan perempuan sama saja” ... 55

Tabel 4.31 Frekuensi responden terhadap anak laki-laki harus ada dalam keluarga ... 56

Tabel 4.32 Frekuensi responden terhadap anak perempuan harus ada dalam keluarga ... 56

Tabel 4.33 Frekuensi responden terhadap apabila sudah mempunyai anak seperti yang diinginkan, akan tetapi ternyata mengandung ... 57

Tabel 4.34 Frekuensi responden terhadap penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan ... 58

Tabel 4.35 Pengaruh besarnya gaji dengan siapa yang menentukan jumlah anak ... 59

Tabel 4.36 Pengaruh frekuensi jam kerja dengan frekuensi jumlah anak sekarang ... 60

Tabel 4.37 Hubungan pekerjaan terhadap jumlah anak ... 63

Tabel 4.38 Hubungan usia menikah dengan jumlah anak... 64

Tabel 4.39 Hubungan pekerjaan dengan usia menikah ... 65

Tabel 4.40 hubungan variabel antara (usia menikah) dengan variabel x (pekerjaan) dan y (jumlah anak) ... 66


(2)

DAFTAR BAGAN

Struktur Organisasi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat(LPM)

Kelurahan Batang Ayumi Julu Kec. Padangsidempuan Utara ... 35

Frekuensi responden berdasarkan penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan

Frekuensi responden berdasarkan penggunaan alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Yang Bekerja Selama Seminggu Menurut Jenis Kelamin dan Lapangan

Usaha di Kota Padangsidimpuan ... ... 5 Tabel 1.2 Persentase Penduduk 15 tahun ke Atas

yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja Seminggu,

dan Jenis Kelamin di Kota Padangsidimpuan ... 7 Tabel 1.3 Jumlah Rumah Tangga ( RT ), penduduk

dan rata-rata anggota rumah tangga (ART) per

rumah tangga menurut desa/kel. Tahun 2005 ... 8 Tabel 4.1 Orbitasi daerah ... 36 Tabel 4.2 Sumber air minum ... 37


(3)

Tabel 4.3 Kualitas air minum ... 37

Tabel 4.4 Kualitas udara ... 38

Tabel 4.5 Tingkat pendidikan ... 38

Tabel 4.6 Jenis mata pencaharian ... 39

Tabel 4.7 Agama ... 39

Tabel 4.8 Etnis di Kel. Batang Ayumi Julu... 40

Tabel 4.9 Tingkat kesejahteraan keluarga ... 41

Tabel 4.10 Kepemilikan aset rumah ... 41

Tabel 4.11 Distribusi responden berdasarkan agama ... 42

Tabel 4.12 Distribusi responden berdasarkan suku bangsa ... 42

Tabel 4.13 Distribusi responden berdasarkan pendidikan ... 43

Tabel 4.14 Distribusi responden berdasarkan umur ... 43

Tabel 4.15 Distribusi responden berdasarkan jenis pekerjaan suami ... 44

Tabel 4.16 Distribusi responden berdasarkan usia menikah ... 45

Tabel 4.17 Frekuensi responden berdasarkan waktu mulai bekerja ... 46

Tabel 4.18 Frekuensi responden berdasarkan alasan untuk bekerja ... 47

... Tabel 4.19 Frekuensi responden berdasarkan tetap mengerjakan pekerjaan rumah... 4 7 Tabel 4.20 Frekuensi responden berdasarkan kepemilikan pembantu ... 48

Tabel 4.21 Frekuensi suami responden ikut berperan dalam pekerjaan rumah... 49

Tabel 4.22 Frekuensi responden berdasarkan waktu bekerja setiap hari ... 49

Tabel 4.23 Frekuensi responden berdasarkan penghasilan setiap bulan ... 50

Tabel 4.24 Frekuensi responden berdasarkan perbandingan tingkat penghasilan dengan suami ... 51

Tabel 4.25 Frekuensi responden berdasarkan jumlah anak (dalam keadaan hidup) ... 51

Tabel 4.26 Frekuensi responden berdasarkan keinginan menambah anak ... 52

Tabel 4.27 Frekuensi responden berdasarkan jumlah anak yang ideal ... 53

Tabel 4.28 Frekuensi responden berdasarkan kesetujuan dalam menentukan jumlah anak ... 54

Tabel 4.29 Frekuensi responden berdasarkan siapa yang menentukan jumlah anak ... 54

Tabel 4.30 Frekuensi responden berdasarkan kesetujuan untuk pernyataan “ anak laki-laki dan perempuan sama saja” ... 55

Tabel 4.31 Frekuensi responden berdasarkan keharusan mempunyai anak laki-laki... 56

Tabel 4.32 Frekuensi responden berdasarkan keharusan mempunyai anak perempuan ... 56

Tabel 4.33 Frekuensi responden berdasarkan sikap jika sudah mempunyai anak seperti yang diinginkan, akan tetapi ternyata mengandung ... 57


(4)

Tabel 4.34 Frekuensi responden berdasarkan penggunaan

alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan ... 58

Tabel 4.35 Pengaruh besarnya gaji dengan siapa yang menentukan jumlah anak ... 59

Tabel 4.36 Pengaruh frekuensi jam kerja dengan frekuensi jumlah anak sekarang ... 60

Tabel 4.37 Hubungan pekerjaan terhadap jumlah anak ... 63

Tabel 4.38 Hubungan usia menikah dengan jumlah anak... 64

Tabel 4.39 Hubungan pekerjaan dengan usia menikah ... 65

Tabel 4.40 hubungan variabel antara (usia menikah) dengan variabel x (pekerjaan) dan y (jumlah anak) ... 66

DAFTAR ISI Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... v

Daftar tabel ... v


(5)

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.3 Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 9

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 10

1.5. Kerangka Teori ... 10

1.6. Hipotesis ... 16

1.7. Defenisi Konsep ... 16

1.8. Operasionalisasi Variabel ... 17

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 19

2.1. Analisis Gender ... 19

2.3.Peran Ganda Perempuan ... 20

2.3. Nilai (utility) anak ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 27

3.1. Jenis Penelitian ... 27

3.2. Lokasi Penelitian ... 27

3.3. Populasi dan Tehnik Penarikan Sampel ... 28

3.4. Teknik pengumpulan Data ... 28

3.5. Analisa Data ... 29

3.6. Jadwal Kegiatan ... 31

3.7. Keterbatasan Penelitian ... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 33

4.1.1 Sejarah Lahirnya Kel. Batang Ayumi Julu ... 33

4.1.2. Potensi Sumber Daya Alam ... 37

4.1.3. Sosial Ekonomi dan Budaya ... 39

4.2. Tabel Tunggal ... 43

4.2.1. Identifikasi Responden ... 43

4.2.2. Pekerjaan wanita ... 47

4.2.3. Penentuan jumlah anak ... 52

4.3 Tabulasi Silang ... 60

4.4. Analisis Perbandingan ... 64

4.5. Analisis Korelasi ... 66

4.6. Pembahasan... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 78

5.1. Kesimpulan ... 78


(6)

Daftar Pustaka Lampiran