Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia mengalami pasang surut. Hal ini dibuktikan pada 2014 aset bank syariah tumbuh 12, pembiayaan tumbuh 8, dan dana pihak ketiga DPK tumbuh lebih baik yaitu 22. Dibandingkan dengan bank konvensional, kinerja bank syariah ini cukup tertinggal. Pada 2014 aset bank konvensional tumbuh 13, kredit 12, dan DPK tumbuh 12. Di sisi lain, kinerja profitabilitas pun mengalami penurunan. Pada 2014 bank syariah hanya meraih laba tahun berjalan Rp2,05 triliun, turun lebih dari 50 dibanding 2013 yang meraih laba tahun berjalan Rp4,4 triliun. Sementara, laba bersihnya hanya Rp1 triliun, turun hingga 69 dibanding laba bersih 2013 yang mencapai Rp3,2 triliun. Sumber : www.koran-sindo.com Meskipun demikian, industri perbankan syariah di Indonesia mempunyai prospek pertumbuhan yang menjanjikan. Hal ini disebabkan, mayoritas penduduk di Indonesia adalah Muslim, kesadaran penduduk Indonesia akan adanya perbankan syariah ditambah dengan kesadaran pemerintah dalam mengembangkan regulasi perbankan syariah serta pangsa pasar perbankan syariah tanah air yang belum besar sehingga masih memungkinkan untuk terus tumbuh. 2 Tabel 1.1 Data Statistik Perbankan Syariah Indokator 2010 2012 2013 2014 2015 April Bank umum syariah Jumlah bank 11 11 11 12 12 Jumlah kantor 1,215 1,745 1,998 2,151 2,135 Unit usaha syariah Jumlah bank umum konvensional yang memiliki UUS 23 24 23 22 22 Jumlah kantor 262 517 590 320 323 Bank pembiayaan rakyat syariah Jumlah bank 150 158 163 163 162 Jumlah kantor 286 401 402 439 433 Total kantor 1,763 2,663 2,990 2,910 2,891 Sumber : Data Statistik Perbankan Syariah 2015 Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan adanya peningkatan jumlah BUS, dikarenakan terkonversinya UUS milik PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional BTPN menjadi BUS dengan cara mengakuisisi dan mengkonversi PT Bank Sahabat Purba Danarta BSPD. Secara umum, pertumbuhan industri perbankan dan keuangan syariah nasional selama sepuluh tahun terakhir mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Hal ini disebabkan oleh situasi perekonomian yang melambat pada tahun 2014 dan proses menyikapi kondisi perekonomian serta konsolidasai internal industri untuk kemudian diharapkan ke depannya menemukan kembali keseimbangan pertumbuhan baru. 3 Fenomena ini tidak lepas dari peran sumber daya yang menunjang penciptaan nilai tambah value added dan keunggulan daya saing competitive advantage. Terdapat 2 jenis sumber daya yaitu : 1 sumber daya berwujud tangible resources adalah aktiva berwujud perusahaan yang dapat disajikan dalam neraca balance sheet assets. 2 sumber daya tidak berwujud intangible resources atau modal intelektual intellectual capital. Menurut wikipedia, aset tidak berwujud adalah aset non moneter teridentifikasi tanpa wujud fisik, yaitu hak - hak istimewa, atau posisi yang menguntungkan guna menghasilkan pendapatan. Pada masa sistem ekonomi konvensional atau ekonomi berbasis pemanfaatan sumber daya alam nature-based economy, bisnis selalu mengandalkan sumber daya yang nyata tangible resources, untuk menciptakan nilai dan mencapai tujuan organisasi dengan komposisi sumber daya bisnis terdiri dari : 80 persen sumber daya yang nyata tangible resources, dengan aset tidak berwujud intangible resources yang membentuk sekitar 20 persen. Globalisasi, inovasi teknologi dan persaingan yang ketat pada abad ini memaksa perusahaan – perusahaan mengubah cara mereka menjalankan bisnisnya, terutama dalam hal mentransformasikan sumber daya perusahaan, baik sumber daya berwujud tangible assets maupun sumber daya tidak berwujud intangible assets. Dalam menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN MEA 2015, diperlukan integrasi antara ekonomi berbasis pemanfaatan sumber daya alam nature-based economy dengan ekonomi berbasis pengetahuan knowledge- based economy. World economy forum mendefinisikan secara singkat : Ekonomi 4 basis pengetahuan atau KBE adalah sistem ekonomi yang menciptakan, mendiseminasi dan menggunakan pengetahuan knowledge untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing. Dengan kondisi bisnis yang berbasis pengetahuan, kemakmuran dan perkembangan bisnis mengacu pada seberapa mampu perusahaan mengefisiensikan knowledge capital. Di Indonesia, fenomena IC mulai berkembang terutama setelah munculnya PSAK No. 19 revisi 2000 tentang aktiva tidak berwujud. Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit sebagai IC, namun lebih kurang IC telah mendapat perhatian. Menurut PSAK No. 19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva nonmoneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa,disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif Ulum, 2007. Dalam perusahaan berbasis pengetahuan, tidak hanya aset berwujud saja yang harus dikelola, tetapi yang terpenting adalah aset tidak berwujud dalam hal ini modal intelektual intellectual capital karena aktiva berwujud yang bisa terdepresiasi, menjadikan para pelaku bisnis mengefisiensikan modal intelektual yang dimiliki. Modal intelektual intellectual capital itu sendiri adalah suatu knowledge, information dan kekayaan intelektual yang mampu untuk menemukan peluang dan mengelola ancaman dalam kehidupan suatu perusahaan, sehingga dapat mempengaruhi daya tahan dan keunggulan bersaing dalam berbagai macam hal. 5 Menurut Dzinkowski 2000, Intellectual Capital terbagi menjadi 3 kategori: 1. Human capital : keterampilan, kemampuan, pengetahuan,know-how; 2. Customer or relational capital : kepuasan pelanggan, customer loyalty, supplier relationships; 3. Organisational or structural capital : budaya, intellectual property, manufacturing processes. Salah satu metode yang ditawarkan untuk mengidentifikasi, mengukur dan melaporkan intellectual capital yaitu VAIC™ value added intellectual coefficient. VAIC™ dikontruksi oleh Pulic 2000 untuk menilai kinerja IC pada perusahaan konvensional private sector, profit motive, non syariah. Komponen utama dari VAIC™ dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu physical capital VACA– value added capital employed, human capital VAHU – value added human capital, dan structural capital STVA– structural capital value added. VAIC™ juga dikenal sebagai value creation efficiency analysis, yaitu suatu indikator yang dapat digunakan dalam menghitung efisiensi nilai yang dihasilkan dari perusahaan dengan menggabungkan CEE capital employed efficiency, HCE human capital efficiency, dan SCE structural capital efficiency . Rumus utama : VAIC™ = VACA + VAHU + STVA Ulum, 2009 : 90. IB-VAIC™ islamic banking value added intellectual coefficient, instrumen yang dimodifikasi dari model yang sudah ada VAIC™ oleh Ulum 2013, untuk mengukur kinerja intellectual capital pada sektor perbankan 6 syariah. Rumus utama untuk mengukur kinerja IC pada perbankan syariah tidak jauh berbeda dengan metode Pulic 2000. iB-VAIC™ = iBVACA + IB-VAHU + iB-STVA. Perbedaannya terletak pada akun-akun untuk menghitung VA value added. Dalam model Pulic, VA dikontruksi dari total pendapatan, sementara dalam IB-VAIC™, VA dikontruksi dari aktivitas-aktivitas syariah Ulum, 2013. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ihyaul Ulum 2007 menunjukkan bahwa IC memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan, juga hasil penelitian yang dilakukan Indah Fajarini, Riza Firmansyah 2012 mendukung penelitian Ulum yang menunjukkan IC berpengaruh terhadap kinerja keuangan, maka secara logika rata – rata pertumbuhan IC Rate of growth of intellectual capital – ROGIC juga dapat digunakan untuk memprediksi kinerja keuangan di masa depan Ulum, 2007. Pada penelitian ini, IC menunjukkan jumlah aset tak berwujud intellectual capital yang mampu ditransformasikan menjadi nilai tambah bagi perusahaan dalam kurun waktu satu periode. Pelaporan kinerja suatu bank syariah, juga diperlukan oleh para investor dan stakeholder. Pengungkapan IC berkaitan erat dengan permasalahan hubungan antara perusahaan dengan stakeholders. Dewasa ini, kebutuhan informasi atas suatu entitas bisnis sudah tidak tercukupi dengan hanya melaporkan kinerja dalam aspek keuangan saja atau pengungkapan wajib mandatory disclosure, melainkan dilampirkan juga pengungkapan sukarelanya voluntary disclosure seperti penerapan good corporate governance, pelaksanaan corporate social responsibility, dan socially responsible investment yang memadai. Perbedaan GCG syariah dan konvensional terletak pada syariah compliance yaitu kepatuhan 7 pada hukum syariah. Sedangkan prinsip-prinsip transparansi, kejujuran, kehati- hatian, kedisiplinan merupakan prinsip universal yang juga terdapat dalam aturan GCG konvensional. Forum for corporate governance in Indonesia FCGI mendefinisikan corporate governance sebagai “seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara stakeholder, pengurus, kreditur, pemerintah, karyawan dan para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka”. Saat ini penerapan GCG sudah merupakan faktor yang tidak bisa ditawar lagi, bukanlah merupakan added value sufficient and necessary melainkan menjadi kondisi yang bersifat survival in the industry, atau wajib bagi seluruh industri dalam berbagai sektor. Penerapan good corporate governance pada bank syariah merupakan aturan yang harus dilaksanakan sesuai dengan PBI No. 1133PBI2009. Bank adalah suatu lembaga yang berperansebagai perantara keuangan financial intermedietery antara pihak-pihak yang memiliki dana surplus unit dengan pihak-pihak yang memerlukan dana deficit unit serta sebagai lembaga yang berfungsi memperlancar arus lalu lintas pembayaran Prager, 1992. Oleh karena itu faktor manusia yang didalamnya tersirat modal intelektual menjadi semakin kental pada bisnis perbankan. Bank dapat dikategorikan sebagai industri yang berbasis pada intelektualitas yang berinovasi dalam produk dan jasa, serta pengetahuan dan fleksibilitas merupakan aspek kritis yang menentukan kesuksesan bisnis. 8 Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti memandang layak untuk mengajukan penelitian dengan judul : “Pengaruh Intellectual Capital, ROGIC rate of growth of intellectual capital, dan Kualitas Penerapan Good Corporate Governance terhadap Kinerja Keuangan Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2010 – 2014 ” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan masalah ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh intellectual capital terhadap kinerja keuangan bank umum syariah ? 2. Bagaimana pengaruh ROGIC rate of growth of intellectual capital terhadap kinerja keuangan bank umum syariah ?

3. Bagaimana pengaruh kualitas penerapan good corporate governance GCG