Tinjauan Umum Akta Catatan Sipil

18

BAB II PENERBITAN AKTA CATATAN SIPIL MENURUT UNDANG-UNDANG

NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

A. Tinjauan Umum Akta Catatan Sipil

Istilahperkataan “akta” yang dalam bahasa Belanda disebut “acte” “akte” dan yang dalam bahasa inggris disebut “act” “deed”, pada umumnya menurut pendapat umum mempunyai dua arti yaitu: 1. Perbuatan handeling perbuatan hukum rechtshandeling; itulah pengertian yang luas, dan 2. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakaidigunakan sebagai bukti perbuatan hukum tersebut, yaitu berupa tulisan yang ditujukan kepada pembuktian sesuatu. S.J. Fockema Andreae, dalam bukunya, “Rechtsge leerd Handwoorddenboek”, kata akta itu berasal dari bahasa Latin “acta” yang berarti geschrift 9 atau surat, sedang menurut R. Subekti dan Tjitrosoedibio dalam bukunya Kamus Hukum, bahwa kata “acta” merupakan bentuk jamak dari kata “atum” yang berasal dari bahasa Latin dan berarti perbuatan-perbuatan 10 A. Pitlo, mengartikan akta itu sebagai berikut: suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang, untuk keperluan siapa surat itu diperbuat 11. 9 S.J. Fockema Andreae, Rechtsgeleerd Handwoorddenboek, Diterjemahkan oleh Wakter Siregar, Bij. J.B. Wolters Uitgeversmaatschappij, Jakarta : N.V. Groningen, 1951, hal. 9 10 R. Subekti dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1980, hal 9 11 A.Pitlo, Pembuktian dan Daluarsa, terjemahan M. Isa Arif, Jakarta : Intermasa, 1978, hal. 52 Universitas Sumatera Utara Di samping pengertian akta sebagai surat yang sengaja dibuat untuk dipakai sebagai alat bukti, dalam peraturan undang-undang sering kita jumpai perkataan akta yang maksudnya sama sekali bukanlah “surat”, melainkan perbuatan. Hal seperti ini kita jumpai misalnya pada Pasal-Pasal 108 KUH Perdata yang berbunyi: “Seorang istri, biar ia kawin diluar persatuan harta kekayaan, atau telah berpisahan dalam hal itu sekalipun, namun tak bolehlah ia menghibahkan barang sesuatu, atau memindah tangankannya, atau memperolehnya, baik dengan Cuma-Cuma maupun atas beban melainkan dengan bantuan dalam “akta”, atau dengan izin tertulis dan suaminya.” Seorang istri, biar ia telah dikuasakan oleh suaminya untuk membuat sesuatu akta, atau uuntuk mengangkat sesuatu perjanjian sekalipun, namun tidaklah ia karena itu berhak, menerima sesuatu pembayaran, atau memberi pelunasan atas itu, tanpa izin yang tegas dari suaminya. Apabila diperhatikan dengan teliti dan seksama, maka penggunaan kata “akta” dalam ketentuan undang-undang di atas adalah tidak tepat kalau diartikan dengan surat yang diperuntukkan sebagai alat bukti. R. Subekti, dalam bukunya Pokok-pokok Hukum Perdata, 12 kata akta dalam Pasal 108 KUH Perdata tersebut diatas, bukanlah berarti surat melainkan harus diartikan dengan perbuatan hukum, berasal dari kata “acte” yang dalam bahasa Prancis berarti perbuatan. Demikian pula misalnya dalam Pasal 1069 KUH Perdata Pasal 1115 BW Nederland dan Pasal 1415 KUH Perdata Pasal 1451 BW Nederland kata akta dalam Pasal ini bukan berarti surat, melainkan perbuatan hukum. 12 R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : Intermasa, 1980, hal. 29 Universitas Sumatera Utara Sehubungan dengan adanya dualisme pengertian akta ini dalam peraturan perundang-undangan kita, maka penulis maksudkan dengan akta dalam pembahasan ini adalah akta dalam arti surat yang sengaja dibuat dan diperuntukkan sebagai alat bukti. Kemudian menurut Sudikno Mertokusumo 13 bahwa akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa- peristiwa yang menjadi dasar dari pada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian. Bertitik tolak dari defenisi tersebut diatas, jelaslah bahwa tidaklah semua surat dapat disebut akta, melainkan hanya surat-surat tertentu yang memenuhi syarat-syarat tertentu pula baru dapat disebut akta. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya suatu surat dapat disebut akta adalah: 1. Surat itu harus ditandatangani Keharusan ditandatanganinya suatu surat untuk dapat disebut akta ditentukan dalam Pasal 1869 KUH Perdata yang berbunyi: “Suatu akta, yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termasuk di atas, atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidak dapat diberlakukan sebagai akta autentik, namun demikian mempuyai kekuatan sebagai tulisan dibawah tangan, jika ditandatangani oleh pihak.” Dari bunyi Pasal tersebut di atas, jelas bahwa suatu surat untuk dapat disebut akta, harus ditandatangani, dan jika tidak ditandatangani oleh yang membuatnya, maka surat itu adalah bukan akta. Dengan demikian jelaslah bahwa tulisan-tulisan yang tidak ditandatangani kendatipun diperuntukkan untuk 13 Sudikno Mertokusumo, .Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty, 2002, hal 7 Universitas Sumatera Utara pembuktian, seperti kereta api, recu dan lain-lain disebut akta. Tujuan dari keharusan ditandatannganinya suatu surat untuk dapat disebut akta adalah memberi ciri atau untuk mengindividualisasi sebuah akta, sebab tanda tangan dari setiap orang mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak mungkin sama dengan tanda tangan orang lain. 2. Surat itu harus memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan Sesuai dengan peruntukan suatu akta sebagai alat pembuktian demi keperluan siapa surat itu, maka jelas bahwa surat itu harus berisikan sesuatu keterangan yang dapat menjadi bukti yang dibutuhkan. Peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu dan yang dibutuhkan sebagai alat pembuktian haruslah merupakan peristiwa hukum yang menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan. Jika peristiwa hukum yang disebut dalam surat itu dapat menjadi dasar suatu hak atau perikatan, atau jika surat itu sama sekali tidak memuat suatu peristiwa hukum yang dapat menjadi dasar dari suatu hak atau perikatan, maka surat itu bukanlah akta, sebab tidaklah mungkin surat itu dapat dipakai sebagai alat bukti. 3. Surat itu diturunkan sebagai alat bukti Syarat ketiga agar suatu surat dapat disebut akta adalah surat itu harus diperuntukkan sebagai alat bukti. Apakah suatu surat dibuat untuk menjadi bukti, tidak selalu dipastikan, demikian halnya mengenai sehelai surat, dapat menimbulkan keraguan. Surat yang ditulis oleh seorang pedagang untuk menegaskan suatu persetujuan yang telah dibuat untuk pembuktian. Demikian juga H.R tanggal 14 April 1961. Suatu surat ulang tahun tidaklah dibuat untuk Universitas Sumatera Utara pembuktian. Di antara keduanya terdapat daerah kesangsian Terrein Van het dubin 14 .

B. Manfaat Akta Catatan Sipil

Dokumen yang terkait

Peranan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan Dalam Pelayanan Administrasi Kependudukan (Studi Tentang Pengurusan Akta Kelahiran dan Akta Kematian di Kota Medan)

21 132 128

Prosedur Penerbitan Akta Kematian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan).

21 161 89

Prosedur Penerbitan Akta Kematian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan).

0 0 9

Prosedur Penerbitan Akta Kematian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan).

0 0 1

Prosedur Penerbitan Akta Kematian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan).

0 0 25

Prosedur Penerbitan Akta Kematian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan).

0 0 9

Prosedur Penerbitan Akta Kematian Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Administrasi Kependudukan (Studi Kota Medan).

0 0 2

Studi Tentang Penerbitan Akta Catatan Sipil Oleh Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kota Medan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Studi Tentang Penerbitan Akta Catatan Sipil Oleh Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kota Medan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan

0 0 17

JURNAL PELAKSANAAN PENGURUSAN AKTA KELAHIRAN BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (Studi Di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kota Mataram)

0 0 16