kayak, aku malah belajar dari orang itu gitu lho.‖
Line 375-388
Bahkan, faktor motivasi ekstrinsik sangat mempengaruhi prestasi belajar VN. Hal tersebut terlihat ketika VN menyatakan bahwa ia tidak
ingin berprestasi jika tidak ada dorongan lingkungan. VN beranggapan bahwa jika ia tidak mendapatkan dorongan-dorongan dari orang-orang
sekitarnya, maka VN tidak akan tertarik untuk berprestasi.
“Kalo kamu sendiri ingin berprestasi karna apa? Ga tau, mungkin karena dorongan dari mereka. Kalo
misalnya mereka ga dorong aku, mungkin aku ga akan
tertarik.‖
Line 106-108
2. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah kondisi di luar diri siswa yang mempengaruhi proses belajar dalam mencapai prestasi akademik. Berikut ini kondisi dari luar diri
para partisipan yang mempengaruhi mereka dalam berprestasi.
a Faktor Lingkungan Sosial
1 Faktor Keluarga Besar
Kondisi dari luar diri VN yang mempengaruhi prestasi mereka adalah faktor keluarga besar. Pada VN, ia memperoleh bantuan secara
financial
dari bibinya pada saat VN duduk di bangku SMP. VN bersekolah di sekolah swasta dengan biaya SPP yang cukup mahal yang dibiayai
sepenuhnya oleh bibinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa keluarga besar yang mengendalikan kebutuhan financial sekolah VN merupakan kondisi
yang melatarbelakangi VN untuk berprestasi. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
―Terus juga karena budheku. Itu pas waktu SMP, jadi di SMP emang di swastalah, di PL. Ngerti sendiri bayarnya
kayak apa. Bayarnya kan dua ratus, tiga ratus gitu kan. Dan selama i
ni budheku udah nyekolahin aku.....‘‘
Line 19-22
Selain itu, faktor dorongan dari keluarga besar VN dan AD juga mempengaruhi prestasi mereka. Hal tersebut tercermin dari kisah VN yang
menyatakan bahwa orang-orang di sekitar VN ingin VN berprestasi di bidang akademik. Hal tersebut terjadi karena orang-orang di sekitarnya
mengetahui nilai akademik VN bagus. ―Kayak semua orang disekitarku tu pengennya ya
akademik karena mereka tu tau nilaiku tu bagus gitu lho.‖
Line 40-41
Bahkan, paman dan bibi VN mengharapkan VN untuk bisa bekerja di bidang profesi suatu saat nanti, terutama di dalam ranah akademik.
Paman dan bibi VN mengharuskan VN untuk pintar dan mereka percaya bahwa VN mampu dalam hal akademik. Hal tersebut menunjukkan bahwa
keluarga besar VN yakin pada kemampuan dan menuntut VN untuk berprestasi secara akademik.
―Ekspektasi budhe dan pakdeku, kan emang kan pakdeku kan arsitek. Bener-bener profesi yang tinggi. Itu
tu, ‗ya kamu tu memang harus bisa. Kamu tu harus pinter‘. Mereka tu maunya tu yang ga non-akademik gitu
lho jadinya. Mereka tu percaya sama aku kalo aku bisa. Mereka pengennya aku bisa bener-bener berprofesi,
yang istilahnya bener-
bener profesi kayak gitu.‖
Line 23-29
Kakek VN pun juga mendorong VN untuk lebih mengutamakan belajar daripada melakukan kegiatan non-akademik. Menurut beliau, kegiatan
karate dan kursus menari yang VN ikuti tidak berguna dan dapat membuat VN lelah. Namun, VN merasa senang mengikuti kegiatan-kegiatan
tersebut. Pada akhirnya, VN menjadi jarang mengikuti kegiatan-kegiatan non-akademiknya tersebut karena sibuk. VN pun berhenti mengikuti
kegiatan-kegiatan tersebut. Kakeknya merasa sedikit senang dengan keputusan cucunya tersebut.
―Eyangku itu, eyangku itu yang khawatiran banget. Dulu aku les nari yang di Saraswati itu, aku juga ikut karate.
Ya itu, ga boleh. ‗buat apa, capek‘. Tapi aku emang seneng, terus lama-lama kan makin sibuk. Ya udah, aku
berhenti dan emang eyangku udah agak seneng. Terus
nari, ―buat apa nari, ga usah, ga penting. Yang penting tu belajar‖
Line 34-39
Sedangkan pada AD, mayoritas keluarga besar AD berisi orang- orang yang pintar secara akademik. Sehingga AD didorong oleh pamannya
untuk lebih berprestasi lagi. ―sebenarnya jujur, dari keluarga, soalnya keluarga besar
aku, kalo mamah sama papah sih biasa aja, tapi kalo keluarga besar aku pernah, apa ya, keluargaku tu
termasuk, keluarga yang isinya pinter semua.
‖
Line 3- 6
―Terus keluargaku bilang, ‗o.. rangking 5 ya? kok gak ranking satu? Lain kali masuk dua besar ya?‘
Line 10- 11
2 Faktor Ibu
Selain faktor keluarga besar mempengaruhi prestasi akademik para partisipan, sosok ibu juga memberikan pengaruh yang besar pada
semangat belajar para partisipan. Pada AD, ia merasakan dukungan dari ibunya dengan cara ibunya mencarikan guru les untuknya. AD
menganggap ibu dan guru lesnya sebagai sosok pendamping belajar. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
―Mungkin cuma mamah yang cariin guru les.‖
Line 15- 16
―Jadi guru les ato mama tu sebagai pendamping aku belajar‖
Line 27-28
Sedangkan pada kasus VN, justru ibunya yang menolak untuk mencarikan guru les. Padahal, VN ingin mengikuti les seperti teman-
temannya, namun ibunya tidak mengijinkannya. Ibu VN menolak karena ibunya yakin bahwa VN masih mampu mengerjakan tugas-
tugasnya sendiri, tanpa bantuan guru les. Ibu VN percaya pada kemampuan VN.
―Ma, aku aku perlu ikut les gitu ya kayak temen- temenku. ‗halah, ga usah, kamu aja masih bisa ngerjain
kok‘. Jadi tu, aku bilang, aku kesusahan, tapi mamaku bilang, ‗kamu masih bisa ngerjain, itu bagus‘.‖
Line 141- 144
Selain itu bagi VN, dukungan yang ibunya berikan adalah diberikannya kebebasan dalam belajar. Cara Ibu VN mendukung
anaknya adalah tidak pernah memaksa VN untuk belajar. Begitu pula dengan DT, DT merasa ia sudah dewasa saat ini, ia sudah mengerti
konsep dan kebutuhan belajarnya, sehingga ibunya memberi kebebasan belajar pada DT, yang ibunya pegang adalah tanggung jawab DT pada
akademiknya. Suatu saat, DT pernah bosan belajar, padahal keesokkan harinya DT mengikuti UTS. Ibu DT pun tidak pernah memaksa DT
belajar. DT menyadari keputusannya untuk tidak belajar. Akhirnya di pagi hari, DT membaca buku cepat-cepat dengan keadaan panik. Hal
tersebut menggambarkan bahwa ibu DT memberikan kebebasan pada proses belajar DT dan tidak pernah memaksa DT untuk belajar.
―Ya kalo mama dukung aja sih. Bisalah, kamu ga niat aja segini. Pasti nek niat bisa.‖“Emang tapi ga pernah
sampe maksa- maksa gitu. Dah semaumu aja.‖
Line 99- 100; 100-101 VN
―Ya sudah, Sudah gede, sudah punya konsep belajar sendiri. Ngerti butuhnya apa, nanti kalo butuh bantuan
baru panggil Mimo......... Ya itu terserah adek, Itu kan proses belajar adek. Adek kan
—adek kan punya rasa tanggung jawab gitu kan? Yaudah gimana cara
menggunakan tanggung jawab itu aja. Yang Mimo pegang Cuma rasa tanggung jawab yang gede.‖
Line 273-283 DT
―Dita bosen belajar‖ Yaudah nggak papa. Udah kan, terus habis itu, balik ke tempatnya lagi. Terus lanjut kalo
mau tidur, mau ngapain ya terserah. Terserah kamu. Itu hidupmu, itu pendidikanmu, ya terserah. Padahal kan
besoknya UTS Biasanya orangtua ‗harus belajar, harus bel
ajar‘. Kalo mimo ga gitu. Ya sudah, nanti kalo kamu UTS bisa itu karna kamu, kalo kamu ga bisa kamu tau
kesalahanmu dimana. Akhirnya juga, sadar sendiri. Aku pagi-pagi walau panik, ya tetep baca buku juga. Dan
akhirnya kebetulan bisa ngerjain. Walaupun apa yang
tadi ga nyantol, seenggaknya bisa.‖
Line 290-299 DT
Ibu DT juga memberikan dukungan pada saat DT belajar. Dukungan terbesar yang ibunya berikan adalah ibu DT tidak memberikan
tuntutan apapun pada akademik DT, sehingga DT merasa tidak terbebani. ―Ya..
support
aja, bantu dalam – dalam ini, apa.. ee ya
saatnya belajar, Mimo yang kasih, yang Mimo bisa support, nanti.
‖
Line 18-20
DT ―ga ada tuntutan tu lho. Mimo ga pernah kasih beban ke
Dita. Itu yang menurut Dita dukungan yang paling utama sih. Karena belajar itu kan ga gampang, ga mudah. Ya
gitu masih dituntut, nah itu kan kadang
– berat gitu lho, tuntutan itu. Tapi dengan ada mimo yang ga menuntut
itu, menurut Dita itu udah dukungan paling gede banget, kak. Semua orangtua kalo Dita liat selalu ada
tuntutannya kan. Kalo buat mimo enggak.‖
Line 20-27
Ibu DT pun tidak pernah memarahi DT jika DT memperoleh nilai jelek, karena nilai jelek pun sudah menjadi beban untuk DT. Hal tersebut
menggambarkan salah satu strategi dukungan ibu DT pada anaknya. Kalo nilai jelek yang nggak
—nggak dimarahin gitu. Cuma ditanyain, ―kemarin kenapa‖ gitu ―Sudah tahu
salahnya dimana?‖ ―Sudah‖ ―Kalo sudah, Yaudah diperbaiki sendiri ya?‖ ―Iya.‖ Karena dapat nilai jelek itu
kan sudah ada beban. Orang sudah berbeban kenapa perlu dibebani lagi gitu lho. Kayak gitu.
Line 147 150-151
Sedangkan pada VN, dukungan lain yang VN rasakan adalah ibunya selalu memberikan saran pada VN. VN selalu bercerita apapun
permasalahan yang ia alami, sehingga ibunya selalu memberikan nasehat untuknya. VN pun selalu mendengarkan saran ibunya karena VN masih
merasa belum bisa mengambil keputusan sendiri untuk menyelesaikan permasalahannya. Melalui saran-saran ibunya, VN merasa bangkit
kembali. ―Kadang tu dengan aku cerita-cerita ke mama, nah itu
tiba-tiba tu seketika, ya itu yang diomongin mamaku itu. Aku kan selalu minta saran dari mamaku tu
gimana. Ya itu, seakan-
akan membangkitkan lagi.‖
Line 301-304
VN “selama ini aku masih dengerin mamaku dulu aja.
Soalnya aku belum berani nek aku ngambil langkah sendiri, aku ga bisa. Makanya aku sering cerita.
Sekecil apapun itu aku cerita.‖
Line 272-275
VN
3 Faktor Guru
Faktor adanya guru juga memberikan pengaruh pada semangat belajar para partisipan. VN menganggap gurunya yang mendorong
dirinya untuk berprestasi di akademik. Hal tersebut tercermin pada PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kisah VN yang menyatakan bahwa VN lebih terdorong lagi untuk berprestasi karena sugesti dari guru SMPnya. Ketika VN mengambil
rapor sewaktu SMP, guru SMPnya tiba-tiba memberikan semangat kepada VN dan memanggil VN dengan sebutan dokter. Gurunya juga
memuji nilai VN. Pada saat itu, VN dan ibunya mendengar celetukan gurunya tersebut. VN memiliki kepercayaan bahwa perkataan guru
tersebut biasanya akan terjadi kepada murid-muridnya kelak. Sehingga ibu VN menjadi tersugesti pada perkataan guru tersebut. Ibu VN selalu
ingat perkataan guru tersebut dan berharap VN dapat menjadi seorang dokter. Selain itu, guru SMP tersebut juga mendorong VN untuk lebih
meningkatkan prestasi akademiknya. Dalam situasi ini, ibu VN pun juga memberikan pengaruh pada VN untuk berprestasi.
―Karena guru SMP. Jadi Bu wid tiba-tiba pas ambil rapot tu bilang ke aku, ‗semangat ya bu dokter, pasti
nilainya bagus- bagus ya‘. Ke aku dan mamaku denger.
Dan emang sekalinya guru ini ngomong ke murid, itu tu terjadi sama muridnya.‖
Line 3-7
―karna guru SMP itu tu mamaku jadi terpengaruh, yang dokter-dokter gitu. Mamaku selalu inget itu
juga. Jadi sugesti sendiri gitu lho kalo misalnya dokter-
dokter kayak gitu.‖
Line 9-12
―........karna guru SMP. Lebih dorong aku buat pinterin
akademiknya.‖
Line 104-105
―Terus, karna guru SMP. Lebih dorong aku buat pinterin akademiknya. ‖
Line 104-105
Di sisi lain, bagi AD seorang guru les merupakan sosok pendamping belajar.
―Jadi guru les ato mama tu sebagai pendamping aku belajar‖
Line 27-28 AD
b Faktor Lingkungan NonSosial
Faktor lingkungan nonsosial merupakan faktor-faktor fisik yang
mempengaruhi proses belajar para partisipan dalam mencapai prestasi akademik. 1
Waktu belajar
Faktor lingkungan nonsosial yang muncul pada partisipan penelitian ini adalah waktu belajar yang partisipan lakukan. Hal tersebut
terlihat pada AD yang biasanya mengerjakan tugas semalaman. Biasanya AD belajar sampai larut malam sebelum hari ujian berlangsung. Ketika
AD berada di bangku SMP, AD pernah tidak tuntas ujian PKN karena terlalu banyak hafalan. Setelah peristiwa tersebut, AD berjuang sangat
keras untuk belajar mata pelajaran tersebut hingga dini hari. AD menjadi kelelahan karena tidak beristirahat sedikit pun. Dengan cara belajar
tersebut, AD merasa lebih konsentrasi untuk belajar, karena jika AD belajar berminggu-minggu sebelum ujian, AD cenderung sudah lupa
dengan materi yang ia pelajari. Sehingga AD lebih memilih untuk belajar semalam sebelum ujian berlangsung.
―Dulu aku udah pernah, itu waktu pas SMP aku pernah ga tuntas PKN karena terlalu banyak hafalan. Terus
aku pas itu bener-bener berjuangin banget belajar itu dari jam 6 sore sampai jam stengah 4 pagi, sampai
cuma buka mata setengah, sampe di sekolah dibilangin
, ‗kamu udah tidur ga sih din?‘ aku bilang ―aku tidur kok, cuma bentar‘.‖
Line 62-67
―.....Itu malah lebih masuk belajarnya, soalnya kalo aku
belajar dari minggu-minggu sebelumnya, aku lupa. Jadi mending aku semalemnya aja belajarnya.‖
Line 72-75 15; 37-39
Sedangkan pada VN, biasanya ia belajar di pagi hari. VN menyadari kondisi dirinya yang tidak bisa belajar di malam hari. Sehingga
VN membuat inisiatif untuk belajar di dini hari. ―Jadi karna aku tau situasiku sendiri gitu, aku ga bisa
belajar malem, aku ya otomatis harus belajar pagi....‖
Line 244-247
3. Pendekatan Belajar