Bentuk dan alasan kekerasan berpacaran pelaku premarital sex intercourse pada remaja.

(1)

i

BENTUK DAN ALASAN KEKERASAN BERPACARAN PELAKU PREMARITAL SEX INTERCOURSE

PADA REMAJA

Monica Astria Sitorus

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengungkapkanbentuk dan alasan kekerasan berpacaran pelaku

premarital sex intercourse yang terjadi di kalangan remaja. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode kualitatif fenomenologi dengan teknik wawancara sebagai metode pengumpulan data. Penelitian ini dilakukan terhadap empat informan yang terdiri dari dua perempuan dan dua laki-lakidengan rentang usia 16-24 tahun. Proses validitas menggunakan member checking. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat informan yang telah melakukan premarital sex

intercoursemengalami kekerasan berpacaran dari pasangannyabaik secara fisik maupun psikis.

Kekerasanfisik dialami oleh informan perempuan dan kekerasan psikis dialami oleh informan laki-laki.Bentuk kekerasan fisik yang dialami oleh informan perempuan adalah ditampar, dipukul, dicekik, dan didorong dengan sangat keras. Bentuk kekerasan psikis yang dialami oleh informan laki-laki ialah tidak dapat bergaul dengan teman-temannya.Alasan terjadinya kekerasan berpacaran pada informan perempuan adalah karenapacar informan tidak terima dituduh berselingkuh, berbohong, informan kurang tegas dalam mengambil keputusan untuk berpisah, dan informan yang berpaikain seksi. Alasan terjadinya kekerasan berpacaran pada laki-laki adalah karena informanmenjalin komunikasi dengan wanita lain dan keinginanpacar informan yang ingin selalu bersama.


(2)

ii

FORMS AND REASON OF DATING VIOLENCE IN ADOLESCENT WHO DID PREMARITAL SEX INTERCOURSE

Monica Astria Sitorus

ABSTRACT

The aimed of this study to revealed the forms and the reasons the violences in datingon adolescent who did premarital sex intercourse. This research used phenomenology qualitative method with interview technique as method of data collection. This study conducted on 4 informants consisting of 2 women and 2 men aged 16-24 years old. Validity process used member checking. The result of this study showed that the 4 informants who had premarital sex intercourse experienced dating violence from their partner both physically and psychologically. Physical violence experienced in both women informants and psychological violence by both men informants. The forms of physical violence experienced by woman informant was slapped, beaten, strangled, and pushed hardly. The forms of psychological violence experienced by men informants was not able to hang out with his friends.The reason of dating violence on woman informant was because informant’s partner did not received that he was cheated, lied, the informants are less assertive in taking decision to broke up, and informants weara sexy dress. The reasonsof dating violence in men informants was because men informantsmade a communication with another woman and his partner wanted to be together most of the time.


(3)

i

BENTUK DAN ALASAN KEKERASAN BERPACARAN PELAKU PREMARITAL SEX INTERCOURSE

PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh :

Monica Astria Sitorus NIM : 109114135

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan dan bertekunlah dalam doa!

(Roma 12 : 12)

“Tetaplah Berdoa” (1 Tesalonika 5 : 17)

Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, Yang menaruh harapannya pada TUHAN! (Yeremia 17 : 7)

Arahkanlah perhatianmu kepada didikan, dan telingamu kepada kata-kata pengetahuan.

(Amsal 23 : 12)

Kejadian apapun yang engkau alami didalam hidupmu, Percayalah...

Kamu tetaplah ciptaan Tuhan yang Sempurna dan Berharga


(7)

v

Karya ini saya persembahkan kepada : Tuhan Yesus Kristus, yang senantiasa memberikan mujizat-Nya di setiap tarikan dan hembusan nafas ku Karya luar biasa dari Tuhan Yesus yang diijinkan untuk ku miliki, POLTAK SITORUS’s Family


(8)

(9)

vii

BENTUK DAN ALASAN KEKERASAN BERPACARAN PELAKU PREMARITAL SEX INTERCOURSE

PADA REMAJA

Monica Astria Sitorus

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengungkapkanbentuk dan alasan kekerasan berpacaran pelaku

premarital sex intercourse yang terjadi di kalangan remaja. Metode penelitian yang digunakan

adalah metode kualitatif fenomenologi dengan teknik wawancara sebagai metode pengumpulan data. Penelitian ini dilakukan terhadap empat informan yang terdiri dari dua perempuan dan dua laki-lakidengan rentang usia 16-24 tahun. Proses validitas menggunakan member checking. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat informan yang telah melakukan premarital sex

intercoursemengalami kekerasan berpacaran dari pasangannyabaik secara fisik maupun psikis.

Kekerasanfisik dialami oleh informan perempuan dan kekerasan psikis dialami oleh informan laki-laki.Bentuk kekerasan fisik yang dialami oleh informan perempuan adalah ditampar, dipukul, dicekik, dan didorong dengan sangat keras. Bentuk kekerasan psikis yang dialami oleh informan laki-laki ialah tidak dapat bergaul dengan teman-temannya.Alasan terjadinya kekerasan berpacaran pada informan perempuan adalah karenapacar informan tidak terima dituduh berselingkuh, berbohong, informan kurang tegas dalam mengambil keputusan untuk berpisah, dan informan yang berpaikain seksi. Alasan terjadinya kekerasan berpacaran pada laki-laki adalah karena informanmenjalin komunikasi dengan wanita lain dan keinginanpacar informan yang ingin selalu bersama.


(10)

viii

FORMS AND REASON OF DATING VIOLENCE IN ADOLESCENT WHO DID PREMARITAL SEX INTERCOURSE

Monica Astria Sitorus

ABSTRACT

The aimed of this study to revealed the forms and the reasons the violences in datingon adolescent who did premarital sex intercourse. This research used phenomenology qualitative method with interview technique as method of data collection. This study conducted on 4 informants consisting of 2 women and 2 men aged 16-24 years old. Validity process used member checking. The result of this study showed that the 4 informants who had premarital sex intercourse experienced dating violence from their partner both physically and psychologically. Physical violence experienced in both women informants and psychological violence by both men informants. The forms of physical violence experienced by woman informant was slapped, beaten, strangled, and pushed hardly. The forms of psychological violence experienced by men informants was not able to hang out with his friends.The reason of dating violence on woman informant was because informant’s partner did not received that he was cheated, lied, the informants are less assertive in taking decision to broke up, and informants weara sexy dress. The reasonsof dating violence in men informants was because men informantsmade a communication with another woman and his partner wanted to be together most of the time.


(11)

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih setiaNya yang luar biasa penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Alasan dan bentuk Kekerasan Berpacaran Pada Remaja Pelaku Premarital Sex

Intercourse” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di

Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini juga tidak lepas dari adanya dukungan dan bantuan dari berbagai pihak selama perjalanan studi penulis. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Universitas Sanata Dharma khususnya Fakultas Psikologi sebagai almamaterku. Terima kasih atas pembelajaran hidup yang begitu berharga yang telah penulis dapatkan selama menjalankan studi di sini.

2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, juga selaku Dosen Pembimbing Akademik. Terima kasih atas nasihat dan motivasi yang telah diberikan selama penulis menjalankan studi di Fakultas Psikologi.

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Dra. L. Pratidarmanastiti, MS., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan banyak kesabaran, bantuan, masukan, dan waktu kepada penulis


(13)

xi

selama penulis mengerjakan skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Ibu Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari, M.Si., selaku Dosen Penguji II dan Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Dosen Penguji III, terima kasih untuk bimbingannya kepada penulis selama masa pengerjaan revisi.

6. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan begitu banyak pembelajaran dan pengetahuan sehingga penulis dapat menambah wawasan mengenai Psikologi.

7. Seluruh staff di Fakulas Psikologi, Mas Gandung, Bu Nanik, Mas Muji, Mas Donny, dan Pak Gie. Terima kasih atas bantuan dan keramahannya selama ini, yang memberikan sukacita tersendiri ketika penulis menempuh studi di Fakultas Psikologi. Kiranya Tuhan terus memberkati dalam tugas dan tanggung jawabnya. 8. Keempat Informan, LD, TD, DP, JT. Terima kasih atas kisah yang kalian mau bagi dengan aku sehingga tugas akhir yang aku kerjakan bisa terselesaikan dan kiranya kalian menemukan cinta tulus dengan penuh kasih.

9. Kedua orangtuaku, Pak Poltak Sitorus (alm.) dan Mama. Terima kasih Pap buat didikan singkat yang masih sempat engkau beri dan terima kasih Mam telah menjadi wanita tangguh yang terus berjuang buat pencapaian gelar ini. Terima kasih Papa dan Mama atas semua perjuangan yang telah dilakukan untuk masa depanku. Terima kasih Mam sudah menjadi seorang Mama yang berjiwa besar menerima tiap kekurangan dan kesalahan ku, sehat terus Mam. Kiranya Tuhan Yesus memberi aku kesempatan untuk menggambar senyum terindah diwajah


(14)

xii

tercantik Mama dan bisa membanggakan Papa di Surga. Sampai berjumpa dikehidupan selanjutnya Pap.

10. Kakakku Christin Vera Nois Sitorus, Bang Michael Hasiholan Sitorus, Kak Nisa, Bang Bora Boaner Sitorus, keponakan tersayangku Mouren Sada Gracia Sitorus dan Aleta Sitorus. Terima kasih untuk doa, dukungan dan dorongan yang diberikan selama masa studisaya di Yogyakarta dan terima kasih untuk setiap cinta yang kalian berikan.

11. Mama tua Rugun dan tante Jun (Tampubolon’s family), terima kasih banyak untuk setiap dukungan fisik maupun mental yang telah diberikan kepada penulis selama masa studi.

12. Agustinus Puka. Terima kasih telah sabar menjadi pelampiasan emosi saat saya

down. Terima kasih selalu bersedia mendoakan tiap kali saya minta.Terima kasih

karena telah mengajarkan saya banyak hal mengenai relasi antara laki-laki dan perempuan. Terima kasih untuk setiap kegilaan yang kita lalui bersama.

13. Jhon Abood (dimanapun Anda berada), terima kasih banyak untuk bantuan yang tak terduga yang telah Anda berikan. Jesus Bless you, Sir.

14. Psychology Basketball USD. Terima kasih telah menjadikan saya bagian dari tim sekaligus saudara kalian. Terima kasih untuk setiap kegilaan, ketegangan, dan kegelian yang kalian berikan dilapangan maupun diluar lapangan. Berjuang sampai NOL detik saudara! Hasilkan lebih banyak piala lagi! Terima kasih saudara, Terima kasih Tim. Tuhan Memberkati.


(15)

xiii

15. Annie ca, Julya Tampi, kak Ristina, Ko Ching, Octa Risky, Nova Susanti, kak Riza, Laksita Dewi, Kak Angga, Kak Ruthie dan seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih telah berusaha keras meluangkan waktu untuk mengoreksi skripsi ini dan menjadikannya lebih cemerlang, kiranya Tuhan Yesus membalas kebaikan saudara-saudari sekalian. I Love You!!

16. Geng YPS 2010 chapter Jogja. Julya Tampi, Agustina, Kiki, Rio, Randhy, Dedy, Agung, Andar, Sammy, dan lainnya yang tidak sempat ngumpul bareng di saat-saat terakhir karena terlalu bersemangat lulus duluan. Terima kasih atas kebersamaannya! Terima kasih untuk malam-malam yang kita lalui hingga pagi bersama UNO sambil curhat tentang kuliah dan skripsi masing-masing. Pulau boleh memisahkan kita, tapi LINE akan mempersatukan kita, tetap berkomunikasi sola! Selamat mengejar mimpi dan cita-cita masing-masing,sola! 17. Saudara-saudari di Youth GpdI Hayam Wuruk. Terima kasih untuk setiap

dinamika yang kita lalui dan terima kasih telah mendoakanku dengan penuh kasih. Terima kasih telah membimbing aku sehingga semakin mengenal Tuhan.

See u when i see u, guys!

18. Buncis-buncisku, Elsa, Ines, Achy, Neny, June, Lia. Terima Kasih sudah mau menjadi sahabat tergilaku dalam suka maupun duka. Terima kasih telah menjadi salah satu alaram skripsi dikala saya khilaf dan terima kasih telah mendengarkan setiap keluh kesah ku. I love you all!


(16)

xiv

19. Jogja Freeline-Skate, bangga bisa bergabung dikomunitas ini meski cuman sebentar. Terima kasih atas setiap dukungannya dalam penyelesaian sesuatu ini. Semangat latihan dan Jangan lupakan saya yah!

20. Teman-teman di Kelas C dan D Fakultas Psikologi yang sohibnya tiada tara. Senang dan sangat bersyukur bisa menjadi bagian dari kelas ini. See you on top,

guys!

21. Michi, Elliot, Patsie. Terima kasih kalian sudah menemani setiap sore ku dan mengajarkan aku untuk bisa berbagi dalam kekurangan. Sehat terus yaa?!

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan masukan sangat penulis harapkan agar skripsi ini bisa menjadi lebih baik lagi. Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang mememerlukannya.

Penulis,


(17)

xv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ……… iii

HALAMAN MOTTO …...……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN…..……… v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………vi

ABSTRAK ………...vii

ABSTRACT ……….………..viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ….……… ix

KATA PENGANTAR…...……… x

DAFTAR ISI ...…..………...xv

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah …...……… 1

B. Rumusan Masalah …...………...….………6

C. Tujuan Penelitian ..………..………....………6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II. LANDASAN TEORI ... 7

A. Berpacaran ... 7

B. Kekerasan Berpacaran ... 10

C. Premarital Sex Intercourse ... 13

D. Remaja ... 15

E. Kekerasan Berpacaran Pada Remaja Pelaku Premarital Sex Intercourse ... 19

F. Skema ... 22

BAB III. METODE PENELITIAN... 23

A. Jenis Penelitian …...………23


(18)

xvi

C. Informan Penelitian ...……….…….... 23

D. Metode Pengumpulan Data ………..…… 24

E. Metode Analisis Data………..……….. 26

BAB IV. HASIL DAN PEMABAHASAN ... 28

A. Pelaksanaan Penelitian Secara Keseluruhan ... 28

B. Profil Informan ... 30

C. Hasil Penelitian ... 35

D. Pembahasan ... 56

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA...………... 63


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosial emosional yang terjadi berkisar dari perkembangan fungsi seksual, proses berpikir abstrak, sampai pada kemandirian (Santrock, 2003). Masa remaja tidak terlepas dari berbagai persoalan dari terlibat narkoba, geng motor, tawuran, tren berpacaran yang tidak sehat, dan berbagai bentuk persoalan lainnya. Salah satu topik yang umum dibicarakan dalam kehidupan remaja adalah tren berpacaran.

Berpacaran atau berkencan adalah proses bertemunya seseorang dengan seorang lainnya dalam konteks sosial yang bertujuan untuk menjajaki kemungkinan sesuai atau tidaknya orang tersebut untuk dapat di jadikan pasangan hidup (Wongso, 2014). Atmowiloto (dalam Mudjijanti, 2010) mengemukakan dua jenis berpacaran yaitu berpacaran sehat dan tidak sehat. Wahyudi (dalam Anggriyani, 2011) menyebutkan bahwa salah satu perilaku seksual yang tergolong dalam pacaran tidak sehatadalahintercourse atau sex

intercourse (senggama) yang dilakukan sebelum menikah. Premarital sex intercourseadalah aktivitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki-laki

ke dalam alat kelamin wanita. Kisriyati (2010) mengemukakan bahwa remaja Indonesia zaman sekarang justru memaknai aktiftas seksualnyasebagai


(20)

pelampiasan dari rasa rindu terhadap seseorang yang dicintainya. Selain itu juga dimaknai sebagai bukti kasih sayang terhadap pasangan dan sebagai pengikat hubungan dalam pacaran.Studi yang dilakukan oleh Musthofa&Winarni (2010) menyebutkan bahwa persentase remaja laki-laki yang melakukan premarital sex lebih besar (18,6%) dibandingkan remaja perempuan (5,8%).

Berdasarkan hasil wawancara secara informal yang dilakukan pada tanggal 22 November 2014 terhadap dua subjek perempuan yang telah melakukan sex

intercourse dalam hubungan berpacaran dari subjek pertama disimpulkan

bahwa subjek pertama melihat perilaku sex intercourse menimbulkan dampak positif seperti kelekatan yang makin erat antar subjek dan pasangan. Namun di sisi lain, perilaku sex intercourse juga membawa dampak yang negatif yaitu munculnya perasaan rendah diri, merasa cemas takut ketahuan oleh orang banyak, takut akan ditinggalkan oleh pasangannya, takut dihakimi oleh teman dan keluarga, ketakutan terjangkit penyakit menular seksual, dan ketakutan akan memiliki anak tanpa status yang jelas. Perasaan ketakutan tersebut didasari oleh pandangan bahwa sex intercourse merupakan perilaku yang bertentangan dengan norma agama yang berlaku di masyarakat. Perasaan ketakutan tersebut membuat perilaku menjadi kurang terkontrol seperti menjadi lebih mudah cemburu dan tidak mengizinkan pasangan untuk menjalin relasi pertemanan dengan lawan jenis karena khawatir jika pasangan berpindah hati. Subjek pertama menambahkan jika subjek mengalami keterlambatan masa menstruasi, pasangan akan cenderung memarahi dan


(21)

menyalahkan subjek karena ketakutan akan salah satu akibat negatif sex

intercourse seperti hamil di luar nikah. Sedangkan, dari subjek kedua dapat

disimpulkan bahwa pasangan akan cenderung berperilaku lebih baik ketika mereka telah lama tidak melakukan sex intercourse namun perilaku tersebut diartikan subjek sebagai rayuan untuk melakukan sex intercourse. Setelah melakukan sex intercourse, biasanya perilaku pasangan cenderung menjadi lebih kasar dalam berbicara, mudah marah, dan terkadang melakukan kekerasan fisik.

Jadi, dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap dua subjek perempuan diatas dapat disimpulkan bahwa premarital sex intercourse yang dilakukan oleh kedua subjek perempuan tersebut menimbulkan dampak negatif seperti perasaan rendah diri, merasa takut ketahuan oleh orang lain, takut ditinggalkan oleh pasangannya, takut dihakimi oleh teman dan keluarga, takut jika terkena penyakit menular seksual, dan ketakutan akan memiliki anak tanpa status yang jelas. Hal ini didukung oleh pernyataan Shinta (2009) yang mengatakan bahwa budaya patriarki mengkonstruksikan bahwa perempuan haruslah perawan sebelum menikah, hal ini menjadikan perempuan di Indonesia yang telah melakukan premarital sex intercourse akan merasa rendah diri, merasa bersalah pada keluarga, merasa berdosa, merasa takut jika diputuskan oleh kekasihnya dan perasaan takut jika hamil di luar nikah.

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja yang sudah melakukan premarital sex intercourse diduga akan cenderung merasa tergantung atau dependensi yang berlebihan


(22)

terhadap pasangannya yang dapat menimbulkan perasaan cemburu atau mengikat pada pasangannya dimana hal tersebut akan memicu suatu dinamika berpacaran yang mengarah pada perilaku kekerasan dalam berpacaran. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Bentuk dan Alasan Kekerasan Berpacaran Pelaku Premarital Sex Intercourse Pada

Remaja”. Penelitian ini diharapkan mampu menggambarkan lebih dalam

bentuk dan alasan kekerasan yang terjadi pada masa berpacaran para pelaku


(23)

A. Rumusan Masalah

1. Apakah pelaku premarital sex intercourse melakukan kekerasan dalam berpacaran?

2. Bagaimana bentuk kekerasan berpacaran yang dialami atau dilakukan oleh pelaku premarital sex intercourse?

3. Apakah alasan kekerasan berpacaran yang dialami atau dilakukan oleh pelaku premarital sex intercourse?

B. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui bentuk dan alasan yang mendasari terjadinya kekerasan di masa berpacaran pelaku premarital sex intercourse.

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Perkembangan Remaja, yang

berkaitan dengan perilaku kekerasan berpacaran dan sex intercourse.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Subjek Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan pemahaman bagi para remaja pria maupun wanita mengenai pengaruh


(24)

b. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya berkaitan dengan pengaruh


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.Berpacaran (Dating)

1. Pengertian Berpacaran (Dating)

Istilah pacaran di kalangan remaja merupakan hal yang sudah tidak asing lagi. Bahkan, remaja pada umumnya memiliki anggapan bahwa masa remaja adalah masa berpacaran. Sehingga, remaja yang tidak berpacaran akan dianggap sebagai remaja yang kuno, kolot, tidak mengikuti perubahan jaman dan dianggap kurang pergaulan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Mudjijanti (2010) berpendapat bahwa pacaran merupakan proses pengenalan awal antara laki-laki dan perempuan yang dilandasi rasa senang, cinta, perhatian dengan melibatkan perasaan untuk suatu tujuan, yaitu menemukan cara berelasi dan pertemanan yang lebih akrab. Berpacaran juga merupakan suatu proses dimana dua orang individu saling mengungkapkan isi hati satu dengan yang lain yang berlawanan jenis, saling menyayangi, mengasihi, dan mencintai (Admasari).

Survei Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia ((dalam Pramudiarja, dalam Wulandari 2014)) mengungkap beberapa perilaku berpacaran remaja yang belum menikah. Menurut SKKRI terdapat; (1) Sebanyak 29,5 persen remaja pria dan 6,2 persen remaja wanita pernah meraba atau merangsang


(26)

pasangannya; (2) Sebanyak 48,1 persen remaja laki-laki dan 29,3 persen remaja wanita pernah berciuman bibir; (3) Sebanyak 79,6 persen remaja pria dan 71,6 persen remaja wanita pernah berpegangan tangan dengan pasangannya. Umur berpacaran untuk pertama kali paling banyak adalah 15- 17 tahun, yakni pada 45,3 persen remaja pria dan 47,0 persen remaja wanita. Dari seluruh usia yang disurvei yakni 10-24 tahun, cuma 14,8 persen yang mengaku belum pernah pacaran sama sekali.

Pacaran merupakan proses alami yang dilalui remaja untuk mencari seorang teman akrab yang di dalamnya terdapat hubungan dekat dalam berkomunikasi, membangun kedekatan emosi dan proses pendewasaan kepribadian (Setiawan, 2008). Knight (dalam Jessica, 2007) mendefenisikan pacaran sebagai hubungan antara pria dan wanita yang memiliki ketertarikan satu dengan lain dan bertujuan untuk saling menyatu, saling memahami watak masing-masing, saling menunjukkan tipe-tipe kepribadian dan mulai saling memahami tabiat masing-masing. Berpacaran merupakan suatu hubungan yang tumbuh di antara anak laki-laki dan perempuan menuju kedewasaan (Reksoprojo, dalam Setiawan, 2008). Adapun alasan berpacaran adalah memperoleh kesenangan bersama, proses menerima, mengafeksi dan mencintai serta memahami perbedaan dari pasangannya, sekaligus membangun intimasi, meningkatkan status dan prestise (Kisriyati, 2010).Ferlita (2008) juga mengungkapkan alasan lain berpacaran ialah sebagai proses interaksi personal antara dua jenis kelamin, trend status


(27)

sosial, tempat untuk mencurahkan isi hati, mencari sosok pelindung, dan memilih pasangan hidup.

Berdasarkan penjelasan oleh beberapa tokoh di atas mengenai berpacaran, dapat disimpulkan bahwa berpacaran ialah dua orang individu yang berlawanan jenis, memiliki cinta-kasih yang di landasi oleh rasa senang, perhatian dan melibatkan perasaan, serta memiliki tujuan untuk dapat saling menyatu, saling memahami, dan saling mengerti antar pribadi.

2. Jenis Berpacaran

Atmowiloto (dalam Mudjijanti, 2010) mengemukakan dua jenis pacaran, yaitu:

a) Pacaran sehat

Merupakan hubungan pertemanan yang saling mendukung, menghargai, menghormati, mempengaruhi dalam tindakan positif, memberikan semangat, dan saling menguntungkan.

b) Pacaran tidak sehat

Merupakan hubungan pertemanan atau persahabatan yang hanya mencari keuntungan, tidak ada tanggung jawab, kurang menghargai teman, hanya sebagai suatu kesenangan saja, melanggar batas-batas yang aman.

Jadi, berpacaran yang sehat adalah hubungan berpacaran pada kedua individu yang saling mendukung, menghormati, menghargai, dan memberi saling memberi tindakan positif. Sedangkan berpacaran tidak sehat adalah


(28)

berpacaran yang tidak saling menghargai dan merugikan salah satu pihaknya. Pacaran tidak sehat juga meliputi kissing, necking, petting dan

intercourse (Dr Irawan, 2010 dalam Pujiati).

B. Premarital SexIntercourse

1. Pengertian Premarital SexIntercourse

Pengertian pranikah (premarital) menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “pra” berarti “sebelum”, sedangkan “nikah” berarti perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi. Secara umum “pranikah” didefinisikan sebagai hal yang terjadi sebelum adanya perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi.

Di Indonesia, hubungan seksual (sexual intercourse) hanya dapat dilakukan oleh pasangan yang telah sah dalam ikatan perkawinan (Silvia, 2009). Menurut Maryatun, perilaku seksual merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Definisi lain dikemukakan oleh Setiawan (2008) yang menyatakan bahwa perilaku seksual pranikah merupakan segala bentuk perilaku yang didasari oleh dorongan seksual dan berhubungan dengan fungsi reproduksi atau yang merangsang sensasi pada reseptor-reseptor yang terletak pada atau di sekitar organ-organ reproduksi dan daerah-daerah erogen untuk mendapatkan kenikmatan atau kesenangan seksual yang


(29)

dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan sebelum adanya ikatan atau perjanjian sebagai suami istri secara resmi dan tidak adanya keinginan/komitmen untuk membentuk sebuah keluarga. Kemudian menurut Banun & Setyorogo (2013), perilaku seksual pranikah adalah kegiatan seksual yang melibatkan dua orang yang saling menyukai atau saling mencintai yang dilakukan sebelum perkawinan.

Berdsarkan penjelasan di atas, maka dapat dismpulkan bahwa

premarital sex intercourse ialah aktivitas yang didukung oleh adanya

dorongan seksual yang melibatkan dua orang yang saling menyukai atau mencintai tanpa ikatan pernikahan.

2. Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Premarital Sex Intercourse

Aktivitas seksual secara umum dibagi atas: Arausal (Perangsangan), Intromission (Senggama) dan Resulation (Pemulihan). Fase-fase tersebut memberi efek perubahan hemodinamik, respirasi, dan elektrokardiografik yang berbeda (Kusmana, 2008).Faktor-faktor penyebab munculnya perilaku seks pranikah beradasarkan hasil penelitian diantaranya adalah pertama, kegagalan fungsi keluarga, hal ini memicu mereka untuk berperilaku bebas bahkan melanggar norma sekalipun, karena merasa tidak ada yang peduli atau mencegah hal tersebut. Kedua, pengaruh media, hal tersebut menunjukkan bahwa media sangat berpengaruh terhadap perilaku seks pranikah.


(30)

Ketiga,rendahnya pendidikan nilai-nilai agama, hal tersebut nampak dari pendapat para responden yang mengakui bahwa mereka masih belum memahami pendidikan agama yang mereka peroleh selama ini (Salisa, 2010).

Berdasarkan penjelasan di atas, faktor-faktor yang menjadi penyebab munculnya perilaku premarital sex intercourse adalah faktor keluarga, media, dan rendahnya pendidikan nilai-nilai agama.

3. Dampak Premarital Sex Intercours

Kisriyati (2010) mengemukakan bahwa premarital sexyang remaja lakukan berdasar atas nama “cinta” dan pemuasan dorongan seks (libido) tanpa memikirkan resiko terhadap kesehatan reproduksi. Dorongan seks (libido) ini sering muncul jauh lebih awal daripada kesempatan untuk memuaskan dorongan seks secara legal. Mayasari (2000) memaparkan bahwa premarital sex intercourse dapat menimbulkan dampak seperti terjadinya kehamilanyang tidak diinginkan, penyakit kelamin yang menular, harga diri yang rendah (pada wanita), dan perasaan berdosa. Dampak lain juga dikemukakan oleh Abdullahi dan Umar (2013) yaitu munculnya perasaan menyesal, penggunaan obat - obatan terlarang, ketergantungan pada pasangan, kehilangan jati diri, depresi, ketakutan terhadap komitmen di masa depan, perasaan bersalah, performansi akademik yang rendah, kehilangan dukungan dari orang tua dan keluarga.


(31)

C. Kekerasan Berpacaran

1. Pengertian Kekerasan Berpacaran

Kekerasan (violence) berasal dari gabungan kata latin yakni vis dan

latus. Vis berarti daya dan kekuatan sedangkan latus berarti membawa.

Secara umum, konsep kekerasan mengacu pada dua hal yakni pertama, kekerasan merupakan suatu tindakan menyakiti orang lain yang menyebabkan luka-luka atau kesakitan. Kedua, Wiyata mengemukakan bahwa kekerasan juga merujuk pada penggunaan kekuatan fisik yang tidak lazim dalam suatu kebudayaan (dalam Yanti, 2012). Selanjutnya, pada masa akhir remaja (late adolescence), suatu hubungan intim memiliki karakteristik yang relatif bertahan lebih lama, serius, dan komitmen. Bagi sebagian besar remaja, perubahan ini positif karena dapat menurunkan stres dan meningkatkan rasa keintiman dan dukungan. Meskipun demikian, Rennison menggambarkan masa akhir ini identik dengan kekerasan dalam pacaran yang tengah mencapai puncaknya, yakni pada usia sekitar 16-24 tahun (dalam Ragil & Margaretha, 2012).

Wolfe (dalam Ragil & Margaretha, 2012) mendefenisikan kekerasan berpacaransebagai segala usaha untuk mengontrol atau mendominasi pasangan secara fisik, seksual, atau psikologis yang mengakibatkan luka atau kerugian. Kekerasan berpacaran merupakan segala bentuk tindakan yang memiliki unsur pemaksaan, tekanan,


(32)

perusakan, dan pelecehan fisik maupun psikologis yang terjadi dalam hubungan pacaran yang dapat dilakukan oleh pria maupun wanita, bahkan pada pasangan sejenis seperti gay atau lesbi (Abbot, dalam Ferlita, 2008).

Mendatu memaparkan beberapa faktor yang terdapat pada perempuan, yang dapat memicu terjadinya kekerasan terhadap dirinya(dalam Jessica, 2007), antara lain :

a) Perasaan bahwa dirinya lemah b) Tidak berdaya

c) Ketidakmampuan dalam hal ekonomi maupun kejiwaan

d) Ketidakmampuan untuk bersikap dan berkomunikasi secara terbuka (asertif)

Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa kekerasan berpacaran ialah segala usaha untuk mengontrol atau mendominasi pasangan secara fisik, seksual, atau psikologis yang mengakibatkan luka atau kerugian. Kekerasan berpacaran juga merupakan segala bentuk tindakan yang memiliki unsur pemaksaan, tekanan, perusakan, dan pelecehan fisik maupun psikologis yang terjadi dalam hubungan pacaran yang dapat dilakukan oleh pria maupun wanita.

2. Bentuk-Bentuk Kekerasan Berpacaran

Reputrawati (dalam Nurrakhmi,dkk., 2008) mengemukakan beberapa bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran yaitu meliputi


(33)

kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi. Luhulima (dalam Safitri, 2013) juga berpendapat bahwa kekerasan dalam pacaran yang terjadi pada remaja atau anak muda dapat dikelompokkan ke dalam beberapa bentuk berikut:

a) Kekerasan fisik: seperti memukul, menampar, menendang, mendorong, mencengkeram dengan keras tubuh pasangan, serta tindakan fisik lainnya.

b) Kekerasan psikologis: seperti mengancam, memanggil dengan sebutan buruk, mempermalukan,mencaci maki, menjelek-jelekan, berteriak dan lain-lain.

c) Kekerasan seksual: seperti memaksa pacarnya untuk melakukan perilaku seksual tertentu seperti meraba, memeluk, mencium, hubungan seksual padahal pasangannya tidak bersedia atau berada di bawah ancaman.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk kekerasan dalam berpacaran terdiri dari kekerasan fisik, kekerasan emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan ekonomi.


(34)

3. Dampak Kekerasan Pada Masa Pacaran

Berikut ini adalah beberapa dampak kekerasan pada masa pacaran menurut Tisyah & Rochana ( 2012) antara lain, (1) Dampak kejiwaan; perempuan menjadi trauma atau membenci laki-laki, akibatnya perempuan menjadi takut untuk menjalin hubungan dengan laki-laki. Sehingga menimbulkan rasa kecemasan yang mendalam. (2) Dampak sosial; posisi perempuan menjadi lemah dalam hubungan dengan laki-laki. Apalagi perempuan yang merasa telah menyerahkan keperawanannya kepada pacarnya, biasanya merasa minder untuk menjalin hubungan lagi. Jadi, rasa percaya dirinya menurun. Tidak hanya rasa percaya diri terhadap lawan jenis tapi juga terhadap diri sendiri dan orang lain sehingga menyebabkan turunnya produktivitas kerja atau prestasi. (3) Dampak fisik; tubuh menjadi luka-luka, baik ringan maupun parah. Bila terjadi kehamilan tidak dikehendaki dan pacar meninggalkan pasangannya. Ada dua kemungkinan : melanjutkan kehamilan atau aborsi. Bila melanjutkan kehamilan, harus siap menjadi orang tua tunggal. Bila aborsi, harus siap menanggung risiko-risiko, seperti pendarahan, infeksi, dan bahkan kematian. Bila terjadi hubungan seks dalam pacaran, perempuan akan rentan terkena Penyakit Menular Seksual (PMS) yaitu herpes dan HIV/AIDS.

Ayu (2012) berpendapat bahwa Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) berdampak pada kesehatan baik jangka pendek maupun jangka panjang, yang meliputi: perlukaan fisik, gangguan saluran pencernaan,


(35)

sindroma nyeri kronik, dan perilaku depresi atau ancaman bunuh diri. Mendatu (dalam Jessica, 2007) menjelaskan bahwa bentuk dampak psikologis dari korban kekerasan yang dialami saat berpacaran adalah harga diri rendah (minder), depresi, stress pasca trauma, bunuh diri, penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan.

Safitri (2013) mengungkapkan dampak-dampak kekerasan dalam berpacaran yaitu: (1) dampak psikologis yaitu: korban mengalami depresi, stres ; (2) dampak fisik yaitu: lebam, lecet, patah tulang, dan memar; (3) dampak seksual yaitu: mengalami traumatik, cemas, takut dan sering kali mengalami disorganisasi.

Berdasarkan penjelasan di atas, kekerasan berpacaran yang terjadi pada hubungan berpacaran dapat menimbulkan dampak secara psikologis, fisik, maupun sosial pada korbannya.

D. Remaja

Masa transisi perkembangan seorang individu dari masa kanak-kanak menuju dewasa dikenal dengan sebutan masa remaja. Muss mendefinisikan remaja (adolescence) berasal dari kata latin yang artinya

“tumbuh” ke arah kematangan (dalam Sarwono, 2007). Remaja ialah

individu yang berada dalam kurun usia 11-24 tahun (Sarwono, 2007). Menurut World Health Organization (dalam Sarwono, 2007), remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya hingga mencapai


(36)

kematangan seksual, serta masa dimana individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa dan terjadi peralihan dari ketergantungan sosial ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.

G. Stanley (dalam Santrock, 2012) menggambarkan remaja sebagai masa yang bergolak dan diwarnai dengan konflik serta perubahan suasana hati (mood) dengan istilah “badai-dan-stres (storm-and-stress)”. Perkembangan di masa remaja diwarnai oleh interaksi genetik, biologis, lingkungan, dan sosial. Santrock (2012) berpendapat bahwa pada masa remaja relasi dengan kawan-kawan akan semakin akrab, sehingga pada masa ini remaja juga akan mengalami masa berpacaran maupun eksplorasi seksual dan kemungkinan melakukan hubungan seksual. Santrock (2012) memaparkan beberapa perubahan fisik pada remaja, yaitu :

a) Pubertas (puberty)

Pubertas ialah sebuah periode kematangan fisik yang berlangsung cepat dan melibatkan hormonal dan tubuh yang berlangsung di masa remaja. Perubahan yang sangat mencolok terdapatnya tanda-tanda kematangan seksual serta pertumbuhan tinggi dan berat tubuh. Perkembangan karakteristik pubertas pada remaja laki-laki terjadi pada meningkatnya ukuran penis dans testis, keluarnya rambut kemaluan yang lurus, perubahan sedikit pada suara, ejakulasi pertama (terkadang terjadi ketika melakukan masturbasi dan mimpi basah), munculnya rambut kemaluan yang kaku, terjadinya pertumbuhan maksimal,


(37)

tumbuh rambut di ketiak, perubahan suara yang lebih terlihat jelas, dan tumbuhnya rambut pada wajah. Sedangkan, pubertas pada wanita di tandai dengan payudara yang membesar atau tumbuhnya rambut kemaluan, tumbuh rambut di ketiak serta tubuh bertambah tinggi dan pinggul yang melebar melebihi bahunya, di akhir masa pubertas remaja wanita akan mengalami menstruasi (menarche) pertama.

b) Otak

Pada akhir masa remaja, individu memiliki koneksi neuro yang lebih sedikit, lebih selektif, dan lebih efektif dibandingkan ketika masa kanak-kanak (Kuhn, dalam Santrock, 2012). Kemudian, Corpus Collosum yang menghubungkan antara hemisphere otak sebelah kiri dengan sebelah kanan menjadi semakin tebal pada masa remaja sehingga hal tersebut meningkatkan kemampuan remaja dalam memroses informasi (Giedd, dalam Santrock, 2003).

c) Seksualitas Remaja

Masa remaja merupakan masa eksplorasi dan eksperimen seksual, masa fantasi dan realitas seksual, masa mengintegrasikan seksualitas ke dalam identitas seseorang, serta memikirkan apakah dirinya secara seksual menarik, cara melakukan hubungan seks, dan bagaimanakah nasib kehidupan seksualitasnya.

Havighurst (dalam Yuniarti, 2007) memaparkan tugas-tugas perkembangan remaja ialah mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita, serta memiliki peran


(38)

sosial. Dapat menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab, mandiri secara emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. Individu yang telah mempersiapkan karier ekonomi, perkawinan dan keluarga. Serta, Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk berperilaku mengembangkan ideologi. Menurut Makmun (2003), karakteristik perilaku dan pribadi pada masa remaja terbagi ke dalam dua kelompok yaitu remaja awal (11-13 dan14-15 tahun) dan remaja akhir (14-16 dan 18-20 tahun), (dalam Maryatun).

Dari berbagai pendapat mengenai remaja yang telah di kemukakan oleh beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu berusia 11-24 tahun, yang baru melepas masa kana-kanak dan akan beranjak ke masa dewasa dengan melewati berbagai perubahan mulai dari fisik, kemampuan otak, dan aktifnya hormon-hormon seksual. Peneliti membatasi usia remaja dengan usia 16-24 tahun dengan alasan bahwa remaja pada rentang usia tersebut cenderung belum memiliki kematangan emosional yang baik dalam menjalin suatu hubungan sehingga rentan mengalami konflik yang berujung pada kekerasan (Rennison, dalam Ragil & Margaretha, 2012).


(39)

E. Kekerasan Berpacaran Pada Remaja Pelaku PremaritalSex Intercourse

Penelitian ini hendak menggali bentuk dan alasan kekerasan berpacaran pada remaja pelaku premarital sex intercourse. Remaja merupakan individu berusia 11-24 tahun yang sedang mengalami perubahan fisik maupun psikis yaitu perubahan pada pemrosesan otak terhadap berbagai informasi, mengalami masa pubertas, dan mulai aktifnya hormon-hormon seksual. Dari beberapa perubahan yang terjadi tersebut, remaja akan memiliki kecenderungan untuk mulai mengembangkan perasaaan suka terhadap lawan jenis dan memiliki keinginan untuk dapat menjalin hubungan berpacaran.

Berpacaran merupakan suatu hubungan dimana adanya rasa ketertarikan pada lawan jenis, hubungan pertemanan yang lebih akrab untuk menjalin relasi yang lebih intim guna menemukan pasangan yang tepat untuk menjadi istri/suami dikemudian hari. Menurut Atmowiloto(dalam Mudjijanti 2010), terdapat dua jenis berpacaran yaitu berpacaran sehat dan berpacaran tidak sehat. Jenis berpacaran sehat adalah situasi berpacaran dimana pasangan bisa saling menghargai, menghormati, dan saling mendukung. Sedangkan, berpacaran tidak sehat yaitu situasi berpacaran dimana pasangan tidak bisa saling menghargai, saling merugikan satu dengan yang lain, dan terjadi perilaku kekerasan dalam berpacaran baik dalam bentuk fisik, psikologis, maupun seksual.


(40)

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kekerasan berpacaran merupakan salah satu bentuk perilaku berpacaran yang tidak sehat. Pada bab sebelumnya, peneliti telah memaparkan bahwa resiko terjadinya kekerasan dalam berpacaran diduga akan menjadi lebih tinggi pada remaja berpacaran yang telah melakukan premarital sex intercourse. Remaja berpacaran yang telah sampai pada premarital sex intercourse memang akan cenderung semakin memiliki keintiman dengan pasangannya (Setiawan, 2008). Namun, premarital sex intercourse juga membawa dampak yang negatif pada remaja yang berpacaran yaitu munculnya perasaan rendah diri, merasa cemas, takut ketahuan oleh orang banyak, takut akan ditinggalkan oleh pasangannya, takut dihakimi oleh teman dan keluarga, ketakutan terjangkit penyakit menular seksual, dan ketakutan akan memiliki anak tanpa status yang jelas. Perasaan ketakutan tersebut didasari oleh pandangan bahwa premarital sex intercourse merupakan perilaku yang bertentangan dengan norma agama yang berlaku di masyarakat. Perasaan ketakutan tersebut membuat perilaku menjadi kurang terkontrol seperti menjadi lebih mudah cemburu dan tidak mengizinkan pasangan untuk menjalin relasi pertemanan dengan lawan jenis karena khawatir jika pasangan berpindah hati. Beberapa perasaan psikologis inilah yang diduga nantinya akan mendorong timbulnya perilaku kekerasan dalam berpacaran.

Dari beberapa fakta inilah maka peneliti ingin menggali lebih dalam alasan dan bentuk kekerasan berpacaran pada pelakupremarital sex


(41)

intercourse dikalangan remaja, penelitian ini bersifat kualitatif dengan


(42)

Proses Berpacaran Pelaku Premarital Sex Intercourse Pada Remaja

Remaja

Berpacaran

Kekerasan secara psikis

Muncul perasaan menguasai Melakukan Premarital Sex

Intercourse

Munculnya kekerasan dalam berpacaran

Kekerasan secara fisik Kekerasan secara


(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah ketertarikan yang spesifik terhadap suatu hubungan sosial yang berkaitan dengan fakta dari pluralisasi dunia kehidupan (Flick, 2002, dalam Gunawan, 2013) yang bertujuan untuk melihat dan memahami subjek dan objek penelitian yang meliputi orang, lembaga berdasarkan fakta yang tampil secara apa adanya (Gunawan, 2013). Dengan metode ini peneliti dapat melihat dan memahami gambaran mengenai aktualisasi, realitas sosial, dan persepsi sasaran penelitian.

B. Fokus Penelitian

Fokus peneletian ini adalah mendalami alasan dan bentuk kekerasan yang terjadi di dalam hubungan berpacaran pada pasangan yang telah melakukan sex intercourse pra-nikah.

C. Informan Penelitian

Penelitian ini bertujuan menggali alasan dan bentuk kekerasan berpacaran yang terjadi pada pelaku sex intercourse pra-nikah. Peneliti menggunakan metode non-random sampling atau non-probability


(44)

untuk dapat memilih informan penelitian berdasarkan pertimbangan atau ciri-ciri khusus yang lebih spesifik, yang dimiliki oleh informan tersebut. Peneliti juga menggunakan teknik snowball sampling, dimana peneliti meminta referensi pada informan pertama atau sebelumnya(Creswell, 2012).

Penelitian akan dilakukan kepada orang-orang dengan kriteria atau ciri-ciri sebagai berikut:

1. Informan penelitian berada dalam rentang usia 16-24 tahun.

2. Informan penelitian pernah melakukan sex intercoursedengan pasangannya (pacar)

Peneliti akan mengambil sampel sebanyak tigaorang wanita dan tiga orang laki-laki,atau sama dengan enam orang informan.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Wawancara didefinisikan sebagai suatu diskusi antara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu dengan mengajukan pertanyaan mengenai fakta, kepercayaan dan perspektif seseorang terhadap fakta, perasaan, perilaku saat ini dan masa lalu, standar normatif, serta mengapa seseorang melakukan tindakan tertentu. Wawancara juga dapat digunakan sebagai alat re-checking, atau pengecekan terhadap informasi yang telah diperoleh sebelumnya (Kahn & Cannell, dalam Sarosa, 2012).


(45)

Peneliti akan melakukan jenis wawancara mendalam (in-depth

interview) terhadap informanyang pernah berpacaran dan melakukan

hubungan premarital sex intercourse. Wawancara ini bersifat terbuka dengan pertanyaan-pertanyaan yang open-ended serta tidak terfokuspada struktur. Setiap informan akan diwawancarai lebih dari satu kali dengan tujuan mendapatkan deskripsi yang lebih mendalam.

Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Pedoman Wawancara

1. Apakah saat ini Anda sedang menjalin hubungan berpacaran? 2. Apakah orang tua Anda mengetahui bahwa Anda berpacaran? 3. Berapa lama Anda telah berpacaran?

4. Bagaimana gaya berpacaran Anda? (sehat atau tidak)

5. Jika tidak, apakah Anda merasa nyaman dengan kondisi berpacaran Anda?

6. Apakah pacar Anda pernah melakukan kekerasan terhadap anda? 7. Seperti apa bentuk kekerasan yang pacar anda lakukan?

8. Apa yang menyebabkan kekerasan tersebut terjadi?

9. Apakah Anda telah melakukan sex intercourse dengan pacar Anda? 10.Bagaimana perasaan Anda setelah melakukan sex intercourse dengan

pacar Anda?


(46)

E. Metode Analisis Data

Analisis data merupakan sebuah proses berkelanjutan (continuous) yang membutuhkan refleksi terus-menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analitis, dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian (Creswell, 2012). Penelitian ini menggunakan interpretative

phenomenology analysis atau analisis fenomenologi interpretatif sebagai

metode analisis data, yang terangkum dalam tiga tahap, yaitu (Smith, 2009):

1) Membaca keseluruhan transkrip atau verbatim wawancara dan kemudian mencari tema-tema dalam setiap kasus.Pada tahap ini, peneliti membuat tabel yang terdiri dari tiga kolom yang secara berurutan digunakan untuk menuliskan transkrip wawancara, komentar atau merangkum transkrip wawancara, dan judul-judul tema atau frase-frase singkat yang muncul pada transkrip wawancara. 2) Mengkaitkan dan mencari hubungan dari setiap tema dengan cara:

a. Mengurutkan tema secara kronologis berdasarkan kemunculan dalam transkrip verbatim.

b. Mencari hubungan antar tema dan mengelompokkan tema-tema yang serupa dengan mengurutkan tema secara analitis maupun teoritis.

c. Memeriksa transkrip wawancara dan tema-tema yang sudah dibuat secara menyeluruh.


(47)

d. Membuat tabel tema yang disusun secara koheren dan mengidentifikasi beberapa kelompok tema-tema yang sudah dibuat, kemudian memberi nama pada kategori tema.

3) Melanjutkan membuat analisis pada kasus-kasus selanjutnya.

F. Uji Kredibilitas Data

Uji kredibilitas data atau uji validitas datadilakukan sebagai upaya pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian. Penelitian ini menggunakanmember checkingsebagai teknik uji kredibilitas data denganmembawa kembali laporan akhir pada partisipan berupa deskripsi-deskripsi atau tema-tema spesifik yang sebelumnya telah disimpulkan peneliti untuk mengecek keakuratan deskripsi atau tema-tema tersebut. Teknik ini juga memberikan kesempatan pada partisipan untuk berkomentar tentang hasil penelitian dan memungkinkan peneliti untuk melakukan wawancara tindak lanjut dengan para partisipan (Creswell, 2012).


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian Secara Keseluruhan a) Profil Informan

Tabel 4. Rangkuman Profil Informan

Inisial LD TD DP JT

Usia 22 tahun 21 tahun 22 tahun 22 tahun

Status Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Usia Pacar 23 tahun 22 tahun 21 tahun 22 tahun

Pekerjaan Pacar

Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa

b) Waktu dan Tempat Pengumpulan Data

Tabel 3. Pelaksanaan Penelitian Informan

Hari / Tanggal

Waktu Durasi Tempat

LD Jumat, 10

Juli 2015

17.05 – 18.45 WIB

1 jam 40 menit

Kost Putri,

Seturan

Sabtu, 11 Juli 2015

20.10 – 22.15 WIB

2 jam 5 menit

Parsley Resto Seturan TD Jumat, 24 19.25 – 22.40 3 jam 15 Pizza Hut


(49)

Juli 2015 WIB menit Sudirman

DP Selasa, 11

Agustus 2015

18.20 – 20.15 WIB

2 jam 5 menit Parsley Resto Jl. Kaliurang Sabtu, 15 Agustus 2015

19.30 – 20.50 WIB

1 jam 20 menit

Pizza Hut

Sudirman

JT Rabu, 26

Agustus 2015

18.35 – 21.45 WIB

3 jam 10 menit

McDonald Sudirman

Wawancara dengan LD dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Peneliti memberi kebebasan kepada informan untuk memilih tempat pelaksanaan wawancara. Pelaksanakan wawancara pertama dilaksanakan dikost informan yang berada dijalan Seturan dengan alasan agar informan dapat lebih bebas dan relax dalam bercerita. Peneliti dan informan kemudian menyepakati untuk bertemu dan melaksanakan wawancara pertama pada hari Jumat, tanggal 10 Juli 2015,pukul17.05 – 18.45 WIB. Wawancara pertama berlangsung selama satu jam empat puluh menit. Setelah melakukan wawancara pertama, peneliti merasa kurang kaya dengan data pertama sehingga melakukan wawancara kedua. Pelaksanaan wawancara kedua dilaksanakan di Parsley Resto Seturan,


(50)

pada hari Sabtu, tanggal 11 Juli 2015, pukul 20.10 – 22.15 WIB. Wawancara kedua berlangsung selama dua jam lima menit.

Wawancara dengan informan kedua, yaitu TD, dilaksanakan dalam satu kali pertemuan. Peneliti juga memberi kebebasan kepada informan untuk memilih tempat yang informan inginkan agar merasa nyaman dalam pelaksanaan wawancara. Pizza Hut sebagai tempat pertama dilaksanakannya wawancara. Wawancara dilaksanakan pada hari Jumat, tanggal 24 Juli 2015, pukul 19.25 – 22.40 WIB.

Wawancara dengan informan ketiga, yaitu DP, dilaksanakan dalam dua kali pertemuan. Peneliti juga memberi kebebasan pada informan untuk memilih tempat wawancara. Wawancara pertama dilaksanakan di Parsley Resto Jl. Kaliurangpada hari Selasa, tanggal 11 Agustus 2015,pukul 18.20 – 20.15 WIB. Wawancara kedua dilaksanakan di Pizza Hut Sudirmanpada hari Sabtu, tanggal 15 Agustus 2015, pukul 19.30 – 20.50 WIB.

Wawancara dengan informan keempat, yaitu JT, dilaksanakan dalam satu kali pertemuan. Informan memilih McDonald Sudirman sebagai tempat pelaksanaan wawancara. Pelaksanaan wawancara dilakukan pada hari Rabu, 26 Agustus 2015, pukul 18.35 – 21.45 WIB.

B. Profil Informan

1. Deskripsi Informan 1

LD merupakan informan perempuan pertama dalam penelitian ini. LD seorang mahasiswi disalah satu universitas swasta di


(51)

Yogyakarta.LD tinggal disebuah kosan yang berada tidak jauh dari kampusnya. Keseharian LD diisi dengan kuliah dari hari senin hingga jumat, usai kuliah LD sering dijemput pacarnya dan menghabiskan waktu dikosan pacarnya.

LD pertama kali berpacaran dan melakukan premarital sex

intercourse pada saat duduk di bangku SMA, usia LD saat itu 18 tahun

dan pacarnya berusia 19 tahun. Setelah berpacaran selama satu tahun,pacarnyamengakhiri hubungan mereka.LD merasa pacarnya meninggalkan dirinya karena sudah berhasil mendapat kesucian LD. Hal ini dirasakan LD karena pacarnya mengakhiri hubungannya usai mereka melakukan premarital sex intercourse. Selang beberapa bulan, LD kembali memiliki pacar. Pacar kedua LD seorang mahasiswa yang seangkatan dan satu universitas dengannya, namun berbeda jurusan. LD juga melakukan premarital sex intercourse dengan pacar keduanya. LD menjalin hubungan selama dua setengah tahun kemudian berpisah. Sebelum berpisah, LD telah menjalin hubungan dengan seorang laki-laki dan kemudian dijadikan pacar ketiga. Pacar ketiga LD seorang mahasiswa, satu tahun lebih tua dari LD, berbeda jurusan, namun kuliah di universitas yang sama. LD juga melakukan

premarital sex intercourse dengan pacar ketiganya. Namun dengan

pacar yang ketiga ini, LD mengalami kekerasan psikis dan fisik dalam hubungannya. LD beberapa kali dipukuli dan sering mendapat makian dari pacarnya tiap kali bertengkar. LD menjalin hubungan selama tiga


(52)

tahun dan memilih untuk berpisah karena pertengkaran yang terakhir kali LD merasa pacarnya sudah sangat keluar dari batas norma denganmemukuli LDhingga memar dibeberapa bagian tubuhnya dan bengkak pada area bibirnya. Setelah berpisah dari pacar ketiganya, selang setengah tahun LD kembali menjalin relasi berpacaran. LD tidak melakukan premarital sex intercourse dengan pacar keempatnya ini karena LD merasa premarital sex intercourse merupakan salah satu penyebab terjadinya kekerasan dalam hubungannya dengan pacar sebelumnya. LD merasa dengan melakukan premarital sex

intercoursepacarnya menjadi seenaknya dalam memperlakukan dirinya

sehingga LD memutuskan untuk tidak melakukan premarital sex

intercourse lagi hingga memiliki seorang suami. 2. Deskripsi Informan 2

TD seorang mahasiswi jurusan Akuntansi disalah satu universitas swasta di Yogyakarta. TD tinggal disebuah kosan didaerah babarsari. TD memiliki pacar diawal masa perkuliahannya. TD seusia, seangkatan, sejurusan, dan satu universitas dengan pacarnya. TD mulai berpacaran sejak SMP. Pacarnya saat ini merupakan pacar kelima. TD memiliki teman yang sama dengan pacarnya, sehingga saat bermain bersama teman-temannya TD tetap bersama pacarnya. TD lebih banyak menghabiskan waktu berdua dengan pacarnya.

TD telah menjalin hubungan dengan pacar kelimanya ini selama empat tahun. TD dengan pacarnya telah melakukan premarital sex


(53)

intercourse sejak awal hubungan mereka. Diawal hubungannya juga

TD mendapatkan perilaku kekerasan dari pacarnya. TD ditampar oleh pacarnya karena merasa cemburu saat ada laki-laki lain yang memperhatikan TD. Setelah kejadian itu TD sering mendapat perilaku kekerasan dari pacarnya. TD sering mengalami break dalam hubungannya karena tidak tahan dengan sikap kasar pacarnya. TD cukup mudah termakan bujukan pacarnya. Sering kali saat mendapatkan perlakuan kasar dari pacarnya TD ingin mengakhiri hubugannya, namun selalu gagal karena janji-janji yang diucapkan oleh pacarnya.

3. Deskripsi Informan 3

DP merupakan informan ketiga dalam penelitian ini. DPberjenis kelamin laki-laki. DP seorang mahasiswa di universitas swasta di Yogyakarta. DPtinggal di sebuah kosan yang berada tidak jauh dari kampusnya di daerah babarsari, Yogyakarta. DP sedang menjalin relasi berpacaran dengan seorang perempuan yang 1 tahun lebih muda usianya dari DP. Pacar DP seorang mahasiswi di universitas yang sama dengan DP. Pacar DP tinggal bersama keluarganya didaerah Condong Catur, Yogyakarta. Selain kuliah, pacar DP tidak memiliki kesibukan lain sehingga lebih sering menghabiskan waktu dengan DP. Kedua orang tua DP bekerja dan adik DP lebih sering bermain bersama teman-temannya sehingga pacar DP sering merasa kesepian jika harus dirumah sendirian.


(54)

4. Deskripsi Informan 4

JT merupakan informan keempat dalam penelitian ini. JT berjenis kelamin laki-laki. JT seorang mahasiswa di salah satu universitas swasta di Yogyakarta. JT berdomisili di Magelang sehingga di Yogyakarta JT tinggal disebuah kos pria yang letaknya tidak jauh dari kampus. JT telah berpacaran sebanyak empat kali, pacaran yang pertama dan kedua pada masa sekolah, dan pacaran yang ketiga dan keempat pada awal kuliah.

JT pertama kali melakukan premarital sex intercourse dengan pacar ketiganya, hal ini didukung oleh kondisi tempat tinggal JT dikost. JT merasa dapat melakukan apa saja karena jauh dari pengawasan orang tua. JT menjalin hubungan selama satu setengah tahun dengan pacar ketiganya lalu berpisah karena JT merasa pacarnya memiliki laki-laki lain dibelakangnya. Dalam hubungan berpacaran yang JT jalani dengan pacar ketiganya, JT merasa bahwa didalam hubungannya terjadi kekerasan psikis. Hal ini disebabkan oleh kekangan dalam bergaul yang dirasakan oleh JT dari pacarnya. Selang enam bulan berpisah dari pacar ketiganya, JT kembali menjalin hubungan berpacaran dengan seorang perempuan yang lebih muda dua tahun dari usia JT. Pacar keempat JT juga tinggal di Yogyakarta dan kuliah di universitas yang sama dengan JT, namun berbeda jurusan dan angkatan. JT dengan pacar keempatnya masih berpacaran hingga kini.


(55)

JT tidak melakukan premarital sex intercourse dengan pacar keempatnya karena JT merasa takut untuk melakukan hal tersebut dengan pacarnya kerena usia pacarnya yang masih terbilang muda.


(56)

C. Hasil Penelitian 1. Informan 1

a. Alasan Terjadinya Kekerasan Berpacaran

Dalam hubungan berpacaran yang LD jalani, LD mengalami kekerasan dalam berpacaran. LD merasa alasan terjadinya kekerasan didalam hubungannya disebabkan oleh LDmerasa cemburu pacarnyamengagumi wanita selain dirinya. Hal ini didukung oleh adanya foto wanita lain didalam hand-phone milik pacar LD.

“kalau menurutku sihh waktu itu aku ngerasa dia yang gak bener gituu yaa.. dia tuhh nyimpen foto cewek lain, tapi menurut dia aku tuhh yang keterlaluan gitu lohh.. aku yang selalu menuduh-nuduh dia bahwa dia itu selingkuh padahal memang aku tau itu lohh ada temen ceweknya yang selalu dia simpen fotonya di hp-nya dia” (44-49)

Di sisi lain, LD juga merasa bahwa sikap pacarnya memang kasar. LDmerasa bahwa sikap kasar pacarnya tersebut juga didukung premarital sex intercourse yang telah LD lakukan bersama pacarnya sehingga pacarnya dapat menguasai LD sepenuhnya.

“Karna memang sifatnya dia tuhh kayak gitu sih yang aku rasa.. dan mungkin karna dia sudahhh.. tapi mungkin ada yaa hubungannya.. Karnaa.. Karna menurutku dia udah kayak menguasai aku gitu lohh.. Jadii semakin seenaknya dia ke aku, jadii kalau dia mau ngapa-ngapain aku yaaa..meurut dia yaaa... yaa gak masalah gitu loh.. menurutku!! Jadi, yaaa sedikit ada sih menurutku.. ada hubungannya sih dengan aku sudah melakukan hubungan seks dengan dia dengan perlakuan dia yang semena-mena gitu, mungkin adaa... karna yang terakhir dia mutusin aku, dia tidurin aku dulu baru mutusin akuu” (54-63)


(57)

LD merasa bahwa premarital sex intercourse dapat menjadi pemicu terjadinya kekerasan didalam hubungannya. Hal ini dirasakan oleh LD ketika ia menolak untuk melakukan sex

intercoursesaat pacarnya mengajaknya. Pacar LD akan marah

kepada LD jika menolak saat diajak untuk melakukan sex

intercourse.

“kadang memang kalau aku capek yaa aku tolak.. bener

-bener aku tolak.. yaa walapun nanti dampaknya dia marah..

yaa aku sih gak peduli...” (146-148)

Selain itu, LD juga merasa bahwa ia menuhankan pacarnya. Hal ini dirasakan oleh LD karena dalam berbagai hal yang LD pikirkan paling utama adalah pacarnya.

“Enggak. Kayak apa yang aku pikirkan itu yang nomer satu dia itu loh.. dan dalam pikiranku itu cuman diaaa.. apapun diaa.. orang tua ku gak ada.. Tuhan ku gak tau kemana.. ibaratnya.. aku bangun tidur dia.. aku tidur diaa.. ibaratnya hidupku itu cuman sama diaa.. apa-apa itu tuh cuman sama dia gitu loh.. aku gak tau kok bisa sampe kayak gitu. Sekarang kalau aku logika sampe sekarang tuh aku masih bingung.. apa itu loh yang membuat aku sampe begitu. Padahal dia.. padahal diaa udahh tegaa.. gak tega sihh.. mungkin itu juga salahku yaa dia ngelakuin kayak gitu. Maksudku tuh.. ibaratnya aku sampe kayak gimana pun aku tetep bela dia gitu loh.. aku gak tau kenapa.. sekarang kalau masalah berhubungan (premital sex intercourse), aku udah berhubungan dengan gak cuman sama dia loh.. aku sama yang kedua, aku tinggalin masnya, sampean.. padahal sama yang kedua dia gak pernah nyakitin aku.. bingung aku..” (173-188)

LD merasa bentuk kekerasan yang ia alami semakin keras karena sikap LD yang tidak tegas dalam menentukan sikap dan keputusan untuk dirinya. LDmemilih untuk berpisah dari pacarnya


(58)

ketika mendapat tindak kekerasan, namun dengan janji yang pacarnya ucapkan untuk merubah sikapnya, LD merubah keputusannya dan memberi kesempatan pada pacaranya.

“Mungkin iya kali yaaa.. dan dia itu tipenyaa kalau aku dah ngejauh dia yang deketin aku lagi gitu lohh.. dengan kayakk.. apa yahh.. buat gimana caranya aku tuh percaya gitu loh kalau dia tuh gak akan ngelakukan kayak gitu lagi.. padahal ketika kita berantem malah dia lebih parah lagi

kalau mukulin aku.” (96-101)

Jadi, alasan terjadinya kekerasan berpacaran yang dialami oleh LD adalah perasaan cemburu yang LD rasakan akibat pacarnya suka menyimpan foto wanita lain di hand-phone, sikap kasar yang memang telah ada didalam dirinya pacarnya, melakukan

premarital sex intercourse sehingga pacarnya merasa berkuasa atas

diri LD, sikap LD yang terlalu memuja pacarnya, dan sikap Ld yang kurang tegas dalam mengambil keputusan untuk hubungannya.

b. Bentuk Kekerasan Berpacaran

Bentuk kekerasan yang LD alami didalam hubungannya berpacaran yaitu kekerasan fisik. LD pernah dipikul, ditampar, dan di tendang oleh pacarnya hingga terbentur ditembok.

“Kekerasan fisik semua sih mbak. Aku pernah di tonjok, di tampar, truuuss.. di tendang, trusss diii...diii..dorong-dorong sampai aku kejedot di tembok..” (38-40)

“cara dia memperlakukan aku ketika berantem tuh semakin keras gitu lohh.. jadi, yang tadinya cuman nampar trus yang itu jadi mukul..” (51-53)


(59)

LD merasa cemburu saat melihat ada banyak foto wanita seksi didalam hand-phone milik pacarnya dan yang membuat LD lebih terkejut saat melihat foto salah seorang wanita seksi tersebut adalah kakak dari LD.

Yaaa itu tadiii...Dia nyimpen foto cewek di hand-phone nya..teruss...jadi gini loh, kayaknya dia itu memang sihh menuntut aku untuk apaa yahhh...gedein payudaraku, terus yaitu sihh yang sering dia ituu..jadii di hand-phone, aku nemu...makanya yang bikin aku sakit hati banget itu ketika aku nemuu.. nemu di hand-phone nya dia yang banyak banget foto-fotonya yang terus ada foto kakak ku juga itu loh yang seksi-seksiii...lah yahh ituu..terus ketika dia jalan berdua dengan temen ceweknya.. Menurutku itu gak wajar sihh.. kenapa?? Karna dia biasanya gak seperti itu gitu loh..” (290-299)

“Udahh...tapi menurut dia tuh aku gak wajar cemburunya gitu lohh.. aku tuh gak wajar kalau cemburu kayak gituu..soalnya dia tuh temennya dia.. harusnya aku tuh tauu..ngertiin dia gitu lohh..gak boleh cemburuuu...” (302 -305)

LD pernah melakukan perlawanan ketika ia dipukuli oleh pacarnya.

Pernahhh... bagaimana? Yaa..ketika dia gebuk aku ya aku balas gebuk.. tapi dia selalu balesss.. apa yang aku bales dia selalu baless.. jadiii salinggg.aku gebuk, dia gebuk akuu.. dia gebuk aku, aku gebuk diaa, nanti bales lagi dia gebuk aku..” (308-312)

Jadi, bentuk kekerasan berpacaran yang LD alami didalam hubungannya ialah kekerasan fisik berupa dipikul, ditampar, dan di tendang oleh pacarnya hingga terbentur ditembok.


(60)

c. Dampak Kekerasan Berpacaran

Bentuk kekerasan fisik yang LD alami menimbulkan dampak seperti adanya memar pada bagian tubuh LD yang di pukul oleh pacarnya. Selain itu, LD juga memiliki trauma terhadap tindak kekerasan berpacaran sehingga LD memutuskan untuk tidak melakukan premarital sex intercourse lagi dengan pacar selanjutnya karena bagi LDpremarital sex intercourse merupakan salah satu faktor pendukung terjadinya kekerasan didalam hubungannya berpacaran.

“Iyalah mbak.. semuanya berbekasss.. jadi awalnya cuman nabok di kepala gitu, trus nanti tau-tau di pipi, trus tau-tau di tangan.. gitu.. gituuu.. trus nendang gitu lohh.. yang pertama kali dia nonjok aku tuh sampe biru ogg tanganku..” (71-74)

“Yaa.. aku takut aja kalau kejadianku kayak kemaren dan aku gak.. aku gak mau.. apa yaa.. Kejadian kayak

kemaren itu maksudnya kayak gimana? Kayak kejadian..

kayak aku sama pacar ketiga ku.. aku dengan melakukan kayak gitu trus aku jadi kayak apa-apa sama dia.. jadi aku kayak gak bisa melepaskan dengan gampang gitu tuhh.. aku gak mau lagi lohh terjadi seperti itu lagi sama yang sekarang.. kan aku juga gak tau yaa jalannya Tuhan kayak gimana aku dengan yang sekarang gitu loh. Jadii aku gak mau melakukan sesuatu yang berlebihan lagi sebelum aku bener-bener jadi suamiku lagi gitu lohh.. bener-bener


(61)

Tabel Skema Utama Informan I

Berpacaran Premarital Sex

Intercourse

Bentuk Kekerasan : - Fisik : ditampar,

dipukul, ditinju, didorong

- Psikis : merasa takut Alasan Kekerasan :

- Pacar informan tidak

terima dituduh

berselingkuh

- Sikap kurang tegas

dalam mengambil

keputusan untuk

berpisah - Terlalu

mengagungkan pacarnya

Kekerasan Berpacaran


(62)

2. Informan 2

a. Alasan Terjadinya Kekerasan Berpacaran

Cara pandang yang berbeda dalam berpenampilan menjadikan TD sebagai korban kekerasan yang dilakukan oleh pacarnya sendiri. Pacar TD merasa cemburu terhadap TD karena menurut pacarnya cara berpakaian TD cukup terbuka dan hal itu menjadikan TD sebagai objek para lelaki.

“Awalnya tuh dia cemburu mbak.. dia kan orangnya pencemburu juga.. trus aku pernah pake baju yang gimana ya, agak terbuka gitu.. menurut dia ya terbuka tapi aku ya rasanya biasa-biasa aja mbak.. trus dia marah.. dia bilang kok aku pake bajunya kayak gitu kan ngga enak kalau sampe diliatin sama orang, diliatin sama cowok-cowok.. dia mikirnya kalau aku dandanannya kayak gitu, terbuka.. trus jadi perhatian cowok-cowok, dia gak suka mbak” (63-70)

Selain itu, alasan terjadinya kekerasan dalam hubungan berpacaran yang TD jalani bersama pacarnya adalah ketika TD mendapati pacarnya berbohong kepada dirinya. Hal ini membuat TD menjadi marah besar kepada pacarnya, namun kemarahan TD justru memancing emosi dalam diri pacarnya sehingga pacar TD berbalik memaki TD, membuat kamar TD menjadi berantakan, hingga akhirnya memukul TD.

“Pernah juga karena aku mergokin dia bohong sama aku.. kan ketahuan mbak dia bohong jadinya aku kesel kan.. aku marah besar waktu itu sama dia sampe aku suruh dia pergi dari kosku, kayak ngusir gitu.. eh malah dia yang balik marah sama aku.. dia marah-marah trus maki-maki aku.. di situ kita sempat bertengkar mulut gitu mbak sampe akhirnya dia mukul aku.. sampe kamarku juga diobrak-abrik sama dia..” (71-78)


(63)

Kekerasan yang TD beberapa kali TD rasakan dari pacarnya membuat TD menjadi geram hingga TD yang tadinya menjadi korban kekerasan didalam hubungannya berbalik menjadi pelaku kekerasan. Kegeraman yang TD rasakan mendorong TD untuk melakukan perlawanan kepada pacarnya ketika ia dikasari.

“Pernah.. waktu itu aku juga udah capek dikasarin sama dia sampe akhirnya aku juga melawan.. itupun hanya dua kali.. selama ini kan aku ngalah-ngalah trus mbak kalau dikasarin gitu, namanya orang juga punya batas kesabaran kan.. jadi ya waktu itu aku sempat melawan..” (81-85)

Jadi, alasan terjadinya kekerasan berpacaran yang dialami oleh TD adalah sudut pandang yang berbeda antara TD dan pacarnya mengenai layak tidaknya cara berpakaian TD di lingkungan masyarakat. Selain itu, alasan lain yang TD rasa sebagai penyebab terjadinya kekerasan berpacaran didalam hubungannya ialah emosi yang meluap dari TD akibat mengetahui pacarnya berbohong. Hal ini menjadi faktor pacar TD berbalik marah dan berperilaku kasar kepada TD.

b. Bentuk Kekerasan Berpacaran

Diawal hubungan berpacaran yang TD jalani, ia mendapat tindak kekerasan dari pacarnya berupa tamparan. Hal ini membuat TD kaget atas sikap pacarnya karena TD tidak pernah berpikir bahwa pacarnya akan memperilakukan dirinya dengan kasar.

“Iya.. pernah sih mbak.. pas awal-awal pacaran dulu.. pas.. pas.. bulan-bulan kedua kalau gak salah.. aku pernah


(64)

ditampar sama dia. Waktu itu pacarku nampar pake tangan.. itu tuh aku shock banget mbak.. kaget, kok dia sampe berani nampar aku gitu.. hmm.. trus.. gitu..” (35-39)

Tamparan pada awal hubungan TD berpacaran yang dilakukan oleh pacarnya terhadap TD menjadikan TD sering mendapat tindak kekerasan. Dapat dikatakan setiap kali TD bertengkar dengan pacarnya, pertengkaran selalu diakhiri dengan tindak kekerasan seperti menampar TD.

“biasanya kalau lagi berantem mbak.. pokoknya kita kalau lagi ada masalah berantem gitu kalo aku marah-marah gimana pasti dia main tangan kayak yang nampar gitu.. pokoknya dia ujung-ujungnya pake kekerasan mbak..” (41 -44)

TD tidak hanya ditampar oleh pacarnya, bentuk kekerasan lain yang TD pernah alami didalam hubungannya ialah TDjuga pernah dicekik oleh pacarnya lalu badan TDdidorong hingga terjatuh kelantai. TD merasa bahwa dari semua perilaku kekerasan yang pacarnya lakukan kepada dirinya, kejadian tersebut merupakan yang terparah.

“aku gak cuma ditampar aja sama dia.. dulu pernah dicekik.. itu menurutku yang paling parah.. dicekik habis itu trus badanku dibalik trus dijatuhin di lantai.. kayak dibanting gitu.. dari semuanya itu kejadian yang paling parah mbak..” (53-57)

Jadi, bentuk kekerasan berpacaran yang TD alami ialah kekerasan fisik seperti ditampar, dicekik, dan didorong hingga terjatuh.


(65)

c. Dampak Kekerasan Berpacaran

Mendapatkan perilaku kekerasan dari pacarnya membuat TD merasa takut dan sakit hati terhadap pacarnya. TD takut jika saat bertengkar pacarnya tidak dapat mengontrol amarahnya dan bersikap lebih kasar. Perasaan taku dan sakit hati yang TD rasakan akibat sikap kasar pacarnya juga disebakan karena TD tidak pernah mengalami kekerasan berpacaran dari pacar-pacar TD yang sebelumnya.

“Takut mbak.. sakit hati juga.. kalau dia udah kasar sama aku tuh bawaannya takut aja.. mikirnya dia nanti sampe gimana ke aku kalau dia udah enggak bisa kontrol.. aku tuh sebelumnya gak pernah dikasarin gitu mbak sama orang, orangtuaku apalagi.. sama pacar-pacarku yang sebelumnya juga gak pernah.. makanya pas pacaran sama dia ini aku baru dapet yang kayak gitu.. aku takut dan sakit hati, karena sejujurnya akugak pernah dikasarin seperti yang dia lakukan terhadap aku ini” (88-96)

“Pernah mbak.. Baru-baru ini malah aku kasih tau ke dia kalau aku sebenarnya takut mau berhubungan sama dia lagi kalau dia kayak gitu terus ke aku.. mau dekat-deket sama dia aja aku harus hati-hati jangan sampe ada pertengkaran trus ujung-ujungnya kita adu mulut trus dia main kasar lagi.. karena itu juga aku jadi takut buat ngejalanin lebih jauh lagi ke depannya sama dia..” (100-106)


(66)

Tabel Skema Utama Informan 2

Berpacaran Premarital Sex

Intercourse

Bentuk Kekerasan : - Fisik : ditampar,

dicekik, didorong - Psikis : merasa takut Alasan Kekerasan :

- Pacar TD marah

karena dianggap

berbohong

- Merasa tidak suka jika TD dipandangi oleh laki-laki lain karena cara berpakaian yang seksi

- Pacar TD berbalik

memukul saat TD

melakukan perlawanan

Kekerasan Berpacaran


(67)

3. Informan 3

a. Alasan Terjadinya Kekerasan Berpacaran

Dalam hubungan berpacaran yang DP jalani, DP merasa mendapatkan kekerasan secara psikis. Hal ini terlihat dari perilaku pacar DPyang selalu ingin bersama dengan DP. Pacar DP tidak melarang DP untuk bertemu dengan teman-temannya, namun karena pacar DP selalu berada dikost milik DP hal ini membuat DP merasa tidak enak jika harus meninggalkan pacarnya sendiri dikostnya. Secara tidak langsung, sikap pacar DP yang seperti ini membatasi pergaulan DP dengan teman-temannya.

“Gak dilarang sih mbak.. dia bilang sih kalau aku mau pergi main ya pergi aja, tapi dia dikost ku, kan aku gak enak ninggalin dia sendirian.. jadi kepikiran juga, jadi mau gak mau aku gak keluar aja. Padahal kan walaupun kita punya pacar ya tetep pengen ada waktu sendiri, cuman secara gak langsung dia kayak gitu, itu tuh membatasi pergaulanku..” (109-115)

Jadi, alasan kekerasan berpacaran yang di alami DP didalam hubungannya ialah keinginan terus bersama yang dilakukan oleh pacarnya sehingga DP tidak dapat bergaul bebas dengan teman-temannya.

b. Bentuk Kekerasan Berpacaran

DP dan pacarnya telah melakukan premarital sex

intercourse. Sex intercourse menimbulkan dampak kebersamaan

yang berlebihan dalam hubungan DP. Hal ini membuat DP menjadi merasa tertekan dengan sikap pacarnya yang selalu ingin bersama


(1)

57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75.

kasar, nyebut semua nama hewan.. aku juga gitu sih. Terus dia ngekang-ngekang aku, gak boleh main sama temen-temenlah, gak boleh pergi-pergi lah.. kalau dia udah kayak gitu kita berantem...Masa aku jadi gak bisa main sama temen-temen.. truss dikata-katain kasar mulu juga bikin sakit hati mbak..Apa yang membuat dia marah ke kamu? Ya biasanya karna aku berkomunikasi dengan cewek lain. Tapi ya dia juga berkomunikasi ke cowok lain sih mbak, aku jadinya juga kayak gitu.

Bagaimana bentuk kekerasan yang kamu lakukan kepada pasanganmu?

Ya sama mbak. Hanya kekerasan psikis. Aku gak pernah nyampe pukul dia. Paling kalau marahan ya gitu, semua nama hewan aku sebutin.

Apa yang membuat kamu marah?

Misalnya nih aku ngajak dia ketemuan terus dia gak mau karna lagi males kah atau karna lagi bareng temennya, ya itu aku langsung marah terus

maki-bergaul dan mendapatkan kata-kata kasar dari pacar

Informan tidak dapat bergaul dan merasa sakit hati atas ucapan kasar pacarnya

Informan berkomunikasi dengan perempuan lain karena pacarnya juga demikian. Pacar informan tidak suka bila informan berkomunikasi dengan perempuan lain

Informan melakukan kekerasan psikis pada pacarnya

Informan akan marah dan berbicara kasar kepada pacarnya jika lebih

mementingkan temannya

Informan merasa tertekan dan sakit hati atas perilaku kasar pacarnya

Melakukan pembalasan atas apa yang dilakukan oleh pacar

Informan sebagai pelaku kekerasan

Memaksakan kehendak agar jadi yang utama

Dampak kekerasan berpacaran Alasan kekerasan berpacaran Bentuk kekerasan berpacaran Alasan kekerasan berpacaran


(2)

76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94.

maki dia. Kenapa? yaa aku gak suka kalau dia lebih mentingin temannya dari pada aku mbak.Mengapa dia harus lebih mentingin kamu? Kan aku pacarnya mbak, yaa aku harus lebih istimewa dari temannyalah mbak. Kalau aku sama aja kayak temannya ngapain kita pacaran mending jadi temen aja.

Kamu tidak mengijinkan pacarmu bergaul? Mengijinkan mbak. Tapi aku gak suka aja kalau aku ajak dia ketemuan terus dia lebih memilih main sama temannya, itu aku pasti bakal marah besar.Waktu pertama aku pacaran sama dia sih aku gak pernah ngekang dia, itu waktu SMA ya.. dia mau main sama siapa ya terserah..lama-lama dia dulu yang ngekang aku, aku gak boleh main sama anak-anak. Dulu kan aku emang sering main sama anak-anak, nah disitu dia mulai ngekang aku gak boleh main dengan siapa-siapa.. Akhirnya udah jalan setahun apa yaa baru aku mulai ngekang dia.

ketimbang informan. Informan ingin agar pacarnya menjadikannya yang utama.

Informan kurang suka jika pacarnya lebih memilih jalan dengan temannya. Pacar informan lebih dulu mengekang informan sehingga informan berlaku sama dengan yang dilakukan pacarnya yaitu tidak boleh bergaul dengan teman-temannya.

Informan sebagai pelaku sekaligus korban kekerasan

Alasan kekerasan berpacaran


(3)

95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113.

Ngekangnya kayak gimana tuh? Ya maksudnya gak boleh main sama temannya dia, harus pergi sama aku kemana-mana.

Apakah ada peningkatan kekerasan yang terjadi setelah kamu dan pacarmu melakukan sex intercourse?

Berkurang malah mbak. Dia tuh jadi serba ngalah, mungkin karna pengaruh udah kayak gitu, udah ngelakuin kayak gitu kan, terus jadi apa-apa nurut sama kata-kata ku. Kalau dari pengalamanku loh, malah dia jadi takut banget lepas dari aku setelah kita gitu.

Berarti udah gak pernah berantem lagi?

Ya berantem pasti ada, tapi udah gak separah dulu lagi, waktu sebelum kita ngelakuin itu.Tapi aku udah putus sama dia mbak. Kenapa? Dia selingkuh sama cowok lain mbak.

Kamu gak maafin dia?

Ya enggaklah mbak. Aku emang sayang banget

Informan merasa bahwa setelah melakukan premarital sex intercourse pacarnya menjadi lebih sabar dan menuruti keinginan informan

Informan merasa setelah melakukan premarital sex intercourse pertengkaran yang terjadi lebih dapat terkontrol

Informan memutuskan

Premarital sex intercourse mempengaruhi sikap terhadap pacar

premarital sex intercourse mempengaruhi kekerasan

Perselingkuhan merusak

Dampak premarital sex intercourse

Dampak premarital sex intercourseI


(4)

114. 115. 116. 117. 118. 119. 120. 121. 122. 123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132.

sama dia, tapi kalau dia main di belakangku ya aku gak terima lah.

Kamu pernah lihat dia sama pria lain?

Kalau lihat langsung sih enggak mbak. Aku hanya lihat dari hand-phone-nya aja, ada komunikasi yang berlebihan sama cowok lain, ya kayak ngajak ketemuan gitu, ada foto berdua juga sama cowok lain.

Kamu gak obrolin dulu sama pacarmu?

Udah mbak. Awalnya tuh kita gak benar-benar putus. Jadi kayak gak jelas gitu sih mbak tepatnya. Tapi karna dia main sama cowok lain dibelakangku ya aku juga jadinya gitu sama cewek lain, nah ketahuan sama dia kan, kita jadinya bener-bener putus. Mengapa kamu selingkuh? Namanya orang pacaran mbak, ada titik jenuhnya. Terus kalau pacaran lama emang ada masanya bosen sama pacar sendiri itu loh mbak. Kecuali misalnya aku anak rumahan, jarang keluar, nah mungkin aku bisa setia


(5)

133. 134. 135. 136. 137. 138. 139. 140. 141. 142. 143. 144. 145. 146. 147. 148. 149. 150. 151.

banget karna gak ada kenalan. Tapi kan aku bergaul luar, punya organisasi gank motor, banyak ketemu orang, banyak ketemu cewek, yaa jadinya tergoda juga mbak buat melirik cewek lain.

Waktu pertama kali dia selingkuh dari aku mbak, disitu aku sadar kalau emang aku terlalu cepat memutuskan untuk jadiin dia yang terakhir, karena ya ternyata dari dia juga berarti belum yakin kalau mau sama aku terus.

Apakah kamu juga melakukan premarital sex intercourse dengan pacarmu yang sekarang? Enggak mbak. Gak tau ya, aku dengan yang sekarang ini gak kepikiran buat gituin dia. Gak tau karna apa. Apa mungkin karna usia kali yaa.. aku sama yang sekarang soalnya beda empat tahun, aku ngerasa belum berani gitu loh.. yaa karna itu aja, kayak gak berkeinginan buat gituin dia. Aku gak berani rasanya buat gituin dia. Yang dulu seumuran? Iya, yang dulu seumuran. Kalau pacaran


(6)

152. 153. 154. 155. 156.

sama yang seumuran itu susahnya dia keras kepala, gak bisa dibilangin, susah di atur.. kalau pacaran sama yang dibawah umurku dia masih dibilangin, kayak yang sekarang. Kalau sama yang muda, yang megang kendali ya cowok.