dipengaruhi oleh media massa. Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut diperlukan suatu penelitian yang lebih mendalam. Untuk itulah penelitian tentang
perilaku pemilih ini dilakukan terutama pada daerah yang baru melakukan pemekaran daerah tepatnya di lingkungan IV kelurahan perkebunan sipare-pare
yang masyarakatnya heterogen atau terdiri dari beberapa lapisan umur, pekerjaan yang dapat diharapkan dapat mewakili masyarakat kelurahan.
1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka yang menjadi perumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perilaku pemilih masyarakat di Lingkungan IV
Kelurahan Perkebunan Sipare-pare pada Pemilihan Kepala Daerah Bupati?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi Perilaku Pemilih
Masyarakat pada Pemilihan Kepala Daerah Bupati di Lingkungan IV Kelurahan Perkebunan Sipare-pare?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah: 1.
Untuk melihat perilaku pemilih masyarakat di lingkungan IV kelurahan Perkebunan Sipare-pare pada Pemilihan Kepala Daerah Bupati.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat
dalam menentukan pilihan politiknya didalam Pemilihan Kepala Daerah Bupati.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1.
Bagi intitusi, hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi dibidang ilmu politik dan dapat memberikan informasi mengenai perilaku
pemilih masyarakat, 2.
Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai macam-macam perilaku pemilih pada saat kegiatan
politik Pemilihan Kepala Daerah Bupati, 3.
Bagi Peneliti, sebagai penelitian dan memperluas khasanah dan pengetahuan dibidang ilmu politik, khususnya mengenai perilaku pemilih
masyarakat dalam pemilihan kepala daerah Bupati.
1.5. Kerangka Teori
1.5. 1. Pendekatan Dalam Memahami Model Perilaku Politik
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik dalam arti yang luas. Masyarakat sebagai kumpulan
individu yang memiliki harapan sekaligus tujuan yang hendak diwujudkan. Untuk mewujudkan harapan tersebut diperlukan adanya norma-norma atau kaidah-
kaidah yang mengatur berbagai kegiatan bersama dalam rangka menempatkan dirinya ditengah-tengah masyarakat yang senantiasa ditegakkan.
12
Dalam hal ini, norma tersebut mempersoalkan apa yang menjadi landasan wewenang politik atau
apa yang menjadi dasar perbuatan dan pelaksanaan keputusan politik itu diberlakukan secara sah.
13
Upaya untuk menegakkan norma tersebut
12
Sudijono Sastroatmodjo, Op.Cit., h.1
13
Ibid., h. 230
Universitas Sumatera Utara
mengharuskan adanya lembaga pemerintah yang memiliki otoritas tertentu agar norma-norma yang ada dapat ditaati. Dengan demikian kegiatan individu dalam
masyarakat terjadi sekurang-kurangnya karena ada kesempatan, norma-norma serta kekuatan untuk mengatur tertib masyarakat kearah pencapaian tujuan.
Unsur-unsur ini merupakan kesatuan yang terkait dengan politik dan oleh karena itu, masyarakat yang ada didalamnya merupakan kelompok individu yang tidak
dapat lepas dari persoalan politik. Pada umumnya, politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu
sistem politik yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan itu. Untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu
ditentukan kebijakan umum yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi dari sumber-sumber dan resources yang ada. Untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan itu perlu dimiliki kekuasaan power dan kewenangan authority yang akan dipakai baik untuk membina kerja sama maupun untuk
menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses ini. Cara-cara yang digunakan dapat bersifat persuasi menyakinkan dan paksaan.
Politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat public goals dan bukan tujuan pribadi seseorang privat goals. Politik juga
menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik dan kegiatan orang seorang individu.
14
Namun, sesuai dengan perkembangannya ilmu pengetahuan banyak dikalangan masyarakat mengartikan bahwa politik itu
merupakan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral dan politik merupakan sebuah dunia dimana orang memberikan janji-janji yang tidak
14
Miriam Budiardjo,Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, h. 8
Universitas Sumatera Utara
akan dipenuhi serta obral kata-kata yang memang semula telah direncanakan untuk memberikan kesan yang tidak benar bagi para pendengar.
15
Perilaku politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Interaksi antara
pemerintah dan masyarakat, antar lembaga pemerintah dan antar kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan dan
penegakkan keputusan politik pada dasarnya merupakan perilaku politik. Perilaku politik berkenaan dengan tujuan suatu masyarakat, kebijakan
untuk mencapai suatu tujuan, serta sistem kekuasaan yang memungkinkan adanya suatu otoritas untuk mengatur kehidupan masyarakat secara umum dan bukan
tujuan orang perorangan. Perilaku politik dapat dijumpai dalam berbagai bentuk. Dalam suatu negara misalnya, ada pihak yang memerintah dan pihak lain yang
diperintah. Terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah ada yang setuju dan ada yang kurang setuju yang sering melakukan kegiatan politik adalah
pemerintah dan partai politik, karena fungsi mereka didalam bidang politik keluarga sebagai satu kelompok yang melakukan berbagai kegiatan. Termasuk
didalamnya adalah kegiatan politik. Misalnya para anggota keluarga secara bersama memberikan dukungan pada organisasi politik tertentu, memberikan
iuran, ikut berkampanye menghadapi pemilu. Suatu perbuatan tertentu dapat dikatakan lebih dari satu jenis perilaku,
apabila kegiatan tersebut mencakup beberapa aspek sekaligus, misalnya suatu perusahaan memperjuangkan bea masuk yang rendah atas barang-barang yang
diimpor dari luar negri. Upaya tersebut dapat termasuk perilaku ekonomi dan
15
A.Rahman Zainuddin, Antara Politik dan Moral, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, Jurnal Ilmu Politik 16, 1996, h.3
Universitas Sumatera Utara
sekaligus perilaku politik yang merupakan perilaku ekonomi adalah tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan keuntungan dari kegiatan bisnis yang dilakukan.
Dan yang merupakan perilaku politik adalah apa yang dilakukan perusahaan tersebut bertujuan untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah.
Perilaku politik tidaklah merupakan sesuatu yang berdiri sendiri tetapi mengandung keterkaitan dengan hal yang lain. Satu hal yang perlu dibahas adalah
sikap politik. Walaupun antara sikap dan perilaku terdapat kaitan yang sangat erat, namun keduanya perlu dibedakan. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi baru
merupakan kecendrungan. Dari sikap tertentu itu dapat diperkirakan tindakan apa yang akan dilakukan berkenaan dengan objek yang dimaksud. Munculnya sikap
politik tertentu akan dapat diperkirakan perilaku politik apa yang akan muncul. Misalnya ketidaksetujuan terhadap kebijakan pemerintah, ini merupakan sikap
politik dan dengan ketidaksetujuan atas kebijakan tersebut akan menimbulkan perilaku yang muncul adalah peninjauan pernyataan keberatan, protes ataupun
unjuk rasa.
16
1. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini pada dasarnya menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan-pengelompokan sosial mempunyai pengaruh yang cukup
signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Pengelompokan sosial ini misalnya berdasarkan umur tua-muda, jenis kelamin laki-laki dan perempuan,
16
Sudjono Sastroatmodjo, Op.Cit., h. 2-5
Universitas Sumatera Utara
agama dan semacamnya, dianggap mempunyai peranan cukup menentukan dalam pentuk perilaku pemilih. Untuk itu, pemahaman terhadap pengelompokan sosial
baik secara formal seperti keangggotaan seseorang didalam organisasi keagamaan, organisasi profesi, kelompok-kelompok okupasi dan sebagainya, maupun
kelompok informal seperti keluarga, pertemanan, ataupun kelompok-kelompok kecil lainnya. Ini merupakan sesuatu vital dalam memahami perilaku politik,
karena kelompok-kelompok ini mempunyai peranan besar dalam bentuk sikap, persepsi dan orientasi seseorang.
Gerald pomper memperinci pengaruh pengelompokan sosial dalam kajian voting behavior kedalam 2 variabel yaitu predisposisi kecendrungan social
ekonomi pemilih dan keluarga pemilih. Apakah preferensi politik ayah atau ibu akan berpengaruh pada preferensi politik anak, sedangkan predisposisi social
ekonomi berupa agama yang dianut, tempat tinggal, kelas social, karakteristik demografis dan sebagainya.
17
Hubungan antara agama dengan perilaku pemilih nampaknya sangat mempengaruhi dimana nilai-nilai agama selalu hadir didalam kehidupan privat
dan public dianggap berpengaruh terhadap kehidupan politik dan pribadi para pemilih. Dikalangan partai politik, agama dapat melahirkan dukungan politik dari
pemilih atas dasar kesamaan teologis, ideologis, solidaritas dan emosional. Fenomena partai yang berbasis agama dianggap menjadi daya tarik kuat dalam
preferensi politik. Dalam literatur perilaku pemilih, aspek agama menjadi pengamatan yang
penting. Pemilih cenderung untuk memilih partai agama tertentu yang sesuai
17
A.Rahman Zainuddin, h.47-48
Universitas Sumatera Utara
dengan aagama yang dianut. Di Indonesia faktor agama masih dianggap penting untuk sebahagian besar masyarakat. Misalnya seorang muslim cenderung untuk
memilih partai yang berbasis islam dan sebaliknya seorang non-muslim cenderung untuk memilih partai non-muslim.
18
Aspek geografis juga mempunyai hubungan dengan perilaku pemilih. Adanya rasa kedaerahan mempunyai dukungan seseorang terhadap partai.
Dibeberapa negara, wilayah tertentu mempunyai loyalitas terhadap partai tertentu. Hal ini biasanya berkaitan dengan status ekonomi seseorang faktor kelas
terutama dihampir semua negara industri. Namun penelitian yang dilakukan oleh Afan Gaffar menunjukkan bahwa pengaruh kelas dalam perilaku pemilih di
Indonesia tidak begitu dominan. Tidak ada perbedaan kecenderungan perilaku politik antara mereka yang termasuk kategori orang kaya orang miskin; antara
yang memiliki tanah yang luas yang sedikit; antara yang memiliki pekerjaan sebagai pedagang dengan buruh tani, dan sebagainya.
19
2. Pendekatan psikologis
Psikologi adalah imu sifat, dimana fungsi-fungsi dan fenomena pikiran manusia dipelajari. Setiap tingkah laku dan aktivitas masyarakat dipwngaruhi oleh
akal individu. Sedangkan ilmu politik mempelajari aspek tingkah laku masyarakat umum sehingga ilmu politik berhubungan sangat dekat dengan psikologi.
20
Pendekatan ini muncul merupakan reaksi atas ketidakpuasan mereka terhadap pendekatan sosiologis. Secara metodologis, pendekatan sosiologis
18
Dikutip dari Sulhardi, Political Psycology Socialization, and culture, http:pangerankatak.blogspot.com200804governing-intoduction-to-political, 28 April 2008
19
A.Rahman Zainuddin, Op.Cit., h.48-49
20
Suhardi, Op.Cit.
Universitas Sumatera Utara
dianggap sulit diukur, seperti bagaimana mengukur secara tepat sejumlah indicator kelas sosial, tingkat pendidikan, agama, dan sebagainga. Pendekatan ini
menggunakan dan mengembangkan konsep psikologi terutama konsep sikap dan sosialisasi untuk memperjelaskan perilaku pemilih. Disini para pemilih
menentukan pilihannya karena pengaruh kekuatan psikologis yang berkembang dalam dirinya sebagai produk dari proses sosialisasi, artinya sikap seseorang
merupakan refleksi dari kepribadian dan merupakan variabel yang menentukan dalam mempengaruhi perilaku politiknya. Pendekatan psikologis menganggap
sikap sebagai variabel utama dalam menjelaskan perilaku politik. Hal ini disebabkan oleh fungsi sikap itu sendiri, menurut Greenstein ada 3 yakni:
1. Sikap merupakan fungsi kepentingan, artinya penilaian terhadap objek
diberikan berdasarkan motivasi, minat dan kepentingan orang tersebut.
2. Sikap merupakan fungsi penyesuaian diri, artinya seseorang bersikap
tertentu sesuai dengan keinginan orang itu untuk sama atau tidak sama dengan tokoh yang diseganinya atau kelompok panutan.
3. Sikap merupakan fungsi eksternalisasi dan pertahanan diri, artinya
sikap seseorang itu merupakan upaya untuk mengatasi konflik batin atau tekanan psikis yang mungkin berwujud mekanisme pertahanan
dan eksternalisasi diri. Namun, sikap bukanlah sesuatu hal yang cepat terjadi, tetapi terbentuk
melalui proses yang panjang, yakni mulai dari lahir sampai dewasa. Pada tahap pertama, informasi pembentukan sikap berkembag dari masa anak-anak. Pada
fase ini, keluarga merupakan tempat proses belajar. Anak-anak belajar dari orang
Universitas Sumatera Utara
tua menganggap isu politik dan sebagainya. Pada tahap kedua, adalah bagaimana sikap politik dibentuk pada saat dewasa ketika menghadapi situasi diluar keluarga.
Tahap ketiga, bagaimana sikap politik dibentuk oleh kelompok-kelompok acuan seperti pekerjaan, gereja, partai politik dan asosiasi lain.
Melalui proses sosialisasi ini individu dapat mengenali sistem politik yang kemudian menentukan sifat persepsi politiknya serta reaksinya terhadap gejala-
gejala politik di dalam kaitannya dengan pemilihan kepala daerah. Sosialisasi bertujuan menungkatkan kualitas pemilih. Maka pendidikan politik disini
berperan yang dapat dilakukan dengan berbagai cara.
3. Pendekatan Politis Rasional
Dua pendekatan terdahulu secara implisit atau eksplisit menempatkan pemilih pada waktu dan ruang kosong. Dimana pendekatan tersebut beranggapan
bahwa perilaku pemilih bukanlah keputusan yang dibuat pada saat menjelang atau ketika berada dibalik suara, tetapi sudah ditentukan jauh sebelumnya, bahkan jauh
sebelum kampanye dimulai. Karakteristik sosiologis, latar belakang keluarga, pembelahan kultural, identifikasi partai melalui proses sosialisasi,pengalaman
hidup, merupakan variabel yang secara sendiri-sendiri mempengaruhi perilaku politik seseorang. Ini berarti variabel lain menentukan atau ikut menentukan
dalam mempengaruhi perilaku pemilih. Ada faktor situasional yang ikut mempengaruhi pilihan politik seseorang. Dengan begitu para pemilih bukan hanya
pasif tetapi juga aktif, bukan hanya terbelenggu oleh karakteristik sosiologis tetapi bebas untuk bertindak. Faktor situasional ini bisa berupa isu-isu politik pada
kandidat yang dicalonkan.
Universitas Sumatera Utara
Perilaku pemilih tidak harus tetap atau sama, karena karakteristik sosiologis dan identifikasi partai dapat berubah-ubah sesuai waktu dan peristiwa-
peristiwa politik tertentu. Dengan begitu, isu-isu politik menjadi pertimbangan yang penting dimana para pemilih akan menentukan pilihan berdasarkan penilaian
terhadap isu-isu politik dan kandidat yang diajukan. Artinya para pemilih masyarakat dapat menentukan pilihannya berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan rasional.
21
1.5. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Politik
Dalam masyrakat yang pluralis budayanya tinggi, seringkali terdapat kegiatan yang bervariasi dan tidak mustahil terdapat perbedaan dalam
pelaksanaannya. Untuk memahami perilaku politik diperlukan tinjauan dari sudut pandang yang multidimensi. Hal itu berarti bahwa latar belakang dan faktor yang
mendorong perilaku politik tidak bersifat determinan, tetapi bersifat memberikan pengaruh.
22
Untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik
masyarakat, pertama, perlu dipahami dalam konteks latar belakang historis. Sikap
dan perilaku politik masyarakat dipengaruhi oleh proses-proses dan peristiwa histories masa lalu. Hal ini disebabkan bahwa budaya politik tidak merupakan
kenyataan yang statis dan tidak berkembang, tetapi justru sebaliknya merupakan sesuatu yang berubah dan berkembang sepanjang masa.
23
Kedua, faktor kondisi geografis memberikan pengaruh dalam perilaku
politik masyarakat sebagai kawasan geostrategis, Indonesia memiliki
21
Ibid., h. 50-52
22
Sudijono Sastroatmodjo, Op.Cit., h. 12
23
Ibid., h. 17
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan sebagai pusat perhatian dunia internasional. Wilayah geografis yang strategis merupakan pertimbangan strategis bagi dunia internasional untuk
mengadakan kerja sama dan hubungan dalam berbagai kepentingan. Di pihak lain, faktor kemajemukan budaya dan etnis merupakan hal yang rawan bagi terciptanya
desintegrasi. Oleh karena itulah kondisi geografis merupakan pertimbangan yang penting dan mempengaruhi perilaku politik seperti pembuatan peraturan,
perencanaan kebijakan , pengambilan keputusan dan sebagainya. Kondisi ini juga mempengaruhi perbedaan tingkat partisipasi politik masyarakat kesenjangan
pemerataan pembangunan, kesenjangan informasi, komunikasi dan teknologi mempengaruhi proses sosialisasi politik, pendidikan politik dan komunikasi
politik masyarakat. Berdasarkan inilah aktor politik dituntut untuk mempertimbangkan kondisi dan pengambilan keputusan.
Ketiga, faktor budaya politik memiliki pengaruh dalam perilaku politik
masyarakat. Budaya politik suatu bangsa merupakan distribusi pola-pola orientasi khusus menuju tujuan politik diantara masyarakat bangsa itu, mencapai serta
memelihara stabilitas sistem politik. Berfungsinya budaya politik itu pada prinsipnya ditentukan oleh tingkat keserasian antara kebudayaan bangsa dan
struktur politiknya. Kemajuan budaya Indonesia mempengaruhi budaya budi bangsa. Berbagai budaya daerah pada masyarakat Indonesia berimplikasi pada
terciptanya sebuah bentuk perilaku politik dengan memahami budaya politik masyarakat yang dipandang penting untuk memahami perilaku politik. Sehingga
dapat diketahui bagaimana dan mengapa mereka melakukan sesuatu, apa motivasi
Universitas Sumatera Utara
dan bagaimana pola tingkah laku tersebut menyelaraskan diri dengan sistem politik yang berlaku.
24
Keempat, perilaku politik masyarakat dipengaruhi oleh agama dan
keyakinan. Agama telah memberikan nilai etika dan moral politik yang memberikan pengaruh bagi masyarakat dalam perilaku politiknya. Keyakinan dan
agama merupakan pedoman dan acuan yang penuh dengan norma-norma dan kaidah yang dapat mendorong dan mengarahkan perilaku politik sesuai dengan
agama dan keyakinannya proses politik dan partisipasi warga negara paling tidak dapat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pemahaman agama seseorang.
25
Kepercayaan, ideologi dan mitos merupakan citra-citra kolektif dan ide yang bersifat elemen spiritual dan psikologis.
26
Keyakinan mengacu kepada ideologi yaitu keyakinan yang lebih rasional dan ada yang bersifat irrasional atau
mitos.
27
Ideologi merupakan keyakinan yang dirasionalisir dan disistematisir, yang mencerminkan situasi masyarakat.
28
Mitos merupakan keyakinan yang kurang jelas, kurang rasional dan yang kurang teliti yang bersifat fabel tentang
alam, dunia, manusia dan masyarakat yang sudah diterima secara kuat. Pada abad 20, jurnalis perancis George Sorel mengembangkan suatu paham bahwa salah satu
cara yang efektif untuk mempengaruhi suatu komunitas adalah memberikan citra- citra yang singkat dan tidak rumit tentang suatu masa depan yang fiktif yang
mempolaisir emosi-emosinya dan bergerak menuju aksi.
29
24
Ibid., h. 20-21
25
Ibid., h. 25
26
Maurice Duverger, Sosiologi Politik, Jakarta: Rajawali Press, 1982, h.147
27
Ibid., h. 148
28
Ibid., h.150
29
Ibid., h.154
Universitas Sumatera Utara
Kelima, pendidikan dan komunikasi juga mempengaruhi perilaku politik
seseorang. Sistem politik yang cenderung sentralistis akan mempengaruhi perilaku politik seseorang dalam mengatasi dan mengakomodasi berbagai kepentingan.
Semakin tinggi pendidikan masyarakat maka semakin tinggi tingkat kesadaran politiknya, dan sebaliknya, semakin rendah tingkat pendidikan maka semakin
rendah pula tingkat kesadaran politiknya. Komunikasi politik yang intens akan mempengaruhi perilaku politik seseorang dalam kegiatan politiknya.
Keenam, faktor kepribadian seseorang juga mempengaruhi perilaku
politik. Perilaku politik itu bergantung pada sifat struktur kepribadian yang dimilikinya, apakah tergolong dalam fungsi penyesuaian diri atau dalam basis
fungsional eksternalisasi dan pertahanan diri.
Ketujuh, faktor lingkungan sosial politik. Faktor ini dapat mempengaruhi
aktor politik secara langsung seperti keadaan keluarga, cuaca, keadaan ruang, ancaman, suasana kelompok dan kehadiran orang lain. Lingkungan social politik
tersebut saling mempengaruhi dan berhubungan satu dengan yang lain dan bukannya sebagai faktor yang berdiri sendiri. Melalui proses, pengalaman,
sosialisasi dan sebgainya terbentuklah sikap dan perilaku politik seseorang.
30
Selain faktor-faktor tersebut, pendapat umum masyarakat di pransic menyatakan bahwa kesadaran politik memusatkan kepada ideologi dan bukan
mitos rakyat dan ada lima faktor yang memainkan peranan penting untuk menentukan pilihan rakyat dan sikap rakyat, yaitu: 1. Standar hidup, kondisi gaji
atau tidak didigaji, sense of social belonging, 2. Kelompok umur dan seks, 3. Tingkat pendidikan, 4. Agama, dan 5. Simpati terhadap partai politik. Tiga
30
Ibid., h. 26-28
Universitas Sumatera Utara
faktor terakhir bersifat ideologis, partai-partai didasarkan pada ideologi politik, kurang atau lebih terikat kepada doktrin-doktrin politik dan tingkat pendidikan
mempengaruhi kemungkinan saling pengertian. Konsep kesadaran politik ini menunjukkan peranan ideologi. Setiap sikap
politik yang khusus adalah jawaban serentak kepada situasi kongkrit yang bangkit di dalam masyarakat dan manifestasi dari visi keseluruhan tentang kekuasaan,
hubungannya dengan warga secara individual dan konflik dimana kekuasaan merupakan kesadaran politik. Semakin tinggi kesadaran politik maka semakin
besar pengaruhnya dan semakin kurang setiap sikap didiktekan oleh keadaan dari suatu situasi khusus. Kesadaran politik adalah produk dari sejumlah faktor
pendidikan, lingkungan, pengalaman dan semacamnya.
31
1.5. 3. Pemilihan Kepala Daerah
1. Perspektif Teoritis
David Easton, teoritisi politik pertama yang memperkenalkan pendekatan sistem dalam politik, menyatakan bahwa suatu sistem selalu memiliki
sekurangnya tiga sifat, yakni terdiri dari banyak bagian, bagian itu saling berinteraksi dan saling tergantung dan mempunyai perbatasan yang
memisahkannya dari lingkungannya yang juga terdiri dari sistem-sistem lain. Sebagai suatu sistem, sistem pemilihan kepala daerah mempunyai bagian-
bagian yang merupakan sistem sekunder atau sub-sub sistem. Bagian tersebut adalah Electoral Regulation, Electoral Process, dan Electoral Law Enforcement.
Electoral regulation adalah segala ketentuan atau aturan mengenai pemilihan
31
Ibid., h.160
Universitas Sumatera Utara
kepala daerah yang berlaku bersifat mengikat dan menjadi pedoman bagi penyelenggara, calon dan pemilih dalam menjalankan peran dan fungsi masing-
masing. Electoral process adalah seluruh kegiatan yang terkait secara langsung dengan pemilihan kepala daerah yang merujuk pada ketentuan perundang-
undangan baik bersifat legal maupun teknikal. Electoral law enforcement adalah penegakan hukum terhadap aturan-aturan pemilihan kepala daerah baik politisi,
administrasi atau pidana. Ketiga bagian ini dapat menjadi pedoman untuk melaksanakan proses pemilihan kepala daerah.
Sebagai suatu sistem, pemilihan kepala daerah memiliki ciri-ciri yakni bertujuan memilih kepala daerah, setiap komponen yang terlibat dan kegiatan
mempunyai batas, terbuka, tersusun dari berbagai kegiatan yang merupakan subsistem, masing-masing kegiatan saling terkait dan tergantung dalam suatu
rangkaian utuh, memiliki mekanisme control, dan mempunyai kemampuan mengatur dan meyesuaikan diri.
2. Perspektif Praktis
Kepala daerah adalah jabatan politik dan jabatan publik yang bertugas memimpin birokrasi menggerakkan jalannya roda pemerintahan yang berfungsi
sebagai perlindungan, pelayanan publik, dan pembangunan. Istilah jabatan publik mengandung arti bahwa kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan
yang terkait langsung dengan kepentingan rakyat, berdampak kepada rakyat, dan dirasakan oleh rakyat. Oleh karena itu, kepala daerah harus dipilih oleh rakyat dan
wajib mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat. Jabatan politik bermakna bahwa mekanisme rekrutmen kepala daerah dilakukan
Universitas Sumatera Utara
dengan mekanisme politik yaitu, melalui pemilihan yang melibatkan elemen politik, yaitu rakyat dan partai politik.
Pemilihan kepala daerah merupakan rekrutmen politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik
GubernurWakil Gubernur, BupatiWakil Bupati, ataupun WalikotaWakil Walikota. Aktor utama sistem pemilihan kepala daerah adalah rakyat, partai
politik dan calon kepala daerah.
32
1.5. 4. Rekrutmen Politik
Sistem rekrutmen politik memiliki keragaman yang tiada batas. Salah satu metode tertua yang digunakan untuk memperkokoh kedudukan pemimpin-
pemimpin politik adalah dengan penyortiran atau penarikan undian yang digunakan pada zaman yunani kuno. Yakni suatu metode yang dibuat untuk
mencegah dominasi jabatan dari posisi yang berkuasa oleh kelompok individu tertentu dengan cara bergiliran atau rotasi. Misalnya sistem “pilih kasih” Amerika
Serikat yang pada hakikatnya menggunakan sistem pengrekrutan bergilir sedangkan sejumlah negara lain mempunyai ketentuan konstitusional yang dibuat
untuk menjamin kadar rotasi personil eksekutif. Metode pengrekrutan lain adalah perebutan kekuasaan dengan jalan menggunakan jalan mengancam atau
kekerasan. Penggulingan dengan kekerasan suatu rezim politik, yang mengakibatkan penggantian para pemegang jabatan politik akan tetapi perubahan
dalam personil birokrasi biasanya hasil lebih lambat terutama bila berlangsung dalam masyarakat yang kompleks dan sangat maju.
32
Joko J. Priatmoko, Op.Cit., h. 200-203
Universitas Sumatera Utara
Selain cara pengrekrutan yang biasanya diasosiasikan dengan perubahan- perubahan personil yang ekstensif, terdapat juga cara lain yang lebih sering
diasosiasikan dengan pengrekrutan yang berkesinambungan dari tipe personil yang sama. Salah satu alat adalah menggunakan cara Patronage yaitu suatu sistem
penyuapan dan sistem korupsi rumit untuk mempengaruhi pelaksanaan kekuasaan politik melalui berbagai taraf pengontrolan terhadap hasil-hasil dari pemilihan
umum, dan merupakan dukungan dalam parlemen yang berlangsung diantara pemilihan umum. Pengrekrutan digunakan sebagai alat yang mampu
memunculkan pemimpin-pemimpin alamiah, artinya pemimpin yang dapat mewakili tipe pemimpin yang dapat timbul dalam sisten politik tertentu.
33
Suatu pemilihan dapat dinyatakan sebagai sarana untuk memilih antara dua alternatif atau lebih, dengan jalan pemberian suara yakni berkenaan dengan
siapa yagn dipilih, oleh siapa dan bagaimana cara memilihnya. Dengan demikian pemilihan dapat digunakan untuk memilih para anggota badan legislatif, eksekutif
ataupun presiden. Beberapa pemilihan dapat dilukiskan sebagai tidak langsung, yaitu para pemilih memberikan suaranya untuk satu kelompok individu yang
kemudian merupakan satu badan pemilih presiden dan wakil presiden electoral college, yang seterusnya memimpin pemilihan kedua untuk menentukan siapa
yang akan memgang jabatan yang dipertaruhkan. Pada pemilihan langsung, para pemegang jabatan oleh para pemilih, walaupun pilihan para pemilih dibatasi oleh
kualifikasi hukum yang diterapkan bagi pemegang jabatan politik, dan oleh
33
Michael Rush dan Philip Althoff, Pengantar Sosiologi Politik, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2003, h.185-187
Universitas Sumatera Utara
metode-metode dengan mana partai politik melakukan seleksi terhadap para calon kandidat mereka.
34
Kualifikasi hukum bagi para pemegang jabatan ternyata hanya menuntut, bahwa mereka itu harus orang dewasa, warga negara dari negara yang
bersangkutan, waras dan sebagainya. Hak pilih dibatasi pada orang dewasa yang merupakan dasar paling umum bagi pemberian suara pemilih, akan tetapi hal ini
biasanya dibatasi oleh faktor kewarganegaraan, kesehatan jiwa dan catatan kejahatan. Dalam beberapa sistem politik, pembatasan seperti itu dilakukan lebih
luas dan mencakup kriteria lain, seperti melek huruf, syarat pemukiman dan lainnya. Dimasa lampau, beberapa batasan kelompok pemilih hanya merupakan
bagian dari kaum minoritas dari rakyat. Pembatasan hak pilih akan mempunyai pengaruh kiranya mempunyai
pengaruh yang penting pada tingkah-laku voting terhadap pribadi yang akan dipilih untuk menduduki jabatan politik. Khusunya pada kejadian yang berlaku
dimanan pembatasan diterapkan terhadap bagian tertentu dari rakyat yang mungkin tidak terwakili,ini merupakan faktor penting dalam usaha membatasi
perwakilan kelas pekerja dan perwakilan bangsa negro. Selanjutnya perluasan seksional hak pilih dapat dihubungkan dengan polarisasi berikutnya dari tingkah
laku pemilih, dimana partai itu timbul untuk mewakili bagian dari rakyat.
35
34
Ibid., h. 192-193
35
Ibid., h 194-194
Universitas Sumatera Utara
1.6. Metodologi Penelitian
1.6.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif meliputi pengumpulan data melalui daftar
pertanyaan kuesioner. Tipe yang paling umum dari penelitian ini adalah penilaian sikap atau pendapat individu, organisasi, keadaan, ataupun prosedur
yang dikumpulkan melalui daftar pertanyaan dalam survey, wawancara, ataupun observasi.
36
1.6.2. Lokasi Penelitian
Lokasi pada penelitian ini adalah Lingkungan IV Kelurahan Perkebunan Sipare-pare Kabupaten BatuBara.
1.6.3. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan ditetapkan kesimpulannya. Populasi mempunyai lambang N.
37
Dalam hal ini populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat yang telah memiliki hak suara didalam pemilihan kepala daerah pada
Lingkungan IV Kelurahan Perk.Sipare-pare yaitu berjumlah 612 orang.
36
Mudrajad Kuncoro, Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi, Jakarta: Erlangga, 2003, h.8
37
Husein Umar, Metode Riset Bisnis, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003, h. 65
Universitas Sumatera Utara
2. Sampel
Sampel adalah sebahagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, maka peneliti tidak mungkin untuk meneliti
semua yang ada dipopulasi sehingga dalam hal ini dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Untuk itu sampel diambil dari populasi harus
betul-betul representatif mewakili.
38
Dikarenakan populasi yang bersifat heterogen atau tidak homogen, maka pada teknik penarikan sampel menggunakan Teknik Proportionate Stratified
Random Sampling yakni populasi yang mempunyai anggota atau unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa besarnya sampel tidak boleh kurang dari 10,
39
disebabkan jumlah populasi cukup besar yaitu 612 orang maka adapun rumus yang digunakan untuk menentukan dan pengambilan sampel adalah
rumus yang dikemukakan oleh Taro Yamane, N
n = N. d
2
+ 1 Keterangan:
n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi
d = Presisi, ditetapkan 10 dengan derajat kepercayaan 90
38
Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, Bandung: CV Alfabeta, 2006, h. 56
39
Masri Singarimbun,Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1989, h.106
Universitas Sumatera Utara
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah: 612
n = 612 x 10
2
+ 1 612
n = 7,12
n = 85, 9 atau 86 orang
1.6.4. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang diperlukan oleh peneliti adalah: 1.
Dengan menggunakan data primer yakni melalui penyebaran angket atau kuesioner dan wawancara dengan pedoman daftar pertanyaan terstruktur
yang ditujukan kepada masing-masing responden. 2.
Dengan menggunakan data sekunder yakni melakukan studi pustaka atau dokumen dari Kantor Kelurahan Sipare-pare.
1.6.5. Teknik Analisa Data
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tujuan memberi gambaran mengenai situasi atau kondisi yang terjadi dengan menggunakan analisa
kualitatif.. Data-data yang telah dikumpul, baik data sekunder maupun data yang diperoleh dari lapangan yang akan diekspolari secara mendalam, selanjutnya akan
menghasilkan suatu kesimpulan yang menjelaskan masalah yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini menggambarkan susunan dan dijabarkan tetapi rencana penulisan atau bentuk fisik hasil penelitian.
40
Sehingga dapat mempermudah isi dan skripsi ini, maka penulis membagi ke dalam 4 empat bab.
Untuk itu disusun sistematika sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini membahas mengenai gambaran secara umum kelurahan
perkebunan sipare-pare seperti letak geografis, batas wilayah, dan mengenai demografis.
BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA Bab ini memuat penyajian data dan analisa data yang diperoleh dari
kuesioner yang telah diberikan kepada responden. Data tersebut disajikan dan dianalisa sesuai dengan karakteristik responden dan faktor-faktor yang
mempengaruhi preferensi politik masyarakat.
BAB IV : PENUTUP Bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang terkait dengan penelitian.
40
Arif Subyantoro, Op.Cit., h. 124
Universitas Sumatera Utara
BAB II DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
II.1. Gambaran Umum
II.1.1. Letak secara geografis
Kelurahan Perkebunan Sipare-pare ini merupakan bagian dari Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara. Kelurahan ini memiliki 7 lingkungan yang terdiri
dari 1262 KK Kepala Keluarga, 23 RW dan 84 RT. Luas kelurahan ini sebesar 2274 hektar yang terdiri dari sektor pertanian dan fasilitas prasarana sosial
perkantoran, pemukiman, mushola, gereja, sekolah, lapangan olah raga, kuburan, rawa-rawa, tegalan, danau, PLN, jalan kabupaten, tanah kosong. Untuk lebih
jelas dapat dilihat pada tabel nomor 1. Suhu udara pada kelurahan ini mencapai 25
o
-37
o
C dan memiliki curah hujan sebesar 1458 mmtahun. Kelurahan Perkebunan Sipare-pare berada pada ketinggian 18 m dari permukaan laut.
Penghidupan masyarakat kelurahan sipare-pare ini mendapatkan pengairan dari sungai Sipare-pare
Batas-batas wilayah kelurahan perkebunan sipare-pare terdiri dari: Batas Utara : Desa Simodong
Batas Timur : Desa Tanjung Kubah Pematang Jering Batas Selatan : Kabupaten Simalungun
Batas Barat : Tanjung Seri
Universitas Sumatera Utara
TABEL II.1 POLA TATA GUNA TANAH
No Tata Guna Tanah
Luas HA
1. Sawit