PEMBAHASAN ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

B. PEMBAHASAN

Dating violence adalah tindakan yang disengaja intentional , yang dilakukan dengan menggunakan taktik melukai dan paksaan fisik untuk memperoleh dan mempertahankan kekuatan power dan kontrol control terhadap pasangan dating -nya Burandt, Wickliffe, Scott, Handeyside, Nimeh Cope dalam Murray, 2007. Dating violence terdiri atas 3 bentuk yaitu verbal and emotional abuse , sexual abuse dan physical abuse Murray, 2007. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas, dapat dilihat bahwa secara umum terdapat 51,33 308 orang dari 600 orang remaja yang berpacaran di Kota Medan melakukan dating violence. Hal yang sama juga ditemukan oleh penelitian Wubs, Aarø, Flisher, Bastien Onya 2004, yaitu terdapat lebih dari 50 remaja melakukan dating violence kepada pacarnya . Sehubungan dengan hal ini, Nelson dalam Kybler Haberyan, 2008, berpendapat bahwa banyaknya remaja yang melakukan dating violence adalah karenakan remaja memiliki ketidakmampuan untuk mengontrol emosi. Bentuk perilaku yang paling banyak dilakukan oleh remaja tersebut adalah verbal and emotional abuse dibandingkan dengan sexual abuse dan physical abuse. Hal ini dapat dilihat dari jumlah remaja yang melakukan verbal and emotional abuse yaitu sebanyak 308 orang 100 atau dapat dikatakan seluruh subjek penelitian melakukan verbal and emotional abuse, sedangkan sexual abuse 167 orang 54,22 dan physical abuse 267 orang 84,49. Persentase yang hampir sama juga dijumpai pada penelitian Munoz-Rivas, Grana, O`Leary, Gonzalez 2007, yaitu lebih dari 90 remaja melakukan verbal and emotional Universitas Sumatera Utara abuse sedangkan physical dan sexual abuse menempati urutan ke-2 dan ke-3. Lebih lanjut, penjelasan mengenai mengapa lebih banyak yang menjadi pelaku verbal and emotional abuse adalah karena verbal and emotional abuse tidak meninggalkan luka fisik, sehingga tidak dapat dikenali oleh pihak diluar hubungan mereka Brewer dalam Denmasagoenk, 2007. Pada verbal and emotional abuse, remaja yang berpacaran paling banyak melakukan manipulationmaking himher self look pathetic yaitu sebanyak 308 orang 100, untuk sexual abuse yang paling banyak dilakukan adalah unwanted kissing 134 orang 43.51, dan untuk physical abuse yang paling banyak dilakukan adalah hitting, beating shoving sebanyak 207 orang 67,21 yang mana perilaku yang paling banyak dilakukan adalah memukul 86 orang 27,92. Berdasarkan jenis kelamin, yang paling banyak melakukan sexual abuse adalah pria yaitu sebanyak 109 orang 65,27, sedangkan perempuan 58 orang 41,13. Hal ini sesuai dengan penelitian bahwa laki-laki lebih sering melakukan tipe kekerasan ini dibandingkan wanita Hamby, Sugarman, Boney-McCoy, dalam Hetrich O`Learry, 2007 dikarenakan bahwa remaja pria akan melakukan violence karena ingin membuat peningkatan perilaku seksual sexual advances kepada pacarnya Patten, 2000. Selanjutnya, pada bentuk verbal and emotional abuse tidak dijumpai perbedaan jumlah laki-laki dan perempuan yang melakukannya, hal ini juga ditemukan oleh Armijo dalam Furlong, Simental, Greif, Klein Gonzalez, 2004 bahwa jumlah laki-laki dan perempuan yang menjadi pelaku verbal and emotional abuse relatif sama. Akan tetapi, untuk physical abuse ternyata perempuan Universitas Sumatera Utara 90,78 lebih banyak menjadi pelakunya dibandingkan laki-laki 83,23. Ini bisa disebabkan onset pubertas dan ukuran fisik remaja putri yang memiliki ukuran tubuh yang sama atau lebih besar dibandingkan remaja putra, sehingga remaja putri lebih sedikit didominasi oleh pria secara fisik Ge, Brody, Conger,, Simons., Murry, dalam Windle Mrug, 2009. Menurut O`Keeffe dalam Hickman, Jaycox Aronoff, 2004, perempuan melakukan violence kepada pasangannya adalah untuk pertahanan diri atas violence yang dilakukan oleh pasangan prianya, lebih spesifik Watson, Leaf, O`Leary 2001 menemukan bahwa perempuan atau remaja putri di kota lebih banyak melakukan violence dibandingkan remaja di daerah desa, atau pinggiran kota sebagai respon terhadap violence yang dilakukan pacarnya kepadanya. Berdasarkan usia, remaja awal 37,66 lebih banyak melakukan dating violence dibandingkan remaja tengah 26,3 dan remaja akhir 36,04 , terkait dengan hasil penelitian ini, Brown dalam Leaver, 2007 berpendapat bahwa pada masa remaja awal perilaku dating dilakukan sebagai usaha untuk menegosiasiakan identitas agar diterima oleh teman sebaya, jadi ketika terdapat violence dalam hubungan tersebut maka hal itu semata-mata dilakukan agar mendapatkan pengakuan dan penerimaan dari teman sebaya. Selain itu dikarenakan juga remaja awal kurang dalam hal kepercayaan dalam hubungan dibandingkan dengan usia yang lebih tua , hal inilah yang menyebabkan violence terjadi dalam hubungan tersebut Windle Murg, 2009. Jika ditinjau dari bentuk-bentuk dating violence- nya, remaja awal dan remaja tengah memiliki persentase yang tinggi dalam sexual abuse dan physical abuse dibandingkan Universitas Sumatera Utara dengan remaja akhir. Menurut Silverman, Decker, Reed, Rothman, Hathaway, Raj, Miller 2006, hal ini terjadi karena remaja awal dan tengah kurang dalam hal memperhitungkan resiko fisik dan seksual dari perilaku yang mereka lakukan dalam hubungan dating . Jika dibedakan berdasarkan tingkat pendidikan, verbal and emotional abuse tidak menunjukkan angka yang bervariasi dikarenakan masing-masing tingkat pendidikan memperoleh persentase yang sama yaitu 100, untuk sexual abuse remaja di Perguruan Tinggi memiliki persentase yang lebih rendah dibandingkan remaja di SMP dan SMA, begitu juga dengan physical abuse. Menurut O`Keeffe, Brockopp Chew 2001, hal ini dikarenakan siswa sekolah menengah pertama dan sekolah menengah akhir kurang bisa meminimalkan dan menolak terjadinya interaksi yang melibatkan violence dalam hubungan mereka. Menurut Domestic and Dating Violence: An Information and Resource Handbook dalam Murray, 2007, hal-hal yang berkontibusi bagi terjadinya dating violence pada remaja adalah penerimaan teman sebaya, harapan peran gender, pengalaman yang sedikit, jarang berhubungan dengan pihak yang lebih tua, sedikit akses ke layanan masyarakat, legalitas, penggunaan obat-obatan. Faktor dalam hubungan relationship factor dan penggunaan alkohol juga memainkan peranan penting dalam terjadinya dating violence. Hal ini juga ditunjukkan pada penelitian ini bahwa 95,83 dari pengguna alkohol menjadi pelaku sexual abuse dan 79,17 dari pengguna alkohol melakukan physical abuse. Alkohol sendiri menurut Black dkk dalam World Report on Violence and Health , 2002 dapat Universitas Sumatera Utara mengakibatkan menurunnya kemampuan individu dalam menginterpretasikan sesuatu, sehingga kerap melakukan violence . Berdasarkan lama menjalin hubungan dating, remaja yang menjalin hubungan dating kurang dari 6 bulan sampai lebih dari 6 bulan memiliki persentase yang sama dalam verbal and emotional abuse. Remaja yang berpacaran kurang dari 6 bulan sampai 6 bulan ternyata memiliki persentase 57,30 lebih tinggi dibandingkan remaja yang berpacaran lebih dari 6 bulan 50. Bentuk yang ketiga, yaitu physical abuse menunjukkan bahwa remaja yang berpacaran kurang dari 6 bulan memiliki persentase yang lebih rendah 86,13 dibandingkan remaja yang berpacaran lebih dari 6 bulan 88,64. Menurut Flood dan Fergus 2008, hal ini terjadi dikarenakan perbedaan toleransi jenis violence yang bisa mereka lakukan dalam hubungan tersebut. Bagi remaja yang tidak mentolerir terjadinya sexual abuse dalam hubungan dating mereka, maka mereka kerap akan mengakhiri hubungan dengan cepat jika pasangan mereka melakukan sexual abuse pada mereka, begitu juga dengan ke 2 bentuk dating violence lainnya. Hasill tambahan menunjukkan bahwa semakin meningkat durasi berpacaran maka akan meningkatkan jumlah dating violence yang terjadi dalam hubungan itu, hal ini dapat dilihat dari rata-rata violence yang dilakukan oleh remaja yang berpacaran di Kota Medan, yaitu dalam hubungan pacaran 0-6 bulan terdapat rata-rata 12 kali violence yang terjadi, dan dalam hubungan pacaran lebih dari 6 bulan terdapat rata-rata 13 kali violence yang terjadi dalam hubungan pacaran tersebut . Menurut Follingstad, Rutledge, Polek, McNeill-Hawkins Universitas Sumatera Utara dalam Luthra Gidycs, 2006 jika 1 violence yang dilakukan seorang pacar terhadap pasangannya tidak dikomplain oleh pasangannya, maka sang pacar merasa bahwa pasangannya menerima violence yang dilakukannya, kemudian seiring dengan pertambahan waktu sang pacar akan melakukan violence-violence lainnya. Buss Geen dalam Winstock, 2006 berpendapat bahwa terdapatnya variasi persentase dari verbal and emotional abuse, sexual abuse dan physical abuse terjadi karena semua perilaku tersebut bertujuan agar sang pelaku mendapatkan apa yang diinginkan dengan menyakiti pacarnya, ketika salah satu abuse lebih berhasil untuk memaksa pacar melakukan sesuatu yang dinginkannya, maka sang pelaku akan melakukan abuse itu lagi dikemudian hari . Terjadinya dating violence pada masa remaja penting untuk diantisipasi, mengingat dampaknya akan terbawa pada hubungan dating romantis yang akan mereka jalani di masa selanjutnya. Masing-masing bentuk dating violence yang dilakukan akan mengakibatkan kerugian pada orang yang menjadi korbannya, baik secara psikologis maupun fisik, seperti akan mengakibatkan turunnya motivasi, kesulitan konsentrasi dan membuat keputusan, rendahnya self esteem , merasa selalu gagal dan tidak berharga, putus asa, menyalahkan diri sendiri dan self destructiveness Engel, 2002, luka fisik seperti patah tulang, AIDS, infeksi penyakit seksual dan kehamilan bagi wanita Kelly,2006. Setiap penelitian tentunya tidak pernah luput dari kelemahan. Demikian halnya juga dengan penelitian ini. Salah satu kelemahan dalam penelitian ini adalah sebagian subjek yang diambil dari 1 institusi sekolah tidak mendapatkan Universitas Sumatera Utara penjelasan yang seutuhnya dari peneliti, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu yang diberikan pihak sekolah untuk peneliti berada di dalam kelas, sehingga ketika subjek tersebut kurang mengerti bahasa yang terdapat di kuesioner kemungkinan subjek tersebut mencari tahu sendiri dan bukan dari peneliti, hal ini bisa mengakibatkan misinterpretasi diantara subjek dan peneliti, sehingga bisa saja jawaban yang diberikan bukanlah jawaban yang sebenarnya diminta oleh pertanyaan tersebut. Sedikitnya waktu yang diberikan pihak sekolah mengakibatkan peneliti tidak dapat mengecek masing-masing kuesioner ditempat tersebut, sehingga akan merugikan dari segi biaya. Yaitu kuesioner yang tidak terisi sampai nomor terakhir tidak dapat diikut sertakan dalam pengolahan data, sehingga peneliti melakukan pencetakan kuesioner ulang. Teknik pembagian kuesioner yang dilakukan secara berkelompok dan berpasangan ditakutkan akan menghasilkan jawaban yang tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dialami subjek. Subjek bisa saja mengikuti jawaban temannya, atau subjek menjawab jawaban yang tidak sesuai dengan dirinya, melainkan yang paling sesuai dengan norma sosial. Kelemahan lainnya yaitu, ditemukan adanya subjek yang kurang konsentrasi menjawab kuesioner dikarenakan mau mengikuti kuis setelahnya. Ada juga subjek yang memiliki prasangka mengenai jurusan yang menjadi tempat peneliti belajar, sehingga subjek yang kurang familiar dengan jurusan peneliti menjawab kuesioner dengan penuh pertimbangan, sembari menebak apa maksud dari pilihan jawaban di kuesioner tersebut. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan menguraikan kesimpulan dan saran-saran yang berhubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan dijabarkan kesimpulan dari penelitian ini yang dilanjutkan dengan diskusi mengenai hasil yang diperoleh dan selanjutnya akan dikemukakan saran-saran yang dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan topik yang sama.

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian maka ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Secara umum angka dating violence remaja yang berpacaran di Kota Medan 53,11 yaitu 308 orang dari 600 orang remaja yang berpacaran. 2. Remaja pria dan wanita memiliki persentase yang sama dalam bentuk verbal and emotional abuse yaitu masing-masing 100. Remaja pria lebih banyak menjadi pelaku sexual abuse 65,27 sementara remaja putri lebih banyak menjadi pelaku physical abuse 90,78. 3. Remaja awal 37,66 lebih banyak menjadi pelaku dating violence dibandingkan remaja tengah 26,3 dan akhir 36,04 4. Remaja awal, tengah, dan akhir tidak memiliki persentase yang berbeda dalam bentuk verbal and emotional abuse yaitu masing-masing 100 . Remaja tengah lebih banyak menjadi pelaku sexual abuse 58,03 dan physical abuse 90,12. Universitas Sumatera Utara