kecil  ,  jari-jari  sempit,  pendek  dan  agak  panjang.  Sel-sel  pembuluh  atau  porinya baur,  soliter,  dan  berganda  radial  yang  terdiri  atas  2  -  3  pori,  kadang-kadang
sampai  4,  diameter  agak  kecil,  jarang  sampai  agak  jarang,  bidang  perforasi sederhana.  Parenkim  dan  jari-jari  kayu  bertipe  paratrakea  bentuk  selubung  di
sekeliling  pembuluh,  kadang-kadang  cenderung  bentuk  sayap  pada  pembuluh yang  kecil.  Sel  jari-jarinya  sempit,  jarang  sampai  agak  jarang,  ukurannya  agak
pendek  sampai  pendek.  Kayu  ini  memiliki  BJ  rata-rata  0,69  0,49-0,84,  kelas awet III dan kelas kuat II-III Pandit dan Kurniawan 2008.
2.1.5  Manii Maesopsis eminii Engl.
Berdasarkan  taksonomitatanamanya  kayu  manii  masuk  ke  dalam  Famili Rhamnaceae,  memiliki  nama  daerah:  Pohon  paying,  musizi,  afrika,  manii,
terdapat dua subjenis yaitu eminii Engl. dan berchemoides Pierre N. Halle. Kayu  manii    merupakan  jenis  pohon  cepat  tumbuh  dan  serbaguna
berkekuatan  sedang  sampai  kuat,  untuk  konstruksi,  kotak,  dan  tiang.  Banyak ditanam untuk sumber kayu bakar. Daunnya digunakan untuk pakan ternak karena
kandungan  bahan  keringnya  mencapai  35  dan  dapat  dicerna  dengan  baik  oleh ternak.  Pulp  dari  jenis  sebanding  dengan  pulp  sebagai  jenis  kayu  teras  pada
umumnya Dephut 2002. Cirri  anatomi  kayunya  adalah:  sel  pembuluh  berbentuk  oval,  sebagian
soliter  tapi  ada  yang  bergabung  radial  2  -  4  sel  dan  sedikit  mengandung  tylosis. Sel  jari-jarinya  terdiri  dari  2  macam,  yaitu  ada  yang  lebar  dan  ada  yang  sempit
namun  kurang  menyolok.  Tipe  sel  parenkimnya  adalah  paratrakeal  aliform sampai aliform bersambung concluent dan tidak dijumpai adanya saluran damar.
Sel penyusun kayu didominasi oleh sel serabut 56,70  dengan ukuran panjang 1,1  -  1,7  mm,  tebal  dinding  sel  3,1
– 3,5 mikron, dan diameter serabut 26 – 35 mikron.  Kayu  ini  masuk  kedalam  kelas  kuat  III,  dan  kelas  awet  III-IV,  dan
memiliki nilai BJ rata-rata sebesar 0,4 gcm² Abdurachman dan Hadjib 2006.
2.1.6  Sengon Paraserianthes falcataria L. Nielsen
Menurut  Martawijaya  et  al.,  2008,  kayu  sengon  memiliki  ciri  umum, yaitu: pada pohon muda teras gubal sukar dibedakan, pada pohon tua warna teras
putih  sampai  coklat  kemerahan  atau  kuning  muda  sampai  coklat  kemerahan, merah coklat keputihan. Memiliki sedikit corak dengan tekstur agak kasar sampai
kasar. Arah seratnya berpadu dan kadang-kadang lurus. Kayu agak lunak dengan warna  kayu  putih  sampai  coklat  muda  kemerahan.  Porinya  soliter  dan  berganda
radial, parenkim baur, kayunya lunak. Cirri anatomi kayunya adalah: Pembuluhpori baur, bentuk bundar sampai
bundar  telur,  soliter  dan  berganda  radial  yang  terdiri  atas  2-3  pori,  jumlahnya sekitar 4-7 per mm², diameter tangensial sekitar 160-340 mikron, bidang perforasi
sederhana.  Parenkimnya  menyinggung  pori  sebagian  scanty  sampai  selubung, kebanyakan  bertipe  apotrakea  baur  yang  terdiri  dari  1-3  sel  membentuk  garis
tangensial  antara  jari-jari.  Jari-jari  kayu  umumnya  sempit,  terdiri  atas  1-2  seri, jumlahnya  6-12  per  mm  arah  tangensial,  komposisis  selnya  homoseluler.  Hanya
terdiri  atas  sel-sel  baring.  Kayu  ini  memiliki  BJ  rata-rata  0,33  0,24-0,49,  kelas awet IV-V dan kelas kuat IV-V Pandit dan Kurniawan 2008.
2.1.7  Angsana Pterocarpus indicus
Angsana  atau  sonokembang  Pterocarpus  indicus  adalah  sejenis  pohon penghasil  kayu  berkualitas  tinggi  dari  suku  Fabaceae  Leguminosae,  polong-
polongan.  Kayunya  keras,  kemerah-merahan,  dan  cukup  berat,  yang  dalam perdagangan  dikelompokkan  sebagai  narra  atau  rosewood.  Kuat  dan  awet,  serta
tahan cuaca, kayu sonokembang narra dapat digunakan dalam konstruksi ringan maupun  berat.  Dalam  bentuk  balok,  kaso,  papan dan  panil  kayu  yang  lain  untuk
rangka bangunan, penutup dinding, tiang, pilar, jembatan, bantalan rel kereta api, kayu-kayu penyangga, untuk konstruksi perairan bahari dan lain-lain. Warna dan
motif  serat  kayunya  yang  indah  kemerah-merahan,  menjadikan  kayu sonokembang  sebagai  kayu  pilihan  untuk  pembuatan  mebel,  kabinet  berkelas
tinggi, alat-alat musik, lantai parket, panil kayu dekoratif, gagang peralatan, serta untuk  dikupas  sebagai  venir  dekoratif  untuk  melapisi  kayu  lapis  dan  meja
berharga mahal. Sifat kembang susutnya yang rendah setelah kering, menjadikan kayu  ini  cocok  untuk  pembuatan  alat-alat  yang  membutuhkan  ketelitian.  Kayu
angsana  Pterocarpus  spp.  termasuk  kayu  keras  hingga  keras-sedang,  berat- sedang,  liat  dan  lenting.  Kayu  terasnya  tahan  lama,  termasuk  dalam  penggunaan
yang berhubungan dengan tanah, dan tahan terhadap serangan rayap; namun sukar dimasuki  bahan  pengawet.
Kayu  teras  angasan  berwarna  kekuning-kuningan coklat  muda  hingga  kemerah-merahan  cokelat,  dengan  coreng-coreng  berwarna
lebih  gelap.  Kayu  gubal  jelas  terbedakan,  berwarna  kuning  jerami  pucat  hingga kelabu  cerah.  Tekstur  kayu  berkisar  antara  halus-sedang  hingga  kasar-sedang,
dengan urat kayu yang bertautan atau bergelombang. Kayu ini berbau harum dan mengandung  santalin,  suatu  komponen  kristalin  merah  yang  menyusun  bahan
warna utama. Pada umumnya kayu angsana mudah dikerjakan dan tidak merusak gigi  gergaji.  Sifat  kayu  ini  sangat  baik  untuk  dibubut  dan  dipahat;  cukup  baik
untuk diampelas, dipelitur dan direkat. Tergolong baik untuk dipaku dan disekrup, namun  papan  angsana  yang  tipis  agak  mudah  pecah  apabila  dipaku.  Menurut
Pandit  dan  Kurniawan  2008  kayu  ini  memiliki  BJ  rata-rata  0,65  0,39-0,94, memiliki kelas awet II I-IV dan kelas kuat II I-IV.
2.1.8  Rambutan Nephelium sp.