Upaya Hukum Internasional Yang Dapat Dilakukan Untuk Australia
negara yang melakukan pelanggaran hukum internasional. Hukum internasional sangatlah kekurangan institusi-institusi formal, demikian menurut Martin Dixon.
77
Hukum internasional yang mengatur tanggung jawab negara bagi korban dari negara lain merupakan salah satu cabang yang paling berkembang dari hukum
tersebut.
78
Dengan diakuinya kedudukan individu sebagai sebagai subjek hukum internasional, maka negara tidak dapat lagi menyatakan bahwa pelanggaran HAM
adalah semata – mata menjadi urusan domestik negara. Karena, HAM dewasa ini
merupakan hak hukum legal rights yang telah diakui dan dijamin oleh hukum internasional. Hukum internasional telah mengatur bahwa HAM harus ditegakkan
melalui instrumen hukum.
79
Jika orang itu sendiri memiliki hak asasi, ia memilikinya dalam kapasitasnya dan tidak berasal dari negara asalnya.
80
Kepemilikan hak asasi internasionalnya
tidak lagi
bersifat dependen
terhadap kepemilikan
kewarganegaraannya. Menurut prosedur, usaha mempertahakan hak asasi seseorang diterima sehubungan dengan perkembangan organisasi internasional
untuk proteksi orang tersebut.
81
Ada satu pertimbangan umum yang harus ditekankan. Sifat hakikat dan tujuan yang sesungguhnya dari lembaga
– lembaga internasional dewasa ini tidak dapat dipahami kecuali apabila kita menyadari bahwa badan
– badan ini
77
Martin Dixon, Texbook on International Law, Blackstone Press Limited, fourth edition, 2001, Hal. 12
78
Philip C. Jessup, Op. Cit., Hal. 119.
79
Andrey Sujatmoko, S.H., M.H., Hukum HAM Dan Hukum Internasional, Jakarta, Rajawali Pers, 2015. Hal. 40.
80
Philip C. Jessup, Op. Cit., Hal. 91.
81
Lessing, La Obligacion internacional de admission de apatridas, 1944.
merupakan salah satu instrumen dengan mana negara – negara bergabung dalam
mengupayakan tujuan bersama guna meningkatkan kesejahteraan umat manusia.
82
Hal tersebut juga terlepas dari hubungan antara lembaga – lembaga
internasional dan individu – individu, yang seperti dalam kasus hubungan antara
negara dan individu – individu, telah memberi pertanda berkembangnya prinsip –
prinsip hukum internasional baru yang penting. Suatu gambaran dapat ditemui dalam Opini Nasihat, yang telah dikemukakan di atas, dari International Court of
Justice, di mana Mahkamah harus memberikan pertimbangan tentang apakah Perserikatan Bangsa
– Bangsa, selain dapat menunut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh pihak wakilnya, juga dapat memperoleh penggantian kerugian untuk
nyata atau bahaya yang timbul terhadap wakil – wakil tersebut, atau terhadap
orang – orang misalnya, keluarganya untuk mana mereka itu berhak atas ganti
rugi. Hukum Internasional mempunyai sifat dan bentuk perwujudan dalam
kenyataannya adalah :
i.
Hukum Internasional tidak bersifat sub – ordinatif seperti hukum nasional.
Sub – ordinatif adalah adanya hubungan tinggi rendah antara rakyat
dengan penguasa, jadi rakyat dipaksa untuk mentaati hukum.
ii.
Hukum Internasional dilandasi oleh persamaan kedudukan antara anggota masyarakat bangsa
– bangsa.
82
J.G. Starke, Op. Cit., hal. 801.
iii.
PBB sebagai organisasi Internasional ter besar bukan sebagai “Badan
Supranasionalis” yang tidak bisa memaksa karena keanggotaan PBB juga bersifat suka rela.
Status negara satu dengan yang lain adalah horizontal sama rata yang berarti tidak ada satu negara pun yang berhak untuk mengadili atau menghakimi
suatu negara, namun jika masyarakat internasional mampu bersikap tegas maka pelanggaran hukum internasional yang dilakukan oleh Australia dapat tidak
terulang kembali. Australia dinilai melanggar kewajiban hukum internasional padahal negara Kangguru itu terikat konvensi dan berkewajiban melindungi
setiap pengungsi yang ada di perairannya. Walaupun pada kenyataannya hukum Internasional tidak dapat
memberikan ancaman sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh Australia. Karena hukum Internasional secara umum tidak memiliki norma
– norma atau aturan - aturan hukum Internasional yang memberikan kewajiban bagi negara
manapun seperti Australia untuk menerima pencari suaka sehingga hal tersebut adalah murni menjadi kedaulatan setiap negara apakah menerima atau menolak
memberikan suaka. Dengan kata lain, hukum Internasional tidak dapat melakukan upaya
hukum apapun terhadap pengusiran pencari suaka di Australia yang dilakukan oleh “Negara Kangguru” tersebut.