Faktor faktor yang mempengaruhi prestasi akademik pada siswi fatherless yang berprestasi
i
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI
AKADEMIK PADA SISWI FATHERLESS YANG
BERPRESTASI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Disusun Oleh:
Theodora Galih Sekkar Anjarsari NIM: 129114102
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(2)
(3)
(4)
iv
HALAMAN MOTTO
‗However bad life may seem,
There is something you can do, and succeed at, There is life, there is hope‘
(Stephen Hawking – Theory of Everything)
(5)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Saya persembahkan karya ini untuk, Tuhan yang Maha Kasih, Ayah dan ibu yang selalu memberikan kekuatan, Tetta dan Yayik yang selalu menerima kekurangan saya, Para sahabat yang selalu memberikan tawa dan keceriaan,
Dan saya dedikasikan, untuk seluruh anak-anak fatherless
(6)
(7)
vii
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRESTASI AKADEMIK PADA SISWI FATHERLESS YANG BERPRESTASI
Theodora Galih Sekkar Anjarsari
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik pada siswi fatherless yang berprestasi. Studi ini dilakukan melalui wawancara semi terstruktur dengan 3 siswi yang memiliki prestasi akademik di Sekolah Menengah Atas, yang terdiri dari 2 siswi yang berusia 16 tahun, dan seorang siswi yang berusia 17 tahun. Seluruh partisipan memiliki latar belakang tidak memperoleh pengasuhan ayah di rumah dalam jangka waktu yang lama. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis isi kualitatif (AIK) dengan pendekatan deduktif, yakni analisis terarah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswi fatherless dapat berprestasi karena dipengaruhi oleh faktor eksternal (dukungan ibu, dorongan dari keluarga, dan guru), faktor internal (kemampuan, minat, suka pada tugasnya, suasana hati baik, motivasi intrinsik, dan motivasi ekstrinsik), dan faktor pendekatan belajarnya (pendekatan surface & deep, dan pendekatan deep & achieving).
(8)
viii
THE FACTORS THAT INFLUENCE THE ACADEMIC ACHIEVEMENT TOWARD FATHERLESS WOMEN STUDENTS WHO HAVE GREAT
ACADEMIC
Theodora Galih Sekkar Anjarsari
ABSTRACT
This research aimed to know the factors that influence the academic achievement toward fatherless women students who have great academic. This research was conducted by way of semi-structured interview with three women students who have good academic achievement in high school. They were two students at 16 years old and one student at 17 years old. All of them have similar background who live without father‘s control in the long period of time. This data analysis was done by using qualitative content analysis, with deductive approach. The result showed that fatherless women students could have great achievement because of the influence of external factors (mother, family, and teacher‘s support), internal factors (ability, interest, loving the task, mood, intrinsic motivation, and extrinsic motivation), and learning approach factors (surface and deep approach & deep and achieving approach).
Keyword: the factors that influence achievement, fatherless women students, academic achievement.
(9)
(10)
x
KATA PENGANTAR
‘Fatherless’, sebuah kata yang menggerakkan hati saya untuk mengenal kata itu lebih dalam lagi. Bahkan, begitu banyak kisah film yang mengangkat tentang pentingnya sosok ayah. Namun, bagaimana dengan ketidakhadiran itu sendiri? Apakah akan selalu ada kesedihan yang menyelimuti? Hal tersebutlah yang mendorong saya untuk mengenal lebih jauh tentang fatherless children. Saya ingin melihat kisah mereka dari sudut pandang lain, selain kesedihan.
Oleh karena itu, saya menuliskan kisah fatherless dalam penulisan skripsi ini. Dalam menyusun skripsi ini, tentunya saya haturkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena saya yakin, Tuhan memberikan perjalanan panjang yang penuh liku agar saya belajar untuk dewasa dan tekun.
Selain itu, skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S. Psi.). Kelancaran dan kesuksesan dalam menyusun skripsi ini tidak terlepas dari peran banyak pihak yang telah membantu dalam menghadapi kesulitan yang saya temui. Dengan kerendahan hati, saya ingin mengucapkan rasa terimakasih saya yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
2. Bapak Eddy Suhartanto, M.Si., selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi saya yang selalu sabar menuntun dan mendengarkan saya yang terkadang tidak paham atau kesulitan dalam mengerjakan skripsi. Terima kasih ibu karena selalu
(11)
xi
memberikan saran, pencerahan, dan mendengarkan keluh-kesah saya dalam menyusun skripsi.
4. Bapak Edward Theodorus, M.App.Psy., yang bersedia meluangkan waktunya untuk berdiskusi tentang penelitian ini.
5. Bapak Drs H. Wahyudi, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik saya yang selalu memberikan pengarahan dan masukan selama saya kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
6. Orangtua tercinta, ayah dan ibu yang selalu saya ingat dan menjadi motivator saya dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Kedua adik, Tetta dan Yayik yang selalu memberi bantuan, menemani saya menyelesaikan skripsi dan mendengarkan keluh kesah saya.
8. Segenap Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terimakasih bapak dan ibu atas ilmu yang pernah dibagikan kepada saya selama saya menempuh pendidikan di Fakultas Psikologi USD ini.
9. Sahabat yang tak lekang oleh waktu, Cesa dan Lia.
10.Sahabat-sahabat saya, Bazelaak gurls. Terima kasih untuk kak Gue, Gege, Gektri, Rini, Nikur Monyet, Pipi, Karin, Oci, Maureen, Mbak Dep, BM. 11.Reka dan Raras yang sudah banyak membantu penelitian ini.
12.Teman-teman Mitra Perpustakaan Paingan. Terima kasih karena selalu memberikan dukungan walaupun drama korea selalu memisahkan saya dengan skripsi.
13.Perpustakaan Paingan Sanata Dharma, khususnya Workstation, yang selalu memberikan kenyamanan dalam mengerjakan skripsi.
(12)
xii
14.Seluruh teman-teman Bimbingan Skripsi Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. Terima kasih atas saran, bantuan, informasi, keluh kesah yang sudah kita bagi bersama.
15.Teman-teman Psikologi Kelas C, angkatan 2012, Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
16.Seluruh teman-teman di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma angkatan 2012.
(13)
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Penelitian ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 9
D. Manfaat Penelitian ... 9
1. Manfaat Teoritis ... 9
2. Manfaat Praktis ... 9
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA... 10
A. Prestasi Akademik ... 10
1. Pengertian Prestasi Akademik ... 10
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik ... 11
(14)
xiv
1) Inteligensi atau Kemampuan ... 11
2) Sikap ... 11
3) Bakat ... 12
4) Minat ... 12
5) Motivasi ... 12
b. Faktor Eksternal ... 13
1) Keluarga ... 14
2) Guru ... 14
3) Teman dan Masyarakat ... 15
4) Letak Rumah ... 15
5) Waktu Belajar ... 15
c. Faktor Pendekatan Belajar... 15
1) Pendekatan Surface ... 16
2) Pendekatan Deep ... 16
3) Pendekatan Achieving... 17
3. Karakteristik Siswa yang Berprestasi... 19
B. Anak Perempuan Fatherless ... 20
C. Kerangka Konseptual ... 22
BAB III : METODE PENELITIAN ... 25
A. Jenis dan Desain Penelitian ... 25
B. Partisipan ... 26
C. Peran Peneliti ... 28
D. Metode Pengumpulan Data ... 30
1) Protokol Wawancara ... 31
2) Dokumentasi... 32
E. Metode Perekaman Data ... 32
(15)
xv
1. Definisi Faktor Internal ... 34
2. Definisi Faktor Eksternal ... 34
a. Faktor Lingkungan Sosial ... 34
b. Faktor Lingkungan NonSosial ... 35
3. Definisi Faktor Pendekatan Belajar ... 35
G. Validitas dan Reliabilitas Penelitian ... 37
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39
A. Pelaksanaan Penelitian ... 39
B. Latar Belakang ... 40
1. Latar Belakang AD ... 40
2. Latar Belakang VN ... 41
3. Latar Belakang DT ... 42
C. Hasil Penelitian ... 43
1. Faktor Internal ... 43
a. Kemampuan... 43
b. Sikap ... 45
c. Minat ... 47
d. Motivasi Intrinsik ... 47
e. Motivasi Ekstrinsik ... 49
2. Faktor Eksternal ... 57
a. Faktor Lingkungan Sosial ... 57
1) Faktor Keluarga Besar ... 57
2) Faktor Ibu ... 59
3) Faktor Guru ... 62
b. Faktor Lingkungan NonSosial... 64
1) Waktu Belajar ... 64
(16)
xvi
a. Pendekatan Surface ... 65
b. Pendekatan Deep ... 67
c. Pendekatan Achieving... 69
D. Pembahasan ... 75
1. Faktor Internal ... 75
2. Faktor Eksternal ... 77
3. Pendekatan Belajar ... 79
4. Faktor Internal, Eksternal, dan Pendekatan Belajar ... 82
5. Faktor-faktor Lain ... 85
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ... 87
A. Kesimpulan ... 87
B. Keterbatasan Penelitian ... 90
C. Saran ... 90
1. Bagi anak fatherless yang ingin meraih prestasi ... 90
2. Orangtua tunggal, khususnya ibu dan Keluarga ... 91
3. Guru ... 91
4. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 93
(17)
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pendekatan Belajar ... 17
Tabel 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Siswa ... 19
Tabel 3.1 Data Partisipan ... 27
Tabel 3.2 Catatan Rapor Terakhir ... 28
Tabel 3.3 Kategori Koding ... 36
Tabel 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 39
Tabel 4.2 Ringkasan Hasil Penelitian ... 73
(18)
xviii
DAFTAR GAMBAR
(19)
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Interview Protokol ... 97
Lembar Informed Consent Partisipan 1 ... 99
Lembar Informed Consent Partisipan 2 ... 100
Lembar Informed Consent Partisipan 3 ... 101
Lembar Member Checking Partisipan 1 ... 102
Lembar Member Checking Partisipan 2 ... 103
Lembar Member Checking Partisipan 3 ... 104
Verbatim Partisipan 1 ... 105
Koding/Pengkategorian Partisipan 1 ... 125
Verbatim Partisipan 2 ... 134
Koding/Pengkategorian Partisipan 2 ... 158
Verbatim Partisipan 3 ... 167
(20)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Orang tua memiliki kepekaan dalam mempengaruhi perkembangan hidup anaknya. Dalam perkembangan kognitif, sosok ayah dan ibu memiliki cara yang berbeda dalam mempengaruhi anaknya (Dagun, 1990). Ibu sebagai sosok yang penyayang dan mengayomi pada anaknya, sedangkan seorang ayah memberikan rasa aman dan menyokong kepercayaan diri anaknya untuk menjadi sukses, melalui nasehat dan perlindungan (Schunk, Pintrich, & Meece, 2008). Bahkan, kehadiran dan perhatian dari figur ayah, dapat membantu merealisasikan potensi anaknya (Dagun, 1990).
Pada kenyataannya, tidak semua anak di dunia ini dapat merasakan kehadiran ayah dalam hidupnya. Ada berbagai keadaan yang menyebabkan anak tidak merasakan kehadiran figur ayah dalam perkembangan hidupnya. Keadaan tersebut sering disebut sebagai fatherless atau father absence. Fatherless adalah ketiadaan peran atau figur seorang ayah, yang dapat berupa ketidakhadiran secara fisik maupun psikologis dalam perkembangan hidup anak, yang disebabkan oleh permasalahan orangtua, perceraian, atau kematian (Sundari & Herdajani, 2013).
Fenomena fatherless cukup banyak terjadi di negeri kita. Yayasan Yatim Mandiri mencatat jumlah anak yatim di Indonesia saat ini mencapai 3,2 juta jiwa. Jumlah terbanyak terletak di NTT dan Papua. Data yang dihimpun oleh Yayasan Yatim Mandiri hingga tahun 2012 tersebut mencatat bahwa anak yatim terbanyak
(21)
di Indonesia terletak di NTT dengan jumlah mencapai 492.519 anak, kemudian disusul Papua yang jumlahnya mencapai 399.462 anak (dalam nasional.republika.co.id).
Fatherless tentunya berpengaruh pada perkembangan mental-intelektual dan akademik seorang anak, baik anak laki-laki maupun perempuan (Dagun, 1990). Kondisi fatherless sangat mempengaruhi prestasi akademik anak laki-laki karena sosok ayah cenderung lebih perhatian dan lebih banyak menghabiskan waktu dengan anak laki-laki daripada dengan anak perempuan (Dagun, 1990). Bahkan ayah cenderung lebih mendorong prestasi akademik anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. (Parke, 1981 dalam Murray & Sandqvist, 1990). Hal tersebut menunjukkan bahwa faktor peran ayah sangat mempengaruhi akademik anak laki-laki. Sehingga, ketika isu fatherless terjadi, banyak penelitian fatherless yang hanya berpusat pada anak laki-laki (Murray & Sandqvist, 1990). Kondisi fatherless sebenarnya juga mempengaruhi prestasi akademik anak perempuan. Hal tersebut tercermin saat sebelum masa sekolah menengah tingkat atas, anak perempuan yang hidup tanpa kehadiran ayah akan cenderung tidak menyukai mata pelajaran yang memiliki ciri khas maskulin, seperti pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan. Bahkan mereka menolak untuk mengejar kursus matematika dan ilmu pengetahuan. Hal tersebut terjadi karena mereka kurang mendapatkan dorongan dan dukungan dari sosok ayah, yang merupakan peran teladan laki-laki (Adams, Milner, & Schrepf, 1984 dalam La Guardia, Nelson & Lertora, 2014). Anak perempuan akan cenderung merespon negatif pada akademisnya saat mereka tidak memperoleh kehadiran ayah di dalam hidup
(22)
mereka. Hal tersebut terjadi karena ketika anak perempuan tidak memiliki keterlibatan ayah dalam hidupnya, ia cenderung enggan masuk perguruan tinggi yang baik atau enggan berusaha mencapai standar prestasi tertinggi, karena mereka kehilangan usaha untuk mendapatkan persetujuan ayahnya dalam berdiskusi mengenai perguruan tinggi. Berdasarkan paparan di atas, terlihat bahwa hubungan anak perempuan dengan ayah sangatlah penting untuk keberhasilan anak di ranah akademis dan karier. Anak perempuan tanpa bimbingan dari ayah cenderung lebih mudah menyerah dan tidak melaksanakan perkuliahan (Zia, Malik & Ali, 2015). Sehingga, dapat disimpulkan bahwa anak perempuan fatherless juga membutuhkan kehadiran ayah dalam perkembangan akademisnya, karena ayah akan memberikan dukungan sebagai sosok teladan di ranah akademis bagi anak perempuan. Akan tetapi, pembahasan tentang anak perempuan fatherless masih sedikit dilakukan di berbagai penelitian (Dagun, 1990).
Berbagai hasil penelitian ternyata menunjukkan bahwa anak-anak fatherless bisa memiliki prestasi akademik yang baik di sekolahnya, walaupun tidak memperoleh pengasuhan ayah. Hal tersebut tercermin pada hasil penelitian Wadsby & Svedin (1996) yang menjelaskan bahwa anak-anak yang mengalami mengalami perceraian cenderung tidak menunjukkan prestasi sekolah yang rendah dibandingkan anak-anak dari keluarga utuh. Situasi tersebut dapat terjadi karena dilatarbelakangi oleh faktor dari lingkungan anak fatherless, yakni socioeconomic status (SES) keluarga (Svanum, Bringle, dan McLaughlin, 1982). Ketika SES di dalam keluarga terkontrol, maka tidak ditemukannya pengurangan intelektual dan
(23)
fungsi akademik pada anak yang tidak memiliki figur ayah. Selain itu, ketika ibu-tunggal memiliki pendidikan yang lebih tinggi, maka kinerja sekolah anak-anaknya pun cenderung lebih besar (Kinard dan Reinherz, 1986). Penelitian Kriesberg (1967) pun mengatakan bahwa ibu-tunggal cenderung tidak mengendurkan tekanan pada anaknya dalam prestasi akademik dibandingkan ibu yang menikah. Bahkan, para ibu-tunggal menyatakan bahwa anak-anak father-absence cenderung lebih bertanggung jawab dalam melibatkan diri di aktivitas rekreasi di sekitar rumah mereka dibandingkan anak dari keluarga utuh. Selain itu, Watts & Watts (1992) pun menyatakan bahwa ternyata status ibu-tunggal (female single-parent family) cenderung tidak mempengaruhi pencapaian prestasi akademik anaknya. Hal tersebut dapat terjadi karena ketidakhadiran ayah cenderung tidak melemahkan kemajuan akademik seorang anak. Kemajuan akademik tersebut tercermin pada faktor kemampuan dan aspirasi akademik anak, yakni adanya motivasi intrinsik dan keberagaman respon individual dalam menghadapi stimulus lingkungan. Bahkan, motivasi berprestasi anak-anak fatherless cenderung lebih besar dibandingkan anak-anak dari keluarga utuh (Vandamme & Schwartz, 1985). Sehingga Watts & Watts (1992) menyatakan bahwa faktor-faktor internal tersebut memiliki efek yang besar pada prestasi akademik anak fatherless.
Atkinson & Ogston (1974) menjelaskan anak laki-laki fatherless cenderung memiliki nilai akademis yang lebih baik dalam berpartisipasi di berbagai kegiatan olahraga, dan para guru menganggap bahwa anak laki-laki yang mengalami father-absence tidak memerlukan kelas disiplin dibandingkan
(24)
anak-anak dari keluarga utuh, karena anak-anak laki-laki father-absence cenderung lebih banyak memperoleh tuntutan tugas di sekitar rumahnya dibandingkan anak dari keluarga utuh. Penemuan tersebut menjelaskan bahwa adanya faktor eksternal yang mempengaruhi perilaku anak laki-laki fatherless di sekolah. Pada anak perempuan, Murray & Sandqvist (1990) memberi gagasan bahwa faktor internal yang mendorong anak perempuan fatherless adalah aspirasi edukasi anak perempuan yang hidup dengan ibu-tunggal cenderung lebih tinggi. Gagasan tersebut masuk akal, karena seorang anak perempuan akan belajar mengenai pentingnya memiliki pekerjaan yang baik jika ibunya adalah orangtua tunggal dan harus mencari nafkah sendiri.
Berdasarkan pemaparan penelitian-penelitian di atas, dapat terlihat bahwa ada faktor eksternal (berasal dari luar) dan faktor internal (berasal dari dalam diri) yang mempengaruhi prestasi akademik anak fatherless. Faktor-faktor tersebut cukup penting dalam mempengaruhi prestasi akademik anak fatherless, karena faktor-faktor tersebut menunjukkan bahwa efek negatif fatherless tidak selalu terjadi pada perkembangan akademik anak fatherless, baik laki-laki maupun perempuan.
Selain faktor internal dan eksternal, Syah (2008) mengungkapkan bahwa faktor pendekatan belajar juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi belajar siswa dalam mencapai prestasi akademik. Pendekatan belajar (approach to learning) dipahami sebagai strategi, cara, atau metode yang digunakan siswa untuk menentukan tingkat efisiensi dan keberhasilan belajarnya. Pendekatan belajar dikelompokkan menjadi tiga dasar, yaitu pendekatan surface (siswa yang
(25)
memiliki kecenderungan tidak bekerja keras dan gaya belajarnya santai), deep (siswa yang cenderung memahami materi secara mendalam), dan achieving (siswa yang cenderung memiliki ambisi pribadi dengan cara bersaing untuk meraih prestasi tertinggi).
Faktor pendekatan belajar juga penting dibahas dalam penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik, karena faktor-faktor internal, eksternal, dan pendekatan belajar cenderung saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Hal tersebut tercermin ketika seorang siswa yang memiliki inteligens tinggi (faktor internal) dan memperoleh dukungan positif dari keluarga besarnya (faktor eksternal), maka ia akan memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil belajar. Sehingga, ketika seorang siswa terdorong untuk mementingkan kualitas hasil belajar, maka ia akan memiliki prestasi yang tinggi (high-achievers) (Syah, 2008).
Jika dikaitkan dengan penelitian-penelitian fatherless, pembahasan mengenai faktor pendekatan belajar masih belum terlihat pada penelitian anak fatherless. Biasanya penelitian tentang faktor pendekatan belajar dikaitkan dengan aspek dan subjek yang berbeda. Hal tersebut terlihat pada penelitian Lisiswanti, Saputra, Carolia, dan Malik (2015), faktor pendekatan belajar dikaitkan dengan hasil belajar pada mahasiswa. Pada penelitian tersebut, pendekatan belajar dikelompokkan menjadi pendekatan deep dan pendekatan surface. Hasil penelitian tersebut memberikan gambaran mengenai mahasiswa yang lebih menggunakan pendekatan belajar deep untuk mencapai kelulusan, dibandingkan
(26)
pendekatan surface. Meski demikian, dapat disimpulkan bahwa pendekatan belajar merupakan faktor yang mempengaruhi pencapaian belajar seorang siswa.
Secara keseluruhan, beberapa penelitian memiliki kesamaan dan kekurangan yang bisa dianggap sebagai defisiensi. Dari segi variabel yang diteliti, sebagian besar penelitian fatherless berfokus pada faktor internal dan eksternal dalam mempengaruhi prestasi akademik siswa fatherless, tetapi tidak mencoba mengeksplorasi faktor pendekatan belajar. Padahal faktor pendekatan belajar juga mempengaruhi prestasi akademik siswa. Bahkan faktor pendekatan belajar juga memiliki keterkaitan dengan faktor internal dan eksternal dalam mempengaruhi prestasi akademik. Selain itu, dari segi latar belakang subjek, penelitian terdahulu lebih banyak meneliti anak-anak fatherless atau mahasiswa secara umum, tidak banyak penelitian yang melihat dari sisi anak perempuan fatherless. Bahkan pembahasan tentang anak perempuan fatherless masih sedikit dilakukan (Dagun, 1990). Hal tersebut terjadi karena isu fatherless lebih banyak berfokus pada anak laki-laki. Padahal, Murray & Sandqvist (1990) memiliki gagasan bahwa anak perempuan fatherless bisa berprestasi karena dipengaruhi oleh faktor internal, namun faktor tersebut justru tidak terlihat pada hasil penelitiannya. Dari segi usia, penelitian terdahulu meneliti anak fatherless dalam rentang usia 4 sampai dengan 11 tahun (Kinard dan Reinherz, 1986; Svanum, Bringle, dan McLaughlin, 1982). Tetapi, sebagian besar penelitian meneliti remaja pada usia 16 tahun atau pada masa SMA sampai usia 21 tahun. Dari segi metode, penelitian terdahulu banyak menggunakan skala, kuisioner, dan tes psikometrik dalam mengumpulkan data.
(27)
Berdasarkan defisiensi penelitian-penelitian terdahulu, maka peneliti memutuskan untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik siswi fatherless yang berprestasi. Faktor-faktor tersebut terdiri dari faktor internal, eksternal, dan pendekatan belajar, karena ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi. Prestasi akademik dapat ditinjau dari hasil rapor dan peringkat akademik di kelas. Adapun kriteria dari partisipan pada penelitian ini, yaitu anak perempuan yang berusia 16-17 tahun, peneliti juga memilih usia partisipan seperti pada penelitian terdahulu karena adanya pertimbangan yakni pada usia ini, remaja mulai melihat kesuksesan atau kegagalan di masa kini digunakan memprediksi kesuksesan di masa depan (Santrock, 2003). Selain itu, pemilihan kriteria anak perempuan dilakukan agar dapat memberikan sumbangan baru pada isu anak perempuan di konteks penelitian fatherless. Kriteria lainnya adalah keadaan tidak memperoleh pengasuhan ayah dalam jangka waktu yang panjang, seperti kematian, perceraian, berpisah dan lain-lain. Pengambilan data pada penelitian ini akan menggunakan wawancara, karena wawancara bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan tertentu (Herdiansyah, 2010). Dalam menganalisis data, peneliti menggunakan analisis isi kualitatif (AIK) dengan pendekatan deduktif, yakni analisis terarah.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi siswi fatherless yang berprestasi dalam mencapai prestasi akademik?
(28)
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik siswi fatherless yang berprestasi.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya kajian ilmu psikologi perkembangan dan pendidikan, khususnya mengenai anak perempuan yang fatherless dalam mencapai prestasi akademik.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran baru pada siswi fatherless yang kurang berprestasi untuk meraih prestasi, dengan menyadari dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar dan prestasi di dalam dirinya maupun dari luar dirinya.
b. Diharapkan orangtua tunggal, khususnya ibu dapat memperoleh pengetahuan dalam menghadapi anak yang tidak mendapatkan figur orang tua secara lengkap, sehingga dapat memberikan arahan yang tepat pada anaknya untuk berprestasi di akademik.
c. Penelitian ini diharapkan dapat mempermudah guru dalam memperoleh informasi mengenai situasi siswi-siswi fatherless di ranah akademik. Diharapkan guru dapat menemukan cara yang efektif untuk memberikan atmosfer yang mendukung dan pengarahan pada siswi yang fatherless dalam mencapai prestasi.
(29)
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini, peneliti akan memaparkan tinjauan teoritis mengenai apa yang dimaksud dengan prestasi akademik, beserta faktor-faktor yang mempengaruhi dan karakteristik siswa yang berprestasi. Selanjutnya akan dijelaskan pula mengenai anak perempuan yatim yang ditinjau dari ranah akademik. Pada bagian akhir, peneliti akan menjelaskan kerangka konseptual penelitian ini.
A. Prestasi Akademik 1. Pengertian Prestasi Akademik
Kamus Psikologi (Reber & Reber, 2010) menjelaskan bahwa prestasi adalah keberhasilan dalam meraih tujuan. Prestasi belajar adalah suatu bukti bahwa siswa berhasil belajar atau berhasil karena kemampuannya dalam melakukan kegiatan belajarnya sesuai dengan bobot yang telah dicapainya (Winkel, 2004).
Suryabrata (1993) pun menjelaskan bahwa prestasi akademik merupakan hasil evaluasi kegiatan belajar yang dilihat dari bentuk angka (kuantitatif), seperti nilai ujian, nilai pelajaran, atau mata kuliah.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa prestasi akademik dan prestasi belajar adalah hal yang serupa karena merupakan hasil dan bukti dari keberhasilan siswa dalam melakukan kegiatan belajar, yang ditinjau dalam bentuk angka.
(30)
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik
Menurut Slameto (2010), Sobur (2003), dan Syah (2008) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi belajar seorang siswa untuk meraih prestasi akademiknya. Faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi tiga macam, yaitu; (a) faktor internal (faktor dari dalam diri), (b) faktor eksternal (kondisi lingkungan di sekitar siswa), (c) faktor pendekatan belajar (jenis usaha belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk mempelajari materi pelajarannya) (Syah, 2008).
a. Faktor internal, merupakan kondisi dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas pembelajaran siswa (Syah, 2008; Slameto, 2010; Sobur, 2003). Pada umumnya, faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah sebagai berikut:
1) Inteligensi atau Kemampuan. Inteligensi atau kemampuan adalah kecakapan. Kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan diri ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif. Seorang siswa yang memiliki inteligensi cenderung mampu untuk mengetahui atau menggunakan konsep-konsep abstrak dengan efektif (Slameto, 2010). Selain itu, seorang siswa yang memiliki inteligensi atau kemampuan yang tinggi akan lebih mudah menangkap dan memahami pelajarannya. Ia akan lebih mudah berpikir kreatif dan cepat dalam mengambil keputusan (Sobur, 2003).
2) Sikap. Sikap adalah gejala internal berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon terhadap orang, baik secara positif maupun negatif. Jika seorang siswa memiliki sikap (attitude) yang positif pada guru atau suka pada
(31)
mata pelajaran tertentu, maka ia akan lebih mudah mempelajari pelajarannya tersebut, sehingga prestasi yang dicapai siswa akan lebih memuaskan (Syah, 2008).
3) Bakat. Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilannya di masa depan (Syah, 2008). Bakat juga akan mempengaruhi tinggi-rendahnya prestasi belajar di bidang studi tertentu (Syah, 2008). Karena bakat akan mempengaruhi belajar seorang siswa. Jika materi pelajaran siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya akan jauh lebih baik karena ia lebih senang belajar dan menjadi lebih giat belajar. Sehingga, sangat penting bagi seorang siswa untuk mengetahui bakatnya (Slameto, 2010).
4) Minat. Minat adalah kecenderungan dan keinginan yang tinggi pada sesuatu. Minat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang studi tertentu. Sebagai contoh, seorang siswa memiliki minat pada pelajaran biologi, ia akan memusatkan perhatiannya pada pelajaran tersebut dibandingkan siswa-siswa lain (Syah, 2008). Bahkan, ia akan memperhatikan materi tersebut dengan perasaan senang (Slameto, 2010). Selanjutnya, karena pusat perhatiannya tersebut tertuju pada mata pelajaran yang diminatinya, memungkinkan siswa tersebut menjadi giat belajar, pelajaran mudah dipelajari, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan (Syah, 2008; Slameto, 2010).
5) Motivasi. Motivasi memiliki peranan dalam proses belajar, karena motivasi merupakan keadaan internal yang mendorong individu untuk melakukan
(32)
sesuatu dan belajar merupakan proses yang muncul dari dalam diri individu (Sobur, 2003).
Dalam perkembangan selanjutnya, motivasi dibedakan menjadi dua macam, yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsic adalah keadaan yang berasal dari dalam diri siswa yang mendorongnya untuk melakukan perilaku belajar. Motivasi intrinsik tercermin pada perasaan menyenangi materi dan kebutuhan pada materi tersebut, misalnya materi tersebut membantu siswa untuk mempelajari hal-hal di masa depannya kelak (Syah, 2008).
Sedangkan, motivasi ekstrinsik itu sendiri adalah keadaan yang datang dari luar diri siswa yang mendorongnya untuk melakukan perilaku belajar. Motivasi ekstrinsik tercermin pada pujian, hadiah, tata tertib sekolah, orang tua, guru, dan lain-lain (Syah, 2008).
b. Faktor Eksternal, juga mempengaruhi prestasi akademik seorang siswa. Faktor eksternal merupakan kondisi lingkungan di sekitar siswa yang mempengaruhi belajar siswa untuk memperoleh keberhasilan.
Faktor eksternal terdiri dari dua macam, yakni faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial. Faktor lingkungan sosial terdiri dari keluarga, guru, teman, dan masyarakat yang dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Sedangkan faktor lingkungan nonsosial merupakan faktor-faktor fisik seperti keadaan dan letak rumah dan waktu belajar yang mempengaruhi proses
(33)
belajar siswa (Syah, 2008). Berikut ini penjelasan faktor lingkungan sosial dan nonsosial secara lengkap:
1) Keluarga. Keluarga merupakan pihak di luar diri siswa yang paling mempengaruhi aspek akademik siswa dari usia belia. Kondisi dan suasana keluarga mempengaruhi pandangan anak dalam mencapai pembelajarannya. Salah satunya adalah kondisi ekonomi keluarga. Keluarga yang memiliki kondisi ekonomi kurang baik, berkemungkinan membuat suasana rumah menjadi suram sehingga semangat belajar menjadi turun. Namun, adanya kemungkinan keadaan ekonomi yang rendah justru membuat anak menjadi terdorong untuk berhasil.
Selain itu, hubungan emosional antara orang tua dan anak dapat mempengaruhi keberhasilan anak dalam belajar. Jika keadaan rumah selalu penuh dengan pertengkaran, maka anak akan kesulitan belajar. Jika orangtua cenderung tidak peduli pada anaknya, maka akan menimbulkan reaksi frustasi. Begitu pula jika orangtua terlalu keras pada anaknya, maka hubungan dengan anaknya akan semakin menjauh, sehingga proses belajar menjadi terhambat. 2) Di sisi lain, faktor eksternal juga dipengaruhi oleh adanya Guru. Faktor
lingkungan sekolah seperti guru mempengaruhi semangat siswa dalam belajar. Jika guru memperlihatkan sikap simpatik dan menunjukkan sikap teladan, seperti rajin membaca dan berdiskusi, maka hal tersebut akan mendorong siswanya untuk belajar (Sobur, 2003; Syah, 2008). Faktor hubungan murid dengan gurunya pun juga berpengaruh pada semangat belajar siswa. Jika
(34)
siswa senang/kagum dengan gurunya, maka siswa akan lebih mudah mendengarkan dan menangkap pelajaran (Sobur, 2003).
3) Kemudian, Teman dan Masyarakat juga mempengaruhi faktor lingkungan sosial siswa. Faktor teman bergaul dan aktivitas dalam masyarakat juga dapat mempengaruhi kegiatan belajar. Aktivitas di luar sekolah bisa membantu perkembangan anak. Namun, jika anak tidak bisa membagi waktu aktivitas masyarakatnya dengan belajarnya, maka kegiatan belajar pun menjadi terganggu (Sobur, 2003).
4) Selanjutnya, faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah Letak Rumah tempat tinggal keluarga siswa. Rumah yang sempit dan berantakan, perkampungan yang terlalu padat dan tidak memiliki fasilitas umum cenderung mengganggu proses belajar siswa untuk meraih prestasinya (Syah, 2008).
5) Faktor lingkungan nonsosial lainnya adalah Waktu Belajar yang siswa lakukan. Seorang siswa cenderung memilih waktu yang ia senangi untuk belajar. Ia bisa belajar di sore hari, pagi, atau saat malam hari.
c. Faktor Pendekatan Belajar, juga merupakan salah satu faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dalam mencapai prestasi akademik. Pendekatan belajar (approach to learning) dipahami sebagai strategi, cara, atau metode yang digunakan siswa untuk menentukan tingkat efisiensi dan keberhasilan belajarnya (Syah, 2008).
(35)
Menurut hasil penelitian Biggs (dalam Syah, 2008), pendekatan belajar siswa dapat dikelompokkan ke dalam 3 bentuk dasar, yaitu pendekatan surface, pendekatan deep, dan pendekatan achieving. Biggs menyimpulkan bahwa ketiga bentuk dasar tersebut digunakan untuk melihat motif siswa dalam belajar, tidak hanya sikapnya terhadap pengetahuan. Berikut ini penjelasan mengenai ketiga bentuk dasar pendekatan belajar secara lebih dalam:
1) Pendekatan Surface (permukaan), yakni pendekatan belajar pada siswa yang memiliki motif terdorong untuk belajar karena dorongan ekstrinsik untuk menghindari kegagalan/takut tidak lulus. Oleh karena itu, karakteristik siswa tersebut adalah memiliki kecenderungan tidak bekerja keras, gaya belajarnya santai, asal hafal, dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam. Strategi belajarnya adalah ia memusatkan pada rincian materi dan hanya mereproduksi materinya secara persis.
2) Pendekatan Deep (mendalam), yakni pendekatan belajar pada siswa yang memiliki motif intrinsik. Ia mempelajari materinya karena ia tertarik dan merasa membutuhkannya. Sehingga, ia berusaha memuaskan keingintahuannya terhadap isi materi. Oleh karena itu, gaya belajarnya cenderung serius dan ia memahami materi secara mendalam, serta memikirkan cara untuk mengaplikasikannnya. Strategi belajar pada siswa ini adalah memaksimalkan pemahaman dengan berpikir, banyak membaca, dan berdiskusi. Bagi siswa ini, lulus dengan baik adalah hal yang penting, namun hal yang lebih penting lagi adalah memiliki pengetahuan yang banyak dan bermanfaat bagi kehidupannya.
(36)
3) Pendekatan Achieving (pencapaian prestasi tinggi), yakni pendekatan belajar pada siswa yang dilandasi oleh motif ekstrinsik, yang memiliki ciri khusus yaitu sering disebut sebagai ego-enchancement, yaitu ambisi pribadi yang besar untuk meningkatkan prestasinya agar dapat diakui dengan cara meraih indeks prestasi setinggi-tingginya. Siswa ini memiliki karakteristik ingin bersaing untuk meraih prestasi tertinggi. Berkompetisi untuk meraih nilai tertinggi merupakan hal yang penting baginya, sehingga ia sangat disiplin, rapi, sistematis, dan memiliki rencana untuk maju ke depan. Strategi belajarnya adalah memiliki keterampilan belajar, yakni memiliki usaha belajar dan mampu mengoptimalkan pengaturan waktu dengan efisien.
Tabel 2.1 Pendekatan Belajar
Bentuk Pendekatan
Belajar Motif Strategi
Pendekatan Surface Motif ekstrinsik, dengan ciri untuk menghindari kegagalan
Memusatkan pada rincian-rincian materi dan semata-mata mereproduksi secara persis.
Pendekatan Deep Motif intrinsik, memiliki ciri berusaha memuaskan
keingintahuan dan
mengembangkan kemampuan
Memaksimalkan
pemahaman dengan berpikir, banyak membaca dan berdiskusi. Pendekatan
Achieving
Ego-enchancement, bersaing untuk mencapai nilai tertinggi
Mengoptimalkan
pengaturan waktu, memiliki jadwal, usaha belajar
Dikutip : Syah (2008)
Selain faktor-faktor internal dan eksternal yang sudah dijelaskan di atas, faktor pendekatan belajar juga berpengaruh pada taraf keberhasilan proses belajar siswa. Misalnya, seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan belajar
(37)
deep, memiliki kemungkinan besar berpeluang untuk meraih prestasi akademik yang bermutu daripada siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface, karena siswa yang menggunakan pendekatan belajar deep cenderung lebih serius dan memaksimalkan pemahamannya terhadap materi yang dipelajari, dibandingkan siswa yang menggunakan pendekatan belajar surface (Syah, 2008).
Khusus pada pendekatan belajar deep dan achieving, kedua pendekatan belajar ini paling efektif dilakukan ketika siswa secara sadar menyadari proses pembelajarannya dan ia berusaha merencanakan pembelajarannya untuk mengontrol belajarnya. Ketika siswa penasaran, ia akan berusaha untuk mencari tahu dan memahami semampunya. Ketika siswa ingin meraih hasil yang baik, ia akan mengorganisasikan seluruh kegiatan belajarnya, dengan membuat jadwal, mengerjakan tugas dengan tepat waktu, dll (Biggs, 1987). Sehingga, Biggs (1987) menjelaskan bahwa gabungan pendekatan belajar deep dan achieving mendorong performansi yang baik saat ujian, konsep diri akademik yang baik, dan perasaan puas.
Secara keseluruhan, Syah (2008) menyebutkan bahwa faktor internal, eksternal, dan pendekatan belajar cenderung saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Hal tersebut tercermin ketika seorang siswa yang cenderung menghafal materi atau bermotif ekstrinsik (faktor eksternal), biasanya cenderung memilih pendekatan belajar yang sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, jika seorang siswa yang memiliki inteligensi yang tinggi (faktor internal) dan memperoleh dukungan positif dari orangtuanya (faktor eksternal), maka ia akan memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil belajar.
(38)
Sehingga, ketika seorang siswa terdorong untuk belajar karena dipengaruhi faktor-faktor di atas, maka memunculkan tipe-tipe siswa yang memiliki prestasi tinggi (high-achievers), siswa yang memiliki prestasi rendah (under-achievers) atau gagal sama sekali.
Tabel 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Siswa Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Siswa
Internal Eksternal Pendekatan
1. Inteligensi 2. Sikap 3. Minat 4. Bakat 5. Motivasi
1. Lingkungan Sosial: Keluarga Guru Masyarakat Teman
2. Lingkungan Nonsosial: Rumah
Waktu
Achieving-Deep (Bigg, 1987) Deep
Surface
Diadaptasi dari Syah (2008)
3. Karakteristik Siswa yang Berprestasi
Siswa yang berprestasi cenderung memiliki motivasi berprestasi. Menurut Winkel (2004), hal tersebut terjadi karena motivasi berprestasi merupakan daya penggerak pada siswa untuk mengusahakan peningkatan dalam belajar, sehingga siswa cenderung mengejar taraf prestasi maksimal. Fokus siswa yang memiliki karakteristik berprestasi adalah memperoleh taraf prestasi yang baik, meskipun kemungkinan untuk gagal tetap ada. Tetapi, tentunya siswa cenderung mengejar hasil yang baik, karena di dalam diri siswa terdapat dorongan motivasi berprestasi, atau menghindari kegagalan.
(39)
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa yang berprestasi adalah siswa yang cenderung berusaha untuk memperoleh taraf prestasi yang baik dan mengejar hasil yang baik.
Untuk melihat karakteristik siswa yang berusaha mengejar hasil yang baik, dapat tercermin dari berbagai cara, seperti melalui nilai-nilai individual yang tertulis di buku rapor, ulangan harian, (Azwar, 1996), nilai ujian/self report, GPA (Grade Point Average) (Trudeau & Shepard, 2009), atau hasil tes terstandar (tes prestasi) (Woolfolk, 2009). Pada penelitian ini, peneliti menggunakan nilai rapor untuk melihat prestasi akademik siswi fatherless yang berprestasi.
B. Anak Perempuan Fatherless
Ketidakhadiran figur ayah itu sendiri sering disebut sebagai fatherless atau father absence. Fatherless adalah ketiadaan peran dan figur ayah dalam kehidupan seorang anak. Seorang anak dikatakan mengalami kondisi fatherless ketika anak tidak memiliki ayah, tidak memiliki hubungan atau berkomunikasi dengan ayahnya, yang disebabkan oleh permasalahan orangtua, perceraian, atau kematian. Kondisi ketiadaan sosok ayah juga dapat terjadi jika anak merupakan hasil dari hubungan di luar pernikahan (Sundari & Herdajani, 2013).
Mancini (2010) menyebutkan bahwa ketidakhadiran ayah biasanya terjadi ketika ayah tidak tinggal atau berjarak jauh dengan anaknya dalam periode waktu yang lama. Termasuk disebabkan oleh perceraian, berpisah, dipenjara, berada di militer, bepergian untuk urusan bisnis, yang lebih banyak tidak hadir di rumah.
(40)
Sehingga, ketidakhadiran ayah mempengaruhi berbagai aspek perkembangan hidup anak.
Pada aspek perkembangan di ranah akademik, berbagai penelitian terdahulu menyatakan bahwa ketidakhadiran ayah tidak terlalu mempengaruhi perkembangan prestasi akademik anak. Penelitian Vandamme & Schwartz (1985) menunjukkan bahwa motivasi berprestasi anak-anak tanpa ayah cenderung lebih besar dibandingkan anak-anak dari keluarga utuh. Bahkan, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ibu tunggal merasa kurang stres dibandingkan ibu dari rumah tangga yang utuh. Keadaan tersebut bisa terjadi karena ditemukannya berbagai faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik dan kehidupan anak fatherless.
Faktor-faktor yang mempengaruhi anak fatherless untuk berprestasi adalah adanya aspirasi edukasi, motivasi intrinsik, faktor kemampuan, keberagaman respon individual dalam menghadapi stimulus lingkungan pada anak fatherless, sehingga ketidakhadiran ayah cenderung tidak melemahkan kemajuan akademik anak fatherless (Watts & Watts, 1992). Selain itu, ibu-ibu yang tidak memiliki suami cenderung tidak mengendurkan tekanan pada anaknya dalam prestasi akademik (Kriesberg, 1967) dan anak cenderung lebih banyak memperoleh tuntutan tugas dibandingkan anak dari keluarga utuh (Atkinson & Ogston, 1974). Faktor-faktor lain yang mempengaruhi adalah socioeconomic status (SES) di dalam keluarga terkontrol (Svanum, Bringle, dan McLaughlin, 1982), sehingga anak fatherless cenderung memperoleh fasilitas dan dukungan financial untuk menunjang pendidikannya. Selain itu, faktor ibu-tunggal yang memiliki
(41)
pendidikan yang lebih tinggi (Kinard dan Reinherz, 1986) juga mendorong dan mempengaruhi anak fatherless untuk tetap berprestasi seperti anak dari keluarga utuh.
Anak fatherless pada penelitian ini adalah anak perempuan yang memiliki prestasi akademik. Anak perempuan fatherless tentunya juga mampu berprestasi karena dilatarbelakangi oleh berbagai faktor. Menurut Murray & Sandqvist (1990), sebagian besar anak-anak yang hidup dengan ibu tunggal adalah perempuan, yang bisa menjadi faktor bahwa kinerja sekolah mereka baik. Hal tersebut terjadi karena terkadang aspirasi edukasi lebih tinggi ditemukan pada anak perempuan yang hidup dengan ibu tunggal. Gagasan tersebut masuk akal, karena seorang anak perempuan akan belajar tentang pentingnya memiliki pekerjaan yang baik jika ibunya adalah orangtua tunggal dan harus mencari nafkah sendiri (Murray & Sandqvist, 1990).
C. Kerangka Konseptual
Prestasi akademik merupakan hasil belajar yang penting bagi seorang siswa yang sedang mengenyam pendidikan. Sehingga untuk mencapai prestasi, seorang siswa memiliki berbagai faktor yang mempengaruhi proses belajarnya. Faktor-faktor tersebut adalah faktor internal (dari dalam dirinya), faktor eksternal (dari luar dirinya), dan faktor pendekatan belajar (strategi dan metode yang digunakan siswa untuk mempelajari materinya).
Penelitian ini ingin mengeksplorasi faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik pada tiga siswi fatherless yang berprestasi. Faktor-faktor yang
(42)
ingin dilihat oleh penelitian ini adalah faktor internal, eksternal, dan pendekatan atau strategi belajar pada siswi fatherless. Meski banyak penelitian yang menunjukkan bahwa anak fatherless mampu berprestasi karena dipengaruhi faktor internal dan eksternalnya, namun asumsinya ketika seorang siswa mencapai prestasi, ia juga akan melakukan strategi untuk mempelajari materi pelajarannya. Diharapkan pendekatan atau strategi belajar siswi fatherless dapat terlihat pada penelitian ini, karena ketiga faktor tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Misalnya, ketika siswi fatherless yang memiliki kemampuan, minat (faktor internal) dan memperoleh dukungan positif dari ibunya (faktor eksternal), maka ia akan memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil belajar. Ketika siswi fatherless memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil dan perfomansi yang baik di akademik, maka ia akan memiliki prestasi yang baik. Sehingga, secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa pengaruh dari ketiga faktor tersebut akan memberikan gambaran mengenai bagaimana mereka dapat memiliki prestasi yang tinggi (high-achievers).
Oleh karena itu, diharapkan penelitian ini dapat mengungkap faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar yang saling berkaitan tersebut kepada para partisipan untuk mencapai prestasi akademiknya. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat mengeksplorasi mengenai mengapa ketidakhadiran ayah tidak berpengaruh negatif pada prestasi akademik para partisipan.
(43)
Gambar 1. Kerangka Konseptual
SISWI FATHERLESS
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Pendekatan Belajar
PRESTASI TINGGI
(HIGH ACHIEVERS) Faktor-faktor yang Mempengaruhi
(44)
25
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, dimana metode ini sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati (Bodgan dan Taylor, 1975 dalam Basrowi & Suwandi, 2008). Penelitian kualitatif ini berfokus pada proses pemaknaan yang disampaikan oleh para partisipan mengenai isu penelitian (Creswell, 2014). Sehingga, penelitian kualitatif melibatkan penggunaan dan pengumpulan berbagai bahan empiris (studi kasus, pengalaman pribadi, introspeksi, riwayat hidup, wawancara, pengamatan, teks sejarah, interaksi, dan visual) yang menggambarkan momen rutin dan problematis, serta maknanya dalam kehidupan individual dan kolektif (Salim, 2001 dalam Prastowo, 2014).
Desain penelitian ini menggunakan analisis isi kualitatif (AIK), yaitu sebagai metode penelitian untuk menafsirkan secara informantif isi data berupa teks melalui proses klasifikasi sistematik berupa coding atau pengkodean dan pengidentifikasian aneka tema atau pola (Hsieh & Shannon, 2005 dalam Supratiknya, 2015).
Peneliti menggunakan analisis isi kualitatif dengan pendekatan deduktif. Model deduktif atau deduksi memandang teori masih menjadi alat penelitian sejak memilih dan menemukan masalah, membangun hipotesis maupun melakukan
(45)
pengamatan di lapangan sampai dengan menguji data (Bungin, 2008). Sehingga, pendekatan ini cocok diterapkan manakala sudah ada teori atau hasil-hasil penelitian tertentu tentang suatu fenomen (Supratiknya, 2015). Oleh karena itu, peneliti menggunakan analisis isi kualitatif pendekatan deduktif untuk menggambarkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik dengan memvalidasikan atau mengujinya kembali di dalam konteks baru, antara lain dengan menggunakan partisipan baru, yakni anak perempuan yang fatherless.
B. Partisipan
Partisipan pada penelitian ini adalah 3 siswi yang memiliki prestasi akademik di Sekolah Menengah Atas, yang terdiri dari 2 siswi yang berusia 16 tahun, dan seorang siswi yang berusia 17 tahun. Ketiga siswi tersebut memiliki latar belakang fatherless. Seseorang dikatakan mengalami kondisi fatherless ketika ia tidak memperoleh figur ayah atau jarang berinteraksi dengan ayah dalam periode waktu yang lama. Dapat disebabkan oleh kematian, perceraian, berpisah, dipenjara, berada di militer, bepergian untuk urusan bisnis, yang lebih banyak tidak hadir di rumah (Mancini, 2010). Ketiga siswi yang terlibat pada penelitian ini mengalami fatherless sejak usia belia karena berbagai kondisi, seperti ayahnya meninggal dunia, orang tuanya berpisah sejak ia lahir, dan ayahnya yang bekerja di luar kota namun tidak pernah pulang ke rumah sedari ia berusia 2 tahun.
Kriteria lainnya adalah ketiga partisipan memiliki prestasi akademik yang bagus di Sekolah Menengah Atas. Prestasi akademik yang dimaksud adalah memperoleh peringkat atas di kelasnya, karena peringkat mencerminkan prestasi di lingkungan
(46)
kelasnya. Penelitian ini menggunakan catatan prestasi akademik (nilai rapor) di Sekolah Menengah Atas untuk menilai prestasi akademik ketiga partisipan. Nilai rapor yang mencerminkan prestasi akademik adalah nilai individual yang memiliki angka/hasil yang tinggi dan berada di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Nilai yang dilihat adalah nilai yang dipelajari partisipan di bidang yang mengandung pemahaman bacaan, penggunaan bahasa, berhitung, sains, matematika, dan penalaran logis.
Pemilihan partisipan dilakukan atas rekomendasi dari adik peneliti yang mengenal dua partisipan yang hidup tanpa pengasuhan ayah. Selain itu, pemilihan partisipan juga dilakukan atas rekomendasi dari guru BK partisipan. Berikut ini gambaran umum mengenai para partisipan:
Tabel 3.1 Data Partisipan
No. Keterangan Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3
1. Nama Inisial AD VN DT
2. Usia 16 tahun 16 tahun 17 tahun
3. Jenis Kelamin Perempuan Perempuan Perempuan
4. Alasan Tidak Memiliki Ayah
Ayah bekerja di luar kota
Ayah meninggal (sakit komplikasi pencernaan dan ginjal)
Belum pernah bertemu ayah
5. Kapan Ayah Pergi Umur 2 tahun Kelas 5 SD (12 tahun)
Dari partisipan lahir
6. Anggota keluarga di rumah
Ibu Ibu, adik,
kakek, dan dua bibi
Ibu
7. Riwayat Sekolah SMP Pangudi Luhur
SMP Pangudi Luhur
(47)
Yogyakarta Yogyakarta Temanggung SMA Stella
Duce 2
Yogyakarta
SMA Negeri 9 Yogyakarta
SMA Pangudi Luhur
Yogyakarta 8. Riwayat peringkat yang
diraih di sekolah
Pada kelas 10, peringkat 1.
Di kelas 7, peringkat 2
Di kelas 10, peringkat 1 Di kelas 8,
peringkat 3.
Di kelas 11, peringkat 1 Di kelas 9,
peringkat 2.
Tabel 3.2 Catatan Rapor Terakhir No. Mata Pelajaran Rapor SMA Kelas X Rapor SMP Kelas X Rapor SMA Kelas XII
AD VN DT
KKM Nilai KKM Nilai KKM Nilai
1. Bahasa Inggris
70 89 77 83 75 87
2. Matematika 70 79 77 82 75 90
3. Fisika 70 79 77 81 75 89
4. Kimia 70 87 77 81 75 88
C. Peran Peneliti
Dalam penelitian ini, partisipan yang ingin diteliti adalah siswi yang tidak mendapatkan pengasuhan ayah di rumah, namun ia mampu untuk berprestasi di ranah akademik. Latar belakang pemilihan topik penelitian ini berawal dari pengalaman pribadi peneliti yang melihat orang di sekitar peneliti, yang mampu untuk berprestasi walaupun tidak memperoleh pengasuhan dari orang tua secara
(48)
utuh. Padahal, peneliti beranggapan bahwa dukungan orang tua secara utuh, terutama ayah sangat berpengaruh pada motivasi dan aspirasi akademik anak. Hal tersebutlah yang mendorong peneliti untuk ingin memahami topik penelitian ini.
Peneliti berperan sebagai instrumen kunci, yang langsung turun sendiri ke lokasi penelitian untuk mengumpulkan data dengan melakukan wawancara kepada para partisipan (Creswell, 2009 dalam Supratiknya, 2015).
Selain itu, peneliti tidak memiliki kaitan atau hubungan apapun dengan partisipan atau lokasi penelitian. Pada awalnya, peneliti mencari para partisipan melalui informasi dari adik peneliti yang juga duduk di bangku SMA. Adik peneliti mencarikan partisipan yang sesuai dengan kriteria penelitian ini. Pada akhirnya, adik peneliti memberikan informasi mengenai calon partisipan yang cocok dengan penelitian ini. Setelah bertemu dengan beberapa partisipan yang sesuai dengan kriteria tersebut, peneliti menjelaskan topik dan tujuan penelitian, dan pada akhirnya partisipan bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Setelah itu, peneliti dan partisipan menentukan jadwal pertemuan dan wawancara. Para partisipan juga diminta untuk mengisi informed consent, sebagai bukti kesediaan untuk mengikuti penelitian ini. Namun, peneliti masih kurang menemukan satu partisipan lagi. Sehingga peneliti memutuskan untuk mencari partisipan lain di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta. Setelah berbincang dengan kepala sekolah, peneliti mendapatkan izin untuk melakukan penelitian pada salah satu siswi di SMA tersebut. Peneliti pun bertemu dengan partisipan yang sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan melalui bantuan guru BK. Lalu, peneliti
(49)
menjelaskan topik dan tujuan penelitian, dan kemudian partisipan menyetujui untuk mengikuti penelitian ini.
Ketika penelitian dilakukan, lokasi penelitian dilakukan di tempat makan yang tidak banyak pengunjung sehingga proses pengambilan data tidak mengganggu lingkungan sekitar dan partisipan pun bisa merasa lebih relaks dengan suasana tempat tersebut. Selain itu, adanya kemungkinan para partisipan merasa sedih, tidak nyaman, atau enggan bercerita tentang topik ayah yang sensitif. Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti menjelaskan kembali informed consent yang sudah disetujui tersebut, dan menghentikan sementara proses wawancara agar para partisipan dapat tenang.
Selain itu, masalah etis yang muncul adalah identitas partisipan menjadi terbongkar. Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti merahasiakan nama para partisipan dengan inisial AD, VN, dan DT.
D. Metode Pengumpulan Data
Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara. Creswell (2014) menjelaskan bahwa dalam wawancara kualitatif, peneliti melakukan wawancara berhadap-hadapan dengan partisipan. Dengan melakukan wawancara, para partisipan bisa lebih leluasa memberikan informasi historis. Dalam melakukan wawancara, peneliti membekali diri dengan sebuah protokol, yaitu instrument pengumpulan data berupa pedoman wawancara (Creswell, 2009 dalam Supratiknya, 2015). Wawancara ini menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang secara umum semi terstruktur dan bersifat terbuka
(50)
(open-ended) yang dirancang untuk memunculkan pandangan dan opini dari para partisipan (Creswell, 2014). Berikut ini protokol wawancara pada penelitian ini:
1. Protokol Wawancara Pertanyaan pembuka:
1. Menurutmu, apa itu keluarga? Pertanyaan pendahuluan:
1. Selama ini, kamu tinggal dengan siapa?
2. Coba ceritakan orang-orang yang ada di rumahmu? Pertanyaan transisi:
1. Kalau tentang ayah, coba ceritakan kapan terakhir ketemu ayah? 2. Coba ceritakan apa yang biasanya kamu lakukan bersama ayahmu?
3. Bagaimana perasaanmu saat tidak tinggal atau jarang bertemu dengan ayah?
4. Apa yang berubah semenjak tidak tinggal dengan ayah? terutama di ranah akademik? (pengaruh fatherless pada akademik partisipan)
5. Dengan kondisi hanya tinggal dengan ibu, bagaimana proses belajarmu di rumah? (pengaruh fatherless pada akademik partisipan)
Pertanyaan kunci:
1. Dengan tidak adanya ayah dalam proses belajarmu, apa yang mendorongmu untuk berprestasi di akademik? Mengapa? (faktor internal atau eksternal)
2. Menurutmu, apa kunci dari keberhasilanmu? (faktor internal atau faktor eksternal atau pendekatan belajar)
(51)
3. Bagaimana pendapatmu ketika kamu mendapatkan tugas yang banyak untuk mata pelajaran yang sulit? (pendekatan belajar)
4. Apa yang kamu lakukan pada tugas tersebut? Caranya? (pendekatan belajar)
5. Cara atau kebiasaan belajarmu seperti apa? Mengapa? (pendekatan belajar) 6. Apa yang akan kamu lakukan selanjutnya saat kamu sudah berhasil?
(pendekatan belajar) Pertanyaan penutup:
Apakah masih ada yang ingin diceritakan?
2. Dokumentasi
Selain itu, metode pengambilan data lain pada penelitian ini adalah peneliti mengumpulkan dokumen-dokumen para partisipan. Dokumen ini berupa dokumen privat, seperti catatan akademik (rapor) para partisipan (Creswell, 2014). Dokumen tersebut menyajikan data berbobot dan sebagai bukti tertulis yang menunjukkan bahwa para partisipan memiliki prestasi akademik.
E. Metode Perekaman Data
Peneliti menggunakan protokol wawancara dan merekam jawaban-jawaban selama wawancara dilakukan untuk pengumpulan data. Peneliti merekam informasi dari partisipan dengan menggunakan catatan-tangan dan dengan audiotape (Creswell, 2014).
(52)
Selain itu, untuk perekaman data di dokumen, dapat dicatat sesuai dengan keinginan peneliti. Peneliti dapat menganalisis dan mendokumentasikan catatan resmi atau arsip-arsip partisipan (Creswell, 2014). Sehingga, peneliti memutuskan untuk mencatat nilai rata para partisipan yang dibandingkan dengan nilai rata-rata kelas. Hal tersebut sebagai gambaran prestasi akademik para partisipan di lingkungan kelasnya.
F. Analisis dan Interpretasi Data
Metode analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif (AIK), yaitu metode untuk menganalisis pesan-pesan komunikasi baik yang bersifat tertulis, lisan, atau visual. AIK mengupas komunikasi dengan media bahasa secara mendalam dengan tujuan mengklasifikasikan sebuah teks yang berjumlah besar ke dalam sejumlah kecil kategori yang mengungkapkan makna yang serupa. Tujuan akhir AIK adalah mendapatkan pengetahuan dan pemahaman berupa konsep-konsep atau kategori-kategori tentang fenomena yang sedang diteliti (Hsieh & Shannon, 2005; Elo & Kyngas, 2008 dalam Supratiknya, 2015).
Data penelitian ini dianalisis menggunakan analisis isi pendekatan deduktif, yang bertujuan untuk memvalidasi atau menguji ulang sebuah kerangka teoretis atau sebuah teori (Supratiknya, 2015). Teori dipakai untuk membantu untuk menentukan skema awal pengkodean atau skema awal hubungan antar kode. Pada langkah awal, peneliti membaca keseluruhan transkrip wawancara dan menandai setiap bagian dari teks yang merepresentasikan proses atribusi. Kemudian langsung menentukan kode dari semua bagian dari teks yang sudah
(53)
ditandai dengan menggunakan kode-kode yang sudah ada, yakni mana yang menunjukkan faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar. Namun, jika ada bagian dari teks tidak cocok dimasukkan ke dalam salah satu dari kode-kode yang sudah ada, maka diberi kode baru atau kode tambahan (Hsieh & Shannon 2005, dalam Supratiknya, 2015). Beberapa kriteria yang digunakan untuk koding:
1. Definisi faktor internal: kondisi dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas pembelajaran dalam meraih prestasi. Dalam penelitian ini, faktor internal yang mempengaruhi hasil belajar siswa dibagi menjadi 5 macam, yaitu: (1) Kemampuan, yakni siswa yang lebih mudah menangkap dan memahami pelajarannya. (2) Sikap, yang mencakup reaksi positif atau negatif pada guru atau pelajaran tertentu. (3) Bakat, yakni kemampuan potensial yang dimiliki siswa untuk mencapai keberhasilannya di masa depan tanpa banyak tergantung pada usaha latihan. (4) Minat, yakni kecenderungan dan keinginan yang tinggi pada sesuatu. (5) Motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik, merupakan keadaan internal yang mendorong siswa untuk melakukan sesuatu.
2. Definisi faktor eksternal: kondisi lingkungan di sekitar siswa yang mempengaruhi belajar siswa untuk memperoleh keberhasilan. Faktor eksternal terdiri dari dua macam, yakni faktor lingkungan sosial dan faktor lingkungan nonsosial.
a. Faktor lingkungan sosial terdiri dari (1) Keluarga, yakni peranan anggota keluarga dalam belajar siswa, cara mendidik anaknya, dan
(54)
kondisi/suasana di dalam keluarga, seperti kondisi ekonomi dan hubungan emosional. (2) Guru, yakni guru yang mempengaruhi semangat siswanya dengan memperlihatkan sikap simpatik dan menunjukkan sikap teladan (3) Teman dan masyarakat, yakni teman bergaul dan aktivitas dalam masyarakat yang membantu perkembangan belajar siswa.
b. Faktor lingkungan nonsosial terdiri dari (1) Letak rumah, yaitu gambaran kondisi rumah dan perkampungan siswa yang mempengaruhi proses belajar siswa. (2) Waktu belajar, yakni gambaran waktu yang biasanya siswa lakukan dan senangi untuk belajar.
3. Definisi pendekatan belajar: strategi, cara, atau metode yang digunakan siswa untuk menentukan tingkat efisiensi dan keberhasilan belajarnya. Dalam penelitian ini, pendekatan belajar dikelompokkan ke dalam 3 bentuk dasar, yaitu (1) Pendekatan surface, siswa memiliki kecenderungan untuk tidak bekerja keras, gaya belajarnya santai, asal hafal, dan tidak mementingkan pemahaman yang mendalam. (2) Pendekatan deep, siswa cenderung serius, memahami materi secara mendalam, memaksimalkan pemahaman dengan berpikir, banyak membaca, dan berdiskusi. (3) Pendekatan achieving, siswa memiliki ambisi pribadi dengan cara bersaing untuk meraih prestasi tertinggi. Selain itu, siswa tersebut cenderung sangat disiplin, rapi, sistematis, memiliki rencana untuk maju ke depan, dan memiliki keterampilan belajar, yakni
(55)
memiliki usaha belajar dan mampu mengoptimalkan pengaturan waktu dengan efisien.
Tabel 3.3 Kategori Koding
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Siswi Fatherless
Internal Eksternal Pendekatan
Faktor internal:
Kondisi dari dalam diri yang dapat mempengaruhi kualitas
pembelajaran siswi fatherless dalam meraih prestasi. Contoh : ‗saya ingin menambah
pengetahuan‘ (motivasi intrinsik)
Lingkungan Sosial: Kondisi orang-orang sekitar yang mempengaruhi belajar siswi fatherless untuk memperoleh keberhasilan
Contoh : ‗ibu selalu
membayar seluruh biaya sekolah saya karena ayah saya sudah lama meninggal
dunia‘ (keluarga)
Lingkungan Nonsosial:
Kondisi situasi sekitar yang mempengaruhi belajar siswi fatherless dalam memperoleh keberhasilan
Contoh : ‗saya selalu
belajar di dini hari agar lebih konsentrasi (gambaran waktu)
Pendekatan Surface Dilandasi motif ekstrinsik (surface motive), untuk menghindari kegagalan/takut tidak lulus. Sehingga,
cenderung tidak bekerja keras, gaya belajarnya santai, dan menghafal.
Contoh: ‗saat belajar untuk
ujian, saya lebih suka menghafalkan isi materi
tersebut‘
Pendekatan Deep Dilandasi motif intrinsic (deep motive), mempelajari materi karena memiliki ketertarikan dan merasa membutuhkan. Sehingga, berusaha untuk memuaskan keingintahuan terhadap isi materi.
Strategi: memaksimalkan pemahaman dengan berpikir, banyak membaca, dan berdiskusi.
Contoh: ‗saya sangat
penasaran dengan soal-soal mata pelajaran ini, sehingga saya berusaha untuk
memecahkan soal tersebut
(56)
Pendekatan Achieving Dilandasi oleh motif ekstrinsik (achieving motive), memiliki
karakteristik ingin bersaing untuk meraih prestasi tertinggi.
Strategi : sangat disiplin, rapi, sistematis, dan memiliki rencana untuk maju ke depan. Memiliki usaha belajar dan mampu mengoptimalkan
pengaturan waktu.
Contoh: ‗saya memiliki
kebiasaan belajar setiap hari walaupun tidak ada ujian dan saya berusaha untuk mengorganisasi jadwal
belajar saya‘
G. Validitas dan Reliabilitas Penelitian
Validitas kualitatif merupakan upaya pemeriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur tertentu, sementara reliabilitas kualitatif mengindikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti konsisten jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain dan untuk proyek-proyek yang berbeda (Gibbs, 2007 dalam Creswell, 2014). Oleh karena itu setelah melakukan analisis data, maka diperlukannya tahap verifikasi data. Hal ini dilakukan agar partisipan penelitian dapat diidentifikasi dan dideskripsikan secara akurat. Pada tahap ini, peneliti memilih strategi member checking untuk mengetahui akurasi hasil penelitian. Peneliti membawa kembali laporan akhir atau tema-tema spesifik kehadapan partisipan penelitian untuk mengecek apakah para partisipan merasa
(57)
bahwa laporan atau tema tersebut sudah akurat. Tugas peneliti selanjutnya adalah melakukan wawancara tindak lanjut dengan para partisipan dan memberikan kesempatan untuk berkomentar tentang hasil penelitian (Creswell, 2014).
(58)
39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama bulan September sampai Oktober 2016. Sebelum wawancara, peneliti melakukan rapport pada setiap partisipan agar partisipan lebih nyaman dan terbuka. Proses wawancara dilakukan sebanyak dua kali. Berikut ini, waktu dan tempat pelaksanaan penelitian :
Tabel 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
No. Keterangan Partisipan 1 Partisipan 2 Partisipan 3 1. Perkenalan
dan rapport
Sabtu, 10 September 2016
(14.00 WIB) di rumah partisipan
Minggu, 18 September 2016
(14.00 WIB) di Loco Store
Kamis, 29 September 2016
(13.00 WIB) di ruang BK SMA Pangudi Luhur
Yogyakarta 2. Wawancara
Pertama
Sabtu, 17 September 2016
(14.00 WIB) di rumah partisipan
Minggu, 25 September 2016
(12.00 WIB) di Loco Store
Selasa, 4 Oktober 2016 (16.00 WIB)
di tempat makan
3. Wawancara Kedua
Senin, 3 Oktober 2016 (16.00 WIB) di
Rabu, 5 Oktober 2016 (14.00 WIB) di
tempat makan
Senin, 17 Oktober 2016 (14.30 WIB) di SMA Pangudi Luhur Yogyakarta
(59)
B. Latar Belakang
Pada latar belakang ini, peneliti akan mengungkapkan latar belakang para partisipan dengan ayahnya, peristiwa partisipan tidak memperoleh pengasuhan ayahnya, dan pengaruh ketidakhadiran ayah di akademik para partisipan.
1. Latar Belakang AD
AD tidak terlalu dekat dengan ayahnya karena terakhir kali AD bertemu ayahnya saat AD masih berumur 2 tahun. AD tidak terlalu ingat apa yang terjadi saat itu. Tetapi yang AD ingat adalah pada saat itu keluarga AD tinggal di Jakarta. AD masih tinggal dengan kakaknya. Ayah AD datang dari bandara dan AD menjemput ayahnya. Setelah itu, keluarga AD pulang ke rumah. Keesokan harinya, AD bangun tidur dan menanyakan keberadaan ayahnya pada ibunya. Ternyata ayahnya pergi. Ayah AD tidak pernah menghubungi ibu dan AD selama beberapa tahun. AD tidak tahu alasan ayahnya pergi dari dirinya dan ibunya. Namun, akhirnya sekarang AD sudah mendapatkan kontak ayahnya dan ibu AD menjalin kontak lagi dengan ayahnya. AD jarang menjalin komunikasi dengan ayahnya setelah mendapatkan kontak ayahnya. AD mengatakan bahwa dirinya sudah terbiasa dari kecil untuk tidak berhubungan dengan ayahnya. Sehingga ia merasa biasa saja jika tidak pernah bertemu ayahnya.
Selama ini, AD merasa biasa saja hidup tanpa ayahnya di rumah. Hal tersebut terjadi karena AD tidak pernah bertemu dengan ayahnya dan sudah lupa dengan wajah ayahnya. Seandainya ayah AD pulang saat ini juga, mungkin AD akan merindukan ayahnya. Namun, ayah AD tidak pernah pulang ke rumah.
(60)
2. Latar Belakang VN
Ayah VN meninggal pada saat VN masih kelas lima SD karena penyakit komplikasi yang disebabkan terlalu banyak mengkonsumsi obat.
VN dekat dengan ayahnya sewaktu ayahnya masih hidup. Pada saat itu, keluarga VN masih tinggal di Kalasan. VN sering keliling kompleks menggunakan motor bersama ayahnya. Ayahnya sering mengajak VN mengikuti kegiatan outbond bersama. VN dan ayahnya pun sering menonton film kartun ataupun acara televisi yang berbau petualangan. Ayah VN dulunya bekerja di Erlangga, sehingga ayah VN selalu membawakan banyak buku untuk VN. Bahkan dalam waktu seminggu, ayahnya bisa memberikan buku lebih dari sekali. Tidak hanya memberikan buku pelajaran, ayah VN juga memberikan buku cerita, agama, ataupun buku gambar. VN merasa terbantu untuk belajar dan tidak merasa bosan untuk belajar. Dulu VN sangat gemar membaca karena pemberian ayahnya tersebut. Tetapi sekarang VN tidak terlalu suka membaca. Selain itu, VN juga mengatakan bahwa ayahnya selalu memantau nilai dan rangking VN. Ayah VN selalu menanyakan apa yang sulit dari pelajaran VN. Sehingga VN selalu bertanya dan minta tolong pada ayahnya. Pada suatu saat VN pernah diajarin ayahnya tentang pelajaran matematika. VN sangat mempercayai ayahnya. Namun, ternyata keesokkan harinya VN malah mendapat nilai nol. VN menganggap hal tersebut lucu karena VN benar-benar yakin bahwa ia akan memperoleh nilai 100. Menurutnya, mungkin ayahnya sudah lupa mengerjakan pelajaran matematika.
Sewaktu VN masih kecil, orangtua VN bekerja semua dan VN dirawat oleh pembantu di rumah. Setiap malam sepulang kerja, ibu VN selalu menyiapkan
(61)
waktu untuk VN. Terkadang VN bertanya pada ibunya mengenai PRnya. Tetapi, ibunya juga tidak terlalu mengerti mengenai mata pelajaran anaknya. VN pun menjadi berusaha untuk belajar sendiri. Kemudian, adik VN lahir. Ayah VN sibuk bekerja dan ibunya menjadi sibuk mengurus adiknya. Sehingga VN menjadi terbiasa untuk belajar sendiri dari kelas 4 SD. Tetapi, jika benar-benar bingung, VN tetap bertanya pada orangtuanya. Setelah ayahnya meninggal, VN berusaha belajar secara mandiri.
3. Latar Belakang DT
DT menceritakan bahwa dirinya sudah broken home dari kecil. Informasi yang DT ketahui mengenai ayahnya adalah ayahnya masih hidup sampai saat ini, namun DT tidak pernah bertemu dengan ayahnya. DT tidak mengerti sama sekali tentang ayahnya sedari DT masih sangat kecil. DT sama sekali tidak mengingat apa pun tentang ayahnya. Ibu DT mengatakan bahwa ibunya akan menceritakan segalanya kelak saat DT sudah siap. DT tidak memaksa ibunya untuk cerita tentang ayahnya. Menurut ibunya, di saat waktu sudah tepat, ibunya akan terbuka tentang masa lalu keluarganya. DT berpikir mungkin ada hal yang tidak bisa DT terima jika DT mengetahui cerita ibunya. Namun, dari hal tersebut DT memutuskan untuk tidak akan berbuat hal-hal bodoh jika ia sudah mengetahuinya. Secara keseluruhan, dapat terlihat bahwa pengaruh fatherless tidak terlalu terlihat pada perkembangan akademik para partisipan. VN memperoleh dukungan akademik dari ayahnya, namun setelah ayahnya meninggal, ia tetap bisa berprestasi. Sedangkan pada AD dan DT, mereka tidak pernah bertemu atau memperoleh pengasuhan ayah. Kenyataan tersebut merupakan hal yang menarik,
(62)
karena dapat disimpulkan bahwa ketiga partisipan dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, selain faktor dukungan ayah dalam berprestasi.
C. Hasil Penelitian
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah kondisi dari dalam diri yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas pembelajaran seorang siswa dalam mencapai prestasi akademiknya.
Dari hasil penelitian, para partisipan menjelaskan faktor dari dalam dirinya yang mempengaruhi prestasi akademiknya, berikut ini penjelasannya:
a. Kemampuan
Kecakapan yang tercermin pada partisipan penelitian ini adalah ketika DT menyatakan bahwa ia lebih suka jika ia paham mengerjakan soal karena dirinya sendiri, tanpa bantuan dari les. Hal tersebut menunjukkan bahwa DT ingin belajar secara mandiri karena kemampuan dan pengetahuan yang ia miliki, sehingga DT menjadi paham dalam belajar. DT terlihat lebih mudah menangkap dan memahami pelajarannya jika ia belajar sendiri. Selain itu, saat DT memperoleh soal yang sulit, DT menyadari bahwa ternyata ia bisa menyelesaikan soal yang sulit. Hal tersebut menunjukkan bahwa DT menyadari bahwa ternyata ia mampu mengatasi kesulitannya. Ia mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan soal yang sulit.
(63)
―...tapi kalo terdukungnya Dita tuh lebih suka kalo
Dita mudeng karena Dita sendiri tuh lho.‖ (Line 220-221)
―Kalo ngerasa ini kok gini sih? Ini kok bisa gini?
Penasaran tu lho. Nanti kalo udah selesei tu mbak, kayak ada sensasi, kayak kepuasan batin, enggak, pokoknya kayak seneng aja tu lho, ya ampun ternyata aku bisa
ngelesein.‖ (Line 59-62)
Begitu pula dengan AD, ia memang menganggap ibu dan guru lesnya adalah sosok pendamping dalam belajar, namun yang AD yakini dalam belajar adalah dirinya sendiri. Dari pernyataan tersebut terlihat bahwa AD yakin pada kecakapannya dan lebih mempercayai dirinya sendiri dalam memahami pelajaran.
―Jadi guru les ato mama tu sebagai pendamping aku belajar, tapi yang aku yakinin ya aku sendiri.‖ (Line 27-28)
Selain itu, ada kalanya AD cenderung stress ketika memperoleh banyak tugas. AD selalu memikirkan tugas-tugas yang belum ia kerjakan atau ulangan yang akan dilaksanakan minggu depan. Tetapi, AD memiliki pemikiran bahwa ia tetap bisa mengatasi tugas-tugasnya tersebut. Hal tersebut menunjukkan bahwa AD memiliki kemampuan untuk mengatasi beban tugas yang banyak. Namun, ternyata AD memiliki pemikiran bahwa dirinya kurang mampu jika membandingkan kemampuannya dengan kepintaran yang dimiliki oleh keluarga besarnya.
―...kadang suka stress sendiri, sebenernya tu kan hari sabtu minggu itu kan udah libur. Itu kayak aku masih kepikiran tu lho, masih kepikiran aduh minggu depan masih ada ulangan ini, ada tugas ini, aku belum ngerjain, aku belum dapet sumber buat wawancara, kadang suka stress sendiri. Tapi tetep bisa sih.‖ (Line 31-36)
(64)
―…tapi kalo keluarga besar aku pernah, apa ya, keluargaku tu termasuk, keluarga yang isinya pinter
semua. Cuma kayak aku tu lho yang kurang.‖ (Line 6-7)
b. Sikap
Sedangkan pada VN, faktor dari dalam diri yang mendorongnya untuk memperoleh nilai akademik yang baik adalah VN memiliki sikap positif pada setiap mata pelajarannya. Sikap tersebut tercermin ketika VN menyukai pekerjaannya. Menurut VN, jika ia menyukai pekerjaan yang ia lakukan, maka moodnya akan bagus dan VN menjadi mau mengerjakan pekerjaan tersebut. Selain itu, salah satu kunci kesuksesan yang VN pegang adalah menyukai pekerjaannya terlebih dahulu. VN merasa tidak ada pelajaran yang ia benci, sehingga ia berusaha untuk belajar semua mata pelajarannya.
―Tugas seperti apa yang ingin kamu lakukan di sekolahmu? Apa yaa.. Tugas yang aku sukai. Kenapa? Ya karna aku suka. Kalo aku udah suka, moodku bagus. Kalo moodku udah bagus, aku kerjain. Walaupun kimia itu sebenernya aku ga suka-suka banget, tapi benci juga enggak tu lho. Jadi, emang aku berusaha untuk suka itu.‖ (Line 249-253; 262; 267)
―Masalahnya ga ada pelajaran yang ga aku suka. Jadi,
semuanya tu serba biasa aja. Dan ga ada yang ga suka,
jadi semuanya kayak aku berusaha.‖ (Line 255-257) (267)
Ketika VN suka pada pekerjaannya, maka ia akan memiliki mood yang baik. Saat VN mood, ia akan berusaha belajar dan konsentrasi. Suatu saat VN pernah mengikuti ujian matematika. Pada saat itu VN sedang dalam suasana hati yang baik. Sehingga VN merasa harus bisa
(1)
mengerjakan soal. (Line 95-98)
mengerjakan soal DT menyadari bahwa ia
lebih unggul dari teman-temannya dan berusaha tidak sombong. (Line 131-132) (Line 133-137)
Menyadari lebih unggul dari teman-temannya
Sadar lebih pintar dari orang lain (membandingan dirinya dengan orang lain)
Terlihat adanya persaingan dengan temannya
(motivasi ekstrinsik)
Faktor internal
DT tidak pernah puas dengan hasilnya yang di dapat sekarang karena masih ada yang lebih unggul. (Line 137-142)
Tidak pernah puas dengan hasilnya yang di dapat sekarang karena masih ada yang lebih unggul
Masih ada teman yang lebih unggul, sehingga
berusaha untuk
meningkatkan prestasinya
Meningkatkan prestasi karena adanya persaingan (motivasi ekstrinsik)
Faktor internal
Saat sudah berhasil, DT menunjukkan tanggung jawab dan balas budinya. (Line 142-144)
Saat sudah berhasil, menunjukkan tanggung jawab dan balas budi
Menunjukkan tanggung jawab dan balas budi
Motivasi ekstrinsik Faktor internal
Ibu DT bangga pada prestasi DT. (Line 146)
Ibu bangga Respon lingkungan setelah memperoleh prestasi Saat mendapat nilai jelek,
DT tidak dimarahi ibunya karena mendapat nilai jelek sudah menjadi beban. (Line 147 & 150-151)
Saat mendapat nilai jelek, tidak dimarahi ibu karena mendapat nilai jelek sudah menjadi beban
Ibu memberi dukungan dengan tidak memarahi anaknya saat gagal
Peran ibu pada belajar anak
Faktor lingkungan sosial
DT ingin berguna bagi orang lain dan membahagiakan ibunya. (Line 154-155)
Ingin berguna bagi orang lain dan membahagiakan ibu
Adanya dorongon untuk bermanfaat bagi orang lain
(2)
DT ingin memiliki kualitas hidup yang lebih baik dari sekarang, dari segi pendidikan, sosial dan material. (Line 157-164)
Ingin memiliki kualitas hidup yang lebih baik dari sekarang, dari segi pendidikan, sosial dan material
Adanya dorongan untuk maju di dunia sosial dan ekonomi
Motivasi intrinsik Faktor internal
DT mempertahankan prestasinya. Saat bertahan, lawan semakin baik. Maka, DT berusaha
bertahan dan
meningkatkan lagi. (Line 171-175)
Mempertahankan
prestasinya dan meningkatkan lagi
Mempertahankan prestasi (tekun) dan meningkatkan usahanya lagi
Strategi belajar
(pendekatan achieving)
Pendekatan belajar
Caranya adalah belajar. Waktu belajar DT ditambah lagi jika ia perlu belajar lagi. (Line 176-180)
Waktu belajar ditambah lagi jika ia perlu belajar lagi
Mengoptimalkan
pengaturan waktu belajar
Strategi belajar
(pendekatan achieving)
Pendekatan belajar
DT lebih paham belajar dengan menggunakan gambar, diwarnai, dan hanya mencatat kata kuncinya. (Line 181-186)
Lebih paham belajar dengan menggunakan gambar, diwarnai, dan hanya mencatat kata kuncinya.
Belajar menggunakan gambar, diwarnai, dan mencatat kata kuncinya
Cara belajar Pendekatan belajar
DT adalah orang yang memiliki rasa penasaran. Jika masalah belum selesai, maka ia akan mengotak-atik masalahnya
Jika masalah belum selesai, maka akan mengotak-atik masalahnya sampai selesai
Berusaha memuaskan keingintahuan
(3)
sampai selesai. (Line 193-194)
DT menyadari bahwa ia mampu menyelesaikan soal karena banyak berlatih. (Line 202-206)
Banyak berlatih Banyak berlatih
(keterampilan belajar)
Strategi belajar
(pendekatan achieving)
Pendekatan belajar
DT tidak suka les karena DT merasa tertekan. (Line 206-207)
Merasa tertekan jika mengikuti les
Tidak ingin les (belajar secara mandiri)
Cara belajar Pendekatan belajar
Les membebani DT karena tanggung jawabnya dan tidak tahu apa yang bisa ia lakukan setelah mengikuti les. (Line 217-218)
Les membebani karena tanggung jawabnya dan tidak tahu apa yang bisa dilakukan setelah mengikuti les.
Percaya pada
kemampuannya sehingga tidak membutuhkan les.
Kemampuan Faktor internal
DT merasa lebih paham belajar karena kemampuan dirinya sendiri. (Line 220-221)
Lebih paham belajar karena kemampuan diri sendiri.
Belajar karena
kemampuan diri sendiri (ability)
Kemampuan Faktor internal
DT memiliki kebiasaan belajar setiap hari, walaupun tidak ada ulangan. (Line 232-235)
Memiliki kebiasaan belajar setiap hari, walaupun tidak ada ulangan
Kebiasaan belajar setiap hari (sistematis)
Strategi belajar
(pendekatan achieving)
Pendekatan belajar
DT mengulang belajar yang diajarkan hari itu selama 30 menit, belajar untuk hari besok selama 2 atau 3 jam, dan
Mengulang belajar yang diajarkan hari itu selama 30 menit, belajar untuk hari besok selama 2 atau 3 jam, dan mengerjakan PR.
Mengulang pembelajaran yang diajarkan, belajar untuk hari besok, dan
mengerjakan PR
(sistematis)
Strategi belajar
(pendekatan achieving)
(4)
mengerjakan PR. (Line 236-241)
DT sudah melakukan kebiasaan belajar tersebut dari kecil untuk mengasah kemampuan otak. (Line 243-244)
Melakukan kebiasaan belajar tersebut untuk mengasah kemampuan otak
Untuk mengasah
kemampuan otak
Mengoptimalkan kemampuan
Faktor internal
Dengan kebiasaan DT, DT tidak perlu mempelajari banyak materi semalaman dan dari awal. DT hanya mengulang materi sebentar karena ia sudah paham. (Line 244-250)
Dengan kebiasaan tersebut, tidak perlu mempelajari materi semalaman. Hanya mengulang materi sebentar karena sudah paham
Dengan melakukan kebiasaan belajar, merasa lebih mudah memahami materi
Strategi belajar Pendekatan belajar
DT suka belajar sendiri sambil mendengarkan musik. Terkadang DT ingat materi yang ia pelajari saat mengingat lagu yang ia nyalakan saat belajar. Materi lebih mudah masuk ke otak. (Line 253-258)
Suka belajar sendiri sambil mendengarkan musik. Materi lebih mudah masuk ke otak
Belajar sambil
mendengarkan musik
Strategi belajar Pendekatan belajar
Saat DT tidak bisa mengerjakan, DT searching di internet, tanya teman, atau tanya ke
Searching di internet, tanya teman, atau tanya ke guru saat tidak bisa mengerjakan soal
Meminta bantuan orang lain dan mencari di internet (berdiskusi)
Strategi belajar (pendekatan deep)
(5)
guru. (Line 260-263) DT bangga belajar menggunakan gambar dan warna-warni. (Line 264-265)
Bangga belajar
menggunakan gambar dan warna-warni.
Bangga belajar
menggunakan gambar
Cara belajar Pendekatan belajar
Saat sudah waktunya belajar, belajar adalah tanggung jawab DT. Ibu DT membiarkan DT belajar sendiri. DT sudah dewasa, punya konsep belajar sendiri dan tidak perlu diawasi. (Line 273-283)
Ibu membiarkan partisipan belajar sendiri karena sudah dewasa, punya konsep belajar sendiri, sehingga tidak perlu diawasi.
Ibu membiarkan partisipan belajar sendiri dan merasa tidak perlu mengawasi partisipan.
Peran ibu pada belajar anak
Faktor lingkungan sosial
Saat DT bosan belajar, hal tersebut tidak masalah bagi ibunya. Walaupun DT sedang UTS, Ibu DT membiarkan DT istirahat karena ibunya mengerti
bahwa DT tahu
kesalahannya sendiri. Di pagi hari, DT membaca buku walaupun dalam keadaan panik. Kebetulan DT bisa mengerjakan, walaupun saat belajar tadi
Ibu membiarkan partisipan istirahat ketika partisipan bosan belajar
Ibu tidak
mempermasalahkan proses belajar partisipan
Peran ibu pada belajar anak
(6)
ia tidak paham. (Line 290-299)