Pelaksanaan Penyelenggaraan Sanitasi Dasar Di Pasar Tradisional Pringgan Di Kota Medan Tahun 2011

(1)

PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SANITASI DASAR DI PASAR TRADISIONAL PRINGGAN DI KOTA MEDAN

TAHUN 2011

SKRIPSI

OLEH :

TENGKU HERA ZAFIRAH NIM. 071000002

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN SANITASI DASAR DI PASAR TRADISIONAL PRINGGAN DI KOTA MEDAN

TAHUN 2011

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh:

TENGKU HERA ZAFIRAH NIM. 071000002

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

ABSTRAK

Tempat umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh

pemerintah/swasta/perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat, selain itu tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat dengan segala penyakit yang dipunyai oleh masyarakat. Pasar merupakan suatu tempat umum dimana terjadi proses jual beli antara penjual dan pembeli, maka pasar juga merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama penyakit yang

medianya makanan, minuman, udara dan air. Oleh sebab itu diperlukan upaya penyelenggaraan sanitasi dasar di pasar untuk menjaga kondisi pasar dan mencegah penyebaran penyakit kepada masyarakat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyelenggaraan sanitasi dasar pasar tradisional Pringgan di Kota Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi dengan menggunakan kuesioner terhadap 85 responden yang dipilih secara acak stratifikasi, yang terdiri dari 81 responden

pedagang dan 4 responden pengelola. penelitian ini menggunakan teknik survei yang bersifat deskriptif dan observasi yang hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan sanitasi dasar di Pasar tradisional Pringgan berdasarkan Kepmenkes No.519 Tahun 2008, secara umum termasuk kedalam kategori kurang yaitu hanya memenuhi 21 kriteria (46,7%) dari 45 kriteria (100%). Tingkat pengetahuan pengelola berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 4 orang (100%). Tingkat pengetahuan pedagang berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 55 orang (67,9%). Sikap seluruh pengelola (100%) tergolong kedalam kategori baik. sikap pedagang termasuk kedalam kategori sedang yaitu sebanyak (82,7%). Tindakan pengelola berada dalam kategori sedang yaitu 3 orang (75%). Tindakan pedagang berada dalam kategori kurang (63,0%). Dukungan seluruh pengelola (100%) termasuk ke dalam kategori sedang. Dukungan pedagang termasuk ke dalam kategori sedang (76,5%).

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan pengelola pasar tradisional pringgan memenuhi kebutuhan sanitasi dasar pasar dan melakukan inspeksi pasar secara berkala untuk memantau kondisi pasar agar tetap baik. diharapkan kepada pemerintah daerah diharapkan agar lebih memperhatikan kondisi pasar tradisional dengan lebih tegas memberlakukan peraturan mengenai pengawasan terhadap pasar tradisional sehingga pengelola pasar lebih memperhatikan kondisi pasar yang mereka kelola. Kata kunci : penyelenggaraan, pasar tradisional, sanitasi dasar


(4)

ABSTRACT

Public place is held by means of public / private / individual that is used for activities for the community, in addition to public places is a meeting place for all sorts of people with a disease that belongs to the community. The market is a public place where there is buying and selling process between sellers and buyers, the market is also a place of deployment of all diseases, especially diseases of the media food, beverage air, and water. Therefore, the effort required to make basic sanitation in the market to maintain market conditions and prevent the spread of disease to the community

The purpose of this research was to determine the implementation of basic sanitation in Pringgan’s traditional market in Medan. The methods used in this research is observation and interviews using questionnaries to 85 respondents that selected stratified randomly, consisting of 81 seller respondent, and 4 manager respondents. This research used a survey technique that is descriptive and observational results are displayed in the form of a frequency distribution table.

The result showed that the implementation of basic sanitation in Pringgan’s Traditional market that are based on KepMenKes No. 519 of 2008 on the

administration of healthy market generally referred to the less category which only meets 21 (46,7% of 45 criteria. Level of managers knowledge are in good category. They are 4 person (100%). Level of seller knowledge are in good category they are 55 person (67,9%). Attitude throught managers (100%) fall into (either/good) category. Attitude of the seller fall into intermediate category they are (82,7%). The actions of manager are in ( equal/intermediate) category they are 3 person (75%). The seller actions are in less category (63,0%). Support all of managers (100%) are in (equal/intermediate) category. Seller support are in (intermediate/equal) category (76,5%).

Based on the results of expected managerial of Pringgan Traditional market provides market basic sanitation needs and carry out periodic inspection to monitor market conditions to remain a good market, expected to local government to pay more attention to market conditions and inpose more regullation on control of the traditional market firmly, so the market managers pay more attention to market conditions thet they manage.


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan ... 7

2.2. Sanitasi Dasar ... 9

2.2.1. Pengelolaan Air Bersih ... 9

2.2.1.1. Sumber Air ... 12

2.2.1.2. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan ... 13

2.2.2. Pembuangan Kotoran Manusia ... 15

2.2.2.1. Pengertian Jamban ... 16

2.2.2.2. Jenis-jenis Jamban ... 18

2.2.3. Pengelolaan Sampah ... 20

2.2.4. Sistem Pengelolaan Air Limbah ... 27

2.3. Pengertian Sanitasi Tempat-tempat Umum ... 30

2.4. Pasar ... 31

2.4.1. Pengertian Pasar ... 31

2.4.2. Klasifikasi Pasar ... 32

2.5. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Pasar ... 34

2.5.1. Lokasi ... 35

2.5.2. Bangunan ... 35

2.5.3. Sanitasi ... 40

2.5.4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat ... 43


(6)

2.6. Konsep Perilaku ... 46

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 51

BAB III METODE PENELITIAN ... 52

3.1. Jenis Penelitian ... 52

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 52

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 52

3.2.2. Waktu Penelitian ... 52

3.3. Objek Penelitian ... 53

3.3.1. Populasi ... 53

3.3.2. Sampel ... 53

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 54

3.4.1. Data Primer ... 54

3.4.2. Data Sekunder ... 55

3.5. Defenisi Operasional ... 55

3.6. Aspek Pengukuran ... 56

3.6.1. Kuesioner Untuk Pedagang ... 56

3.6.2. Kuesioner Untuk Pengelola Pasar ... 58

3.6.3. Observasi Sanitasi Dasar Pasar Tradisional ... 61

3.7. Pengolahan dan Analisa Data ... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 59

4.1. Gambaran Umum Pasar Tradisional Pringgan ... 59

4.2. Data Umum Responden ... 59

4.3. Sanitasi Dasar Pasar Tradisional Pringgan ... 61

4.4. Pengetahuan Responden Tentang Sanitasi Dasar ... 64

4.5. Sikap Responden Tentang Pelaksanaan Sanitasi Dasar ... 73

4.6. Tindakan Responden Tentang Pelaksanaan Sanitasi Dasar ... 77

4.7. Dukungan Responden Tentang Pelaksanaan Sanitasi Dasar ... 81

BAB V PEMBAHASAN ... 86

5.1. Data Umum Responden ... 86

5.2. Pelaksanaan Sanitasi Dasar Pasar Tradisional ... 87

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

6.1. Kesimpulan ... 94

6.2. Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96 LAMPIRAN


(7)

ABSTRAK

Tempat umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh

pemerintah/swasta/perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat, selain itu tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat dengan segala penyakit yang dipunyai oleh masyarakat. Pasar merupakan suatu tempat umum dimana terjadi proses jual beli antara penjual dan pembeli, maka pasar juga merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama penyakit yang

medianya makanan, minuman, udara dan air. Oleh sebab itu diperlukan upaya penyelenggaraan sanitasi dasar di pasar untuk menjaga kondisi pasar dan mencegah penyebaran penyakit kepada masyarakat.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penyelenggaraan sanitasi dasar pasar tradisional Pringgan di Kota Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dan observasi dengan menggunakan kuesioner terhadap 85 responden yang dipilih secara acak stratifikasi, yang terdiri dari 81 responden

pedagang dan 4 responden pengelola. penelitian ini menggunakan teknik survei yang bersifat deskriptif dan observasi yang hasilnya disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan sanitasi dasar di Pasar tradisional Pringgan berdasarkan Kepmenkes No.519 Tahun 2008, secara umum termasuk kedalam kategori kurang yaitu hanya memenuhi 21 kriteria (46,7%) dari 45 kriteria (100%). Tingkat pengetahuan pengelola berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 4 orang (100%). Tingkat pengetahuan pedagang berada dalam kategori baik yaitu sebanyak 55 orang (67,9%). Sikap seluruh pengelola (100%) tergolong kedalam kategori baik. sikap pedagang termasuk kedalam kategori sedang yaitu sebanyak (82,7%). Tindakan pengelola berada dalam kategori sedang yaitu 3 orang (75%). Tindakan pedagang berada dalam kategori kurang (63,0%). Dukungan seluruh pengelola (100%) termasuk ke dalam kategori sedang. Dukungan pedagang termasuk ke dalam kategori sedang (76,5%).

Berdasarkan hasil penelitian diharapkan pengelola pasar tradisional pringgan memenuhi kebutuhan sanitasi dasar pasar dan melakukan inspeksi pasar secara berkala untuk memantau kondisi pasar agar tetap baik. diharapkan kepada pemerintah daerah diharapkan agar lebih memperhatikan kondisi pasar tradisional dengan lebih tegas memberlakukan peraturan mengenai pengawasan terhadap pasar tradisional sehingga pengelola pasar lebih memperhatikan kondisi pasar yang mereka kelola. Kata kunci : penyelenggaraan, pasar tradisional, sanitasi dasar


(8)

ABSTRACT

Public place is held by means of public / private / individual that is used for activities for the community, in addition to public places is a meeting place for all sorts of people with a disease that belongs to the community. The market is a public place where there is buying and selling process between sellers and buyers, the market is also a place of deployment of all diseases, especially diseases of the media food, beverage air, and water. Therefore, the effort required to make basic sanitation in the market to maintain market conditions and prevent the spread of disease to the community

The purpose of this research was to determine the implementation of basic sanitation in Pringgan’s traditional market in Medan. The methods used in this research is observation and interviews using questionnaries to 85 respondents that selected stratified randomly, consisting of 81 seller respondent, and 4 manager respondents. This research used a survey technique that is descriptive and observational results are displayed in the form of a frequency distribution table.

The result showed that the implementation of basic sanitation in Pringgan’s Traditional market that are based on KepMenKes No. 519 of 2008 on the

administration of healthy market generally referred to the less category which only meets 21 (46,7% of 45 criteria. Level of managers knowledge are in good category. They are 4 person (100%). Level of seller knowledge are in good category they are 55 person (67,9%). Attitude throught managers (100%) fall into (either/good) category. Attitude of the seller fall into intermediate category they are (82,7%). The actions of manager are in ( equal/intermediate) category they are 3 person (75%). The seller actions are in less category (63,0%). Support all of managers (100%) are in (equal/intermediate) category. Seller support are in (intermediate/equal) category (76,5%).

Based on the results of expected managerial of Pringgan Traditional market provides market basic sanitation needs and carry out periodic inspection to monitor market conditions to remain a good market, expected to local government to pay more attention to market conditions and inpose more regullation on control of the traditional market firmly, so the market managers pay more attention to market conditions thet they manage.


(9)

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Didalam SKN (Sistem Kesehatan Nasional) 2004 sangat jelas dirumuskan bahwa tujuan Pembangunan Kesehatan Nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dan merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah (Depkes RI, 2004).

Menurut Azwar (2000), pembangunan kesehatan tersebut bertujuan untuk mewujudkan manusia yang sehat, cerdas dan produktif serta memiliki semangat yang tinggi untuk mencapai tujuan tersebut. Selain dari pada itu pembangunan kesehatan juga memegang peranan penting dalam meningkatkan kesejahteraan manusia dalam kehidupannya sesuai dengan permasalahan kesehatan yang dihadapi.

Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan menyebutkan antara lain bahwa : Kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, Kesehatan lingkungan dilaksanakan terhadap tempat-tempat umum, lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, angkutan umum dan lingkungan lainnya, kesehatan lingkungan meliputi penyehatan air, tanah, dan udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi dan kebisingan, pengendalian vektor penyakit serta penyehatan atau pengaman lainnya (Depkes RI, 2003).

Menurut Djajanegara (2001), dapat kita simpulkan bahwa usaha kesehatan dan sanitasi tempat-tempat umum merupakan salah satu upaya kesehatan yang secara


(10)

mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sehingga diharapkan masyarakat dapat hidup sehat dan sejahtera.

Lingkungan menurut Kusnoputranto (1986), dapat diartikan secara mudah sebagai segala sesuatu yang berada di sekitar manusia. Secara lebih terperinci, lingkungan disekitar manusia dapat dikategorikan dalam beberapa bagian yaitu : lingkungan fisik, lingkungan biologi dan lingkungan sosial.

Penyelenggaraan penyehatan lingkungan pada tempat umum merupakan upaya yang dilakukan untuk mengamankan lingkungan melalui pengawasan dan perbaikan kualitas kesehatan lingkungan. Salah satu yang merupakan bagian dari penyehatan lingkungan tersebut adalah Pasar.

Menurut peraturan menteri perdagangan (2008) pasar adalah suatu area tempat jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya.

Umumnya pasar di Indonesia digambarkan sebagai sebuah tempat yang ramai dan menyenangkan, dengan kegiatan yang sibuk dan tak terbatas, penuh dengan berbagai komoditas, serta banyak orang yang sibuk melakukan transaksi. Sudut pandang Geertz tentang pasar adalah pertama, sebagai arus barang dan jasa menurut pola tertentu. Kedua, sebagai rangkaian mekanisme ekonomi untuk memelihara dan mengatur arus barang dan jasa. Ketiga, sebagai sistem sosial dan kebudayaan di mana mekanisme tertanam. Mekanisme tawar-menawar merupakan unsur khas pasar tradisional (Listiani, 2009).


(11)

Diperkirakan ada 13.000 lebih pasar di seluruh Indonesia, dan sekitar 15 juta orang tergantung hidupnya dari aktifitas pasar, sedangkan untuk pasar tradisional yang ada di Kota Medan berdasarkan data Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan pada tahun 2008 terdapat kurang lebih 52 pasar tradisional, dimana sekitar 30 pasar dikelola oleh PD Pasar dan selebihnya dikelola oleh pihak swasta. Pasar tradisional menopang pertumbuhan bisnis sebesar 21,1 persen. Pertumbuhan ini mencakup nilai penjualan Rp 95,3 triliun untuk 54 produk atau lebih tinggi dari pertumbuhan tahun 2007 yang hanya mencapai 15,2 persen. Studi Nielsen mencakup 5 kota, yakni Jakarta plus Botabek, Bandung, Surabaya, Semarang, dan Medan. Dari sisi frekuensi belanja pasar tradisional hanya mengalami penurunan 1 persen atau dari kunjungan 190,5 kali menjadi 187,9 kali (Andrian, 2009).

Menurut Feryanto (2006), ada beberapa kelebihan pasar tradisional dibandingkan dengan pasar yang lain, yaitu : lokasinya yang strategis karena dekat dengan pemukiman, dan masih adanya sistem tawar-menawar yang secara fisikologis memberikan nilai positif pada proses interaksi penjual dan pembeli dan menjual barang kebutuhan sehari-sehari dengan harga relatif murah, karena jalur distribusi lebih lebih pendek, tidak terkena pajak atau pungutan lain yang besar. Namun selain memiliki kelebihan tersebut pasar tradisional di Indonesia juga memiliki kelemahan berupa kondisi yang kumuh, becek, tidak teratur, panas, tidak aman, tidak nyaman karena biasanya menimbulkan bau, dan sering menimbulkan kemacetan. Sedangkan dari segi sanitasinya seperti penyediaan air bersih yang kurang memadai, sistem


(12)

pengelolaan sampah yang tidak baik yang dapat kita lihat dari banyaknya sampah yang berserakan, toilet atau jamban yang tidak terawat, dan sebagainya.

Dari hasil pengamatan (observasi) yang penulis lakukan di beberapa pasar tradisional di Kota Medan termasuk didalamnya pasar tradisional Pringgan, terlihat bahwa kondisi sanitasi di beberapa pasar tersebut masih buruk, seperti sampah yang berserakan bahkan bertumpuk tinggi dan diabaikan begitu saja, jalan-jalan antar gang yang becek, SPAL yang tidak saniter, serta tempat pengumpulan sampah sementara yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Hal ini menunjukkan bahwa sanitasi dasar di pasar belum menjadi perhatian dari pihak yang berkaitan termasuk didalamnya pengelola maupun pemerintah daerah pemerintah daerah, dan dengan kondisi seperti ini mengakibatkan kondisi pasar menjadi tidak sehat, dan tidak nyaman bagi pengunjung yang datang ke pasar tersebut.

Berdasarkan hal tersebut diatas penulis tertarik untuk mengetahui pelaksanaan penyelenggaraan kondisi sanitasi dasar di beberapa pasar tradisional di Kota Medan Tahun 2011.

1.2.Perumusan Masalah

Berdasarkan survei pendahuluan diketahui bahwa masih banyak dijumpai pasar tradisional yang kurang terawat, kondisi lingkungan pasar banyak terdapat sampah berserakan, becek dan fasilitas sanitasi yang kurang baik, karena ini merupakan hal yang paling penting untuk menjaga kesehatan dan kenyamanan pengunjung pasar, sehingga penulis ingin mengetahui tentang pelaksanaan


(13)

penyelenggaraan sanitasi dasar Pasar Tradisional Pringgan di Kota Medan Tahun 2011.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pelaksanaan penyelenggaraan sanitasi dasar Pasar Tradisional Pringgan di Kota Medan Tahun 2011.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh pengelola untuk menjaga kondisi pasar Pringgan agar menjadi lebih baik.

2. Untuk mengetahui keadaan sarana penyediaan air bersih di pasar Pringgan Kota Medan.

3. Untuk mengetahui keadaan jamban di pasar Pringgan Kota Medan.

4. Untuk mengetahui keadaan sarana pembuangan sampah di pasar Pringgan Kota Medan .

5. Untuk mengetahui keadaan Sarana Pembuangan Air Limbah (SPAL) di pasar Pringgan Kota Medan.

6. Untuk mengetahui pengetahuan pedagang dan pengelola pasar tentang pelaksanaan penyelenggaraan sanitasi dasar di pasar Pringgan.

7. Untuk mengetahui sikap pedagang dan pengelola pasar tentang pelaksanaan penyelenggaraan sanitasi dasar di pasar Pringgan

8. Untuk mengetahui tindakan pedagang dan pengelola pasar tentang pelaksanaan penyelenggaraan sanitasi dasar di pasar Pringgan.


(14)

9. Untuk mengetahui dukungan pedagang dan pengelola pasar tentang pelaksanaan penyelenggaraan sanitasi dasar di pasar Pringgan.

1.4.Manfaat Penelitian

1. Sebagai umpan balik dan masukan bagi pengelola pasar yaitu PT. TRIWIRA LOKAJAYA Kota Medan dalam mewujudkan pasar sehat dan memperbaiki kondisi sanitasi dasar di pasar yang dikelolanya sesuai dengan Kepmenkes No.519/MENKES/SK/VI/2008.

2. Memberi masukan bagi pedagang mengenai pentingnya sanitasi dasar di pasar.

3. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang penyelenggaraan sanitasi dasar di pasar tradisional yang memenuhi syarat kesehatan.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ruang Lingkup Sanitasi Lingkungan

Kesehatan lingkungan merupakan ilmu kesehatan masyarakat yang menitik beratkan usaha preventif dengan usaha perbaikan semua faktor lingkungan agar manusia terhindar dari penyakit dan gangguan kesehatan. Kesehatan lingkungan adalah karakteristik dari kondisi lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan. Untuk itu kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari enam usaha dasar kesehatan masyarakat.

Istilah kesehatan lingkungan seringkali dikaitkan dengan istilah sanitasi/sanitasi lingkungan yang oleh Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), menyebutkan pengertian sanitasi lingkungan/kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk mengawasi beberapa faktor lingkungan fisik yang berpengaruh kepada manusia, terutama terhadap hal-hal yang mempunyai efek merusak perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia (Kusnoputranto, 1986).

Sanitasi, menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai pemelihara kesehatan. Menurut WHO, sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan hidup manusia.

Sedangkan menurut Chandra (2007), sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk


(16)

mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia.

Menurut Kusnoputranto (1986) ruang lingkup dari kesehatan lingkungan meliputi :

1. Penyediaan air minum.

2. Pengolahan air buangan dan pengendalian pencemaran air. 3. Pengelolaan sampah padat.

4. Pengendalian vektor penyakit.

5. Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah. 6. Hygiene makanan.

7. Pengendalian pencemaran udara. 8. Pengendalian radiasi.

9. Kesehatan kerja, terutama pengendalian dari bahaya-bahaya fisik, kimia dan biologis.

10. Pengendalian kebisingan.

11. Perumahan dan pemukiman, terutama aspek kesehatan masyarakat dari perumahan penduduk, bangunan-bangunan umum dan institusi.

12. Perencanaan daerah dan perkotaan.

13. Aspek kesehatan lingkungan dan transportasi udara, laut dan darat. 14. Pencegahan kecelakaan.


(17)

16. Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi, bencana alam, perpindahan penduduk dan keadaan darurat.

17. Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin agar lingkungan pada umumnya bebas dari resiko gangguan kesehatan.

Dari ruang lingkup sanitasi lingkungan di atas tempat-tempat umum merupakan bagian dari sanitasi yang perlu mendapat perhatian dalam pengawasannya (Kusnoputranto, 1986).

2.2. Sanitasi Dasar

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitik beratkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar, 1995).

Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia, pengelolaan sampah, dan pengelolaaan air limbah.

2.2.1. Penyediaan Air Bersih

Air adalah sangat penting bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia akan air sangat kompleks antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Menurut perhitungan WHO di negara-negara maju tiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari. Sedangkan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Mubarak dan Chayatin, 2009)


(18)

Ditinjau dari sudut ilmu kesehatan masyarakat, penyediaan sumber air bersih harus dapat memenuhi kebutuhan masyarakat karena persediaan air bersih yang terbatas yang memudahkan timbulnya penyakit di masyarakat. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu per hari berkisar antara 150-200 liter atau 35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standart kehidupan, dan kebiasaan masyarakat (Chandra, 2007).

Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman tersebut, antara lain (Mubarak dan Chayatin, 2009) :

- Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit. - Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun. - Tidak berasa dan tidak berbau.

- Dapat dipergunakan untuk mencukupi kebutuhan domestik dan rumah tangga.

- Memenuhi standart minimal yang ditentukan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI.

Persyaratan tersebut juga tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan No.416 Tahun 1990 . Penyediaan air bersih harus memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas ( Depkes RI, 2005).


(19)

a. Syarat Kuantitas

Syarat kuantitas adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar.

Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter (Slamet, 2002).

b. Syarat Kualitas

Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, mikrobiologis dan radioaktivitas yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat dan pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2002)

1. Parameter Fisik

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 416/Menkes/per/IX/1990, menyatakan bahwa air yang layak pakai sebagai sumber air bersih antara lain harus memenuhi persyaratan secara fisik yaitu, tidak berbau, tidak berasa, tidak keruh (jernih) dan tidak bewarna.

2. Parameter Kimia

Air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain Air raksa (Hg), Aluminium (Al), Arsen (As), Barium (Ba), Besi (Fe), Flourida (F), Calsium (Ca), Derajat keasaman (pH) dan zat-zat kimia lainnya. Kandungan zat kimia dalam air bersih yang


(20)

digunakan sehari-hari hendaknya tidak melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan seperti tercantum dalam Permenkes RI No. 416 Tahun 1990. Penggunaan air yang mengandung bahan kimia beracun dan zat-zat kimia yang melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan berakibat tidak baik lagi bagi kesehatan dan material yang digunakan manusia, contohnya pH air sebaiknya netral. pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5-9 (Soemirat, 2000).

3. Parameter Mikrobiologis

Parameter Mikrobiologis menurut Entjang (2000) yaitu, air tidak boleh mengandung suatu bibit penyakit. Sebagai indikator bateriologik adalah basil koli (escherichia coli). Apabila dijumpai basil koli dalam jumlah tertentu menunjukkan air telah tercemar kotoran manusia maupun binatang.

4. Parameter Radioaktif

Persyaratan radioaktif sering juga dimasukkan sebagai bagian persyaratan fisik, namun sering dipisahkan karena jenis pemeriksaannya sangat berbeda, dan pada wilayah tertentu menjadi sangat serius seperti disekitar reaktor nuklir.

2.2.1.1. Sumber Air

Air yang berada di permukaan bumi ini dapat berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan letak sumbernya air dapat dibagi menjadi, air angkasa (hujan), air permukaan, dan air tanah (Chandra, 2007)

1. Air Angkasa (Hujan)

Air angkasa atau air hujan merupakan sumber utama air di bumi. Walau merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung mengalami pencemaran


(21)

ketika berada di atmosfer. Pencemaran yang berlangsung di atmosfer itu dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya karbondioksida, nitrogen, dan amoniak.

2. Air Permukaan

Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga, waduk, rawa, air terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian akan mengalami pencemaran baik oleh tanah, sampah, maupun lainnya.

3. Air Tanah

Air tanah (ground water) berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih murni dibandingkan air permukaan.

2.2.1.2. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan

Air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan penyakit karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan, terutama penyakit perut (Slamet, 2002).

Sementara itu, penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air dapat dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan cara penularannya. Mekanisme penularan penyakit sendiri terbagi menjadi empat, yaitu (Chandra, 2007) :


(22)

1. Waterborne Mechanism

Didalam mekanisme ini, kuman patogen dalam air yang dapat meyebabkan peyakit pada manusia ditularkan kepada manusia melalui mulut atau sistem pencernaan. Contoh penyakit yang ditularkan melalui mekanisme ini antara lain kolera, tifoid, hepatitis viral, disentri basiler, dan poliomielitis.

2. Waterwashed Mechanism

Mekanisme penularan semacam ini berkaitan dengan kebersihan umum dan perseorangan. Pada mekanisme ini terdapat tiga cara penularan, yaitu :

a. infeksi melalui alat pencernaan, seperti diare pada anak-anak. b. infeksi melalui kulit dan mata, seperti scabies dan trachoma.

c. penularan melalui binatang pengerat seperti pada penyakit leptospirosis. 3. Water-based Mechanism

Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya didalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup didalam air. Contohnya schistomiasis, dan penyakit akibat Dracunculus medinensis.

4. Water-related Insect Vector Mechanism

Agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air. Contoh penyakit dengan mekanisme penularan semacam ini adalah filariasis, dengue, malaria, dan yelow fever.


(23)

2.2.2. Pembuangan Kotoran Manusia

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan (tractus digestifus). Dalam ilmu kesehatan lingkungan dari berbagai jenis kotoran manusia, yang lebih dipentingkan adalah tinja (feces) dan air seni (urine) karena kedua bahan buangan ini memiliki karakteristik tersendiri dan dapat menjadi sumber penyebab timbulnya berbagai macam penyakit saluran pencernaan (Soeparman dan Suparmin, 2002).

Ditinjau dari sudut kesehatan, kotoran manusia merupakan masalah yang sangat penting, karena jika pembuangannya tidak baik maka dapat mencemari lingkungan dan akan mendatangkan bahaya bagi kesehatan manusi. Penyebaran penyakit yang bersumber pada kotoran manusia (feces) dapat melalui berbagai macam cara. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut :

Sumber : Haryoto Kusnoputranto (2000) Tanah Lalat/serangga

Tangan Air

Tinja Makanan dan

Minuman

Sakit Host Mati


(24)

Dari skema tersebut tampak jelas bahwa peranan tinja dalam penyebaran penyakit sangat besar. Disamping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman, sayuran, air, tanah, serangga (lalat, kecoa, dan sebagainya), dan bagian-nagian tubuh kita dapat terkontaminasi oleh tinja dari seseorang yang sudah menderita suatu penyakit tertentu merupakan penyebab penyakit bagi orang lain. Kurangnya perhatian terhadap pengelolaan tinja disertai dengan cepatnya pertambahan penduduk, akan mempercepat penyebaran penyakit-penyakit yang ditularkan lewat tinja. Penyakit-penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing (cacing gelang, cacing kremi, cacing tambang, cacing pita), schistosomiasis, dan sebagainya (Kusnoputranto, 2000).

Untuk mencegah atau mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Beberapa penyakit yang dapat disebarkan oleh tinja manusia antara lain tipus, disentri, kolera, bermacam-macam cacing, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

2.2.2.1. Pengertian Jamban

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran tersebut tidak menjadi penyebab penyakit dan mengotori lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995).


(25)

Menurut Depkes RI, 2004 ada beberapa ketentuan jamban yang memenuhi syarat kesehatan, yaitu :

- Kotoran tidak mencemari permukaan tanah, air tanah, dan air permukaan, - Jarak jamban dengan sumber air bersih tidak kurang dari 10 meter, - Konstruksi kuat,

- Pencahayaan minimal 100 lux (Kepmenkes No.519 tahun 2008), - Tidak menjadi sarang serangga (nyamuk, lalat, kecoa),

- Dibersihkan minimal 2x dalam sebulan, - Ventilasi 20% dari luas lantai,

- Dilengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air dan berwarna terang,

- Murah

- Memiliki saluran dan pembuangan akhir yang baik yaitu lubang selain tertutup juga harus disemen agar tidak mencemari lingkungannya.

Jamban berfungsi sebagai pengisolasi tinja dari lingkungan. Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :

1. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit,

2. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman, 3. Bukan tempat berkembangbiakan serangga sebagai vektor penyakit,

4. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan lingkungan.

Jamban hendaknya selalu dijaga dan dipelihara dengan baik. Adapun cara pemeliharaan yang baik menurut Depkes RI, 2004 adalah sebagai berikut :


(26)

1. Lantai jamban hendaknya selalu bersih dan kering, 2. Di sekeliling jamban tidak ada genangan air, 3. Tidak ada sampah berserakan,

4. Rumah jamban dalam keadaan baik,

5. Lantai selalu bersih dan tidak ada kotoran yang terlihat, 6. Lalat, tikus dan kecoa tidak ada,

7. Tersedia alat pembersih,

8. Bila ada yang rusak segera diperbaiki.

Selain itu ditambahkan juga pemeliharaan jamban dapat dilakukan dengan : 1. Air selalu tersedia di dalam bak atau ember,

2. Sehabis digunakan lantai dan lubang jongkok harus disiram bersih agar tidak bau dan mengundang lalat,

3. Lantai jamban diusahakan selalu bersih dan tidak licin, sehingga tidak membahayakan pemakai,

4. Tidak memasukkan bahan kimia dan detergen pada lubang jamban, 5. Tidak ada aliran masuk kedalam jamban selain untuk membilas tinja. 2.2.2.2. Jenis-jenis Jamban

Jamban dapat dibedakan atas beberapa macam, yaitu (Notoatmodjo, 2003) : a. Jamban Cubluk

Jamban ini sering kita jumpai di daerah pedesaan, tetapi sering dijumpai jamban cemplung yang kurang sempurna, misalnya tanpa rumah jamban dan tanpa tutup. Hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa jamban ini tidak boleh terlalu dalam,


(27)

sebab bila terlalu dalam akan mengotori air tanah dibawahnya. Kedalamannya berkisar 1,5-3 meter dan jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 1,5 meter (Notoatmodjo, 2003).

b. Jamban Empang

Jamban empang adalah suatu jamban yang dibuat di atas kolam/empang, sungai/rawa, dimana kotoran langsung jatuh kedalam kolam atau sungai. Jamban ini dapat menguntungkan karena kotoran akan langsung menjadi makanan ikan, namun menurut Depkes RI, 2004 buang air besar ke sungai dapat menimbulkan wabah. c. Jamban Cubluk dengan plengsengan

Jamban ini sama dengan jamban cubluk, hanya saja dibagian tempat jongkok dibuat seng atau kaleng yang dibentuk seperti setengah pipa yang masuk ke dalam lubang, yang panjangnya sekitar satu meter, tujuannya agar kotoran tidak langung terlihat.

d. Jamban Leher Angsa (angsa trine)

Jamban angsa trine ini bukanlah merupakan type jamban tersendiri, tetapi merupakan modifikasi bentuk tempat duduk/jongkok (bowl) nya saja, yaitu dengan bentuk leher angsa yang dapat menyimpan air sebagai penutup hubungan antara bagian luar dengan tempat penampungan tinja, yang dilengkapi dengan alat penyekat air atau penahan bau dan mencegah lalat kontak dengan kotoran. Untuk type angsa trine ini akan memerlukan persediaan air yang cukup untuk keperluan membersihkan kotoran dan penggelontor tinja.


(28)

2.2.3. Pengelolaan Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi , atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia, dan tidak terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2003).

1. Sumber-sumber sampah

a. Sampah yang berasal dari pemukiman

Sampah ini terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti : sisa makanan, kertas/plastik pembungkus makanan, daun, dan lain-lain.

b. Sampah yang berasal dari tempat-tempat umum

Sampah ini berasal dari tempat-tempat umum, seperti pasar, tempat hiburan, terminal bus, stasiun kereta api, dan sebagainya. Sampah ini berupa kertas, plastik, botol, daun, dan sebagainya.

c. Sampah yang berasal dari perkantoran

Sampah ini dari perkantoran baik perkantoran pendidikan, perdagangan, departemen, perusahaan, dan sebagainya. Umumnya sampah ini bersifat kering, dan mudah terbakar.


(29)

d. Sampah yang berasal dari jalan raya

Sampah ini berasal dari pembersihan jalan, yang umumnya terdiri dari kertas, kardus, debu, batu-batuan, pasir, daun, palstik, dan sebagainya.

e. Sampah yang berasal dari industri

Sampah dari proses industri ini misalnya sampah pengepakan barang, logam, plastik, kayu, kaleng, dan sebagainya.

f. Sampah yang berasal dari pertanian/perkebunan

Sampah ini sebagai hasil dari perkebunan atau pertanian misalnya: jerami, sis sayur-mayur, dan sebagainya.

g. Sampah yang berasal dari peternakan dan perikanan

Sampah ini dapat berupa kotoran ternak, sisa makanan ternak, bangkai binatang, dan sebagainya.

2. Jenis-jenis sampah

a. Sampah berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya (Notoatmodjo, 2003) :

- Sampah an-organik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat membusuk, misalnya : logam/besi, pecahan gelas, plastik, dan sebagainya.

- Sampah organik, adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya : sisa-sisa makanan, daun-daunan, buah-buahan, dan sebagainya. b. Sampah berdasarkan dapat atau tidaknya dibakar

- Sampah yang mudah terbakar, misalnya karet, kertas, kayu, dan sebagainya.


(30)

- Sampah yang tidak dapat terbakar, misalnya kaleng bekas, besi/logam bekas, dan sebagainya.

c. Sampah berdasarkan karakteristiknya

- Garbage, yaitu jenis sampah hasil pengolahan/pembuatan makanan yang

umumnya mudah membusuk yang berasal dari rumah tangga, pasar, restoran, hotel, dan sebagainya.

- Rabish, sampah yang berasal dari perkantoran baik yang mudah terbakar

maupun yang tidak mudah terbakar.

- Ashes (Abu), yaitu sisa pembakaran dari bahan yang mudah terbakar,

termasuk abu rokok.

- Sampah jalanan (steet sweeping), yaitu sampah yang berasal dari pembersihan jalan.

- Sampah industri.

- Bangkai binatang (dead animal).

- Bangkai kendaraan (abandoned vehicle) - Sampah pembangunan (construction waste) 3. Pengelolaan sampah

Cara-cara pengelolaan sampah antara lain sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003):

a. Pengumpulan dan Pengangkutan Sampah

Pengumpulan sampah dimulai di tempat sumber dimana sampah tersebut dihasilkan. Dari lokasi sumbernya sampah tersebut diangkut dengan alat


(31)

angkut sampah. Sebelum sampai ke tempat pembuangan kadang-kadang perlu adanya suatu tempat penampungan sementara. Dari sini sampah dipindahkan dari alat angkut yang lebih besar dan lebih efisien, misalnya dari gerobak ke truk atau dari gerobak ke truk pemadat.

Adapun Syarat tempat sampah yg di anjurkan :

- Terbuat dari bahan yang kedap air, kuat, dan tidak mudah bocor. - Mempunyai tutup yg mudah di buka, dikosongkan isinya, mudah

dibersihkan.

- Ukurannya di atur agar dapat di angkut oleh 1 orang.

Sedangkan syarat kesehatan tempat pengumpulan sampah sementara (Mubarak dan Chayatin, 2009) :

- Terdapat dua pintu : untuk masuk dan untuk keluar - Lamanya sampah di bak maksimal tiga hari

- Tidak terletak pada daerah rawan banjir

- Volume tempat penampungan sampah sementara mampu menampung sampah untuk tiga hari.

- Ada lubang ventilasi tertutup kasa untuk mencegah masuknya lalat. - Harus ada kran air untuk membersihkan.

- Tidak menjadi perindukan vektor.


(32)

b. Pemusnahan dan pengolahan sampah

- Ditaman (Landfill), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang ditanah kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah.

- Dibakar (Inceneration), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran (incenerator).

- Dijadikan pupuk (Composting), yaitu pengolahan sampah menjadi pupuk (kompos), khususnya untuk sampah organik daun-daunan, sisa makanan, dan sampah lain yang dapat membusuk (Mubarak dan Chayatin, 2009).

4. Contoh sistem pengelolaan sampah yang baik di pasar.

Sistem pengelolaan sampah ini dilakukan oleh pengelola Pasar Bunder Sragen di Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah. Pasar ini juga menjadi pasar percontohan untuk kabupaten sragen. Sistem pengelolaan sampah ini bertujuan untuk mengubah sampah pasar menjadi pupuk organik, dengan cara sebagai berikut :

a. Pengumpulan Sampah dan Pemilahan Sampah

Sampah dikumpulkan dari dalam pasar dan ditampung di ruang penampungan. Di tempat ini sampah non organik dipisahkan dengan sampah organik. Karena sebagian besar sampah pasar Bunder adalah sampah organik, tahapan ini bisa dilakukan secara manual.


(33)

b. Pencacahan Sampah

Sampah organik yang sudah terpisah dengan sampah non organik selanjutnya dicacah dengan menggunakan mesin pencacah. Tujuan dari pencacahan ini adalah untuk memperkecil dan menyeragamkan bahan baku kompos sehingga mempermudah proses fermentasi. Bila di anggap terlalu basah, sampah yang telah di cacah dapat di press lagi untuk mengurangi kadar air.

c. Penyiapan Aktivator (PROMI)

Untuk mempercepat proses pengomposan menggunakan activator PROMI dari Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Untuk setiap 1 Ton sampah mentah di butuhkan 1 kg PROMI.

d. Pencampuran PROMI di dalam Bak Pengomposan

Selanjutnya sampah yang telah dicacah dicampurkan dengan PROMI dan ditampung di bak-bak pengomposan. Sampah tidak boleh diinjak-injak, karena akan menyebabkan menjadi padat dan kandungan udara di dalam kompos berkurang. e. Pengadukan / Pembalikan

Unit Pengolahan Sampah Pasar Bunder dalam memproduksi kompos dengan udara terbuka. Jadi 3 hari setelah sampah di masukkan ke bak pengomposan kemudian di lakukan pemeriksaan suhu kompos di dalam bak. Bila di rasa terlalu panas perlu di lakukan proses pengadukan atau pembalikan untuk memberikan sirkulasi udara yang bertujuan agar proses pengomposan bisa merata. Pengadukan di lakukan minimal 3 hari sekali.


(34)

f. Panen Kompos

Setelah 14 hari sampah akan berubah warna menjadi kehitaman dan menjadi lebih lunak. Kompos sampah telah cukup matang. Kompos selanjutnya dipanen dan dibawa ke tempat pengolahan lebih lanjut. Di tempat ini kompos dicacah sekali lagi untuk kemudian di ayak menggunakan saringan yang lebih kecil untuk menyeragamkan ukuran dan mempercantik tampilan kompos.

g. Pengolahan Paska Panen

Setelah kompos yang sudah jadi diayak, proses selanjutnya adalah memasukkan kompos ke gudang penyimpanan sebelum di lakukan pengemasan. Selain produksi dalam bentuk kompos curah, kompos hasil ayakan juga bisa di proses lagi menjadi pupuk organik bentuk granular atau butiran.

h. Proses Membuat Pupuk Organik Granular

Untuk membuat pupuk organik granular, kompos yang sudah di saring tadi di masukkan ke dalam mesin molen yang berputar stasioner dengan di campur air dan kalsit sebagai bahan perekat. Untuk membuat kompos curah menjadi bentuk granular menggunakan mesin molen membutuhkan waktu sekitar 30-45 menit dimana sekali proses bisa di hasilkan sekitar 100kg pupuk organik granular. Pupuk organik berbentuk granular tersebut kemudian di jemur sampai kering. Setelah kering pupuk organik granular tersebut bisa di kemas (Pemkab Sragen, 2008).


(35)

2.2.4. Sistem Pengelolaan Air Limbah

Menurut Ehless dan Steel, air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri, dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan (Chandra, 2007).

a. Sumber air limbah

Air limbah dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain (Mubarak dan Chayatin, 2009):

- Rumah tangga, misalnya air bekas cucian, air bekas mandi, dan sebagainya.

- Perkotaan, misalnya air limbah dari perkantoran, perdagangan, selokan, dan dari tempat-tempat ibadah.

- Industri, misalnya air limbah dari proses industri. b. Parameter air limbah

Beberapa parameter yang dapat digunakan berkaitan dengan air limbah yaitu, kandungan zat padat (total solid, suspending solid, disolved solid), Kandungan zat organik, Kandungan zat anorganik (mis, Pb, Cd, Mg), Kandungan gas (mis, O2, N,

CO2), Kadungan bakteri (mis, E.coli), Kandungan pH,Suhu.

c. Pengelolaan air limbah

Air limbah sebelum dilepas ke pembuangan akhir harus menjalani pengelolaan terlebih dahulu, untuk dapat melaksanakan pengelolaan air limbah yang efektif perlu


(36)

rencana pengelolaan yang baik. Sistem pengelolaan air limbah yang diterapkan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber-sumber air minum. 2. Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan.

3. Tidak menimbulkan pencemaran air untuk perikanan, air sungai, atau tempat-tempat rekreasi serta untuk keperluan sehari-hari.

4. Tidak dihinggapi oleh lalat, serangga dan tikus dan tidak menjadi tempat berkembangbiaknya berbagai bibit penyakit dan vektor.

5. Tidak terbuka dan harus tertutup jika tidak diolah. 6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap

Beberapa metode sederhana yang dapat digunakan untuk mengelola air limbah, diantaranya :

1. Pengenceran (disposal by dilution)

Air limbah diencerkan sampai mencapai konsentrasi yang cukup rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Tetapi, dengan makin bertambahnya penduduk, yang berarti makin meningkatnya kegiatan manusia, maka jumlah air limbah yang harus dibuang terlalu banyak, dan diperlukan air pengenceran terlalu banyak pula, maka cara ini tidak dapat dipertahankan lagi.

Disamping itu, cara ini menimbulkan kerugian lain, diantaranya : bahaya kontaminasi terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang akhirnya menimbulkan pendangkalan terhadap badan-badan air, seperti selokan, sungai, danau, dan sebagainya, sehingga dapat pula menimbulkan banjir.


(37)

2. Kolam Oksidasi (Oxidation ponds)

Pada prinsipnya cara pengolahan ini adalah pemanfaatan sinar matahari, ganggang (algae), bakteri dan oksigen dalam proses pembersihan alamiah. Air limbah dialirkan kedalam kolam berbentuk segi empat dengan kedalaman antara 1-2 meter. Dinding dan dasar kolam tidak perlu diberi lapisan apapun. Lokasi kolam harus jauh dari daerah pemukiman, dan di daerah terbuka, sehingga memungkinkan sirkulasi angin yang baik.

3. Irigasi (irrigation)

Air limbah dialirkan ke parit-parit terbuka yang digali, dan air akan merembes masuk kedalam tanah melalui dasar dan dinding parit tersebut. Dalam keadaan tertentu air buangan dapat digunakan untuk pengairan ladang pertanian atau perkebunan dan sekaligus berfungsi untuk pemupukan. Hal ini terutama dapat dilakukan untuk air limbah dari rumah tangga, perusahaan susu sapi, rumah potong hewan, dan lain-lainya dimana kandungan zat-zat organik dan protein cukup tinggi yang diperlukan oleh tanam-tanaman.

d. Dampak buruk air limbah

Ada beberapa dampak buruk yang dapat ditimbulkan apabila air limbah tidak dikelola dengan baik, antara lain (Mubarak dan Chayatin, 2009) :

1. Penurunan kualitas lingkungan 2. Gangguan terhadap keindahan


(38)

3. Gangguan kesehatan

4. Gangguan terhadap kerusakan benda 2.3. Pengertian Sanitasi Tempat-tempat Umum

Sanitasi tempat-tempat umum merupakan usaha untuk mengawasi kegiatan yang berlangsung di tempat-tempat umum terutama yang erat hubungannya dengan timbulnya atau menularnya suatu penyakit, sehingga kerugian yang ditimbulkan oleh kegiatan tersebut dapat dicegah (Fahmi, 2009).

Sanitasi tempat-tempat umum menurut Mukono (2006), merupakan problem kesehatan masyarakat yang cukup mendesak. Karena tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat dengan segala penyakit yang dipunyai oleh masyarakat. Oleh sebab itu tempat umum merupakan tempat menyebarnya segala penyakit terutama penyakit yang medianya makanan, minuman, udara dan air. Dengan demikian sanitasi tempat-tempat umum harus memenuhi persyaratan kesehatan dalam arti melindungi, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Tempat-tempat umum harus mempunyai kriteria sebagai berikut :

1. Diperuntukkan bagi masyarakat umum, artinya masyarakat umum boleh keluar masuk ruangan tempat umum dengan membayar atau tanpa membayar.

2. Harus ada gedung/ tempat peranan, artinya harus ada tempat tertentu dimana masyarakat melakukan aktivitas tertentu.

3. Harus ada aktivitas, artinya pengelolaan dan aktivitas dari pengunjung tempat-tempat umum tersebut.


(39)

4. Harus ada fasilitas, artinya tempat-tempat umum tersebut harus sesuai dengan ramainya, harus mempunyai fasilitas tertentu yang mutlak diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di tempat-tempat umum.

Tempat atau sarana layanan umum yang wajib menyelenggarakan sanitasi lingkungan antara lain, tempat umum atau sarana umum yang dikelola secara komersial, tempat yang memfasilitasi terjadinya penularan penyakit, atau tempat layanan umum yang intensitas jumlah dan waktu kunjungannya tinggi. Tempat umum semacam itu meliputi hotel, terminal angkutan umum, pasar tradisional atau swalayan pertokoan, bioskop, salon kecantikan atau tempat pangkas rambut, panti pijat, taman hiburan, gedung pertemuan, pondok pesantren, tempat ibadah, objek wisata, dan lain-lain (Chandra, 2007).

2.4. Pasar

2.4.1. Pengertian Pasar

Pasar dalam arti yang sempit adalah suatu tempat pertemuan penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli dan jasa. Sedangkan dalam pengertian secara luas pasar diartikan sebagai tempat bertemunya penjual yang mempunyai kemampuan untuk menjual barang/jasa dan pembeli yang menggunakan uang untuk membeli barang dengan harga tertentu (Adhyzal, 2003).

Ada beberapa syarat terjadinya suatu pasar, antara lain sebagai berikut : a. Ada tempat untuk berniaga

b. Ada barang dan jasa yang akan diperdagangkan. c. Terdapat penjual barang tertentu


(40)

d. Adanya pembeli barang

e. Adanya hubungan dalam transaksi jual beli 2.4.2. Klasifikasi Pasar

Pasar menurut sifat atau jenis barang yang diperjualbelikan disebut juga pasar konkrit. Pasar konkrit (pasar nyata) adalah tempat pertemuan antara penjual dan pembeli yang dilakukan secara langsung. Penjual dan pembeli bertemu untuk melakukan transaksi jual beli (tawarmenawar). Barang-barang yang diperjualbelikan di pasar konkrit terdiri atas berbagai jenis barang yang ada di tempat tersebut. Contoh pasar konkrit yaitu pasar tradisional, supermarket, dan swalayan. Namun ada juga pasar konkrit yang menjual satu jenis barang. Misalnya pasar buah hanya menjual buahbuahan, pasar hewan hanya melayani jual beli hewan, pasar sayur hanya menjual sayur-mayur (Adhyzal, 2003).

Pasar konkrit pada kenyataannya dapat dikelompokkan menjadi berbagai bentuk yaitu pasar konkrit berdasarkan manajemen pengelolaan, manajemen pelayanan, jumlah barang yang dijual, banyak sedikit barang yang dijual, dan ragam barang yang dijual (Adhyzal, 2003).

1) Berdasarkan manajemen pengelolaan a) Pasar tradisional.

Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun oleh pihak pemerintah, swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat. Tempat usahanya dapat berbentuk toko, kios, los, dan tenda yang menyediakan barang-barang konsumsi sehari-hari masyarakat. Pasar


(41)

tradisional biasanya dikelola oleh pedagang kecil, menengah, dan koperasi. Proses penjualan dan pembelian dilakukan dengan tawar-menawar.

b) Pasar modern.

Pasar modern adalah pasar yang dibangun oleh pihak pemerintah, swasta, dan koperasi yang dikelola secara modern. Pada umumnya pasar modern menjual barang kebutuhan sehari-hari dan barang lain yang sifatnya tahan lama. Modal usaha yang dikelola oleh pedagang jumlahnya besar. Kenyamanan berbelanja bagi pembeli sangat diutamakan. Biasanya penjual memasang label harga pada setiap barang. Contoh pasar modern yaitu plaza, supermarket, hipermart, dan shopping centre.

2) Berdasarkan manajemen pelayanan. a) Pasar swalayan (supermarket).

Pasar swalayan adalah pasar yang menyediakan barang-barang kebutuhan masyarakat, pembeli bisa memilih barang secara langsung dan melayani diri sendiri barang yang diinginkan. Biasanya barangbarang yang dijual barang kebutuhan sehari-hari sampai elektronik. Seperti sayuran, beras, daging, perlengkapan mandi sampai radio dan televisi.

b) Pertokoan (shopping centre).

Shopping centre (pertokoan) adalah bangunan pertokoan yang berderet-deret di tepi jalan. Biasanya atas peran pemerintah ditetapkan sebagai wilayah khusus pertokoan. Shopping centre berbentuk ruko yaitu perumahan dan pertokoan, sehingga dapat dijadikan tempat tinggal pemiliknya atau penyewa.


(42)

c) Mall/plaza/supermall.

Mall/plaza/supermall adalah tempat atau bangunan untuk usaha yang lebih besar yang dimiliki/disewakan baik pada perorangan, kelompok tertentu masyarakat, atau koperasi. Pasar ini biasanya dilengkapi sarana hiburan, rekreasi, ruang pameran, gedung bioskop, dan seterusnya.

3) Berdasarkan jumlah barang yang dijual. a) Pasar eceran.

Pasar eceran adalah tempat kegiatan atau usaha perdagangan yang menjual barang dalam partai kecil. Contoh toko-toko kelontong, pedagang kaki lima, pedagang asongan, dan sebagainya.

b) Pasar grosir.

Pasar grosir adalah tempat kegiatan/usaha perdagangan yang menjual barang dalam partai besar, misalnya lusinan, kodian, satu dos, satu karton, dan lain-lain. Pasar grosir dimiliki oleh pedagang besar dan pembelinya pedagang eceran. Contoh: pusat-pusat grosir, makro, dan sebagainya (Adhyzal, 2003).

2.5. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Pasar

Persyaratan kesehatan lingkungan pasar menurut Kepmenkes No. 519 Tahun 2008 antara lain mencakup lokasi pasar, bangunan, sanitasi pasar, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), keamanan, dan fasilitas lainnya.


(43)

2.5.1. Lokasi

1. Lokasi sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Setempat (RUTR),

2. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti banjir dan sebagainya, 3. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan atau daerah jalur pendaratan

penerbangan, termasuk sempadan jalan,

4. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir sampah atau bekas lokasi pertambangan,

5. Mempunyai batas wilayah yang jelas, antara pasar dan lingkungannya. 2.5.2. Bangunan

1. Umum

Bangunan dan rancang bangun harus dibuat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Mubarak dan Chayatin, 2009).

2. Penataan Ruang Dagang

a. Pembagian area sesuai dengan jenis komoditi, sesuai dengan sifat dan klasifikasinya seperti : basah, kering, penjualan unggas hidup, pemotongan unggas,

b. Pembagian zoning diberi identitas yang jelas,

c. Penjualan daging, karkas unggas, ikan ditempatkan di tempat khusus, d. Setiap los/kios memiliki lorong yang lebarnya minimal 1,5 meter, e. Setiap los/kios memiliki papan karakteristik,


(44)

f. Jarak tempat penampungan dan pemotongan unggas dengan bangunan pasar utama minimal 10 m atau dibatasi tembok pembatas dengan ketinggian minimal 1,5 ,

g. Khusus untuk jenis pestisida, Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan bahan berbahaya lainnya ditempatkan di tempat terpisah dan tidak berdampingan dengan zona makanan dan bahan pangan.

3. Ruang Kantor Pengelola

a. Ruang kantor memiliki ventilasi minimal 20% dari luas lantai, b. Tingkat pencahayaan ruangan minimal 100 lux,

c. Tersedia ruangan kantor pengelola dengan tinggi langit-langit dari lantai sesuai ketentuan yang berlaku,

d. Tersedia toilet terpisah bagi laki-laki dan perempuan,

e. Tersedia tempat cuci tangan dilengkapi dengan sabun dan air yang mengalir (Mukono, 2006).

4. Tempat Penjualan Bahan Pangan dan Makanan a. Tempat penjualan bahan pangan basah

- Meja tempat penjualan harus tahan karat, rata, kemiringan, dan tinggi 60 cm, - Karkas daging digantung,

- Alas pemotong (talenan) tidak terbuat dari kayu, tidak beracun, kedap air dan mudah dibersihkan,

- Tempat penyimpanan bahan pangan dengan rantai dingin (cold chain) bersuhu (4-10 ºC),


(45)

- Tersedia tempat pencucian bahan pangan dan peralatan, - Tempat cuci tangan dilengkapi sabun dan air mengalir,

- Saluran pembuangan limbah tertutup, dengan kemiringan yang sesuai ketentuan, serta tidak melewati area penjualan,

- Tersedia tempat sampah kering dan basah, kedap air, tertutup, dan mudah diangkat,

- Bebas dari vektor penyakit dan tempat perindukannya. b. Tempat Penjualan Bahan Pangan Kering

- Meja tempat penjualan dengan permukaan rata, mudah dibersihkan, dan tinggi minimal 60cm,

- Meja terbuat dari bahan tahan karat,

- Tempat sampah harus terpisah basah dan kering, kedap air, tertutup dan mudah diangkat,

- Tempat cuci tangan dilengkapi sabun dan air mengalir, - Bebas vektor penular penyakit dan tempat perindukannya. c. Tempat Penjualan Makanan Jadi/Siap Saji

- Tempat penyajian makanan tertutup, bahan tahan karat, permukaan rata, mudah dibersihkan, dan tinggi minimal 60 cm dari lantai,

- Tempat cuci tangan dilengkapi sabun dan ari yang mengalir,

- Tempat cuci peralatan harus kuat, aman, tidak berkarat, dan mudah dibersihkan,


(46)

- Tempat sampah terpisah antara sampah basah dan kering, kedap air, dan bertutup,

- Bebas vektor penular penyakit dan tempat perindukannya,

- Pisau yang digunakan untuk memotong bahan mentah dan bahan matang berbeda dan tidak berkarat,

- Saluran pembuangan limbah tertutup. 5. Area Parkir

- Ada pemisah yang jelas dengan batas wilayah pasar,

- Parkir mobil, motor, sepeda, andong/delman, becak terpisah,

- Tersedia area parkir khusus kendaraan pengangkut hewan hidup dan hewan mati,

- Tersedia area khusus bongkar muat barang, - Tidak ada genangan air,

- Tersedia tempat sampah yang terpisah setiap radius 10 meter, - Ada jalur dan tanda masuk dan keluar kendaraan yang jelas, - Ada tanaman penghijauan,

- Adanya area resapan air di pelataran parkir (Mukono, 2006). 6. Konstruksi

a. Atap

- Atap yang digunakan kuat, tidak bocor, dan tidak menjadi tempat perindukan vektor,


(47)

- Atap dengan ketinggian lebih 10 meter dilengkapi penangkal petir (Mubarak dan Chayatin, 2009).

b. Dinding

- Keadaan dinding bersih, tidak lembab, dan berwarna terang,

- Permukaan dinding yang selalu terkena percikan air terbuat dari bahan yang kuat dan kedap air,

- Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk lengkung (conus). c. Lantai

- Lantai terbuat dari bahan yang kedap air, permukaan rata, tidak licin, tidak retak, dan mudah dibersihkan,

- Lantai kamar mandi, tempat cuci dan sejenisnya mempunyai kemiringan ke saluran pembuangan.

7. Tangga

- Tinggi, lebar dan kemiringan yang sesuai dengan ketentuan, - Ada pegangan tangan di kanan dan kiri tangga,

- Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak licin, - Memiliki pencahayaan minimal 100 lux. 8. Ventilasi

Ventilasi harus memenuhi syarat minimal 20% dari luas lantai dan saling berhadapan (cross ventilation).


(48)

9. Pencahayaan

Intensitas pencahayaan setiap ruangan harus cukup terang agar dapat melakukan kegiatan dengan jelas minimal 100 lux, dimana pencahayaan atau penerangan tidak menyilaukan dan tersebar merata sehingga tidak menimbulkan bayangan yang nyata (Mubarak dan Chayatin, 2009).

10. Pintu

Khusus untuk pintu los/kios penjualan daging, ikan dan bahan makanan yang berbau tajam agar menggunakan pintu yang dapat membuka dan menutup sendiri atau tirai plastik untuk menghalangi vektor penyakit masuk

2.5.3. Sanitasi 1. Air bersih

- Air bersih selalu tersedia dalam jumlah yang cukup (minimal 40 liter per pedagang),

- Kualitas air bersih memenuhi syarat kesehatan, sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416 Tahun 1990 Pasal 1 bahwa air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila dimasak,

- Jarak sumber air bersih dengan septick tank minimal 10 meter, - Pengujian kualitas air bersih dilakukan 6 bulan sekali.

2. Kamar mandi dan toilet

- Harus tersedia toilet yang terpisah antara laki-laki dan perempuan, yang dilengkapi dengan tanda/simbol yang jelas dengan proporsi sbb:


(49)

No. Jumlah Pedagang Jumlah Kamar Mandi

Jumlah Toilet

1. s/d 25 1 1

2. 26 s/d 50 2 2

3. 51 s/d 100 3 3

Setiap penambahan 40-100 orang harus ditambah satu kamar mandi dan satu toilet

- Tersedia bak dan air bersih dengan jumlah cukup dan bebas jentik, - Toilet dengan leher angsa, dan peturasan,

- Tersedia tempat cuci tangan dan sabun, - Tersedia tempat sampah yang tertutup,

- Tersedia septik tank dengan lubang peresapan yang memenuhi syarat kesehatan,

- Letak toilet minimal 10 meter dari tempat penjualan makanan dan bahan pangan,

- Ventilasi minimal 20% dari luas lantai, - Pencahayaan minimal 100 lux,

- Lantai kedap air, tidak licin, mudah dibersihkan, dengan kemiringan cukup (Mubarak dan Chayatin, 2009).

3. Pengolahan sampah

- Setiap kios/lorong/los tersedia tempat sampah basah dan kering,

- Tempat sampah terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah berkarat, kuat tertutup dan mudah dibersihkan,


(50)

- Tersedia tempat pembuangan sampah sementara (TPS) yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan dan mudah dijangkau,

- TPS tidak menjadi tempat perindukan binatang penular penyakit,

- TPS tidak berada di jalur utama pasar dan berjarak minimal 10 meter dari bangunan pasar,

- Sampah diangkut minimal 1 x 24 jam (Mubarak dan Chayatin, 2009). 4. Drainase

- Tertutup dengan kisi-kisi, terbuat dari logam dan mudah dibersihkan, - Limbah cair mengalir lancar,

- Limbah cair harus memenuhi baku mutu, - Tidak ada bangunan di atas saluran,

- Pengujian kualitas limbah cair berkala setiap 6 bulan sekali. 5. Tempat cuci tangan

- Lokasi mudah dijangkau, - Dilengkapi sabun,

- Tersedia air mengalir,

- Limbahnya dialirkan ke saluran pembuangan yang tertutup (Mubarak dan Chayatin, 2009).

6. Vektor penyakit

- Los makanan siap saji dan bahan pangan harus bebas dari lalat, kecoa, dan tikus,


(51)

- Angka kepadatan kecoa maksimal 2 ekor per plate di titik pengukuran,

- Angka kepadatan lalat maksimal 30 per gril net di tempat sampah dan drainase, - Container Indeks (CI) jentik nyamuk aedes tidak melebihi 5%.

7. Kualitas makanan dan bahan pangan - Tidak basi,

- Tidak mengandung bahan berbahaya,

- Tidak mengandung residu pestisida di atas ambang batas, - Kualitas makanan siap saji sesuai dengan peraturan,

- Makanan dalam kemasan tertutup disimpan dalam suhu 4-10 ºC, - Ikan, daging, dan olahannya disimpan dalam suhu 0 s/d 4 ºC,

- Sayur dan buah disimpan dalam suhu 10 ºC, telor, susu dan olahannya disimpan dalam suhu 5-7ºC,

- Penyimpanan bahan makanan dengan jarak 15 cm dari lantai, 5 cm dari dinding, dan 60 cm dari langit-langit,

- Kebersihan peralatan makanan maksimal 100 kuman per cm2 permukaan dan E-coli nol.

8. Desinfeksi Pasar

- Dilakukan secara menyeluruh 1 hari dalam sebulan, - Bahan desinfeksi tidak mencemari lingkungan, 2.5.4. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

1. Perilaku pedagang dan pekerja


(52)

- Berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),

- Dilakukan pemeriksaan kesehatan bagi pedagang secara berkala minimal 6 bulan sekali,

- Pedagang makanan siap saji tidak sedang menderita penyakit menular langsung seperti : diare, hepatitis, TBC, kudis, dll.

2. Perilaku pengunjung

- Berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),

- Cuci tangan dengan sabun setelah memegang unggas/hewan hidup, daging atau ikan.

3. Perilaku pengelola

Memahami dan mempunyai keterampilan tentang hygiene sanitasi dan keamanan pangan.

2.5.5. Keamanan 1. Pemadam Kebakaran

- Tersedia peralatan pemadam kebakaran dengan jumlah cukup dan berfungsi 80%,

- Tersedia hydran air,

- Letak peralatan pemadaman kebakaran mudah dijangkau dan ada petunjuk arah

penyelamatan,


(53)

2. Keamanan

- Ada Pos Keamanan,

- Ada personil/petugas keamanan. 2.5.6. Fasilitas Lain

1. Sarana ibadah

- Tersedia tempat ibadah yang bersih, dan tempat wudhu, - Tersedia air dengan jumlah yang cukup,

- Ventilasi dan pencahayaan sesuai dengan persyaratan. 2. Tempat penjualan unggas hidup

- Tersedia tempat khusus yang terpisah dari pasar utama,

- Mempunyai akses masuk dan keluar kendaraan pengangkut unggas tersendiri, - Kandang tempat penampungan unggas kuat dan mudah dibersihkan,

- Tersedia fasilitas pemotongan unggas umum yang memenuhi syarat, - Tersedia sarana cuci tangan dengan sabun dan air bersih,

- Tersedia saluran pembuangan limbah,

- Tersedia penampungan sampah terpisah dari sampah pasar, - Tersedia sarana desinfeksi khusus di pintu masuk.

3. Pos Kesehatan/P3K

Tersedia ruang/pos pelayanan kesehatan dan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) yang mudah dijangkau (Mukono, 2006).


(54)

2.6. Konsep Perilaku

Perilaku dalam pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri yang mencakup : berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku dapat juga bersifat potensial, yakni dalam bentuk pengamatan, motivasi dan persepsi. Bentuk operasional dari perilaku dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu :

a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yakni dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar.

b. Perilaku dalam bentuk sikap, yakni tanggapan bathin terhadap keadaan atau rangsangan dari luar diri subjek atau kecenderungan untuk berespon (secara positif dan negatif) terhadap orang banyak, objek dan situasi tertentu.

c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit berupa perbuatan terhadap situasi dan rangsangan dari luar.

1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran dan penglihatan. Terdapat 6 tingkatan pengetahuan yaitu (Notoatmodjo, 2003):


(55)

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum – hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisa (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen – komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan


(56)

(membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthetis)

Sintesis diartikan sebagai suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi – formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Untuk mengukur pengetahuan ini dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoadmodjo, 2003).

2. Sikap (Attitude)

Sikap adalah suatu respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan. Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoatmojo, 2003). Seperti halnya pengetahuan, sikap terdiri dari beberapa tingkatan yaitu :


(57)

a. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau memperhatikan stimulus yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah-ceramah.

b. Menanggapi (responding)

Menanggapi diartikan memberi jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi. Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. c. Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dalam arti membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau mempengaruhi orang lain.

d. Bertanggung jawab (responsible)

Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek yang bersangkutan. Pengukuran secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan menggunakan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pertanyaan-pertanyaan terhadap objek tertentu.


(58)

3. Tindakan (Practice)

Tindakan adalah suatu sikap yang belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan agar sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah adanya fasilitas. Tingkatan-tingkatan dari tindakan (practice) yaitu :

a. Persepsi yaitu mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

b. Respon terpimpin yaitu dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.

c. Mekanisme yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.

d. Adaptasi yaitu suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Pengukuran tindakan secara tidak langsung dapat dilakukan yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Sedangkan pengukuran secara langsung dapat dilakukan dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.


(59)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

• Perilaku pedagang - Pengetahuan - Sikap - Tindakan

- Dukungan Pedagang Pelaksanaan

Penyelenggaraan Sanitasi Dasar Pasar Tradisional -Penyediaan Air Bersih -Sistem Pengelolaan

Sampah

-Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL)

-Pembuangan Kotoran Manusia

• Perilaku pengelola pasar - Pengetahuan

- Sikap - Tindakan


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersikap survei deskriptif yaitu untuk mengetahui pelaksanaan penyelenggaraan sanitasi dasar pasar tradisional Pringgan di Kota Medan Tahun 2011, dengan menggunakan teknik survei dan observasi.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini dilaksanakan di Pasar Tradisional Pringgan di Kota Medan. Alasan pemilihan lokasi dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. Belum pernah dilakukan penelitian tentang pelaksanaan penyelenggaraan sanitasi dasar di pasar tradisional pringgan kota Medan.

2. Berdasarkan hasil survei pendahuluan penulis diketahui bahwa kondisi pasar tradisional pringgan masih buruk, seperti jalan yang becek,SPAL tidak saniter sampah berserakan dan menimbulkan bau yang tidak sedap serta menimbulkan ketidaknyamanan pengunjung.

3.2.2. Waktu Penelitian


(61)

3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah pasar tradisional Pringgan yang meliputi sanitasi dasar. Dalam penulisan ini juga dilakukan wawancara terhadap pedagang dan pengelola pasar tradisional Pringgan. Adapun jumlah pedagang dan pengelola yang diwawancarai di hitung dengan menggunakan rumus.

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah Pedagang yang berjualan di Pasar Pringgan dan Pengelola Pasar Pringgan sebanyak 560 orang, yang terdiri dari 550 orang pedagang dan 10 orang pengelola

3.3.2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini sampel adalah sebagian dari populasi yang berada di wilayah Pasar Tradisional Pringgan. Sampel diambil secara acak stratifikasi (stratified random sampling).

Besar sampel dihitung berdasarkan rumus (Notoatmodjo, 2005).

) ( 1 N d2

N n

+ =

Keterangan : n = Sampel N = Populasi

d = Tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan (0,1)

) 1 . 0 ( 560 1

560 2 +

= n


(62)

) 01 . 0 ( 560 1 560 + = 60 . 6 560 =

n = 84,84

n = 85 ( jadi besar sampel dalam penelitian ini adalah 85 orang )

Kemudian untuk menentukan jumlah sampel dari masing-masing kelompok maka akan diambil lagi sampel dengan cara fraction sample (Nazir, M 2002), dengan rumus :

(

100%

)

lasi jumlahpopu ginkan elyangdiin Jumlahsamp n=

(

100%

)

567 85 =

n = 0,149 (maka fraction sample 0,149%).

Tabel 3.1. Jumlah Sampel berdasarkan Fraction di Pasar Tradisional pringgan No Populasi Pasar

Pringgan

Jumlah (orang)

Perhitungan Jlh Sampel

1. Pedagang 550 0,149 x 550 81

2. Pengelola 10 0,149 x 10 4

Jumlah 560 85

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pedagang dan pengelola pasar dengan menggunakan kuesioner yang berisi daftar pertanyaan dan pilihan jawaban yang telah dipersiapkan sebelumnya, dan penilaian keadaan fisik serta penerapan sanitasi dasar di pasar tradisional dengan menggunakan formulir penilaian


(63)

atau lembar observasi yang telah disesuaikan dengan ketentuan yang terdapat pada Kepmenkes No.519 tahun 2008.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari pengelola pasar yaitu PT. TRIWIRA LOKAJAYA Kota Medan.

3.5. Defenisi Operasional

1. Pengelola pasar adalah pihak yang bertanggung jawab terhadap segala sesuatunya di pasar secara keseluruhan dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan pasar yang dikelolanya.

2. Penyelenggaraan sanitasi dasar adalah suatu upaya yang dilakukan oleh pengelola untuk memenuhi kebutuhan sanitasi minimum yang ada di pasar seperti ketersediaan air bersih, SPAL, pengelolaan sampah, dan sistem pembuangan kotoran manusia.

3. Pengetahuan adalah hasil dari tahu pedagang dan pengelola pasar tentang pelaksanaan penyelenggaraan sanitasi dasar pasar tradisional.

4. Sikap adalah reaksi atau respon dari pedagang dan pengelola pasar tentang pelaksanaan penyelenggaraan sanitasi dasar pasar tradisional.

5. Tindakan adalah perbuatan atau proses lanjutan dari hasil penilaian pedagang dan pengelola pasar tentang pelaksanaan penyelenggaraan sanitasi dasar pasar tradisional.


(64)

6. Dukungan pengelola dan pedagang terhadap sanitasi dasar di pasar adalah suatu bentuk himbauan yang dilakukan oleh pengelola maupun pedagang yang berkaitan dengan penyelenggaraan sanitasi dasar.

7. Sanitasi dasar pasar tradisional adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan pasar yang sehat yang memenuhi syarat kesehatan meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia, sistem pengelolaan sampah dan sistem pembuangan air limbah (SPAL).

3.6. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran berupa kuisioner yang ditujukan kepada responden, yaitu pedagang dan pengelola pasar di pasar tradisional Pringgan yang berisi pertanyaan yang berkaitan dengan pengetahuan, sikap, tindakan, serta dukungan pedagang dan pengelola tentang penyelenggaraan sanitasi dasar di pasar tradisional Pringgan.

3.6.1. Kuesioner untuk pedagang a. Pengetahuan

Pengetahuan diukur dengan pertanyaan-pertanyaan tentang sanitasi dasar lingkungan pasar yaitu penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia, SPAL, dan pengelolaan sampah. Pengetahuan responden diukur melalui pertanyaan yang dikelompokkan menjadi 4 indikator, dan setiap indikator terdiri dari 5 pertanyaan, jadi totalnya adalah 20 pertanyaan, dengan ketentuan sebagai berikut : jika responden menjawab “a”, maka akan mendapatkan skore = 3; jika responden menjawab “b”, maka akan mendapatkan skore = 2; jika responden menjawab “c”, maka akan


(65)

mendapatkan skore = 1. Sehingga diperoleh skore tertinggi = 60, selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang, dan rendah dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Baik, jika responden dapat menjawab > 75% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore >45.

2. Sedang, jika responden dapat menjawab 40-75% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore 24 – 45.

3. Kurang, jika responden dapat menjawab < 40% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore < 24.

b. Sikap

Pengukuran untuk sikap terdiri dari 15 pertanyaan dengan jumlah skor tertinggi 30. Jawaban “setuju” bernilai 2 dan jawaban “tidak setuju” bernilai 0. Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh kemudian diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

1. Baik, jika responden dapat menjawab > 75% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore >23.

2. Sedang, jika responden dapat menjawab 40-75% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore 12 – 23.

3. Kurang, jika responden dapat menjawab < 40% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore < 12.


(66)

c. Tindakan

Pengukuran untuk tindakan terdiri dari 7 pertanyaan dengan jumlah skor tertinggi 14. Jawaban “ya” bernilai 2 dan jawaban “tidak” bernilai 0. Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh kemudian diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

1. Baik, jika responden dapat menjawab > 75% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore > 11.

2. Sedang, jika responden dapat menjawab 40-75% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore 5 – 11.

3. Kurang, jika responden dapat menjawab < 40% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore < 5.

d. Dukungan pedagang

Dukungan pedagang diukur 5 pertanyaan dengan ketentuan sebagai berikut : jika responden menjawab “a”, maka skore = 3; jika responden menjawab “b”, maka skore = 2; jika responden menjawab “c”, maka skore = 1. Sehingga diperoleh skore tertinggi = 15, selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang, dan rendah dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Baik, jika responden dapat menjawab > 75% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore >12.

2. Sedang, jika responden dapat menjawab 40-75% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore 6 – 12.

3. Kurang, jika responden dapat menjawab < 40% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore < 6.


(67)

3.6.2. Kuisioner untuk pengelola pasar a. Pengetahuan

Pengetahuan diukur dengan pertanyaan-pertanyaan tentang sanitasi dasar lingkungan pasar yaitu penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia, SPAL, dan pengelolaan sampah. Pengetahuan responden diukur melalui pertanyaan yang dikelompokkan menjadi 4 indikator, dan setiap indikator masing-masing terdiri dari pertanyaan mengenai PAB 5 pertanyaan, toilet/jamban 5 pertanyaan, SPAL 5 pertanyaan, dan sistem pengelolaan sampah 7 pertanyaan maka total pertanyaan adalah 22, dengan ketentuan sebagai berikut : jika responden menjawab “a”, maka memperoleh skore 3; jika responden menjawab “b”, maka memperoleh skore 2; jika responden menjawab “c”, maka memperoleh skore 1. Sehingga diperoleh skore tertinggi = 66, selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang, dan rendah dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Baik, jika responden dapat menjawab > 75% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore >50.

2. Sedang, jika responden dapat menjawab 40-75% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore 26 – 50.

3. Kurang, jika responden dapat menjawab < 40% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore < 26.

b. Sikap

Sikap responden diukur melalui pertanyaan yang terdiri dari 18 pertanyaan dengan ketentuan sebagai berikut : jika responden menjawab “setuju”, maka akan


(68)

memperoleh skore 2; jika responden menjawab “tidak setuju”, maka akan memperoleh skore 0. Sehingga diperoleh skore tertinggi = 36, selanjutnya dikategorikan atas baik, sedang, dan rendah dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Baik, jika responden dapat menjawab > 75% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore >27.

2. Sedang, jika responden dapat menjawab 40-75% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore 14 – 27.

3. Kurang, jika responden dapat menjawab < 40% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore < 14.

c. Tindakan

Pengukuran untuk tindakan terdiri dari 10 pertanyaan dengan jumlah skor tertinggi 20. Jawaban “ya” bernilai 2 dan jawaban “tidak” bernilai 0. Berdasarkan jumlah nilai yang diperoleh kemudian diklasifikasikan dalam 3 kategori yaitu :

1. Baik, jika responden dapat menjawab > 75% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore > 15.

2. Sedang, jika responden dapat menjawab 40-75% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore 8 – 15.

3. Kurang, jika responden dapat menjawab < 40% dari seluruh pertanyaan atau memperoleh skore < 8.

d. Dukungan pengelola pasar

Dukungan petugas dan pengelola diukur 7 pertanyaan dengan ketentuan sebagai berikut : jika responden menjawab “a”, maka skore = 3; jika responden menjawab


(1)

Lampiran 6 : Hasil Analisa Data

Frequencies (Pengelola)

[DataSet1] D:\SPSS FIRA\PENGELOLA.sav

Frequency Table

Statistics

4 4 4 4

0 0 0 0

Valid Mis sing N Kategori Pengetahuan Kategori Sikap Kategori Tindakan Kategori dukungan Kategori Pengetahuan

4 100,0 100,0 100,0

baik Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Kategori Sikap

4 100,0 100,0 100,0

baik Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Kategori Tindakan

4 100,0 100,0 100,0

sedang Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Kategori dukungan

4 100,0 100,0 100,0

sedang Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

Frequencies (Pedagang)

[DataSet1] G:\Smadav 2011 Rev. 8.4\SKRIPSI SAIA\SKRIPSI VALID\SPSS FIRA\PEDAGANG.sav

Frequency Table

Statistics

81 81 81 81

0 0 0 0

Valid Mis sing N Kategori Pengetahuan Kategori Sikap Kategori Tindakan Kategori Dukungan Kategori Pengetahuan

55 67,9 67,9 67,9

26 32,1 32,1 100,0

81 100,0 100,0 baik

sedang Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Kategori Sikap

14 17,3 17,3 17,3

67 82,7 82,7 100,0

81 100,0 100,0 baik

sedang Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Ka tegori Tindaka n

2 2,5 2,5 2,5

28 34,6 34,6 37,0

51 63,0 63,0 100,0

81 100,0 100,0

baik sedang kurang Total Valid

Frequency Percent Valid P erc ent

Cumulative Percent


(3)

Kategori Dukungan

19 23,5 23,5 23,5

62 76,5 76,5 100,0

81 100,0 100,0 baik

sedang Total Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(4)

Lampiran 9

Foto Hasil Penelitian

Gambar lampiran 1 : Kondisi jamban di Pasar Tradisional Pringgan


(5)

Gambar lampiran 3 : Kondisi Sistem Pembuangan Air Limbah di Pasar Tradisional pringgan


(6)

Gambar lampiran 5 : Kondisi Lantai di Pasar Tradisional Pringgan