BAB II LANDASAN TEORI
1. Definisi
Dating
Menurut Straus dalam jurnalnya
Prevalence of Violence Against Dating Partners by Male and Female University Students Worldwide
2004.
Dating
didefinisikan sebagai interaksi
dyadic
, termasuk didalamnya adalah mengadakan pertemuan untuk berinteraksi dan melakukan aktivitas bersama dengan keinginan
secara eksplisit dan implisit untuk meneruskan hubungan setelah terdapat kesepakatan tentang status hubungan mereka saat ini.
Collins dalam Marcus, 2007 mengatakan bahwa terdapat 5 hal yang dapat menjelaskan sebuah hubungan sebagai
dating
. Kelima hal tersebut adalah: 1
involvement
– apakah remaja tersebut pacaran, usia dimana dia memulai pacaran, dan konsistensi serta frekuensi pacaran 2
partner-selection
– siapa yang mereka pilih menjadi pacar mereka apakah usianya lebih tua, sama atau dari suku
dan sosioekonomi status yang berbeda atau sama 3
content
– apa yang dilakukan mereka bersama-sama, keberagaman dari aktivitas yang dilakukan
bersama, situasi yang dihindari ketika mereka bersama; 4
quality
– hal dimana hubungan tersebut menghasilkan suatu pengalaman yang menguntungkan, seperti
intimacy
,
affection
,
nurturance
ataukah iritasi,
antagonism, and high conflict and controlling behaviors;
and 5
cognitive and emotional processes
– apakah terdapat partner yang memberikan respon emosional yang merusak, persepsi,
harapan,
schema,
dan atribusi atas diri sendiri yang lebih didasarkan pada emosi.
Universitas Sumatera Utara
Jadi,
dating
adalah interaksi yang didalamnya terdapat pertukaran afeksi, kognisi dan perilaku yang dilakukan oleh dua pihak yang sudah terjalin hubungan,
yang mana interaksi tersebut dilakukan atas dasar kebutuhan kedua pihak dan interaksi ini terjadi melalui pemilihan pasangan.
2. Definisi
Violence
Definisi
violence
menurut VandenBos dalam Marcus, 2007 merupakan ekspresi kemarahan dengan tujuan untuk melukai atau merusak seseorang atau
properti mereka secara fisik, emosi, maupun seksual.
3. Definisi
Dating Violence
Dating violence
adalah tindakan atau ancaman untuk melakukan kekerasan, yang dilakukan salah seorang anggota dalam hubungan
dating
ke anggota lainnya Sugarman Hotaling dalam Krahe, 2001. Selain itu, menurut
The National Clearinghouse on Family Violence and Dating Violence
2006,
dating violence
adalah serangan seksual, fisik, maupun emosional yang dilakukan kepada pasangan, sewaktu berpacaran.
The American Psychological Association
dalam Warkentin, 2008 menyebutkan bahwa
dating violence
adalah kekerasan psikologis dan fisik yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam hubungan pacaran, yang mana perilaku ini
ditujukan untuk memperoleh kontrol, kekuasaan dan kekuatan atas pasangannya. Peneliti di
The University of Michigan Sexual Assault Prevention and Awareness Center
Burandt, Wickliffe, Scott, Handeyside, Nimeh Cope dalam
Universitas Sumatera Utara
Murray, 2007 mendefiniskan
dating violence
sebagai tindakan yang disengaja
intentional
, yang dilakukan dengan menggunakan taktik melukai dan paksaan fisik untuk memperoleh dan mempertahankan kekuatan
power
dan kontrol
control
terhadap pasangan
dating
-nya. Lebih lanjut dikatakan bahwa perilaku ini tidak dilakukan atas paksaan orang lain, sang pelaku lah yang memutuskan untuk
melakukan perilaku ini atau tidak, perilaku ini ditujukan agar sang korban tetap bergantung atau terikat dengan pasangannya.
Jadi,
dating violence
adalah ancaman atau tindakan untuk melakukan kekerasan kepada salah satu pihak dalam hubungan berpacaran, yang mana
kekerasan ini ditujukan untuk memperoleh kontrol, kekuasaan dan kekuatan atas pasangannya. Perilaku ini bisa dalam bentuk kekerasan emosional, fisik dan
seksual.
4. Bentuk-Bentuk
Dating Violence
a.
Verbal and Emotional Abuse Verbal
and emotional
abuse
adalah ancaman yang dilakukan pasangan terhadap pacarnya dengan perkataan maupun mimik wajah.
Menurut Murray 2007,
verbal and emotional abuse
terdiri dari: 1.
Name calling
Seperti mengatakan pacarnya gendut, jelek, malas, bodoh, tidak ada seorangpun yang meninginkan pacarnya, mau muntah melihat pacarnya.
Universitas Sumatera Utara
Mereka menerima tipe kekerasan ini, karena mereka tidak memiliki
self esteem
yang tinggi, sehingga tidak bisa mengatakan jika saya jelek, mengapa kamu masih bersama saya sekarang
2.
Intimidating looks
Pasangannya atau pacarnya akan menunjukkan wajah yang kecewa tanpa mengatakan alasan mengapa ia marah atau kecewa dengan pacarnya, jadi
pihak laki-laki atau perempuannya mengetahui apakah pacarnya marah atau tidak dari ekspresi wajahnya.
3.
Use of pagers and cell phones
Seorang pacar ada yang memberikan ponsel kepada pacarnya, supaya dapat mengingatkan atau supaya tetap bisa menghubungi pacarnya. Alat
komunikasi ini memampukan pacarnya untuk memeriksa keadaan pacarnya sesering mereka mau. Ada juga dari mereka yang tidak memberikan ponsel
kepada pacarnya, namun baik yang memberikan ponsel maupun yang tidak memberikan ponsel tersebut akan marah ketika orang lain menghubungi
pacarnya, meskipun orangtua dari pacarnya, karena itu mengganggu kebersamaan mereka. Individu ini harus mengetahui siapa yang
menghubungi pacarnya dan mengapa orang tersebut menghubungi pacarnya. 4.
Making a boygirl wait by the phone
Seorang pacar berjanji akan menelepon pacarnya pada jam tertentu, akan tetapi sang pacar tidak menelepon juga. Pacar yang dijanjikan akan
ditelepon, terus menerus menunggu telepon dari pasangannya, membawa teleponnya kemana saja di dalam rumah, misalnya pada saat makan bersama
Universitas Sumatera Utara
keluarga. Hal ini terjadi berulangkali, sehingga membuat si pacar tidak menerima telepon dari temannya, tidak berinteraksi dengan keluarganya
karena menunggu telepon dari pacarnya. 5.
Monopolizing a girl’s boy`s time Korban
dating violence
cenderung kehabisan waktu untuk melakukan aktivitas dengan teman atau untuk mengurus keperluannya, karena mereka
selalu menghabiskan waktu bersama dengan pacarnya.
6. Making a girl`s boy`s feel insecure
Seringkali orang yang melakukan
dating violence
memanggil pacarnya dengan mengkritik, dan mereka mengatakan bahwa semua hal itu dilakukan
karena mereka sayang pada pacarnya dan menginginkan yang terbaik untuk pacarnya. Padahal mereka membuat pacar mereka merasa tidak nyaman.
Ketika pacar mereka terus menerus dikritik, mereka akan merasa bahwa semua yang ada pada diri mereka buruk, tidak ada peluang atau kesempatan
untuk meninggalkan pasangannya. 7.
Blaming
Semua kesalahan yang terjadi adalah perbuatan pasangannya, bahkan mereka sering mencurigai pacar mereka atas perbuatan yang belum tentu
disaksikannya, seperti menuduhnya melakukan perselingkuhan. 8.
Manipulation making himself look pathetic
Hal ini sering dilakukan oleh pria. Perempuan sering dibohongi oleh pria, pria biasanya mengatakan sesuatu hal yang konyol tentang kehidupan,
misalnya pacarnyalah orang yang satu-satunya mengerti dirinya, atau
Universitas Sumatera Utara
mengatakan kepada pacarnya bahwa dia akan bunuh diri jika tidak bersama pacarnya lagi.
9.
Making threats
Biasanya mereka mengatakan jika kamu melakukan ini, maka saya akan melakukan sesuatu padamu. Ancaman mereka bukan hanya berdampak pada
pacar mereka, tetapi kepada orangtua, dan teman mereka.
10. Interrogating
Pasangan yang pencemburu, posesif, suka mengatur, cenderung menginterogasi pacarnya, dimana pacarnya berada sekarang, siapa yang
bersama mereka, berapa orang laki-laki atau wanita yang bersama mereka, atau mengapa mereka tidak membalas pesan mereka.
11.
Humiliating her him in public
Mengatakan sesuatu mengenai organ tubuh pribadi pacarnya kepada pacarnya di depan teman-temannya. Atau mempermalukan pacarnya di
depan teman-temannya. 12.
Breaking treasured items
Tidak memperdulikan perasaan atau barang-barang milik pacar mereka, jika pasangan mereka menangis, mereka menganggap hal itu sebuah kebodohan.
b.
Sexual Abuse Sexual
abuse
adalah pemaksaan untuk melakukan kegiatan atau kontak seksual sedangkan pacar mereka tidak menghendakinya Murray, 2007. Pria
Universitas Sumatera Utara
lebih sering melakukan tipe kekerasan ini dibandingkan wanita Hamby, Sugarman, Boney-McCoy, dalam Heatrich O`Learry, 2007.
Menurut Murray 2007,
sexual abuse
terdiri dari: 1.
Date rape
Melakukan hubungan seks tanpa ijin pasangannya atau dengan kata lain disebut dengan pemerkosaan. Biasanya pasangan mereka tidak mengetahui
apa yang akan dilakukan pasangannya pada saat itu. 2.
Unwanted touching
Sentuhan yang dilakukan tanpa persetujuan pasangannya, sentuhan ini kerap kali terjadi di bagian dada, bokong dan yang lainnya.
3.
Unwanted kissing
Mencium pasangannya tanpa persetujuan pasangannya, hal ini bisa terjadi di area publik atau di tempat yang tersembunyi.
c.
Physical Abuse Physical abuse
adalah perilaku yang mengakibatkan pacar terluka secara fisik, seperti memukul, menampar, menendang dan sebagainya Murray, 2007.
Wanita juga melakukan kekerasan tipe ini dengan pasangannya akan tetapi konsekuensi fisik yang dihasilkan tidak begitu berbahaya seperti yang dilakukan
pria terhadap wanita. Cantos, Neidig, O’Leary, 1994; Cascardi,
Langhinrichsen, Vivian, 1992; Stets Straus, dalam Heatrich O`Learry, 2007.
Physical abuse
terdiri dari Murray, 2007:
1. Hitting, beating, shoving, pushing
Universitas Sumatera Utara
Ini merupakan tipe
abuse
yang dapat dilihat dan diidentifikasi, perilaku ini diantaranya adalah memukul, menampar, menggigit, mendorong ke
dinding dan mencakar baik dengan menggunakan tangan maupun dengan menggunakan alat. Hal ini menghasilkan memar, patah kaki, dan lain
sebagainya. Hal ini dilakukan sebagai hukuman kepada pasangannya. Mark McGwire dan Sammy Sosa dalam Murray, 2007
2. Restraining
Perilaku ini dilakukan pada saat menahan pasangan mereka untuk tidak pergi meninggalkan mereka, misalnya menggengam tangan atau
lengannya terlalu kuat. 3.
Roughhousingplay wrestling
Menjadikan pukulan sebagai permainan dalam hubungan, padahal sebenarnya pihak tersebut menjadikan pukulan-pukulan ini sebagai taktik
untuk menahan pasangannya pergi darinya. Ini menandakan dominasi dari pihak yang melayangkan pukulan tersebut.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Dating Violence
Pada Remaja
Berdasarkan
Domestic and Dating Violence: An Information and Resource Handbook
dalam Murray, 2007. Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi untuk
dating violence
, yaitu: a.
Penerimaan Teman
Sebaya
Universitas Sumatera Utara
Remaja cenderung ingin mendapatkan penerimaan dari teman sebaya mereka, misalnya remaja pria dituntut oleh teman sebayanya untuk
melakukan kekerasan sebagai tanda kemaskulinan mereka Leaver, 2007. b.
Harapan Peran Gender Pria diharapkan untuk lebih mendominasi sedangkan wanita diharapkan
untuk lebih pasif. Pria yang menganut peran gender yang mendominasi akan lebih cenderung mengesahkan perbuatan
dating violence
kepada pasangannya, sedangkan wanita yang menganut peran gender yang pasif,
akan lebih menerima
dating violence
dari pasangannya. c.
Pengalaman Yang Sedikit Secara umum, remaja memiliki sedikit pengalaman dalam berpacaran dan
menjalin hubungan dibandingkan dengan orang dewasa, dan remaja tidak mengerti seperti apa pacaran yang benar, dan apakah setiap hal yang
mereka lakukan saat pacaran adalah baik. Contohnya, cemburu dan posesif dari
abuser
dilihat sebagai tanda cinta dan sesuatu yang dipersembahkan dari
abuser
. Karena kurangnya pengalaman, mereka menjadi kurang objektif dalam
menilai hubungan mereka. d.
Jarang Berhubungan dengan Pihak yang Lebih Tua Nancy Worcester in “A More Hidden Crime: Adolescent Battered
Women”
The Network News, JulyAugust 1993
menyebutkan bahwa remaja selalu merasa bahwa orang dewasa tidak akan menanggapi mereka
dengan serius, dan mereka menganggap bahwa intervensi dari orang
Universitas Sumatera Utara
dewasa akan membuat kepercayaan diri dan kemandirian diri mereka hilang. Inilah yang membuat mereka menutupi
dating violence
yang terjadi pada diri mereka.
e. Sedikit akses ke layanan masyarakat
Anak dibawah usia 18 tahun mempunyai akses yang sedikit ke pengobatan medis, dan meminta perlindungan ke tempat penampungan orang-orang
yang menjadi korban kekerasan. Mereka membutuhkan panduan orangtua, tetapi mereka takut mencarinya. Hal ini akan menghambat remaja untuk
terlepas dari kekerasan dalam pacaran. f.
Legalitas Kesempatan legal berbeda antara orang dewasa dan remaja, dimana remaja
kurang memiliki kesempatan legal. Remaja sering kali memiliki akses yang sedikit ke pengadilan, polisi dan bantuan. Ini merupakan rintangan
bagi remaja untuk melawan
dating violence.
g. Penggunaan
Obat
-
obatan Obat-obatan tidak merupakan penyebab
dating violence
, tetapi ini dapat meningkatkan peluang terjadinya
dating violence
dan meningkatkan keberbahayaannya.
Obat-obatan menurunkan
kemampuan untuk
menunjukkan kontrol diri dan kemampuan membuat keputusan yang baik dihadapan wanita ataupun prianya.
Universitas Sumatera Utara
World Report On Violence And Health
1999 mengindikasikan faktor-faktor yang
menyebabkan
dating violence
diantaranya: a.
Faktor Individual Faktor demografi yang dapat menyebabkan seseorang melakukan
kekerasan kepada pasangannya adalah usia yang muda dan memiliki status ekonomi yang rendah.
The Health and Development Study in Dunedin, New Zealand
– Dalam satu penelitian longitudinalnya menunjukkan bahwa seseorang yang berasal dari keluarga yang melakukan kekerasan-
berasal keluarga umumnya berada pada level ekonomi yang rendah, memiliki prestasi akademis yang rendah atau pendidikan yang rendah,
maka mereka akan melakukan
dating violence
. b.
Sejarah Kekerasan dalam Keluarga Studi yang dilakukan di Brazil, Afrika dan Indonesia menunjukkan bahwa
dating violence
cenderung dilakukan oleh laki-laki yang sering mengobservasi ibunya yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga.
c. Penggunaan Alkohol
Penelitian Black, dkk yang diadakan di Brazil, Cambodia, Canada, Chile, Colombia, Costa Rica, El Salvador, India, Indonesia, Nicaragua, Afrika
Selatan, Spanyol dan Venezuela menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peminum minuman keras dengan menjadi pelaku
dating violence
. Yaitu bahwa alkohol dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan individu dalam menginterpretasikan sesuatu
World Report on Violence and Health
, 2002 . Lebih lanjut Borsary Carey dalam
Universitas Sumatera Utara
Roudsary, Leahy Walters, 2009 menggunakan pengukuran penggunan alcohol satu kali seminggu dalam memprediksikan pelaku
dating violence.
d. Gangguan
Kepribadian Penelitian di Canada menunjukkan bahwa laki-laki yang menyerang
pasangannya cenderung mengalami
emotionally dependent, insecure
dan rendahnya
self
-
esteem
sehingga sulit mengontrol dorongan-dorongan yang ada dalam diri mereka. Mereka juga memiliki skor yang tinggi pada skala
personality disorder
termasuk diantaranya
antisocial, aggressive and borderline personality disorders
. e.
Faktor dalam Hubungan O’Kefee 2005 mengatakan bahwa, kurangnya kepuasan dalam
hubungan, semakin banyaknya konflik yang terjadi dalam hubungan tersebut akan meningkatkan terjadinya
dating violence.
Lewis Fremouw, Ray Gold, Billingham dalam Luthra dan Gidycs, 2006 penelitiannya mengatakan bahwa semakin lama durasi suatu
hubungan, maka
dating violence
dalam hubungan tersebut semakin meningkat. Follingstad, Rutledge, Polek, McNeill-Hawkins dalam
Luthra Gidycs, 2006 menyebutkan bahwa dengan pertambahan setiap 6 bulan durasi
dating.
Korban dari kekerasan berulang kali akan lebih bisa bertahan dalam hubungan yang dijalaninya, daripada korban yang
mengalami sekali kekerasan Atau dengan kata lain, semakin sering dilakukan suatu kekerasan kepada pasangannya maka sang pelaku akan
semakin merasa bahwa si korban menerima perilaku kekerasan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
f. Faktor
Komunitas Dengan tingkat ekonomi yang tinggi, maka orang-orang lebih mampu
untuk melakukan perlindungan ataupun pembelaan terhadap kekerasan yang dialaminnya. Meskipun tidak selalu benar bahwa kemiskinan
meningkatkan kekerasan. Tapi tinggal dalam kemiskinan dapat menyebabkan
hopelessness
. Untuk beberapa pria, tinggal dalam kemiskinan bisa mengakibatkan stress,
frustrasi, dan perasaan tidak mampu untuk memenuhi harapan sosial, atau hidup sesuai dengan harapan sosial. Peran gender tradisional, ada tidaknya
sanksi dalam komunitas itu, atau daerah tempat tinggal pelaku dan korban merupakan bekas daerah perang sehingga tersedia peralatan perang juga
turut berperan. Terpapar dengan kekerasan yang terjadi di komunitas berhubungan dengan
menjadi pelaku
dating violence
dikedua gender Malik dalam O`Kefee, 2005. Terpapar dengan kekerasan yang terjadi di komunitas akan
meningkatkan kekerasan yang terjadi, mungkin ini disebabkan oleh penerimaan seseorang mengenai
violence
tersebut.
O’Keefe, 2005.
6. Dampak
Dating Violence
Berikut adalah dampak
dating violence
menurut Kelly 2006
a. Secara Fisik
Universitas Sumatera Utara
Dating violence
dapat mengakibatkan luka dibagian wajah, tulang, bagian tubuh lainnya, AIDS, penyakit seksual lainnya dan bahkan dapat
mengakibatkan kematian. b.
Secara Psikologis 1.
Fear
Ketakutan merupakan perasaan yang paling dominan yang dirasakan oleh korban. Hal ini akan membayang-bayangi kemana saja mereka
akan pergi dan apa saja yang akan mereka lakukan. Bahkan juga dapat mengganggu pola tidur mereka, seperti dapat mengakibatkan insomnia
atau mimpi buruk. Terganggunya tidur dapat mengakibatkan korban tergantung pada obat tidur.
2.
Low self
-
esteem
: Akhir dari
dating violence
yang dialami oleh korban adalah hancurnya
self esteem
. Kepercayaan diri, rasa berharga atas dirinya, dan keyakinan tentang kemampuannya semua berubah. Kekerasan yang
lebih hebat lagi dan lebih lama lagi akan menurunkan
self image
seseorang, misalnya mereka mulai percaya nama yang digunakan pasangan mereka ketika memanggil mereka, seperti bodoh, tidak bisa
berbuat apapun, jelek dan sebagainya menjadi bagian dari diri mereka. 3.
Internalization of oppression
Korban yang mengalami
dating violence
akan melihat diri mereka sebagai pihak yang inferior, karena terus menerus mendapatkan
tekanan dari pacarnya.
Universitas Sumatera Utara
4.
Internalized Blame
Mereka yang menjadi korban seringkali percaya bahwa merekalah yang bersalah dan menyebabkan kekerasan terjadi. Mereka berfikir
bahwa mereka mendapatkan kekerasan karena mereka melakukan kesalahan
5.
Helplessness
Korban
dating violence
sering kali merasa tidak berdaya, hal ini berarti bahwa usaha mereka untuk mengontrol, lari atau menghindar dari
dating violence
tidak berhasil. Ini akan menghasilkan perasaan tak berdaya yang mengarahkan pada kepercayaan mereka bahwa mereka
tidak dapat merubah situasi. 6.
Isolation
Korban akan jauh dari orang-orang yang mungkin akan menolong mereka. Hal ini karena pasangan mereka mengatur segala sesuatu
mengenai hidup mereka. 7.
Mood Swings
Korban
dating violence
dapat menjadi sangat tidak stabil secara emosional dengan
mood
yang tidak sesuai dengan situasi. Hal ini membuat mereka sulit untuk memahami sesuatu. Satu waktu mereka
tertawa, tak lama kemudian mereka menjadi menangis.
Universitas Sumatera Utara
7. Karakteristiik Orang Yang Akan Menjadi Pelaku
Dating Violence
Beberapa ciri orang yang akan melakukan
dating violence
adalah: 1.
Rendahnya
self esteem
atau
self image
yang buruk
Self esteem
adalah keseluruhan sikap kepada diri, apakah positif atau
negatif Rosenberg, dalam Baron, Byrne Branscombe, 2006. Orang-
orang dengan
self esteem
dan
self image
yang rendah ingin meningkatkan
self esteem
dan
self image
mereka dengan menunjukkan kekuatan mereka atas pasangan mereka.
2. Toleransi yang sedikit kepada frustrasi
Frustrasi didefinisikan sebagai perasaan yang timbul ketika terdapat situasi yang merintangi
goal
Dollard, Doob, Miller, Mower; Sears dalam Baron et al
.
, 2006.
Roseinzweig
dalam Kellen, 2009 mengatakan
bahwa reaksi seseorang kepada situasi frustrasi bisa
favorable
atau tidak
favorable
berdasarkan toleransi frustrasi seseorang. Kellen 2009 mengatakan bahwa memiliki toleransi frustasi yang rendah seringkali
merupakan faktor yang dapat menciptakan kemarahan dan kekerasan. 3.
Mood yang sering berubah-ubah Orang dengan tipe ini biasanya kelihatan tenang dalam beberapa menit,
dan tiba-tiba berperilaku agresif kemudian Adetunji, 2008. 4.
Short tempered or anger prone
Cenderung mengekspresikan
ketakutan atau
kecemasan sebagai
kemarahan, atau menolak untuk mendiskusikan perasaan mereka, dan kemudian menunjukkan kemarahan meraka yang meledak
–ledak
Universitas Sumatera Utara
5. Kecemburuan yang berlebihan
Kecemburuan terjadi dengan pihak ketiga dalam hubungan, dimana pihak yang cemburu merasa bahwa pasangan mereka membina hubungan
dengan oranglain. Seseorang yang pencemburu menunjukkan ekspresi cemburu mereka, seperti kemarahan maupun kekerasan fisik Peppermint,
2006. 6.
Terlalu posesif Posesif merupakan perasaan takut akan kehilangan seseorang Hendrick
Hendrick dalam Baron, Byrne Branscombe 2006. Perasaan ini membuat pasangan mereka ingin mengontrol segala sesuatu mengenai
pasangannya, dan tidak jarang kontrol yang dilakukan terlalu berlebihan dan mengekang pasangannya.
C.
Dating
dan Remaja Kota Medan
Remaja merupakan masa transisi, suatu masa dimana periode anak-anak sudah terlewati dan disatu sisi belum dikatakan dewasa Stuart and Sundeen,
1995. Steinberg 2002 menyatakan masa remaja sebagai masa peralihan dari ketidakmatangan pada masa kanak-kanak menuju kematangan pada masa dewasa.
Masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun dan terbagi menjadi masa remaja awal usia 12-15 tahun, masa remaja pertengahan usia 15-18
tahun, dan masa remaja akhir usia 18-21 tahun Monks, Knoer Haditono.,
Universitas Sumatera Utara
2002. Ciri yang menonjol pada masa ini adalah individu mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang amat pesat, baik fisik, emosional dan sosial Hurlock,
1999. Perubahan sosial yang ditunjukkan remaja adalah memisahkan diri dari
orangtua dan menuju kearah teman sebaya. Perubahan sosial yang paling menonjol adalah hubungan heteroseksual. Remaja akan memperlihatkan
perubahan radikal dari tidak menyukai lawan jenis menjadi lebih menyukai. Remaja ingin diterima, diperhatikan dan dicintai oleh lawan jenis dan
kelompoknya Hurlock, 1999. Medan yang merupakan Kota terbesar yang mengalami kemajuan dan
pembangunan diluar Pulau Jawa, memiliki Remaja yang umumnya mengunjungi
mall
, plaza, diskotik, kafe, pantai, bioskop. Remaja mengunjungi tempat-tempat tersebut untuk melepaskan beban psikisnya bersama dengan teman-temannya.
Berbeda dengan tempat sebelumnya, rumah makan, pertokoan dan pasar, stasiun KA dan terminal serta pinggiran jalan raya merupakan tempat-tempat yang pada
umumnya memberikan kebutuhan sosial dan ekonomi. Pada umumnya ditempat- tempat ini remaja melakukan aktivitas ekonomi, seperti menjadi tukang parkir,
semir sepatu, padagang asongan dan pengamen. Meskipun demikian, sebagian remaja wanita ada yang memperoleh kebutuhan ekonomi di tempat-tempat seperti
diskotik, kafe, kompleks hotel, bioskop dan pantai, antara lain sebagai penjaja seks. Sebagian yang lain minum-minuman keras, menggunakan narkotika, dan
melakukan transaksi seksual. Sebagian dari remaja ada yang pulang semaunya. Sebagian yang lain bahkan jarang sekali pulang. Mereka hidup dijalanan, emperan
Universitas Sumatera Utara
toko, plaza, mall, atau di stasiun KA dan terminal bus, yang sudah layaknya seperti rumah bagi mereka Damanik, 2006.
Sebagai kota metropolitan, perilaku gaya berpacaran remaja Medan diyakini tak terlalu berbeda dibandingkan kota-kota besar lainnya. Sekarang
banyak ditemui pasangan remaja yang berpegangan tangan atau memadu kasih, di taman, pusat perbelanjaan, dan sebagainya. Tindakan pacaran remaja saat ini di
Kota Medan adalah berpegangan tangan dengan pacar, berciuman, berhubungan seks Damanik, 2006.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODE PENELITIAN