Etnisitas dan Perilaku Pemilih (Studi Kasus: Persepsi Dan Preferensi Masyarakat Etnis Batak Toba Pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kabupaten Karo Tahun 2010)

(1)

ETNISITAS DAN PERILAKU PEMILIH

(STUDI KASUS : PERSEPSI DAN PREFERENSI MASYARAKAT ETNIS BATAK TOBA PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH LANGSUNG KABUPATEN KARO TAHUN 2010)

SKRIPSI

DIAJUKAN KEPADA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA GUNA MEMPEROLEH GELAR

SARJANA ILMU POLITIK

OLEH

IRVAN DONNY SAGALA 050906017

Dosen pembimbing

: Drs. P. Antonius Sitepu

Dosen Pembaca

: Drs. Tony P. Situmorang M.Si

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

E

tnisitas dan Perilaku Pemilih:

Studi Kasus: Persepsi Dan Preferensi Masyarakat Etnis Batak Toba Pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kabupaten Karo Tahun 2010

Nama : Irvan Donny Sagala NIM : 050906017

ABSTRAKSI

Pemilihan kepala daerah secara langsung (PILKADA) terkait dengan peran serta masyarakat dalam memberikan dukungan suara kepada partai politik dan kandidat yang ada. Proses Pemilihan Kepala Daerah Langsung ini akan menunjukkan perilaku politik dari masing-masing pemilih. Banyak faktor yang akan mempengaruhi preferensi pemilih dalam menentukan calon pilihannya. Faktor yang mempengaruhi preferensi pilihan calon Kepala/Wakil Daerah adalah etnis, yang dianggap sangat penting dalam perilaku pemilih di Indonesia.

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Adapun tujuan dari penelitian yang ini adalah untuk menggambarkan secara umum perilaku politik, persepsi dan untuk mengetahui seberapa besar partisipasi serta Preferensi etnis Batak Toba pada Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Karo 2010 secara langsung. Populasi penelitian ini adalah etnis Batak Toba yang telah terdaftar dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Karo tahun 2010 di Kecamatan Berastagi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data kepustakaan dan penelitian lapangan dengan menggunakan angket. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Dengan menggunakan rumus Taro Yamane maka jumlah responden yang diperlukan sebanyak 98 orang.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa etnis atau suku berpengaruh terhadap preferensi Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Karo. Etnisitas adalah sekelompok manusia yang memiliki ciri-ciri yang sama dalam hal budaya dan biologis serta bertindak menurut pola-pola yang sama. Selain itu diketahui bahwa partisipasi etnis Batak Toba sebatas memberikan dukungan suara dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung tetapi kurang aktif di aktivitas politik praktis lainnya selain Pemilihan Kepala Daerah Langsung.

Kata kunci : Etnisitas, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Preferensi, Persepsi


(3)

KATA PENGANTAR

Keanekaragaman etnis di Indonesia dengan ciri dan karakteristik masing-masing berdampak dalam menentukan persepsi yang berbeda terhadap permasalahan sosial dan politik.

Etnisitas berasal dari kata Etnos bahasa Yunani kuno, pengertiannya adalah sekelompok manusia yang memiliki ciri-ciri yang sama dalam hal budaya dan biologis serta bertindak menurut pola-pola yang sama. Konsep etnisitas bersifat relasional yang berkaitan dengan identifikasi diri dan asal-usul sosial. Kelompok etnik cenderung memilih hidup dan berinteraksi dengan sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, agama, bahasa, norma budaya, serta adat-istiadat dan tradisi.

Di Indonesia secara relatif terdapat kesetiaan etnis (ethnic loyalty) yang relatif tinggi dan bahwa partai politik Indonesia dipengaruhi oleh etnisitas. Kesetiaan etnis di Indonesia masih tampak signifikan dan mengabaikan faktor etnis dapat menimbulkan kesalah pahaman mengenai politik di Indonesia. Maka dapat dikatakan hal diatas menunjukan adanya pengaruh etnisitas terhadap perilaku politik seseorang, demokrasi tidak hanya didasari pada perubahan institusi atau perilaku elit politik, melainkan keberlangsungannya akan tergantung pada nilai dan kepercayaan dari masyarakat awam di wilayahnya.

Perilaku politik adalah tindakan atau kegiatan seseorang atau kelompok dalam kegiatan politik. Perilaku politik meliputi tanggapan internal seperti persepsi, sikap, orientasi dan keyakinan serta tindakan-tindakan nyata seperti pemberian suara, protes, lobi dan sebagainya. Dalam pelaksanaan pemilu di Negara ataupun dalam pelaksanaan pilkada langsung di suatu daerah, perilaku


(4)

politik dapat berupa perilaku masyarakat dalam menentukan sikap dan pilihan dalam pelaksanaan pemilu atau pilkada tersebut.

Bahwa dalam pembentukan perilaku politik seseorang salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan ini bisa termasuk juga lingkungan etnis seseorang itu dibesarkan. Lebih lanjut lagi jika menggunakan pendekatan struktural untuk mempelajari perilaku politik seseorang akan dikaitkan dengan suku atau etnisitasnya. Hal ini juga tidak terlepas dari budaya politik yang dianut oleh etnis tertentu, sehingga untuk menjelaskan perilaku politik seseorang terlebih dahulu harus diketahui sejauh mana tingkat orientasi seseorang terhadap sistem politiknya dengan kata lain perilaku politik seseorang dapat dipahami melalui budaya politiknya. Pemilihan Kepala Daerah Langsung adalah sarana untuk mewujudkan aspirasi daerah dengan memilih pemimpin lokal yang dipilih oleh rakyat melalui pemilihan langsung. Dilakukan untuk memilih gubernur maupun walikota dan bupati.

Adapun penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah untuk melihat bagaimana “Persepsi dan Preferensi Masyarakat Etnis Batak Toba pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kabupaten Karo tahun 2010”. Latarbelakang penulis melakukan penelitian ini adalah dalam kandidat calon wakil bupati ada calon yang berasal suku Batak Toba, hal ini menjadi menarik bagi peneliti sebab bagaimana seorang suku Batak ikut bersaing dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Langsung yang ikut bersaing di daerah yang bukan merupakan daerah asal mereka.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa banyak jumlah dukungan/suara etnis Batak Toba pada pemilihan langsung Kepala Daerah


(5)

Kabupaten Karo 2010, untuk menjelaskan secara umum persepsi dan perilaku politik dari etnis Batak Toba dalam kaitannya dengan pilihan calon Bupati dan Wakil Bupati pada Pilkada Bupati Karo tahun 2010.

Adapun manfaat dari penelitian yang ingin dicapai oleh penulis adalah : Bagi penulis sendiri penelitian ini guna mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah dalam bidang Perilaku Politik dan menganalisis perkembangan politik yang ada dalam masyarakat. Secara Teoritis maupun secara Metodologis studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pendalaman studi Perilaku Politik bagi yang membaca penelitian ilmiah ini. Bagi instansi atau lembaga-lembaga politik kiranya dapat menjadi bahan acuan atau referensi dalam konteks perilaku pemilih serta persepsi yang dibangun oleh seseorang di dalam masyarakat.

Harapan Penulis, skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan, terutama kajian tentang Etnisitas dan Perilaku Politik pada pemilihan Kepala Daerah.


(6)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia yang diberikan-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Persepsi Dan Pereferensi Masyarakat Etnis Batak Toba Pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kabupaten Karo Tahun 2010 Di Kecamatan Berastagi”

Penulis juga mungucapkan terimakasih kepada dosen yang membimbing penulis dalam proses pengerjaan skripsi, yaitu Bapak Drs.P. Antonius Sitepu, M.Si. dan Drs. Tony P. Situmorang M.Si. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada ibu Dra. Evi Novida Ginting Manik, M.S.P. selaku dosen wali yang telah membimbing Penulis selama menjalani pendidikan di Departemen ilmu politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Kasih sayang yang tiada taranya serta bimbingan dari kedua orang tua juga memberikan motivasi tersendiri kepada Penulis untuk tetap semangat dalam menjalani perkuliahan khususnya pada saat pelaksanaan penelitian di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo dan dorongan serta motivasi dalam proses pengerjaan skripsi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada teman-teman yang memberikan motivasi dan dukungan ketika penulis merasa jenuh dalam pengerjaan dan kebuntuan dalam menganalisa data, serta selalu siap ketika Penulis membutuhkan bantuan baik dari segi moril dan materi.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini melibatkan berbagai pihak. Oleh sebab itu, Penulis ingin mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya dan penghargaan yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang telah


(7)

memberikan bantuan baik moril maupun materil dalam bentuk dorongan semangat maupun sumbangan pemikiran, informasi, data, dan lain-lain.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dan tentunya masih terdapat kekurangan, sekiranya para pembaca dapat memaklumi kekurangan yang ditemui dalam skripsi ini. Penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses pengerjaan skripsi ini ketika Penulis melakukan kesalahan baik yang disengaja maupun tidak.

Akhir kata Penulis ucapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan Tuhan memberkati kita.

Medan, Januari 2012 Penulis


(8)

Daftar Isi

Abstraksi

Kata Pengantar ... ii

Ucapan Terima Kasih ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1. Tujuan penelitian ... 8

1.4.2. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Kerangka Teoritis ... 9

1.5.1. Teori Persepsi ... 10

1.5.1.1. Pengaruh Psikologi dan Budaya ... 11

1.5.1.2. Persepsi Menurut Psikologi Lingkungan Hidup ... 12

1.5.1.3. Pengenalan (Kognisi) ... 15

A. Pengindraan dan Pengamatan ... 15

B. Tanggapan ... 15

C. Reproduksi dan Asosiasi ... 16

D. Ingatan ... 16

E. Berfikir ... 17

F. Inteligensi ... 17


(9)

1.5.3. Perilaku Politik ... 20

1.5.3.1. Ruang lingkup perilaku politik: ... 21

1.5.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik ... 21

1.5.4. Partisipasi Politik ... 24

1.5.4.1. Konsep Partisipasi Politik ... 26

1.5.4.2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik ... 28

1.5.5. Pemilu dan Sistem Pemilu ... 34

1.5.5.1. Sistem Pemilu ... 35

1.5.4.2. Pemilihan Kepala Daerah ... 37

1.6. Metodologi Penelitian ... 40

1.6.1. Jenis Penelitian ... 40

1.6.2. Populasi dan Sampel ... 41

1.6.3. Lokasi Penelitian ... 43

1.6.4. Teknik Pengumpulan Data ... 43

1.6.5. Teknik Analisa Data ... 44

1.7. Sistematika Penulisan ... 44

BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN... 46

2.1.Gambaran Umum Kecamatan Berastagi ... 46

2.2.Sejarah Ringkas Kecamatan Berastagi... 47

2.3.Luas Wilayah ... 49

2.4.Demografis ... 49

2.4.1. Jumlah dan Persebaran Penduduk ... 49

2.4.2. Ratio Kependudukan... 51


(10)

2.5.Personil dan Struktur Organisasi ... 52

BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA ... 55

3.1. Penyajian Data ... 55

3.1.1. Karakteristik Responden ... 55

3.1.2. Evaluasi Tentang Partai Politik dan Pemilihan Kepala Daerah .. 60

3.1.3. Evaluasi Tentang Pilihan Terhadap Calon Kepala Daerah dan Kampanye ... 65

3.2. Analisa Data... 79

BAB IV : PENUTUP ... 85

4.1. Kesimpulan ... 85

4.2. Saran ... 86

Daftar Pustaka ... 89 Lampiran


(11)

Daftar Tabel

1.1 : Tabel Bentuk-Bentuk Partai Politik ... 30

2.1 : Tabel Luas Wilayah Berdasarkan Desa/Kelurahan ... 49

2.2 : Tabel Jumlah Penduduk, Jumlah Rumah Tangga dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan... 50

2.3 : Tabel Jumlah Penduduk Menurut Desa/Kelurahan dan Jenis Kelamin ... 51

2.4 : Tabel Persentase Penduduk Menurut Agama... 52

3.1 : Tabel distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

3.2 : Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 56

3.3 : Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Agama ... 57

3.4 : Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 58

3.5 : Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 59

3.6 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Ikut Partai Politik ... 60

3.7 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Pendapat Mengenai Sistem Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung Tahun 2010 ... 61

3.8 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Dorongan Mengikuti Pilkada 2010 ... 62

3.9 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Sumber Informasi Pemilihan Kepala Daerah ... 63

3.10 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Sumber Utama Dalam Mencari Informasi Mengenai Kandidat Kepala Daerah ... 64

3.11 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Jumlah Calon Kepala/Wakil Daerah Dalam Pilkada Kabupaten Karo 2010 ... 65


(12)

3.12 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Pasangan Calon

Kepala Daerah yang Paling Sering Mengadakan Kampanye ... 66 3.13 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Bentuk Kampanye

yang Diikuti ... 67 3.14 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengaruh

Kampanye Terhadap Pilihan Politik ... 68 3.15 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Kampanye

Di Media Massa ... 69 3.16 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengaruh Kampanye

di Media Massa Terhadap Pilihan Masyarakat ... 70 3.17 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Dukungan yang

Diberikan Oleh Masyarakat Terhadap Pasangan Calon ... 71 3.18 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengaruh Dukungan

Partai Politik Tertentu terhadap Pilihan Masyarakat ... 72 3.19 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Pengaruh Etnis

Terhadap Pilihan Calon Kepala Daerah ... 73 3.20 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Anggota Keluarga

yang Menggunakan Hak Pilihnya pada Pemilihan Kepala Daerah ... 74 3.21 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Pilihan Anggota

Keluarga pada Pemilihan Kepala Daerah ... 74 3.22 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Pilihan

Politik Responden... 76 3.23 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Faktor yang


(13)

3.24 : Tabel Distribusi Jawaban Responden Tentang Harapan Terbesar


(14)

E

tnisitas dan Perilaku Pemilih:

Studi Kasus: Persepsi Dan Preferensi Masyarakat Etnis Batak Toba Pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kabupaten Karo Tahun 2010

Nama : Irvan Donny Sagala NIM : 050906017

ABSTRAKSI

Pemilihan kepala daerah secara langsung (PILKADA) terkait dengan peran serta masyarakat dalam memberikan dukungan suara kepada partai politik dan kandidat yang ada. Proses Pemilihan Kepala Daerah Langsung ini akan menunjukkan perilaku politik dari masing-masing pemilih. Banyak faktor yang akan mempengaruhi preferensi pemilih dalam menentukan calon pilihannya. Faktor yang mempengaruhi preferensi pilihan calon Kepala/Wakil Daerah adalah etnis, yang dianggap sangat penting dalam perilaku pemilih di Indonesia.

Skripsi ini merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan di Kecamatan Berastagi Kabupaten Karo. Adapun tujuan dari penelitian yang ini adalah untuk menggambarkan secara umum perilaku politik, persepsi dan untuk mengetahui seberapa besar partisipasi serta Preferensi etnis Batak Toba pada Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Karo 2010 secara langsung. Populasi penelitian ini adalah etnis Batak Toba yang telah terdaftar dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Karo tahun 2010 di Kecamatan Berastagi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data kepustakaan dan penelitian lapangan dengan menggunakan angket. Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Dengan menggunakan rumus Taro Yamane maka jumlah responden yang diperlukan sebanyak 98 orang.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa etnis atau suku berpengaruh terhadap preferensi Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Karo. Etnisitas adalah sekelompok manusia yang memiliki ciri-ciri yang sama dalam hal budaya dan biologis serta bertindak menurut pola-pola yang sama. Selain itu diketahui bahwa partisipasi etnis Batak Toba sebatas memberikan dukungan suara dalam Pemilihan Kepala Daerah Langsung tetapi kurang aktif di aktivitas politik praktis lainnya selain Pemilihan Kepala Daerah Langsung.

Kata kunci : Etnisitas, Pemilihan Kepala Daerah Langsung, Preferensi, Persepsi


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, ini adalah pengertian yang sangat sederhana dan sekaligus mendasar dari demokrasi. Pemerintahan ada karena rakyat ada, yang memerintah adalah rakyat dan tujuan adanya pemerintahan itu pun untuk rakyat. Kita berbicara mengenai pemerintahan rakyat, yang memerintah itu adalah rakyat dan yang dipilih oleh rakyat.

Demokrasi harus bisa dibangun bukan hanya sebagai sistem politik, tetapi juga harus diyakini sebagai cara hidup dan bagian dari jati diri. Untuk itu demokrasi haruslah membuahkan hasil yang dapat dirasakan oleh masyarakat, yaitu berupa kesejahteraan yang lebih meningkat, kualitas penyelengaraan negara yang lebih baik, serta ketenteraman masyarakat yang lebih terjamin. Negara demokrasi membutuhkan masyarakat demokratis. Keduanya saling membutuhkan satu sama lain. Tanpa ada sistem demokrasi, tidak ada masyarakat demokratis, begitu pula sebaliknya. Karena itu, menjadikan demokrasi sebagai bentuk negara dan kehidupan adalah tugas yang terus menerus dan berkelanjutan.

Pada dasarnya prinsip demokrasi adalah setiap orang dapat ikut serta dalam proses pembuatan keputusan politik (Gould, 1990). Prinsip ini hanya mungkin dilakukan kalau jumlah anggota kelompoknya kecil. Prinsip dasar ini mustahil diterapkan dalam organisasi yang besar seperti negara. Sebagai bentuk negara, demokrasi seperti telah dibahas sebelumnya harus menjamin kebebasan rakyat dan keadilan sosial. Tugas ini tidak hanya milik lembaga-lembaga pemerintah,


(16)

namun rakyat juga harus ikut andil di dalamnya. Untuk itu, sistem perwakilan tetap dipandang sebagai alternatif yang terbaik dalam suatu sistem demokrasi. Memilih sebagian rakyat untuk menjadi pemerintah adalah suatu proses dan kegiatan yang seyogianya merupakan hak semua rakyat yang kelak diperintah oleh orang-orang yang terpilih itu. Proses dan kegiatan memilih itu disederhanakan penyebutanya menjadi Pemilihan, dan semua rakyat harus ikut, tanpa dibeda-bedakan, maka dipakailah sebutan Pemilihan Umum disingkat dengan Pemilu.

Pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat merupakan perwujudan pengembalian hak-hak dasar rakyat dalam memilih pemimpin di daerah. Masyarakat memiliki kesempatan dan kedaulatan untuk menentukan pemimpin daerah secara langsung, bebas dan rahasia tanpa intervensi (otonom, seperti mereka memilih lembaga eksekutif maupun wakil rakyat dalam lembaga legislatif), dan mendekatkan proses pengambilan keputusan sedekat mungkin kepada masyarakat.

Pemilihan umum terkait dengan partai politik dan masyarakat, bahwa pemilu merupakan wadah persaingan bagi partai politik untuk merebut simpati masyarakat, tentunya partai politik harus mengerti apa yang menjadi faktor-faktor pendorong masyarakat untuk memilih suatu partai politik tertentu. Memahami pemilihan umum itu secara utuh kita juga harus mengerti perilaku pemilih dalam pemilu. Perilaku pemilih ini merupakan tindakan dari masyarakat dalam menentukan pilihannya dalam pemilu.

Penelitian ini menitik beratkan pada masyarakat yang menjadi pelaku pemilih, hal ini disebabkan oleh sistem demokrasi yang menuntut masyarakat


(17)

membuat pilihan sendiri dan menentukan bagaimana peran serta masyarakat tersebut dalam proses pembuatan kebijakan dan ikut dalam berlangsungnya pemerintahan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk rakyat. Perilaku masyarakat ini dibentuk oleh persepsi individu dalam lingkungan sosial, secara fungsional persepsi dapat diartikan bersifat memilih.

Menurut Bruner (1957)1

1. Kategori primitif, dimana obyek atau peristiwa yang diamati di isolasi dan ditandai berdasarkan ciri-ciri khusus. Pada tingkatan ini pemberian arti kepada obyek persepsi masih sangat minimal

, persepsi adalah proses kategorisasi, dimana individu dirangsang oleh suatu masukan tertentu (objek-objek diluar, peristiwa dan lain-lain), proses menghubungkan ini adalah proses yang aktif dimana individu mencari masukan, mengenali dan memberi arti kepada masukan tersebut, dengan demikan persepsi juga bersifat menarik kesimpulan.

Beberapa tahapan dalam pengambilan keputusan dalam persepsi,

2. Mencari tanda, dimana si pengamat secara seksama memeriksa lingkungan untuk mencari informasi tambahan untuk memungkinkannya melakukan kategorisasi yang tepat

3. Konfirmasi, terjadi setelah obyek mendapatkan penggolongan sementaranya. Pada tahapan ini si pengamat tidak lagi terbuka untuk semabrangan memasukkan, melainkan menerima tambahan informasi yang memperkuat keputusannya, tahapan ini dapat diartikan sebagai tahapan seleksi.

4. Konfirmasi tuntas, pengakhiran pencarian tanda-tanda dan pengubahan terhadap tanda-tanda yang memperkuat pengambilan keputusan.

Persepsi individu dalam masyarakat akan menambah preferensi seseorang terhadap pilihan politiknya. Preferensi masyarakat tersebut dapat digolongkan atas pilihan kepada partai politik tertentu atau kepada salah satu calon yang ikut berkompetisi dalam pemilihan umum tersebut baik pemilihan kepala negara atau pemilihan kepala daerah. Pemilihan kepala daerah Kabupaten Karo Tahun 2010 menjadi fokus utama dalam penelitian ini.

Sejak diberlakukannya pemilihan kepala daerah secara langsung di Indonesia, Kabupaten Karo melaksanakan sistem pemilihan secara langsung untuk kedua kalinya, dimana sebelumnya pada periode 2005-2010. Pembelajaran tentang pemilihan secara langsung pada periode sebelumnya meningkatkan 1

Dr. Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, Jakarta, Rajawali Pers, 1983, hal. 86-88


(18)

parisipasi masyarakat untuk memiliki referensi terhadap calon yang diusung partai politik ataupun yang independen pada pemilihan umum kepala daerah secara langsung di Kabupaten Karo pada tahun 2010.

Ada beberapa hal yang melatarbelakangi pemilihan pokok penelitian atau pengkajian ini. Pertama, dalam kandidat calon wakil bupati ada calon yang berasal suku Batak Toba, hal ini menjadi menarik bagi peneliti sebab bagaimana seorang suku Batak Toba ikut bersaing dalam pemilukada yang bukan merupakan daerah asal mereka dan bagaimana persepsi suku Batak yang ada di Kabupaten Karo atas adanya calon Wakil Bupati yang ikut bersaing tersebut.

Hal ini menjadi menarik sebab dalam struktur budaya masyarakat Batak Toba yang memandang suatu jabatan bukan berdasarkan kekayaan dan besar pengaruh seseorang untuk memangku jabatan tetapi pada keyakinan masyarakat kepada sosok yang dapat di yakini untuk memimpin mereka.

Perlu di jelaskan terlebih dahulu arti dan makna apa yang diberikan pada jabatan dalam kebudayaan Batak. Menurut pengertian umum, jabatan yang dipegang seseorang bukanlah milik pribadinya. Jabatan atau kedudukan adalah milik masyarakat yang diberikan untuk dipegang sesuai dengan ketentuan sosial politik yang berlaku. Karena itu, kalau pemegang jabatan itu berhalangan karena sakit, mati atau tidak sanggup lagi melakukan tugas-tugasnya, dia dapat di ganti atau di wakilkan. Dengan demikian, jelas bahwa jabatan itu tidak di diadakan untuk orang-orang tertentu saja dan bukan milik seseorang tapi hak milik umum. Pada dasarnya, orang Batak tidak menganggap dirinya sebagai pribadi yang berdiri sendiri, tetapi sebagai bagian dari satu kesatuan Bangso Batak. Oleh karena itu, dia akan berfikir dalam bentuk kami, bukan dalam bentuk aku, karena dia merasa dirinya satu dengan semua orang Batak. Faktor pengikat yang terpenting dalam sistem pemikitan itu adalah hubungan darah dan kesamaan negeri asal (Bona Pasogit) yang dianggap sebagai tempat lahirnya. Oleh sebab itu, mereka merasa dirinya sebagai anggota dari suatu keluarga besar yang wajib mengalami setiap kesenangan dan kesedihan secara bersama-sama tanpa mengadakan batasan antara si kaya dan si miskin dan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.

Mereka berpendapat bahwa kebahagiaan seseorang harus juga merupakan kebahagiaan masyarakat suku secara bersama-sama. Oleh karena itu, syarat utama bagi setiap kampung ialah, semua keperluan yang di butuhkan penduduknya harus dikerjakan oleh penduduk sendiri, baik secara pribadi maupun bersama-sama.2

2

Pdt. Dr. A. Lumbantobing, Makna Wibawa Jabatan Dalam Gereja Batak, Jakarta, PT. BPK Gunung Mulia, 1992 hal. 34


(19)

Kedua, dalam konteks ini menjadi pandangan adalah jati diri manusia yan membentuk masyarakat dan konteksnya, baik lingkungan sosial dan maupun historinya.3 Masyarakat terbentuk dengan ciri khasnya masing-masing bukan terbentuk secara alamiah tetapi berdarsarkan ciptaan manusia. Menurut Thomas Hobbes masyarakat bukanlah muncul berdasarkan kodrat, tetapi hanyalah ciptaan manusia sendiri saling mengadakan kontrak sosial untuk membentuk masyarakat tertentu.4

3

Dr. P. Hardono Hadi, Jatidiri Manusia, Yogyakarta, Kanisius, 1996, hal 31 4

Ibid, hal 114

Masyarakat yang terbentuk tersebut dengan ciri khasnya tersebut menjadi identias dari masyarakat dan ciri khas tersebut dapat dikatakan dengan etnis. Dalam penelitian ini yang ingin dilihat adalah perilaku pemilih.

Melalui pemilu, rakyat memunculkan para calon pemimpin dan menyaring para calon-calon tersebut berdasarkan nilai yang berlaku. Keikutsertaan rakyat dalam pemilu, dapat juga dipandang sebagai wujud partisipasi dalam proses pemerintahan. Pemilu merupakan wujud yang paling nyata dari demokrasi, sebab melalui pemilu, masyarakat ikut menentukan kebijaksanaan dasar yang akan dilaksanakan pemimpin terpilih. Fokus dari sebuah masyarakat demokratis adalah tanggungjawab terhadap diri sendiri dan ikut serta bertanggungjawab dimana ikut bertanggungjawab dapat dilakukan dalam banyak bentuk, khususnya melalui aktivitas dalam perkumpulan atau organisasi, dengan adanya tindakan atau kegiatan tersebut akan mempermudah pencapain suatu masyarakat demokrasi. Dalam sebuah negara yang menganut paham demokrasi, pemilu pun jadi sebuah kata kunci. Tak ada demokrasi tanpa diikuti pemilu.


(20)

Pemahaman kita tentang pemilu terutama dalam kontruksi demokrasi yakni pemilihan umum dapat dipandang sebagai suatu prosedur untuk mengumpulkan preferensi-preferensi tertentu. Salah satu prosedur itu adalah pemungutan suara. Kedudukan pemungutan suara dalam pemilu dilihat sebagai sesuatu yang penting terutama dalam pengertian substantif demokrasi.

Sebenarnya fenomena politik dapat dijelaskan dari berbagai sudut pandang namun bisa dikaitkan dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada dan perilaku aktor-aktor politik serta perilaku pemilih maka pendekatan yang dipakai adalah pendekatan behaviorism. Perhatian utama pendekatan ini terletak pada hubungan antara pengetahuan politik dengan tindakan politik termasuk bagaimana proses pembentukan pendapat politik, bagaimana kecakapan politik diperoleh dan bagaimana cara orang menyadari peristiwa-peristiwa politik.5

Bahwa ada beberapa faktor utama yang membentuk perilaku pemilih di Indonesia salah satunya adalah faktor etnisitas.

6

Di Indonesia secara relatif terdapat kesetiaan etnis (ethnic loyalty) yang relatif tinggi dan bahwa partai politik Indonesia dipengaruhi oleh etnisitas.

Kelompok etnis mempunyai peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi, dan orientasi seseorang. Adanya rasa kesukuan atau kedaerahan mempengaruhi dukungan seseorang terhadap partai politik. Etnis dapat mempengaruhi loyalitas seseorang terhadap partai tertentu.

7

5

David. E. Ater, Pengantar Analisa Politik, Jakarta: LP3ES, 1998, hal.209 6

Sudijono Sastroatmodjo, Perilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995, hal. 14 7

Leo Suryadinata, Penduduk Indonesia, Etnis dan Agama Dalam Era Perubahan Politik, Jakarta : LP3ES, 2003, hal. 182.

Kesetiaan etnis di Indonesia masih tampak signifikan dan mengabaikan faktor etnis dapat menimbulkan kesalah pahaman mengenai politik di Indonesia. Maka


(21)

dapat dikatakan hal diatas menunjukan adanya pengaruh etnisitas terhadap perilaku politik seseorang, demokrasi tidak hanya didasari pada perubahan institusi atau perilaku elit politik, melainkan keberlangsungannya akan tergantung pada nilai dan kepercayaan dari masyarakat awam di wilayahnya.

Perilaku pemilih dari sesuatu masyarakat dipengaruhi dan mempunyai hubungan dengan etnisitas/kesukubangsaan, karena etnisitas itu menjadi salah satu unsur pembentuk perilaku pemilih, selain faktor lain, seperti pengaruh luar melalui difusi dan akulturasi, pendidikan, perubahan sosial dan lain-lain. Namun bagi bangsa Indonesia faktor etnisitas itu dalam kehidupan politik sampai sekarang masih menjadi salah satu faktor yang terpenting. Kesadaran akan etnisitas masih cukup besar dan berpengaruh dalam kehidupan individu atau perorangan maupun dalam kehidupan kelompok atau masyarakat. Manusia yang membentuk masyarakat menjadi konteks, strategi membangun masyarakat atau menjamin dan meningkatkan kemasyarakatan itu. Dalam konteks ini adalah jati diri manusia dan konteksnya, baik lingkungan sosial dan maupun historinya.8

1.2. Perumusan Masalah

Masyarakat itu sendiri tidak dapat melepaskan faktor etnisitas di dalam menentukan/melihat preferensi terhadap calon-calon Kepala Daerah yang bersaing dalam Pemilihan Kepala Daerah secara langsung tersebut. Dengan demikian perilaku politik ada kaitannya dengan etnisitas.

Sesuai dengan uraian yang terdapat dalam latar belakang, maka permasalahan dari proposal penelitian ini adalah:

8


(22)

1. Persepsi masyarakat Batak Toba terhadap adanya pasangan calon dari suku Batak Toba yang ikut bersaing dalam pemilihan kepala daerah dan preferensi politik masyarakat Batak Toba.

2. Berkaitan dengan permasalahan (1) adalah permasalahan “ bagaimanakah etnis Batak Toba di Berastagi menentukan pilihan politik dalam Pemilihan Kepala Daerah pada tahun 2010”.

1.3. Ruang Lingkup Penelitian

Adapun yang dijadikan ruang lingkup penelitian oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Penelitian hanya dilakukan pada masyarakat etnis Batak Toba yang telah berhak memilih dalam Pemilihan Kepala Daerah secara langsung Kabupaten Karo tahun 2010 yang telah berusia 17 tahun keatas, atau yang sudah pernah menikah

2. Organisasi-organisasi yang dimasuki atau yang di bentuk oleh orang Batak Toba di Kabupaten Karo, khususnya di Kecamatan Berastagi

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan penelitian yang akan dibuat oleh peneliti adalah :

1. Untuk mengetahui berapa banyak jumlah dukungan/suara etnis Batak Toba pada pemilihan langsung Kepala Daerah yang berlangsung pada 27 Oktober 2010.


(23)

2. Untuk menjelaskan secara umum persepsi dan perilaku politik dari etnis Batak Toba dalam kaitannya dengan pilihan calon Bupati dan Wakil Bupati pada Pilkada Bupati Karo tahun 2010.

1.4.2. Manfaat Penelitian

Layaknya sebuah penelitian ilmiah tentunya diharapkan memiliki manfaat baik bagi penulis bahkan bagi orang yang membaca laporan penelitian ini. Adapun manfaat dari penelitian yang ingin dicapai oleh penulis adalah :

1. Bagi penulis sendiri penelitian ini guna mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah dalam bidang Perilaku Politik dan menganalisis perkembangan politik yang ada dalam masyarakat.

2. Secara Teoritis maupun secara Metodologis studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pendalaman studi Perilaku Politik bagi yang membaca penelitian ilmiah ini.

3. Bagi instansi atau lembaga-lembaga politik kiranya dapat menjadi bahan acuan atau referensi dalam konteks perilaku pemilih serta persepsi yang dibangun oleh seseorang di dalam masyarakat.

1.5. Kerangka Teoritis

Setiap penelitian memerlukan titik tolak atau landasan berpikir untuk memecahkan atau menyoroti masalah.9

9

Hadari Nawawi, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2001, hal. 39.

Kejelasan atau landasan berpikir itu disebut teori. Teori diperlukan karena menjadi penuntun dalam menentukan bahan-bahan yang diperlukan dan yang dikumpulkan melalui penelitian. Selain daripada itu teori juga berfungsi sebagai alat analisis terhadap bahan-bahan yang diperoleh melalui penelitian. Masri Singarimbun menjelaskan bahwa :


(24)

Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, kontrak, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep, ringkasnya teori adalah hubungan satu konsep dengan konsep lainnya untuk menjelaskan gejala tertentu.10

1.5.1. Teori Persepsi

Teori ini digunakan untuk menganalisa bagaimana persepsi yang timbul dalam masyarakat dan membentuk referensi masyarakat dalam menentukan pilihan poitik nya. Teori ini berada pada aspek kajian psikologi sosial. Psikologi sosial adalah menguraikan kegitan-kegitan manusia dalam hubungannya dengan situasi-situasi sosial, seperti situasi kelompok, situasi massa serta seterusnya.11

Psikologi sosial mengamati kegiatan manusia dari segi-segi ekstern (lingkungan sosial, fisik, peristiwa-peristiwa, gerakan-gerakan massa) maupun segi intern ( kesehatan fisik perorangan, semangat, emosi). Psikologi sosial juga dapat menjelaskan bagaimana kepemimpinan tidak resmi dapat menentukan keputusan dalam kebijaksanaan politik dan kenegaraan, bgaimana sikap (atitude) dan harapan (expectation) masyarakat dapat melahiran tindakan-tindakan serta tingkah laku yang berpegang teguh pada tuntutan-tuntutan sosial (conformity), bagaimana motivasi kerja dapat ditinggkatkan sehingga memperbayak produksi kerja melalui penanaman penghargaan terhadap waktu dan usaha. Betapa nilai-nilai budaya yang bertahun-tahun lamanya diterima masyarakat dapat melahirkan tingkah laku politik yang relatif stabil. Psikologi sosial juga dapat menerangkan sikap dan reaksi kelompok terhadap keadaan yang dianggap baru, asing atau yang bertentangan dengan konsensus masyarakat mengenai suatu gejala sosial tertentu.

12

Persepsi adalah sekumpulan tindakan mental yang mengatur impuls-impuls sensorik menjadi suatu pola bermakna.13

10

Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survai, Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, 1989. hal. 37. 11

DR. W.A. Gerungan, Dipl. Psych, Psikologi Sosial, Bandung, PT. Refika Aditama, 2004, hal. 2-3

12

Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008, hal. 24

13

Carol wade dan Carol Travis, Psikologi, Jakarta: Penerbit Erlangga, 2002, hal. 193

Kemampuan persepsi adalah sesuatu yang sifatnya bawaan dan berkembang pada masa yang sangat dini. Meskipun kebanyakan kemampuan persepsi bersifat bawaan, pengalaman juga memaikan peranan penting. Kemampuan bawaan tidak akan bertahan lama karena sel-sel dalam syaraf mengalami kemunduran, berubah, atau gagal membentuk jalur


(25)

sayraf yang layak. Secara keseluruhan, kemampuan persepsi kita ditanamkan dan tergantung pada pengalaman.14

1.5.1.1. Pengaruh Psikologi dan Budaya

Fakta bahwa beberapa proses persepsi tampak sebagai kemampuan bawaan tidak berarti bahwa orang-orang mempersepsikan dunia dalam cara-cara yang sama. Faktor-faktor psikologis kita dapat mempengaruhi bagaimana kita mempersepsikan serta apa yang kita persepsikan. Berikut ini adalah beberapa faktor yang memepengaruhi. 15

1. Kebutuhan. Ketika kita membutuhkan sesuatu, atau memiliki ketertarikan pada suatu hal, atau mengingikannya, kita akan dengan mudah mempersepsikan sesuatu berdasatkan kebutuhan ini.

2. Kepercayaan. Apa yang kita anggap sebagai benar dapat mempengaruhi interpretasi kita terhadap sinyal sensorik yang ambigu

3. Emosi. Emosi dapat mempengaruhi interpretasi kita mengenai suatu informasi sensorik.

4. Ekspektasi. Pengalaman masa lalu sering mempengaruhi cara kita mempersepsikan dunia (Lachmann, 1996). Kecendrungan untuk mempersepsikan sesuatu sesuai dengan harapan disebut sebagai set persepsi. Set persepsi dapat sangat berguna membantu kita mengisi kata-kata dalam sebuah kalimat, misalnya, sebelum kita sepenuhnya mendengarkan keseluruhan kalimat tersebut. Tetapi set persepsi juga dapat menyebabkan terjadinya kesalahan persepsi.

14

Ibid, hal. 226-228 15


(26)

Semua kebutuhan, kepercayaan, emosi, dan ekspektasi kita di pengaruhi oleh budaya di mana kita tinggal. Budaya yang berbeda memberikan kita kesempatan untuk bertemu dengan lingkungan yang berbeda. Budaya juga mempengaruhi persepsi dengan membentuk streotip, yang mengarahkan perhatian kita, dan mengatakan pada diri kita apa yang penting untuk disadari atau diabai-kan.

1.5.1.2. Persepsi Menurut Psikologi Lingkungan Hidup

Menurut undang-undang No. 4/1982 tentang lingkungan hidup, yang dimaksud dengan lingkungan hidup adalah16

Penjelasan mengenai bagaimana manusia mengerti dan menilai lingkungan dapat didasarkan pada dua cara pendekatan, pendekatan pertama adalah yang dinamakan pandangan konvensional. Secara umum, pandangan konvensional ini menganggap persepsi sebagai kumpulan pengindraan, maka kumpulan pengindraan itu diorganisasikan secara tertentu, dikaitkan dengan pengalaman masa dan ingatan masa lalu, dan diberi makna tertentu sehingga kita bisa mengenal. Cara pandang seperti ini dinamakan juga pendekatan konstruktivisme.

:

Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelang-sungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Dalam kenyataannya, lingkungan hidup itu terdiri atas objek-objek yang harus ditangkap keberadaannya melalui indra-indra, seperti indra penglihatan menangkap cahaya dan benda-benda, indra pendengaran menangkap gelombang suara, indra pengecap menangkap rasa, dan indra temperatu menangkap suhu udara. Pengindraan itu tidak berdiri sendiri melainkan merupakan kombinasi dari berbagai alat indra.

16


(27)

Aktivitas mengenali objek atau benda itu sendiri adalah aktivitas mental, yang disebut juga sebagai aktivitas kognisi. Jadi, sebetulnya otak tidak secara pasif menggabung-gabungkan kumulasi pengalaman dan memori, melainkan aktif untuk menilai, memberi makna, dan sebagainya. Karena adanya fungsi aktif dari kesadaran manusia, pandangan konvensional ini kadang-kadang digolongkan juga kepada pandangan funsionalisme.

Pendekatan kedua adalah pendekatan ekologik. Pendekatan ini di kemukakan oleh Gibson (Fisher et al¸1984:24). Menurut Gibson individu tidaklah menciptakan makna-makna dari apa yang diindrakannya karena sesungguhnya makna itu telah terkandung dalam stimulus itu sendiri dan tersedia untuk organisme yang menyerapnya. Ia berpendapat bahwa persepsi terjadi secara spontan dan langsung. Jadi, bersifat holistik. Spontanitas itu terjadi karena organisme selalu menjejaki (eksplorasi) lingkungannya dan dalam penjejekan itu ia melibatkan setiap objek yang ada du lingkungannya dan setiap objek menonjol-kan sifat-sifatnya yang khas dan untuk organisme bersangkutan.

Proses terbentuknya suatu persepsi bahwa manusia mengindrakan objek yang ada lingkungannya, ia memproses pengindraannya itu dan timbulah makna tentang objek itu pada diri manusia. Tahapan awal hubungan manusia dengan lingkungannya adalah kontak fisik antara individu dengan objek-objek lingkungannya. Objek tampil dengan kemanfaatannya masing-masing, sedangkan individu datang dengan sifat individualnya, pengalaman masa lalunya, bakat, minat, sikap, dan berbagai cara kepribadiannya masing-masing pula. Hasil interaksi individu dengan objek menghasilkan persepsi individu tentang objek itu. Jika persepsi itu berada dalam batas-batas opitmal maka individu dikatakan dalam


(28)

keadaan homeostatis, yaitu keadaan yang serba seimbang. Keadaan ini biasanya ingin dipertahankan oleh individu karena menimbulkan perasaan-perasaan menyenangkan. Sebaliknya, jika objek dipersepsikan sebagai di luar batas-batas optimal maka individu itu akan mengalami stress pada dirinya.

Tekanan-tekanan energi dalam dirinya meningkat sehingga orang itu harus melaksanakan coping untuk menyesuaikan dirinya atau menyesuaikan lingkungan pada kondisi dirinya. Sebagai hasil coping ada dua kemungkinan yang bisa terjadi. Pertama, tingkah laku coping itu tidak membawa hasil seperti yang di-harapkan. Gagalnya tingkah laku coping ini menyebabkan stress berlanjut dan dampaknya dapat stress berlanjut dan dampaknya bisa berpengaruh pada kondisi individu maupun persepsi individu. Kemungkinan kedua, tingkah laku coping yang berhasil. Dalam hal ini terjadi penyesuaian antara diri individu dengan lingkungannya atau penyesuaian keadaan lingkungan dengan pada diri individu. Dampak dari keberhasilan ini juga bisa mengenai individu maupun persepsinya. Jika dampak coping yang berhasil berulang-ulang maka kemungkinan terjadi penurunan tingkat toleransi terhadap kegagalan atau kejenuhan. Di samping itu terjadi peningkatan kemampuan untuk menghadapi stimulus berikutnya. Kalau efek kegagalan terjadi berulang-ulang kewaspadaan akan meningkat. Namun, pada satu titik akan terjadi ganguan mental yang lebih serius seperti keputusasaan, kebosanan persaan tidak berdaya, dan menurunya prestasi sampai pada titik terendah.


(29)

1.5.1.3. Pengenalan (Kognisi) A. Pengindraan dan Pengamatan

Pada uraian diatas telah dijelaskan bahwa persepsi seseorang itu ada bukan hanya bawaan dari lahir tetapi di pengaruhi oleh budaya dan lingkungan dimana individu itu berada. Proses terbentuknya suatu persepsi adalah adanya rangsangan atau stimulus yang dapat menyadari keadaan sekitar, merupakan persoalan yang berhubungan dengan alat indra dan pengamatan. Beberapa syarat yang harus di penuhi agar dapat menyadari sesuatu yaitu:17

1. Merupakan suatu kompleks (suatu keadaan yang kabur, belum jelas Pengindraan dan pendirian ialah penyaksian indra kita atas rangsangan yang). Dalam pengindraan bagian-bagian dari rangsangan belum terurai, masih menjadi satu kesatuan bahkan diri kita seakan-akan termasuk di dalamnya. Jadi jiwa kita masih bersifat pasif.

2. Pengamatan (penyerapan, persepsi): ialah hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya rangsangan. Pada umumnya pengamatan dilakuakan pada rangsangan-rangsangan yang menarik perhatian individu. Jadi dalam pengamatan jiwa kita aktif.

3. sintesa dan adaptasi. Sintesa adalah suatu keadaan orang menyadari sesuatu kesan tidak melalui indra yang semestinya. Adaptasi ialah penyesuain diri dengan keadaan yang baru.

B. Tanggapan

Tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok, dapat diartikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan, ketika objek yang diamati tidak lagi dalam ruangan dan waktu pengamatan. Tanggapan di sebut laten (tersembunyi, belum terungkap) apabila tanggapan itu berada di bawah sadar, atau tidak kita sadari, dan tanggapan disebut aktual apabila tanggapan tersebut kita sadari.

Apabila tanggapan-tanggapan yang kita sadari langsung berpengaruh pada kehidupan kejiwaan (berfikir, perasaan, dan pengenalan), maka fungsi tanggapan di sebut fungsi primer. Sebaliknya jika tanggapan-tanggapan tidak lagi disadari dan ada dalam bawah sadar itu berpengaruh terhadap kehidupan kejiwaan kita

17


(30)

maka fungsi tanggapan itu disebut sebagai fungsi sekunder. Bilamana fungsi tersebut menyangkut pengalaman-pengalam masa lampau, yang sedikit atau banyak pasti memberikan pengaruh terhadap kepribadian seseorang.

C. Reproduksi dan Asosiasi

Reproduksi ialah pemunculan tanggapan dari keadaan di bawah sadar ke dalam keadaan sadar, ketika mengingat kembali sesuatu yang kita amati dan kita alami. Reproduksi dapat juga terjadi oleh adanya perangsang atau pengaruh dari luar, reproduksi juga muncul dengan sendirinya atau tidak dengan sengaja dan terjadi secara spontan, muncul tidak dengan sengaja.

Asosiasi tanggapan ialah sangkut paut antara tanggapan saru dengan yang lain di dalam jiwa. Tanggapan yang berasosiasi berkecendrungan untuk bermereproduksi, artinya apabila yang satu disadari maka yang lain ikut disadari pula. Dalam asosiasi hanya ada satu hukum yang dikenal yaitu hukum kontiguitas. Tanggapan-tanggapan akan teasosiasi satu sama lain apabila mereka itu kontinu, berdampingan atau berbatasan satu sama lain, karena timbul bersamaan (konsisten secara suksesi di dalam kesadaran).

Pada proses asosiasi, bisa berlangsung hambatan emosional, berupa, rasa malu, kecemasan, rasa minder, rasa takut, yang menghambat kelancaran proses reproduksi dan asosiasi.

D. Ingatan

Ingatan ialah kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan, dan mereproduksi kesan-kesan. Dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada manusia, berarti ada suatu indikasi bahwa manusia mampu menyimpan dan menimbulkan kembali sesuatu yang pernah dialami, namun tidak semua pengalaman itu dapat di ingat


(31)

karena ingatan mempunyai kemampuan yang terbatas. Salah satu produk ingatan ialah mengenal kembali, apa yang kita amati sekarang ini senyatanya pernah kita alami atau amati pada masa lampau. Mengenal kembali recognize ialah kesadaran masa lampau sebagai akibat dari pengamatan dan hal ini di bantu oleh rangsangan baik dari dalam maupun dari luar diri manusia.

E. Berfikir

Berfikir merupakan aktivitas psikis yang intensional dan terjdi apabila seserang menjumpai masalah yang harus dipecahkan. Dalam berfikir seseorang menghubungkan pengertian satu dengan pengertian lainnya dalam rangka mendapatkan pemecahan masalah yang dihadapi dan berusaha menjawab pertanyaan mengapa, untuk apa, dimana, bagaimana dan lain sebagainya. Pengertian dapat dibedakan atas pengertian empiris yaitu pengalaman yang didapat dalam kehidupan sehari-hari sehingga adanya perbedaan pengalaman antara individu yang satu dengan individu yang lain. Pengertian logis biasanya di peroleh dengan aktivitas pikir dengan sadar dan sengaja, dalam memahami sesuatu, karena pengertian logis ini banyak di gunakan dalam kalangan ilmu pengetahuan maka disebut juga pengertian ilmiah.

F. Inteligensi

Intelegensi berasal dari bahasa latin intelligere yang berarti menghubungkan atau menyatukan satu sama lain. Menurut panitia istilah pedagogik yang dimaksud dengan intelegensi ialah daya menyesuaikan diri dengan keadaan baru dengan mempergunakan alat-alat berfikir menurut tujuannya ( Stern, Kamus Pedagogik, 1953). Jadi inndividu itu dikatakan intilegen kalau respon yang diberikan itu sesuai dengan stimulus yang diterimanya. Untuk memberikan respon


(32)

yang tepat, organisme harus memiliki lebih banyak hubungan stimulus dan respon, hal tersebut dapat di peroleh dari hasil pengamatan yang diperoleh dari hasil pengalaman yang diperolehnya dan hasil respon yang telah lalu.

1.5.2. Etnis

Menurut Em Zul Fajri dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia bahwa etnis berkenaan dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya. Sedangkan menurut Ariyuno Sunoyo dalam Kamus Antropologi, bahwa: “Etnis adalah suatu kesatuan budaya dan territorial yang tersusun rapi dan dapat digambarkan ke dalam suatu peta etnografi”.18

Setiap kelompok memiliki batasan-batasan yang jelas untuk memisahkan antara satu kelompok etnis dengan etnis lainnya. Menurut Koentjaraningrat, konsep yang tercakup dalam istilah etnis adalah golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga.

19

Ciri-ciri tersebut terdiri dari:

Suku bangsa yang sering disebut etnik atau golongan etnik mempunyai tanda-tanda atau ciri-ciri karekteristiknya.

20

1. Memiliki wilayah sendiri. Hak memiliki itu diperoleh dari para pendahulu yang dianggap sebagai pemilik pertama atau terdahulu. Wilayah yang dimiliki itu penting sekali karena merpakan jaminan keabsahan dan kebenaran keanggotaan sukubangsa

2. Mempunyai struktur politik sendiri berupa tata pemerintahan dan pengaturan kekuasaan yang ada

3. Adanya bahasa sendiri yang menjadi alat komunikasi dalam interaksi. Selain alat komunikasi bahasa tersebut dianggap juga sebagai idetintas sukubangsa. Bahasa sukubangsa tersebut masih sering digunakan dalam interaksi antara anggota sukubangsa, khususnya dalam acara dan upacara kesukubangsaan, seperti upacara perkawinan, upacara kematian, dan lain-lain.

4. Mempunyai seni sendiri (seni tari lengkap dengan alat-alatnya, cerita rakyat, seni ragam hias dengan pola khas tersendiri)

18

Ariyuno Sunoyo, Kamus Antropologi, Jakarta, Antropologi Press, 1985. 19

Koentjaranigrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Penerbit Djambatan, 1982, hal. 58.

20

Payung Bangun, Sistem Sosial Budaya Indonesia, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UKI, 1998, hal. 63


(33)

5. Seni dan teknologi arsitektur serta penataan pemukiman. Berbagai bentuk rumah dan bangunan lain dapat ditemukan menunjukkan kekhasan arsitektur masing-masing sukubangsa

6. Sistem filsafat sendiri yang menjadi landasan pandangan, sikap dan tindakan. Filsafat tersebut terdapat sebagai kandungan kebudayaannya dan banyak yang merupakan nilai yang menjadi pokok orientasi mereka

7. Mempunyai sistem religi (kepercayaan, agama) sendiri.

Etnisitas secara substansial bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya tetapi keberadaannya terjadi secara bertahap. Etnisitas adalah sebuah proses kesadaran yang kemudian membedakan kelompok kita dengan mereka. Basis sebuah etnisitas adalah berupa aspek kesamaan dan kemiripan dari berbagai unsur kebudayaan yang dimiliki, seperti misalnya adanya kesamaan dan kemiripan dari berbagai unsur kebudayaan yang dimiliki, ada kesamaan struktural sosial, bahasa, upacara adat, akar keturunan, dan sebagainya. Berbagai ciri kesamaan tersebut, dalam kehidupan sehari-hari tidak begitu berperan dan dianggap biasa. Dalam kaitannya, etnisitas menjadi persyaratan utama bagi munculnya strategi politik dalam membedakan “kita” dengan “mereka”.21

21

Ivan, A, Hadar, “Etnisitas dan Negara Bangsa”, Kompas, 29 Mei 2000.

Menguatanya identitas kesukuan memepunyai berbagai konsekuensi. Dua jenis konsekuensi antara lain pertama, adakah menjaukan diri atau bahkan keluar dari tatanan negara bangsa dan kedua adalah berusaha mendudukkan orang sesuku dalam pemerintahan negara-bangsa, hal ini dapat kita lihat dalam realitas kehidupan sehari-hari di dalam jajran pemerintahan dari pusat hingga ke daerah dimana para pejabat lebih senang mendudukkan orang di sekitarnya yaitu orang yang seetnis atau sedaerah dengannya.


(34)

1.5.3. Perilaku Politik

Perilaku politik ialah segala perilaku yang berkaitan dengan proses politik.22

Karakteristik sosial seperti status sosial, ekonomi, kelompok, ras, etnis, usia, jenis kelamin dan agama baik hidup dipedesaan ataupun diperkotaan termasuk dalam organisasi sukarela akan mempengaruhi perilaku politik warga negara. Ciri yang dimiliki secara kolektif yaitu memiliki perilaku pendorong dalam mempengaruhi partisipasi seseorang.

Sebagaimana yang dapat dilihat dalam kampanye pemilihan umum, dalam penentuan dukungan yang diberikan dalam pemilihan, dalam pilihan keanggotaan organisasi atau partai politik dan lain sebagainya. Sedangkan Perilaku memilih berkaitan dengan tingkah laku individu dalam hubungannya dengan proses Pemilihan Umum. Menurut Plato dan Nelson menyebutkan sebagai electoral activity, yakni termasuk pemberian suara (voting), bantuan kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, menarik masuk atas nama calon, atau tindakan lain yang direncanakan untuk mempengaruhi proses Pemilihan Umum.

23

22

Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992, hal.15

23

Sudijono Sastroatmojo,Op.cit., hal. 16

Mengapa seseorang melakukan tindakan politik atau terlibat efektif dalam tindakan politik tertentu dan mengapa yang lain apatis? Mengapa seseorang memilih partai politik tertentu dan tetap konsisten dari satu pemilihan umum ke pemilihan umum berikutnya sementara yang lainnya berubah-ubah pilihan politiknya dari waktu ke waktu? Sederetan pertanyaan tersebut dan lainnya yang ada akan muncul apabila kita hendak menganalisis perilaku pemilih dalam pemilihan umum.


(35)

1.5.3.1. Ruang lingkup perilaku politik

Dalam pelaksanaan pemilu di Negara ataupun dalam pelaksanaan pilkada langsung di suatu daerah, perilaku pemilih dapat berupa perilaku masyarakat dalam menentukan sikap dan pilihan dalam pelaksanaan pemilu atau pilkada tersebut hal ini jugalah yang membuat digunakannya teori perilaku politik dalam proposal penenlitian ini. Perilaku politik dapat di bagi tiga yaitu:24

1. Perilaku politik lembaga-lembaga dan para pejabat pemerintah, yang bertanggung jawab membuat, melaksanakan dan menegakkan keputusan politik.

2. Perilaku warga negara biasa, berhak mempengaruhi pihak pemerintah dalam melaksanakan fungsinya karena apa yang dilakukan pihak pemerintah menyangkut kehidupan masyarkat luas.

3. Tipologi kepribadian pemimpin, yaitu tipe-tipe kepribadian pemimpin otoriter, Machivelist dan demokrat. Kajian terhadap perilaku politik sering kali dijelaskan dalam kajian psikologis di samping pendekatan struktural fungsional dan struktural konflik.

Perilaku aktor politik seperti perencanaan, pengambilan keputusan dan penegakan keputusan dipengaruhi oleh berbagai dimensi latarbelakang yang merupakan bahan dalam pertimbangan politiknya. Demikian juga warga negara biasa dalam berperilaku politik juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan latar belakang.

1.5.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik masyarakat adalah sebagai berikut:

a. Perilaku politik, faktor politik ada empat faktor yang meliputi:

1. Lingkungan sosial politik tak langsung, seperti sistem politik, sistem ekonomi, sistem budaya dan media massa.

24


(36)

2. Lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian aktor politik seperti keluarga, agama, sekolah dan kelompok pergaulan.

3. Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.

4. Faktor ini saling mempengaruhi aktor politik dalam kegiatan dan perilaku politiknya, baik langsung maupun tidak langsung.25

b. Faktor sosial, yaitu:

1. Komunikasi politik (Kompol), yaitu komunikasi yang mempunyai konsekuensi politik baik secara actual maupun potensial, yang mengatur kegiatan dalam keberadaan suatu konflik.

2. Kesadaran Politik, yang menyangkut minat dan pengetahuan seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik.

3. Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan. 4. Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik yakni masyarakat

menguasai kebijakan publik dan memiliki kewenangan untuk mengelola suatu objek kajian tertentu.

Pembentukan perilaku politik seseorang salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan ini bisa termasuk juga lingkungan etnis seseorang itu dibesarkan.26

25

Mar’at, Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya, Jakarta: Gramedia Widyasarana, 1992. Hal. 132.

26

Muhammad Asfar, “Beberapa Pendekatan Dalam Memahami Perilaku Memilih”, Jurnal Ilmu Politik edisi no.16, Jakarta, PT.Gramedia Pustaka Utama,1996, hal. 47-48

Lebih lanjut lagi jika menggunakan pendekatan struktural untuk mempelajari perilaku politik seseorang akan dikaitkan dengan suku atau etnisitasnya. Hal ini juga tidak terlepas dari budaya politik yang dianut oleh etnis tertentu, sehingga untuk menjelaskan perilaku politik seseorang terlebih dahulu


(37)

harus diketahui sejauh mana tingkat orientasi seseorang terhadap sistem politiknya dengan kata lain perilaku politik seseorang dapat dipahami melalui budaya politiknya.

Adapun pendekatan yang dibuat penulis adalah Pendekatan Sosiologis.27

Gerald Pomper

Pendekatan ini pada dasarnya menekankan peranan faktor-faktor sosiologis dalam membentuk perilaku politik seseorang, pendekatan ini menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan sosial itu mempunyai peranan yang cukup signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Karakter dan pengelompokan sosial berdasarkan umur (tua-muda), jenis kelamin (Laki-Perempuan), status sosioekonomi (seperti pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan dan kelas), agama, etnik, bahkan wilayah tempat tinggal (misalnya kota, desa, pesisir ataupun pedalaman).

28

Dalam studi-studi perilaku pemilih di negara-negara demokrasi, agama tetap merupakan faktor sosiologis yang sangat kuat dalam mempengaruhi sikap pemilih terhadap partai politik atau kandidat. Dalam hal ini agama diukur dari afiliasi pemilih terhadap agama tertentu seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik,

memperinci pengaruh pengelompokan sosial dalam kajian voting behavior ke dalam dua variable yaitu predisposisi (kecenderungan), sosial ekonomi, dan keluarga pemilih. Sosialisasi yang diterima seseorang pada masa kecil sangat mempengaruhi pilihan politik mereka, terutama pada saat pertama kali menentukan pilihan politik. Apakah preferansi politik ayah dan ibu berpengaruh pada preferensi politik anak, sedangkan predisposisi sosial ekonomi berupa agama yang dianut, tempat tinggal, kelas sosial, karakteristik demografis dan sebagainya. Hubungan antara agama dengan perilaku pemilih nampaknya sangat berpengaruh dimana nilai-nilai agama selalu hadir di dalam kehidupan privat dan publik dianggap berpengaruh terhadap kehidupan politik dan pribadi para pemilih. Hal ini biasanya berhubungan dengan status ekonomi seseorang.

27

http://id.shvoong.com/law-and-politics/1916121-membaca-perilaku-pemilih/ 28

Gerald Pomper, Voter’s Choice: Varieties of American Electoral Behavior, New York : Dod, Mead Company, 1978, hal.198


(38)

Hindu, Budha. Asumsinya bahwa para pemilih yang beragama Islam akan cenderung memilih partai-partai Islam demikian juga yang beragama Kristen Protestan akan memilih Partai Kristen dan seterusnya.29

1.5.4. Partisipasi Politik

Digunakannya teori partispasi politik ini dalamproposal penelitian ini adalah, karena tinkat partisiasi politik adalah faktor yang menentukan apakah Pemilu ataupun Pilkada yang berlangsung berhasil atau tidak, semakin tinggi tingkat partisipasi pemilih, maka tingkat keberhasilan Pemil ataupun Pilkada semakin tinggi.

Dalam analisa Modern, partisipasi politik merupakan suatu masalah yang penting dan banyak dipelajari terutama dalam hubungan dengan Negara-negara berkembang. Pada awalnya studi mengenai partisipasi politik hanya memfokuskan diri pada partai politik sebagai pelaku utama, akan tetapi dengan berkembangnya demokrasi, banyak mundul kelompok masyarakat yang juga ingin berpartisipasi dalam politik khususnya mengenai kebijakan umum.30

Herbert Mc Closky berpendapat bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum

Secara umum dapat dikatakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan politik.

31

Berikut ini dikemukakan sejumlah karakteristik partisipasi politik: 32

Pertama, partisipasi politik berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap dan

29

William, Liddle dan Saiful Mujani, Politik Aliran Memudar, “Kepemimpinan Nasional Menentukan Pilihan Partai Politik”, Kompas, 1 September 2000.

30

Miriam Budiarjo, Ibid. hal. 367. 31

Miriam Budiarjo, OP Cit. 32


(39)

orientasi. Karena sikap dan orientasi tidak selalu termanifestasikan dalam perilakunya.

Kedua, kegiatan tersebut diarahkan untuk mempengaruhi perilaku selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Seperti mengajukan alternatif kebijakan umum, dan kegiatan mendukung atau menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah.

Ketiga, kegitan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal mempengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi politik

Keempat, kegiatan mempengaruhi kebijakan pemerintah secara langsung yaitu mempengaruhi pemerintah dengan menggunakan perantara yang dapat meyakikan pemerintah.

Kelima, mempengaruhi pemerintah melalui prosedur yang wajar dan tanpa kekerasan seperti ikut memilih dalam pemilu, mengajukan petisi, bertatap muka, dan menulis surat atau dengan prosedur yang tidak wajar seperti kekerasan, demonstrasi, mogok kudeta, revolusi, dan lain-lain.

Di negara-negara demokrasi umumnya dianggap bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat, lebih baik. Dalam alam pikir ini, tingginya tingkat partisipasi menunjukkan bahwa warga negara mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu, tingginya tingkat partisipasi juga menunjukkan rezim yang sedang berkuasa memiliki keabsahan yang tinggi, dan sebaliknya, rendahnya partisipasi politik di sutu Negara dianggap kurang baik karena menunjukkan rendahnya perhatian warga terhadap masalah politik, selain itu rendahnya partisipasi politik juga menunjukkan lemahnya legitimasi dari rezim yang sedang berkuasa.

Partisipasi suatu bentuk kegiatan dibedakan atas dua bagian, yaitu:33

1. Partisipasi aktif, yaitu kegiatan yang berorientasi pad aoutput dan input politik. Yang termasuk dalam partisipasi aktif adalah, mengajukan usul mengenai suatu kebijakan yang dibuat pemerintah, mengajukan kritik dan perbaikan untuk meluruskan kebijakan, membayar pajak dan memilih pemimpin pemerintah. 2. Partisipasi pasif, yaitu kegiatan yang berorientasi pada output politik. Pada

masyarakat yang termasuk kedalam jenis partisipasi ini hanya menuruti segala kebijakan dan peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah tanpa mengajukan kritik dan usulan perbaikan.

Kemudian terdapat masyarakat yang tidak termasuk kedalam kedua kategori ini, yaitu masyarakat yang mengaggap telah terjadi penyimpangan sistem politik dari apa yang telah meraka cita-citakan. Kelompok tersebut disebut apatis (golput)

33


(40)

1.5.4.1. Konsep Partisipasi Politik

Konsep partisipasi politik menjadi penting pada masa demokrasi sekarang. Partisipasi politik dianggap sebagai prasyarat dari bangunan atau bekembangnya demokrasi. Menurut Sherman dan Kolker (1987), partisipasi politik merupakan jalan bagi massa untuk mempengaruhi atau mengontrol pemerintah. Sehingga dalam proses mempengaruhi dan mengontrol pemerintah itu, dapat dalam kelembagaan atau non kelembagaan.

Weiner, mengemukakan terdapat lima penyebaba timbulnya gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses politik, yaitu sebagai berikut:34

1. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik

2. Perubahan-perubahan struktur kelas. Masalah siapa yang berhak berpartisipasi dan pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik

3. Pengaruh kaum intelektual dan komunikais massa modern. Ide demokratisasi partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang

4. Konflik antar kelompok pemimpin politik. Jika timbul konflik antar elit, maka yang dicari adalah dukungan rakyat. Terjadi perjuangan kelas menantang melawan kaum aristokrat yang menarik kaum buruh dan membantu memperluas hak pilih rakyat

34


(41)

5. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi akan kesemptan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.

Kategori partisipasi politik menurut Milbrath sebagai berikut: 1. Kegitan gladiator meliput i:

a. Memegang jabatan publik atau partai b. Menjadi calon pejabat

c. Menghimpun dana politik

d. Menjadi anggota aktif suatu partai

e. Menyisihkan waktu untuk kampanye politik 2. Kegiatan transisi meliputi:

a. Mengikuti rapat atau pawai politik

b. Memberi dukungan dana partai atau calon c. Jumpa pejabat publik atau pemimpin politik 3. kegiatan monoton meliput i:

a. Memakai simbol/identitaspartai/organisasi politik b. Mengajak orang untuk memilih

c. Menyelenggarakan diskusi politik d. Memberi suara

4. Kegiatan apatis/masa bodoh

Faktor-faktor yang mempengaruhi pastisipasi politik seseorang adalah: 1. kesadaran politik, yaitu kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai


(42)

2. Kepercayaan politik, yaitu sikap dan kepercayaan orang tersebut terhadap pemimpinnya.

Berdasarkan dua faktor tersebut, terdapat empat tipe partisipasi politik yaitu:35

1. Partisipasi politik aktif jika kesadaran dan keprcayaan politik yang tinggi

2. Patisipasi politik apatis jika kesadaran dan kepercayaan politik yang rendah

3. Partisipasi politik pasif jika memiliki kesadaran politik rendah, sedangkan kepercayaan politiknya tinggi

4. Partisipasi politik militan radikal jika memiliki kesadaran politik tinggi, sedangkan kepercayaan politiknya rendah.

1.5.4.2. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik

Berdasarkan perwujudannya, Huntington dan Nelson (1994), membeda-kannya ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda jenis perilakunya, yaitu sebagai berikut:36

1. Kegitan pemilihan mencakup suara, akan tetapi juga sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon, atau setiap tindakan yang bertujuan mempengaruhi hasil proses pemilihan

2. Lobbying mencakup upaya-upaya perorangan atau kelompok untuk menghubungi pejabat-pejabat pemerintah dan pemimpin-pemimpin politik dengan maksud mempengaruhi keputusan-keputusan merekamengenai persoalan-persoalan yang menyangkut sejumlah besar orang.

3. Kegiatan organisasi menyangkut partisipasi sebagai anggota atau pejabat dalam suatu organisasi yan tujuan utama dan eksplisit adalah mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah. Organisasi demikian dapat memusatkan usaha-usahanya kepada kepentingan-kepentingan yang sangat khusus atau dapat mengarahkan perhatiannya kepada persoalan-persoalan umum yang beraneka ragam.

35

Ramlan Surbakti, Ibid, hal. 144 36


(43)

4. mencari koneksi (contacting) merupakan tindakan perorangan yang ditujukan terhadap pejabat-pejabat pemerintah dan biasantadengan maksud memperoleh manfaat bagi hanya satu orang atau segelintir orang. Kegitan pemilihan, lobbying, kegiatanorganisasi, dan mencari koneksi, semuanya dapat berbentuk legal atau illegal. Penyuapan, intimidasi, dan pemalsuan hasil-hasil pemilihan, sejauh hal itu dilakukan oleh orang-orang pribadi dan bukan oleh orang-orang professional, jelas merupakan partisipasi politik, sama seperti memberikan suara, menghadiri rapat-rapat umum partai atau menempel poster-poster kampanye.

5. Tindakan kekerasan (violence) juga dapat merupakan satu bentuk partisipasi politik, dan untuk keperluan analisis ada manfaatnya untuk mendefenisikannya sebagai satu kategori tersendiri; artinya sebagai upaya untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah dengan jalan menimbulkan kerugian fisik terhadap orang-orang atau harta benda. Kekerasan dapat di tujukan untuk mengubah pemimpin politik (kudeta, pembunuhan), mempengaruhi kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah (huru-hara), pemberontakan, atau mengubah seluruh sistem politik (revolusi)

Bentuk partisipasi politik lain dikemukakan oleh Almond (1993), yang menunjukkan macam-macam partisipasi politik yang terjadi di berbagai Negara dan berbagai waktu. Kegiatan politik “konvensional” adalah bentuk partisipasi politik “normal” dalam demokrasi modern. Bentuk “non konvensional” termasuk beberapa yang mungkin legal (seperti petisi) maupun illegal, penuh kekerasan, dan revolusioner. Bentuk-bentuk dan frekuensi partisipasi politik dapat dipakai sebagai ukuruan untuk menilai stabilitas sistem politik, integrasi kehidupan politik dan kepuasan atau ketidakpuasan warga negara.


(44)

Tabel 1 Bentuk-bentuk partisipasi politik

Konvensional Non konvensional

Pemberian suara (voting) Diskusi politik

Kegiatan kampanye

Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan

Komunikasi individual dengan pejabat politik dan administrative

Pengajuan petisi Berdemonstrasi Konfrontasi Mogok

Tindak kekerasan politik terhadap harta-benda(perusakan, pengeboman, pembakaran)

Tindak kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, pembunuhan) Perang gerilya dan revolusi

Goel mengemukakan dengan menigndetifikasi 7 (tujuh) bentuk partisipasi politik secara individual, yaitu sebagai berikut:37

1. Aphatetic inactives: individu yang tidak beraktivitas secara partisipatif, dan tidak pernah memilih

2. Passive supporters: individu yang memilih secara regular/teratur, menghindari parade patriotik, membayar seluruh pajak, dan mencintai Negara

3. Contact specialist: pejabat penghubung lokal (daerah), propinsi dan nasional dalam masalah-masalah tertentu

4. Communicators: individu yang mengikuti informasi-inforasi politik, terlibat dalam diskusi, menulis surat pada editor surat kabar, mengirim persan-pesan dukungan dan protes rerhadap pemimpin-pemimpin politik

5. Party and campaign workers: individu yang bekerja untuk partai politik atau kandidat, meakinkan orang lain tentang bagaimana memilih, mengadiri pertemuan-pertemuan, meyumbang uang pada partai politik atau kandidat, bergabung dan mendukung partai politik, dipilih menjadi kandidat partai politik

6. Community activists: individu yang bekerja dengan orang lain berkaitan dengan masalah-masalah lokal, membentuk kelompok untuk menangani problem-problem lokal, keanggotaan aktif dalam organisasi-organisasi kemasyarakatan, melakukan kontak terhadap pejabat-pejabat berkenaan dengan isu-isu sosial

7. Protesters: individu yang bergabung dengan demonstrasi-demonstrasi publik di jalanan, melakukan kerusuhan bila perlu, melakukan protes keras bila 37


(45)

pemerintah melakukan sesuatu yang salahm menghadapi pertemuan-pertemuan protes, menolak mematuhi aturan-aturan.

Secara prakteknya, partispasi politik warga negar di antara negara-negara berbeda-beda, hal ini terjadi karena kondisi sosial politik yang ada di negara tersebut. Namun secara umum tingkatan partisipasi warga negara diklarifikasikan berdasarkan bentuk piramida, seperti gambar di bawah ini.

Gambar piramida partispasi politik

Aktivis kegiatan partisipasi yang menyimpang seperti pembunuh politik, pembajak, teroris. Partisipan orang yang secara aktif ikut sebagai petugas kampanye, aktif dalam partai politik/kelompok kepentingan, aktif dalam proyek-proyek sosial. Pengamat orang yang menghadiri rapat umum, anggota kelompok kepentingan, udaha meyakinkan orang, memberikan suara dalam pemilu, mendiskusikan masalah politik, perhatian pada perkembangan politik.

Roth dan Wilson (1980) membagi jenis partispasi ini berdasarkan frekuensi dan intensitasnya. Menurutnya orang mengikuti kegiatan secara tidak intensif, yaitu kegiatan yang tidak banyak menyita waktu dan biasanya tidak berdasarkan prakarsa sendiri, seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, jumlah

Orang yang apolitis Aktivis

Partisipan


(46)

orangnya banyak. Sebaliknya, sedikit sekali jumlah orang yang secara aktif dan sepenuh waktu melibatkan diri dalan politik.

Berdasar gambar diatas juga menunjukkan warga negara yang berpartisipasi politik terbagi kedalam tiga klarifikasi, yaitu aktivis, partisipan, pengamat dan orang yang apolitis. Aktivis menduduki peringkat teratas dalam piramida itu karena keterlibatannya dalam politik lebih intensif, tetapi jumlah orang yang menduduki pada posisi ini lebih sedikit. Partisipan menduduki peringkat kedua di bawah aktivis, hal ini dikarenakan keterlibatan mereka dalam politikdalam ukuran sedang, tetapi jumlah orang yang menduduki posisi ini lebih banyak dari jumlah aktivis. Pengamat menduduki peringkat ketiga di bawah partisipan, hal ini dikarenakan keterlibatan meraka dalam kegiatan politik tidak terlalu intensif, tetapi jumlah orang yang menduduki posisi ini lebih banyak di bandingkan partisipan. Terakhir yang menduduki peringkat keempat adalah orang yang apolitis, hal ini di karenakan orang yang apolitis adalah orang yang anti terhdap politik atau tidak sama sekali melibatkan diri dalam kegiatan politik. Sehingga jumlah orang yang apolitis lebih banyak dibandingkan peringkat lainnya.

Dalam konteks yang sama dengan praktek partisipasi politik diatas, Rush dan Althof (2001), mengemukakan pandapatnya mengenai tingkatan partisipasi politik berdasarkan posisi hirarkis. Baginya hirarkis yang paling sederhana dan paling berarti ialah hirarki yang didasarkan atas taraf atau luasnya partisipasi, dapat dilihat pada gambar berikut.38

38

Budi Suryadi, S.Sos., M.Si., Ibid, hal. 139


(47)

Gambar hirarki partisipasi politik

Pada puncak hirarki terdapat orang-orang yang menduduki berbagai macam jabatan dalam sistem politik, baik pemegang-pemegang jabatan politik maupun anggota-anggota birokrasi pada berbagia tingkatan. Mereka dibedakan dari partisipasi politik lainnya, dalam hal, bahwa pada berbagia taraf mereka berkepentindan dengan pelaksanaan kekuasaan politik yang formal.

Di bawah para pemegang atau pencari jabatan di dalam sisrem politik terdapat mereka yang menjadi anggota dari berbagai tipe organisasi politik atau semu politik. Istilah organisasi politik dimaksudkan untuk mencakup baik partai politik maupun kelompok kepentingan yang bersifat politis. Partai politik dan kelompok kepentingan dapat dinyatakan sebagai agen-agen mobilisasi politik,

Menduduki jabatan politik atau administratif Mencari jabatan politik atau administratfi Keanggotaan aktif suatu organisasi politik Keanggotan pasif suatu organisasi politik Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik Keanggotan pasif suatu organisasi semu politik

Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi dan sebagainya

Partisipasi dalam diskusi politik informal, minat umum dalam politik

Voting (pemberian suara) Aphati total


(48)

yaitu suatu organisasi, melalaui mana anggota masyarakat dapat berpartisipasi dalam kegiatan politik yang meliputi usaha mempertahankan gagasan posisi, situasi, orang atai kelompok-kelompok tertentu, lewat sistem politik yang bersangkutan.

Karena berbagai macam alasan, individu mungkin tidak termasuk dalam suatu organisasi politik atau suatu organisasi semu politik, tetapi mereka dapat dibujuk untuk berpartisipasi dalam suatu rapat umum atau demonstrasi. Kemudian suatu bentuk partisipasi politik yang sebentar-sebentar adalah bentuk diskusi politik informal oleh individu-individu dalam keluarga mereka masinh-masing, di tempat-tempat bekerja atau di antara sahabat-sahabat. Akan tetapi ada beberapa orang yang mungkin tidak mau berdiskusi politik dengan siapapun, namun demikian mungkin dia mempunyai sedikit minat dalam soal-soal politik, dan mempertahankan minat tersebut lewat media massa.

Kegiatan pemberian suara dapat dianggap sebagai bentuk partisipasi politik aktif yang paling kecil, karena hal itu menuntut suatu keterlibatan minimal, yang akan berhenti jika pemberian suara telah terlaksana. Orang-orang apatis total merupakan mereka yang tidak berpartisipasi sama sekali dalam proses politik, hal ini disebabkan oleh pilihan individu atau karena faktor di luar kontrol individu.

1.5.5. Pemilu dan Sistem Pemilu

Pemilihan umum adalah mekanisme pergantian kepemimpinan nasional yang secara demokratis melibatkan seluruh masyarakat di suatu negara. Begitu bermaknanya pemilihan umum bagi semua orang, maka pemilihan yang menjadi indikator demokratisnya suatu negara. Untuk menjaga kelangsungan penyelenggaraan pemerintahan yang dibentuk melalui mekanisme pemilihan


(49)

umum, maka keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan sebagai energi demokrasi itu sendiri. Pemilihan umum dengan makna demokrasinya adalah tempat berkompetisinya partai politik yang secara umum dapat menjadi tempat pembelajaran bagi elit dan komponen bangsa lainnya. Selain itu, pemilihan umum juga terkait dengan peran serta masyarakat dalam memberikan dukungan kepada kandidat dan partai politik yang ada.39

1.5.5.1. Sistem Pemilu

Di negara-negara yang demokratis pemilihan umum merupakan alat untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta mempengaruhi kebijak-sanaan pemerintah dan sistem politik yang brelaku. Dengan hal itu pula, pemilih-an tetaplah merupakpemilih-an partisipasi politik rakyat.

Penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) merupakan unsur yang harus ada dalam pemerintahan demokrasi. Pemilihan umum di negara demokrasi dapat dipandang sebagai awal dari paradigma demokrasi. Di samping unsur pemilihan umum, di negara demokrasi juga harus ada unsur pertanggungjawaban kekuasaan. Secara umum ada dua sistem pelaksanaan pemilihan umum yang dipakai yaitu sebagai berikut:

1. Sistem Distrik

Sistem ini diselanggarakan berdasarkan lokasi daerah pemilihan, dalam arti tidak membedakan jumlah penduduk, tetapi tempat yang sudah ditentukan. Jadi daerah yang sedikit penduduknya memiliki wakil yang sama dengan daerah yang padat penduduknya. Oleh karena itu sudah tentu banyaknya jumlah suara yang

39


(50)

terbuang di satu pihak tetapi malah menguntungkan pihak yang renggang penduduknya. Biasanya satu distrik hanya di wakili oleh seorang wakil saja (single member consistuency).

Keuntungan lain dari pelaksanaan sistem distrik adalah layanan terhadap konstituen, dalam hal ini anggota-anggota lokal berada dalam dewan terutama untuk mewakili distrik yang memilih mereka dan membawa keuntungan untuk serta melayani distrik tersebut. Mayoritas negara-negara berkembang, misalnya layanan lokal sangat diperlukan untuk jalan raya, pemeliharaan kesehatan dan sebagainya. Oleh sebab itu muncul argumentasi yang mengatakan bahwa seorang anggota dewan yang mewakili kepentingan suatu distrik lebih penting daripada seseorang yang kesetiaan utamanya diberikan kepada partainya sendiri.

2. Sistem Proporsional

Sistem ini didasari oleh jumlah penduduk yang akan menjadi peserta pemilu. Misalnya setiap 400.000 penduduk pemilih memperoleh 1 wakil (suara berimbang), sedangkan yang dipilih adalah kelompok orang yang diajukan kontestan pemilu. Jumlah kursi yang diperoleh sesuai dengan jumlah suara yang diperoleh. Wilayah negara dibagi-bagi ke dalam daerah-daerah tetapi batas-batasnya lebih besar daripada batas sistem distrik. Kelebihan suara dari jatah satu kursi bisa dikompensasikan dengan kelebihan daerah lain. Terkadang, dikombinasikan dengan sistem daftar (list system), dimana daftar calon disusun berdasarkan peringkat.


(51)

1.5.5.2. Pemilihan Kepala Daerah

Pemerintah Indonesia mengharapkan bahwa pembentukan, pembagian, penggabungan dan penghapusan sebuah daerah akan memberi dampak bagi meningkatnya kesejahteraan masyarakat, melalui pelayanan yang lebih baik, kehidupan demokratis yang semakin berkembang, pertumbuhan ekonomi yang semakin cepat, keamanan dan tatanan yang semakin bagus serta hubungan yang selaras antar daerah.

Desentralisasi di Indonesia dilakukan antara lain karena memberikan janji untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik; pendidikan dasar, pemeliharaan kesehatan dasar, penyediaan air, sanitasi, and pelayanan publik lainnya seperti penyediaan kartu penduduk. UUD memberikan sejumlah hak-hak penting terkait dengan pelayanan dasar. UU 32/2004 tentang pemerintah daerah dan peraturan sektoral memberikan perincian yang lebih luas mengenai hasil yang diharapkan dari pemberian pelayanan dasar ini. Pemerintah daerah diberi mandat untuk meningkatkan pelayanan dan membuat terobosan inovatif dalam hal kualitas, efisiensi dan pertanggungjawaban. Sektor swasta juga diharapkan bisa berinvestasi dalam pelayanan dasar ini dan menggabungkannya dengan pemerintah daerah.

Karena kecewa atas hubungan antara DPRD dan Kepala Daerah sesudah terjadinya reformasi pada tahun 1999, negara menyeimbangkan kembali hubungan tersebut dengan menata pola pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD serta dengan memberikan dasar politis yang lebih independen kepada Kepala Daerah melalui pemilihan langsung. Saat ini kedua lembaga


(1)

A. Kata Pengantar

ANGKET / DAFTAR PERTANYAAN

Dengan hormat,

Sehubungan dengan penyelesaian tugas atau skripsi yang sedang saya lakukan di jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU, maka saya melakukan penelitian dengan judul “ Persepsi Dan Pereferensi Masyarakat Etnis Batak Toba Pada Pemilihan Kepala Daerah Langsung Kabupaten Karo Tahun 2010 Di Kecamatan Berastagi”

Adapun salah satu cara untuk mendapatkan data adalah dengan menggunakan angket. Oleh karena itu, saya mengharapkan agar kiranya Bapak/ibu dan saudara/saudari berkenan mengisi angket yang telah disediakan. Dalam hal ini saya akan merahasiakan identitas responden.

Atas kesediaan dan kerjasama dari Bapak/Ibu dan Saudara/Saudari sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terimakasih.

Penulis

(Irvan Donny Sagala)

B. Petunjuk Pengisian

1. Bacalah baik-baik setiap pertanyaan dan pilihan jawabannya 2. Isilah semua pertanyaan

3. Lingkarilah jawaban yang Bapak/Ibu. Saudara/Saudari anggap paling benar

4. Jika Bapak/Ibu, Saudara/Saudari salah dalam memberikan jawaban, maka berilah tanda (X) pada jawaban yang salah


(2)

1. Nama :

Identitas responden

2. Umur :

3. Jenis Kelamin

a. Laki-laki b. Perempuan

4. Agama

a. Islam d. Budha

b.Kristen Protestan e. Hindu c. Kristen Katholik

5. Pendidikan Terakhir

a. SD d. Diploma (D1,D2,D3)

b.SMP e. Sarjana

c. SMU

6. Jenis pekerjaan Utama

a. Petani c. Buruh

b.PNS d. Lain-lain, Sebutkan….

7. Apakah anda ikut partai politik tertentu?

Pemilihan Kepala Daerah Dan Partai Politik, Media Massa

a. Ikut, sebagai pengurus c. Ikut, sebagai simpatisan b.Ikut, Sebagai anggota d. Tidak ikut

8. Seberapa seringkah di lingkungan tempat tinggal anda diadakan pendidikan politik oleh partai politik tertentu?

a. Sering sekali c. Tidak pernah b.Sering

9. Apakah menurut anda pelaksanaan pemilihan secara langsung di Kabupaten Karo 2010 sudah dapat menampung aspirasi rakyat?

a. Sudah c. Tidak tahu

b.Belum

10.Apakah anda setuju dengan sistem yang digunakan pada pilkada, dimana anda memilih secara langsung Kepala/Wakil Daerah?

a. Sangat setuju c. Kurang setuju


(3)

11.Sejak diberlakukannya pemilihan kepala daerah secara langsung sudah berapa kali anda mengikutinya?

a. 1 kali c. Belum pernah

b.2 kali d. lain-lain…

12.Apa yang menjadi dorongan anda dalam mengikuti pilkada Kabupaten Karo 2010?

a. Karena ingin mendukung calon Kepala/Wakil Daerah saya dalam pilkada

b. Karena kewajiban saya untuk menggunakan hak pilih saya dalam pemilihan umum

c. Karena menurut saya Pilkada secara langsung lebih demokratis dari sistem pemilihan yang sebelumnya

d. Lain-lain….

13.Apakah anda mengetahui tentang prinsif langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dalam pemilihan umum?

a. Tahu b. Tidak tahu

14.Menurut anda apakah pelaksanaan Pilkada Kabupaten Karo 2010 di lingkungan anda sudah menjalankan prinsif langsung, umum, Bebas, rahasia, jujur dan adil?

a. Sudah c. Belum

b.Kurang (tidak sepenuhnya) d. Tidak tahu

15.Darimanakah anda mengetahui informasi tentang Pemilihan Kepala Daerah?

a. Orang tua d. Koran

b.Rekan kerja e. Lain-lain…

c. Partai politik

16.Siapa sumber utama anda dalam mencari informasi tentang kandidat yang anda pilih?

a. Orang tua c. Partai politik


(4)

17.Sepengetahuan anda berapa jumlah calon Kepala/Wakil daerah yang ikut dalam Pilkada Kabupaten Karo 2010?

Pilihan Terhadap Calon Kepala Daerah, dan Kampanye

a. 1 Calon c. 3 Calon

b.2 Calon d. lain-lain…

18.Sepengetahuan anda, calon manakah yang paling sering mengadakan kampanye di daerah anda?

a. Siti Aminah Br. Perangin-angin, SE dan Sumihar Sagala, SE b.Riemenda Ginting, SH, MH dan Aksi Bangun

c. DR. Sumbul Sembiring, MSc dan Prof. DR. Paham Ginting, SE, MSc. d.Lainnya, sebutkan………..

19.Seberapa seringkah anda mengikuti kampanye partai politik maupun calon Kepala/Wakil Daerah Kabupaten Karo

a. 1 kali c. 2 kali

b.3 kali d. lain-lain…

20.Apakah kampanye yang anda ikuti mempengaruhi pilihan politik anda? a. Sangat berpengaruh c. Kurang berpengaruh

b.Berpengaruh d. Tidak berpengaruh 21.Bentuk kampanye seperti apakah yang anda ikuti?

a. Kampanye dalam ruangan tertutup

b.Kampanye di luar ruangan atau lapangan tebuka c. Kampanye melalui media massa

d.Saya tidak mengikuti kampanye dari calon manapun

22.Bagaimana menurut anda tentang kampanye partai politik dan calon Kepala/Wakil Daerah Kabupaten Karo di media massa?

a. Menurut saya, kampanye di media massa sangat membantu karena keterbatasan saya untuk ikut kampanye secara langsung

b.Menurut saya, tidak adil karena hanya calon-calon yang memiliki uang banyak saja yang dapat membuat kampanye di media massa

c. Menurut saya, kampanye di media massa terbatas karena tidak menyampaikan visi dan misi secara jelas


(5)

23. Apakah kampanye di media massa memberikan pengaruh terhadap pilihan calon Kepala/Wakil Daerah yang anda pilih?

a. Sangat berpengaruh c. Kurang berpengaruh b.Berpengaruh d. Tidak berpengaruh

24.Bagaimanakah bentuk dukungan yang anda lakukan terhadap calon Kepala/Wakil Daerah pilihan anda sebelum Pilkada 2010 dilakukan?

a. Menjadi anggota tim sukses calon tersebut

b.Mengikuti kampanye yang dilakukan calon tersebut ataupun Parpol yang mendukungnya

c.Tidak memberikan dukungan apapun

d.Hanya berpartisipasi dalam pemilihan kepala daerah

25.Apakah dukungan Parpol tertentu terhadap calon Kepala/Wakil Daerah memberikan pengaruh terhadap pilihan anda?

a. Sangat berpengaruh c. Kurang berpengaruh b.Berpengaruh d. Tidak berpengaruh

26.Menurut anda, berpengaruhkah faktor etnis/suku terhadap pilihan calon Kepala/Wakil daerah?

a. Tidak berpengaruh c. Berpengaruh

b.Kurang berpengaruh d. Sangat berpengaruh

27.Apakah orang tua atau saudara anda menggunakan hak pilihnya pada pemilihan kepala daerah Kabupaten Karo 2010?

a. Tidak menggunakan hak pilihnya b.Menggunakan hak pilihnya c. Tidak tahu

d.Lain-lain…

28.Sepengetahuan anda, calon Kepala/Wakil Daerah manakah yang menjadi pilihan orang tua atau saudara anda?

a. Siti Aminah Br. Perangin-angin, SE dan Sumihar Sagala, SE b.Riemenda Ginting, SH, MH dan Aksi Bangun

c. DR. Sumbul Sembiring, MSc dan Prof. DR. Paham Ginting, SE, MSc. d.Lain-lain…


(6)

29. Apakah pilihan orang tua atau saudara anda turut mempengaruhi pilihan anda?

a. Sangat berpengaruh c. Kurang berpengaruh b.Berpengaruh d. Tidak berpengaruh

30.Calon Kepala/Wakil Daerah manakah yang anda pilih dalam Pilkada Kabupaten Karo 2010?

a. Siti Aminah Br. Perangin-angin, SE dan Sumihar Sagala, SE b.Riemenda Ginting, SH, MH dan Aksi Bangun

c. DR. Sumbul Sembiring, MSc dan Prof. DR. Paham Ginting, SE, MSc. d.Lain-lain…

31. Faktor apa yang mendorong anda memilih calon Kepala/Wakil Daerah yang anda pilih?

a. Memiliki hubungan kekerabatan

b.Memberikan bingkisan berupa uang atau benda lainnya

c. Isu-isu maupun janji-janji yang dikampanyekan oleh pasangan calon tersebut

d.Lain-lain…

32.Apa harapan terbesar anda terhadap calon Kepala/Wakil Daerah yang anda pilih?

a. Dapat menjalankan program kerja yang telah dijanjikannya b.Dapat memperjuangkan kepentingan nasional

c. Dapat memperjuangkan kepentingan konstituennya (para pemilihnya) d.Lain-lain…