BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stunting
merupakan suatu masalah yang sedang dihadapi di dunia ini. Menurut data WHO 2012, terdapat sebanyak 162 juta anak usia di bawah 5 tahun
balita secara global mengalami
stunting
. Seseorang dikatakan sebagai
stunting
apabila tinggi badannya berada di bawah minus dua standar deviasi -2SD dari tabel status gizi WHO
child growth standard
WHO, 2012. Berdasarkan data
Global Nutrition Report
GNR 2014, beberapa negara yang pernah dilaporkan memiliki angka kejadian
stunting
melibihi 40 antara lain Banglades, Kamboja, Etopia, Nepal, Yemen, dan Zambia. India juga
merupakan salah satu negara dengan angka kejadian
stunting
anak balita yang tinggi yaitu 38,8 Data
Rapid Survey Of Children
[RSOC] tahun 2013 – 2014
GNR, 2014. Riset Kesehatan Dasar Riskesdas membagi klasifikasi indikator TBU
yang dikutip dari WHO menjadi 3, yaitu sangat pendek
Zscore
-3,0, pendek -
3,0 ≤ Zscore -2,0 dan normal
Zscore
≥ -2,0. Berdasarkan data Riskesdas 2013, angka kejadian
stunting
di Indonesia pada anak balita adalah 37,2 18 sangat pendek dan 19,2 pendek. Anak usia 5
– 12 tahun adalah 30,7, 12,3 sangat pendek sebesar dan 18,4 pendek. Anak usia 13
– 15 tahun adalah 35,1 13,8 sangat pendek dan 21,3 pendek. Anak usia 15
– 18 tahun adalah 31,4 persen 7,5 sangat pendek dan 23,9 pendek. Sumatera Utara merupakan salah
satu dari 15 provinsi dengan prevalensi anak usia 5 – 12 tahun sangat pendek
diatas prevalensi nasional, dengan angka kejadian pendek sekitar 18 dan sangat pendek 19 Riskesdas, 2013.
Stunting
pada anak disebabkan oleh kurang nutrisi pada ibu hamil dan asupan yang kurang pada bayi dan anak kecil.
Stunting
dapat menyebabkan manifestasi klinis jangka pendek dalam bidang kesehatan berupa peningkatan
mortalitas dan morbiditas, dalam bidang perkembangan anak berupa penurunan
Universitas Sumatera Utara
perkembangan kognitif, motorik ,dan bahasa, dan juga dibidang ekonomi dapat meningkatkan pengeluaran dalam biaya kesehatan. Manifestasi klinis jangka
panjang dalam bidang kesehatan berupa perawakan yang pendek, peningkatan obesitas, dan penurunan kesehatan reproduksi, dalam bidang perkembangan anak
berupa penurunan kapasitas belajar, dan dalam bidang ekonomi dapat menyebabkan penurunan kemampuan kerja dan produktivitas WHO, 2013.
Usia sekolah adalah usia yang sangat penting untuk pertumbuhan anak dalam fisik dan juga mental yang dapat mempengaruhi massa depan. Keadaan gizi
kurang seperti
stunting
pada anak usia sekolah dapat mempengaruhi daya tangkap seorang anak dalam mengikuti pelajaran sekolahnya sehingga mempengaruhi
prestasi belajarnya Picauly, 2013. Berdasarkan penelitian Perignon
et al.
2014 yang dilakukan pada anak usia 6
– 16 tahun di Kamboja menunjukkan bahwa anak yang menderita
stunting
mempunyai kecerdasan kognitif yang lebih rendah dibanding dengan anak yang tidak
stunting
. Didapati juga hasil yang sama pada anak yang menderita
stunting
berat mempunyai nilai yang lebih rendah dibanding anak yang tidak
stunting
. Hasil penelitian ini juga menemukan bahwa anak laki
– laki yang menderita anemia defisiensi besi juga memiliki nilai yang lebih rendah dibanding dengan
yang status besinya normal. Hal tersebut juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Picauly 2013 dengan penurunan status gizi TBU dapat
menurunkan prestasi belajar anak sekolah di Kupang dan Sumba Timur, NTT. Picauly juga menghubungkan tingkat pendapatan keluarga terhadap
stunting
dimana keluarga dengan pendapatan yang rendah mempunyai peluang sebanyak 62,128 kali terjadinya
stunting
pada anak. Menurut Baker 2008 dalam Picauly 2013 menyelamatkan anak supaya tidak pendek
stunting
sangat penting, sebab terkait dengan kecerdasan dan produktivitas kerjanya kelak sebagai generasi
penerus bangsa.
Stunting
juga dapat mempengaruhi kadar hemoglobin darah. Hal tersebut dibuktikan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mamiro 2005 pada anak
berusia 3 – 23 bulan di Kilosa Tanzania menunjukkan adanya hubungan kejadian
stunting
dengan kadar Hb darah yang rendah. Hasil penelitian ini juga
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa pendapatan orang tua yang rendah berhubungan dengan kejadiannya
stunting
pada anak. SD Persa Juara Medan merupakan sekolah dasar yang dibangun untuk
memberikan pendidikan gratis kepada anak – anak yang berasal dari keluarga
dengan perekonomian yang kurang mampu. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Nasikhah 2012 pada anak balita usia 24
– 36 bulan di Kecamatan Semarang Timur menunjukkan bahwa pendapatan keluarga yang rendah
merupakan suatu faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya
stunting
pada anak.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dan masih belum banyak penelitian tentang
stunting
yang dilakukan di Indonesia pada anak usia sekolah dasar, peneliti ingin melakukan penelitian berjudul “Perbedaan Prestasi
Belajar Pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia dan Kadar Hemoglobin pada Anak yang
Stunting
dan Normal Kelas 4 – 6 di SD Persa Juara Medan Tahun
2015”.
1.2. Rumusan Masalah