dan
severe
memiliki kecerdasan kognitif yang lebih rendah dibanding dengan anak yang normal.
Stunting
juga dapat mempengaruhi kadar hemoglobin anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mamiro 2005 terhadap anak di
Tanzania menunjukkan bahwa anak yang mengalami
stunting
memiliki kadar hemoglobin darah yang rendah.
2.1.4. Metode Pengukuran
Pengukuran antropometri berdasarkan tinggi badan menurut umur berguna untuk mengukur status nutrisi pada populasi, karena pengukuran pertumbuhan
tulang ini mencerminkan dampak kumulatif yang mempengaruhi status nutrisi yang menyebabkan terjadinya
stunting
dan juga mengacu sebagai malnutrisi
kronis Alderman, 2011.
Cara pengukuran antropometri pada anak dengan menggunakan grafik standar panjang tinggi badan menurut umur menurut WHO pada
Training
Course on Child Growth Assessment
yang diterbitkan pada tahun 2008. Data ini menggunakan
Z-score
sebagai
cut-off point
untuk menentukan status antropometri anak yang disusun dalam tabel dibawah ini :
Tabel 2.1 Indikator Pertumbuhan WHO
Z
–
score
Panjang Tinggi badan menurut umur
3
Very tall
2 Normal
1 Normal
0 median Normal
-1 Normal
-2
Stunted
-3
Severely Stunted
Sumber :
Training Course on Child Growth Assessment
WHO, 2008
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Epidemiologi
Menurut data Riskesdas 2013 prevalensi pendek secara nasional pada balita adalah 37,2 yang terdiri dari sangat pendek sebesar 18 dan pendek
19,2. Terdapat 20 provinsi dengan prevalensi diatas nasional 37,2 dengan yang tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur, terendah di Jambi, dan Sumatera
Utara menempati urutan ke – 8 tertinggi.
Gambar 2.1 Kecenderungan Prevalensi Status Gizi TBU -2 SD Menurut Provinsi, Indonesia 2007, 2010, dan 2013
Sumber : Riskesdas, 2013 Prevalensi pendek secara nasional pada anak usia 5
– 12 tahun adalah 30,7 dengan sangat pendek sebesar 12,3 dan pendek sebesar 18,4. Terdapat
15 provinsi di Indonesia dengan prevalensi sangat pendek diatas prevalensi nasional 12,3 dan Sumatera Utara termasuk salah satu dari provinsi tersebut
dengan prevalensi pendek dan sangat pendek diatas 37.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 Prevalensi Pendek Anak Umur 5 –12 Tahun Menurut Provinsi,
Indonesia 2013 Sumber : Riskesdas, 2013
Prevalensi nasional pendek pada remaja usia 13 – 15 tahun adalah 35,1
dengan sangat pendek sebesar 13,8 dan pendek sebesar 21,3. Terdapat 16 provinsi dengan prevalensi sangat pendek diatas prevalensi nasional 13,8.
Sumatera Utara juga termasuk salah satu dari provinsi tersebut dan prevalensi tertinggi terdapat di papua. Prevalensi pendek dan sangat pendek di Sumatera
pada usia 13 – 15 tahun adalah diatas 40.
Gambar 2.3 Prevalensi Pendek Remaja Umur 13 –15 Tahun Menurut Provinsi,
Indonesia 2013 Sumber : Riskesdas, 2013
Universitas Sumatera Utara
Prevalensi pendek secara nasional di Indonesia pada remaja rentang usia 16
– 18 tahun adalah 31,4 dengan sangat pendek sebesar 7,5 dan pendek sebesar 23,9. Sebanyak 17 provinsi dengan pervalensi pendek diatas prevalensi
nasional 23,9 dan Sumatera Utara juga termasuk dari salah satu provinsi tersebut.
Gambar 2.4 Prevalensi Pendek Remaja Umur 16 –18 Tahun Menurut Provinsi,
Indonesia 2013 Sumber : Riskesdas, 2013
2.2. Anemia Defisiensi Besi