TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Caisim

10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Caisim

Caisim merupakan jenis sayuran yang cukup popular di Indonesia. Dikenal pula sebagai caisin, sawi hijau atau sawi bakso, sayuran ini mudah dibudidayakan dan dapat dimakan segar biasanya dilayukan dengan air panas atau diolah. Bagi petani, masa panen yang singkat dan pasar yang terbuka luas merupakan daya tarik untuk mengusahakan caisin. Daya tarik lainnya adalah dan mudah diusahakan. Konsumsi caisin diduga akan mengalami peningkatan sesuai pertumbuhan jumlah penduduk, meningkatnya daya beli masyarakat, kemudahan tanaman ini diperoleh di pasar, dan peningkatan pengetahuan gizi masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan perbaikan teknologi budidaya yang sudah ada agar hasilnya meningkat Gopur, 2009. Caisim mengandung folat, mineral mangan dan kalsium, asam amino triptofan dan juga serat pangan. Caisim juga merupakan sayuran yang bermanfaat untuk membantu mencegah dari terserangnya penyakit kanker, hal ini di sebabkan karena dalam caisim mengandung senyawa fitokimia khususnya glukosinolat yang cukup tinggi. Mengkonsumsi sawi hijau secara rutin mampu menurunkan resiko terserangnya kanker prostat Sebayang, 2010. Tanaman caisim dapat tumbuh baik ditempat yang berhawa panas maupun berhawa dingin. Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang diperoleh lebih baik di dataran tinggi. Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai dengan 1.200 meter diatas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl. Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat ditanam sepanjang tahun Rukmana, 2009. Untuk memproduksi caisim yang baik, diperlukan pula benih yang baik. Kebutuhan benih caisim untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih berbentuk bulat dan kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan digunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya membeli harus diperhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga 11 harus memperhatikan kemasan. Kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang digunakan dari hasil penanaman sebelumnya memperbanyak sendiri harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi yang akan dijadikan benih terpisah dari tanaman sawi yang lain. Di harapkan lama penggunaan benih tidak lebih dari tiga tahun Pradani dan Hariastuti, 2010. Dari segi pengusahaan, caisim cukup menjanjikan keuntungan yang lebih baik. Sebagai contoh, pengusahaan caisim seluas dua are dengan teknik sebar benih langsung tanpa pesemaian dapat dihasilkan 4-5 kwintal atau rata-rata 4,5 kwintal sayur segar pada musim kemarau per periode penanaman. Dengan harga rata-rata Rp. 1500kg maka akan diperoleh keuntungan tidak kurang dari Rp. 675. 000 Haryanto et al, 2005 Peningkatan teknologi pertanian juga dilakukan terhadap caisim. Misalnya dengan pemberian sungkup. Dengan pemberian sungkup berpengaruh pada peningkatan tinggi tanaman, luas daun, indeks luas daun, rasio tajuk-akar, indeks panen, dan berat segar tajuk dua minggu setelah tanam. Meski demikian pemberian sungkup plastik menyebabkan penurunan laju asimilasi bersih, berat segar akar, dan berat kering akar Sulistyaningsih et al, 2005.

2.2 Tinjauan Empiris Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Fungsi Produksi Stochastic Frontier merupakan bentuk fungsi produksi yang menunjukkan produksi maksimum yang dapat dicapai suatu usahatani dari alokasi sumberdaya input yang ada. Sumberdaya input selanjutnya dikenal dengan faktor-faktor produksi. Produksi maksimum akan dicapai dari alokasi faktor- faktor produksi usahatani, sehingga perlu dilakukan analisis faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap kegiatan usahatani. Pada penelitian untuk komoditi Ubi Jalar oleh Khotimah 2010 di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, menggunakan fungsi Maximum Likelihood Estimation MLE dalam mengestimasi fungsi produksi Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Hasil penelitian tersebut menyebutkan bahwa variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi Ubi Jalar adalah lahan, benihlahan, tenaga kerjalahan, pupuk Plahan, dan pupuk Klahan, sedangkan 12 pupuk Nlahan tidak berpengaruh nyata terhadap produksi Ubi Jalar. Selanjutnya, disimpulkan bahwa usahatani Ubi Jalar di Kecamatan Cilimus telah cukup efisien dan masih terdapat peluang untuk meningkatkan produksi. Darwanto 2010, dalam penelitian mengenai efisiensi usahatani padi di Jawa Tengah mengestimasi faktor produksi menggunakan bantuan paket komputer frontier versi 4.1c. Input yang digunakan dalam menjalankan usahatani padi di Jawa Tengah adalah luas lahan, benih, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Koefisien elastisitas variabel luas lahan sebesar 0,68, koefisien elastisitas benih sebesar 0,33, variabel pupuk mempunyai nilai koefisien elastisitas sebesar 0,34, koefisien elastisitas pestisida adalah -0,68, koefisien elastisitas tenagakerja sebesar 0,87. Hasil estimasi menunjukkan bahwa dari 73 responden petani yang mengusahakan tanaman padi, memiliki nilai rata-rata efisiensi teknis sebesar 0,74. Nilai efisiensi teknis yang dihasilkan tersebut mengandung arti bahwa penggunaan faktor produksi oleh para petani belum efisien dan perlu dilakukan pengurangan penggunaan faktor-faktor produksi agar tercapai kondisi yang efisien. Untuk komoditi Jagung di Tanah Laut, Kalimantan Selatan, efisiensi teknis dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel luas lahan, benih, pupuk organik, pupuk P, pestisida, tenaga kerja dan pengolahan tanah ditemukan berpengaruh nyata terhadap produksi jagung pada taraf kepercayaan 85 persen, sedangkan pupuk N dan K tidak berpengaruh nyata. Ini diduga karena penggunaan pupuk N diduga sudah berlebihan. Nilai indeks efisiensi teknis hasil analisis dikategorikan efisien jika lebih besar dari 0.8 karena daerah penelitian merupakan sentra produksi jagung di Kalimantan Selatan. Rata-rata efisiensi teknis petani di daerah penelitian adalah 0.887.jumlah petani memiliki nilai efisiensi teknis lebih besar dari 0.8 sehingga sebagian besar usahatani jagung yang diusahakan telah efisien secara teknis. Faktor-faktor umur, pendidikan, pengalaman dan keanggotaan dalam kelompok tani tidak berpengaruh secara nyata terhadap inefisiensi teknis. Hal ini karena ada kecendrungan petani untuk beralih ke usahatani lain seperti karet dan adanya pertambangan emas illegal Kurniawan, 2008. 13 Dalam penelitian efisiensi usahatani padi benih bersubsidi Di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat oleh Hutauruk 2008, faktor –faktor yang mempengaruhi produksi padi di daerah penelitian sebelum penggunaan benih bersubsidi adalah lahan, benihlahan, pupuk KCLlahan, pupuk NPKlahan, Tenaga Kerja Luar Keluargalahan dan Tenaga Kerja Dalam Keluargalahan. Sesudah penggunaan benih bersubsidi, faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi padi didaerah penelitian adalah lahan, pupuk KCLlahan dan Tenaga Kerja luar Keluargalahan. Sesudah penggunaan benih bersubsidi, tingkat efisiensi teknis lebih rendah dibandingkan dengan sebelum penggunaan benih bersubsidi. Hal ini berkaitan dengan sumber-sumber inefisiensi teknis yang berpengaruh negatif terhadap inefisiensi teknis. Maryono 2008, dalam analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani padi program benih bersertifikat di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, menggunakan stochastic frontier dengan metode pendugaan Maximum Likelihood MLE yang dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode OLS untuk menduga parameter teknologi dan input-input produksi, dan tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi, intersep, dan varians dari kedua komponen error. Variabel independen penduga fungsi produksi ini yaitu: luas lahan X1, jumlah benih X2, pupuk urea X3, pupuk TSP X4, obat cair X5,dan tenaga kerja X6. Namun demikian variabel luas lahan X1 menimbulkan multikolinearitas pada model sehingga variabel luas lahan dijadikan pembobot pada variabel dependen maupun independen. Untuk lebih jelasnya, hasil penelitian sebelumnya mengenai fungsi produksi stochastic frontier dapat dilihat pada Lampiran 2.

2.3 Tinjauan Empiris Analisis Pendapatan Usahatani

Menurut Maryono 2008, dalam analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani padi program benih bersertifikat di Desa Pasirtalaga, Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang menyatakan bahwa biaya total yang dikeluarkan oleh petani setelah program adalah lebih besar dibandingkan dengan biaya sebelum program. Sedangkan pengeluaran tunai setelah program lebih kecil daripada sebelum program. Namun, pengeluaran total riil masa tanam II juga 14 mengalami penurunan dibandingkan dengan masa tanam I. Hal ini menginformasikan bahwa pada masa tanam II petani lebih hemat dalam penggunaan faktor-faktor produksi. Pendapatan atas biaya total setelah program lebih besar daripada sebelum program dengan selisih Rp 2.378.024,74. Namun, pendapatan riil atas biaya tunai masa tanam II lebih rendah dibandingkan masa tanam I. Pendapatan riil atas biaya total masa tanam II juga lebih kecil dibandingkan masa tanam I. Kondisi ini menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan terjadi karena peningkatan harga, bukan karena peningkatan produktifitas. RC rasio atas biaya tunai sebelum program sebesar 4,97 sedangkan setelah program nilai nominalnya sebesar 7,09 dan nilai riilnya sebesar 5,74. Sedangkan RC rasio atas biaya total setelah program secara nominal menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan sebelum program, namun secara riil mengalami penurunan. RC rasio atas biaya total sebelum program sebesar 1,64 sedangkan setelah program nilai nominalnya sebesar 1,91 dan nilai riilnya sebesar 1,62. Penelitian efisiensi usahatani padi benih bersubsi di Di Kecamatan Telagasari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat oleh Hutauruk 2008, dari sisi pembiayaan, penerimaan rata – rata petani turun di musim tanam kedua dikarenakan hasil produksi yang menurun dan harga gabah yang juga turun. Terjadi peningkatan biaya akibat peningkatan biaya input yang mengalami kenaikan seperti pupuk TSP, KCL, NPK dan obat cair. Secara pendapatan tunai maupun total terjadi penurunan. Ini juga ditunjukkan oleh rasio RC atas biaya tunai dan total yang menurun. Nilai RC rasio atas biaya total sebesar 1,26 dan 1,05 menunjukkan bahwa usahatani yang di daerah penelitian masih menguntungkan. Dilihat dari struktur biaya, bantuan benih bersubsidi kurang berperan dalam membantu petani karena biaya benih hanya menyumbang sebesar 1,21 persen. Penelitian tentang komoditas caisim, Gopur 2009 dalam analisis efisiensi produksi caisim di Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi, memperoleh hasil bahwa produksi perhektar sebesar 11.809,4 Kg dengan harga rata-rata sebesar Rp.1.351 per Kg. Untuk indikasi keuntungan menggunakan RC ratio dan diperoleh hasil 2,15 atas biaya tunai dan 1.61 atas biaya total. 15 Selain itu, penelitian yang dilakukan Khotimah 2010 mengenai analisis efisiensi teknis dan pendapatan usahatani Ubi Jalat di Kecamatan Cililimus, Kuningan, Jawa Barat menyebutkan bahwa usahatani di daerah tersebut menguntungkan. Hal ini sebagaimana dapat dilihat dari RC ratio yang diperoleh yaitu sebesar 1,67 dan 1,24 untuk RC ratio atas biaya tunai dan RC ratio atas biaya Total. Rincian dari penelitian terdahulu mengenai pendapatan usahatani dapat dilihat pada Lampiran 3. 16

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis