Ketentuan Hukum Internasional Mengenai HAM

berfungsi memperkuat perlindungan domestik terhadap hak asasi manusia dan menyediakan pengganti jika sistem domestik gagal atau ternyata tidak memadai. 92 Dalam Pasal 28 HAM PBB, setiap orang secara sosial, terhadap ketertiban internasional. Pasal ini sebenarnya mengandung 6 aspek penting. Tiga aspek pertama menggambarkan hubungan HAM di dunia negara-negara ketiga dengan tuntutan nasionalisme. Hal ini terkait dengan pembagian kekuasaan global, harta kekayaan, dan beberapa nilai yang penting : hak politik, ekonomi, sosial, penentu kebudayaan. 93 Di bawah ini kita dapat melihat bahwa melalui Universal Declaration of Human Rights 94 , tanggal 10 Desember 1948, article 14 mengatakan : 1. Everyone has the right to seek and to enjoy in other countries asylum from persecution. 2. This right may not be invoked in the case of prosecution genuinely arising from non-political crime or acts contrary to the purpose and principles of the United Nations. 95 Berdasarkan pasal 14 di atas, kita kaitkan dengan uraian saudara Staffan Bodemar yang mengatakan, Pasal 14 Universal Declaration of Human Rights 92 Ibid. Hal. 1 – 2. 93 Jawahir Thontowi, Op. Cit., Hal. 4. 94 Pernyataan Umum Tentang Hak-Hak Asasi Manusia Bahasa Inggris: Universal Declaration of Human Rights ; singkatan : UDHR adalah sebuah pernyataan yang bersifat anjuran yang diadopsi oleh Majelis Umum Persatuan Bangsa-Bangsa ARES217, 10 Desember 1948 di Palais de Chaillot, Paris. Pernyataan ini terdiri atas 30 pasal yang menggarisbesarkan pandangan Majelis Umum PBB tentang jaminan hak-hak asasi manusia HAM kepada semua orang. Lihat dalam “Pernyataan Umum Tentang Hak-Hak Asasi Manusia”, sebagaimana dimuat dalam http:id.wikipedia.orgwikiPernyataan_Umum_tentang_Hak- Hak_Asasi_Manusia, diakses pada 15 Juni 2014. 95 Sulaiman Hamid, Lembaga Suaka Dalam Hukum Internasional, Op. Cit, Hal. 95. mengakui bahwa “Setiap orang mempunyai hak untuk mencari dan menikmati suaka di negara lain dari ancaman persekusi”. Pemberian izin masuk bagi pencari suaka, perlakuan terhadap mereka dan pemberian status pengungsi dengan demikian merupakan unsur penting dari sistem internasional bagi perlindungan terhadap pengungsi. Sebagaimana tercantum dalam statutanya, perlindungan internasional diabadikan sebagai prinsip utama tugas UNHCR. Perlindungan internasional itu bertujuan menjamin HAM pengungsi, terutama dalam memastikan bahwa tidak ada seorang pengungsi pun dikembalikan secara paksa ke negara dimana ia khawatir bakal mengalami persekusi. 96 Sebagai jalan untuk menumbuhkan kewajiban substantif terhadap HAM dalam hukum internasional ada dua pendekatan yang diajukan dan tampak sangat mudah untuk diterima di bawah kesepakatan hukum internasional. 97 Pertama, sumber HAM hukum internasional dari kewajiban umum HAM dengan mengacu kepada deklarasi HAM PBB 1948, termasuk suatu lembaga yang berwenang untuk menafsirkan ketentuan HAM dari ketentuan PBB. Pendekatan kedua, berusaha untuk mengakomodasikan kesepakatan-kesepakatan sebatas ketentuan Pasal 38 dari ICJ 98 dengan asumsi bahwa peraturan ini sebagai metode paling modern dalam mengartikulasikan dan menerima prinsip-prinsip umum 96 Ibid. 97 Jawahir Thontowi, Op. Cit., Hal. 5. 98 ICJ atau International Court of Justice Mahkamah Internasional berkedudukan di Den Haag, Belanda . Mahkamah merupakan badan kehakiman yang terpenting dalam PBB. Mahkamah terdiri dari lima belas hakim, yang dikenal sebagai ”anggota” mahkamah. Mereka dipilih oleh majelis umum dan dewan keamanan yang mengadakan pemungutan suara secara terpisah. Hakim- hakim dipilih atas dasar kecakapan mereka, bukan atas dasar kebangsaan akan tetapi diusahakan untuk menjamin bahwa sistem-sistem hukum yang terpenting didunia diwakili oleh mahkamah. Lihat dalam “Mahkamah Internasional”, sebagaimana dimuat dalam http:id.wikipedia.orgwikiMahkamah_Internasional , diakses pada 1 November 2014. hukum. Prinsip-prinsip HAM ini belum begitu terbuka dan dapat diterima sepenuhnya, terutama disebabkan karena situasi alamiah dari hukum dan ketidaktentuan di sekitar cara-cara menerapkan HAM. 99 Pelbagai upaya nasional maupun internasional yang dilakukan banyak negara untuk meminta pertanggungjawaban atas pelbagai bentuk pelanggaran HAM yang dilakukan rezim otoritarian di sejumlah negara di dunia ini dimaksudkan untuk mengakhiri atau memutus rantai impunitas impunity. 100 Gerakan untuk melawan impunitas secara efektif dengan cepat mendapat dukungan luas, sebagaimana tercermin pada Konfrensi HAM Dunia di Wina 1993. Dalam Paragraf 60 Konfrensi itu disebutkan, bahwa pengadilan atas pelanggaran HAM akan memberi basis hukum yang kuat bagi tegaknya supremasi hukum yang berkeadilan The Rule of Law. Karena itu kalau pelaku kejahatan kemanusiaan masa lalu dibiarkan berlalu tanpa pertanggungjawaban hukum, akan semakin membenarkan citra kekuasaan yang kebal hukum, dan itu tidak membantu dibangunnya kultur hukum dan demokrasi yang dibutuhkan oleh negara hukum dan demokrasi itu sendiri. 101 Semakin banyak instrument hak asasi manusia internasional diratifikasi dan diimplementasikan oleh Pemerintah sebuah negara, akan makin naik posisi 99 Ibid. 100 Nurhidayat Syarif, Ali Mahrus, Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat In Court System Out Court System, Gramata Publishing, Jakarta, 2011. Hal. V. 101 Ibid. Hal. V. negara itu dilingkungan bangsa – bangsa yang juga akan membawa dampak positif kredibilitasnya dalam pergaulan di msyarakat dunia. 102

C. Pandangan Hukum Internasional Terkait Pelanggaran HAM Yang

Dialami Pencari Suaka di Australia Motivasi negara-negara untuk taat pada hukum internasional sangat menarik untuk dikaji menurut Markus Burgstaller mengingat dalam hubungan internasional tidak ada agen sentral yang memiliki otoritas untuk memaksakan berlakunya hukum tersebut. Paradigma kontrol sosial menurut Markus menggunakan sistem penghargaan reward dan penghukuman sanction. Mereka yang pro sosial mendapatkan penghargaan sedangkan yang anti sosial mendapatkan sanksi. Selanjutnya Markus mengatakan hasil penelitian dan analisisnya menunjukkan bahwa ada 3 alasan mengapa negara – negara atau subyek hukum internasional mau taat pada hukum internasional yaitu : 103 a takut akan adanya sanksi; b terkait kepentingannya sendiri; c kesadaran bahwa hukum itu sah dan harus dilaksanakan. Masyarakat internasional menerima hukum internasional sebagai hukum bukan sekedar kaedah moral belaka. Bilamana hukum internasional merupakan kaedah moral belaka maka tidak akan ada external power atau kekuatan pemaksa dari luar. Dalam kaedah moral positive morality kekuatan pemaksa datang dari 102 Carolina Felicita Gerardine Sunaryati Hartono, Op. Cit., Hal. 23. 103 Markus Burgstaller, Theories of Compliance with International Law: Developments in International Law, Volume 52, Martinus Nijhoff Publishers and VSP, 2005 , Hal. 85-86 kesadaran subyek hukum itu sendiri internal power, yakni hati nurani dan kesadaran dirinya sendiri. 104 Jika konsep hak asasi manusia itu universal, artinya, valid untuk segala tempat dan segala waktu, maka tampak adanya suatu perbedaan penting mengenai bagaimana cara hak – hak itu dikonkretkan dari tempat ke tempat dan dari waktu ke waktu. Meskipun ide hak asasi manusia memiliki kehomogenan yang tampak samar – samar, yang barangkali berasal dari suatu jenis teori hukum kodrati atau realitas sosial, namun jelas bahwa implementasi hak – hak itu oleh negara – negara tidaklah homogen. 105 Pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia merupakan salah satu kewajiban Pemerintah suatu negara terhadap warga negara dan penduduk yang berada di wilayah yuridiksinya dalam mewujudkan suatu masyarakat yang aman, sejahtera dan bebas dari rasa takut dan kekurangan. Upaya mewujudkan masyarakat tersebut hanya akan tercapai apabila masyarakat mampu memenuhi kebutuhan dasarnya atas sangang, pangan, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan secara berkesinambungan dan memadai. 106 Dalam konteks hak asasi manusia, hukum internasional mempunyai kualitas ganda sebab ia menciptakan pengahalan bagi proteksi hak asasi yang 104 Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Penerbitan Atma Jaya Yogyakarta, Cetakan kedua, 1998, Hal. 3 105 Scott Davidson, Op. Cit., Hal. 244. 106 Carolina Felicita Gerardine Sunaryati Hartono, Analisis dan Evaluasi Hukum Tentang Ratifikasi Perjanjian Internasional Di Bidang Hak Asasi Manusia dan Urgensinya Bagi Indonesia, Jakarta, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum Dan Perundang- Undangan. Hal. 32.

Dokumen yang terkait

PENERAPAN KEBIJAKAN SOLUSI PASIFIK OLEH PEMERINTAH AUSTRALIA DALAM MENGENDALIKAN LAJU KEDATANGAN PENGUNGSI DAN PENCARI SUAKA DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL.

0 4 26

Tinjauan Yuridis Prinsip Non Refoulment Terhadap Penolakan Pengungsi Etnis Rohingya Oleh Australia Dan Thailand Menurut Hukum Internasional

0 0 16

Tinjauan Yuridis Prinsip Non Refoulment Terhadap Penolakan Pengungsi Etnis Rohingya Oleh Australia Dan Thailand Menurut Hukum Internasional

0 0 1

Tinjauan Yuridis Prinsip Non Refoulment Terhadap Penolakan Pengungsi Etnis Rohingya Oleh Australia Dan Thailand Menurut Hukum Internasional

0 0 23

Tinjauan Yuridis Prinsip Non Refoulment Terhadap Penolakan Pengungsi Etnis Rohingya Oleh Australia Dan Thailand Menurut Hukum Internasional

1 1 31

Tinjauan Yuridis Prinsip Non Refoulment Terhadap Penolakan Pengungsi Etnis Rohingya Oleh Australia Dan Thailand Menurut Hukum Internasional

0 1 8

Tinjauan Yuridis Prinsip Non Refoulment Terhadap Penolakan Pengungsi Etnis Rohingya Oleh Australia Dan Thailand Menurut Hukum Internasional

1 1 8

BAB II ATURAN - ATURAN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI SUAKA A. Pengertian dan Istilah Pencari Suaka - Tinjauan Yuridis Terhadap Kasus Pengusiran Pencari Suaka Di Australia Menurut Hukum Internasional

0 0 22

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Tinjauan Yuridis Terhadap Kasus Pengusiran Pencari Suaka Di Australia Menurut Hukum Internasional

0 0 13

Tinjauan Yuridis Terhadap Kasus Pengusiran Pencari Suaka Di Australia Menurut Hukum Internasional

0 0 9