H
2
O
2
, NaNO
2
, dan asam askorbat sebesar 2,1,1 bsk, yaitu berkisar antara 52 hingga 47 serta pada dosis 3,1,1 bsk, yaitu berkisar antara 50,5 hingga
45. Analisis keragaman dilakukan dengan metode statistik dengan
tingkat kepercayaan 95 dan α = 0,05, dimana analisis untuk dosis bahan pendegradasi dilakukan secara terpisah antara perlakuan dosis H
2
O
2
dan NaNO
2
. Dengan demikian, akan diketahui pengaruh dosis H
2
O
2
, dosis NaNO
2
, dan waktu reaksi terhadap plastisitas Po. Hasil analisis keragaman dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan hasil analisis
keragaman, diketahui bahwa perlakuan variasi dosis NaNO
2
, dosis H
2
O
2
, dan waktu reaksi memberikan pengaruh nyata terhadap plastistas Wallace
Po. Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada variasi dosis bahan
pendegradasi NaNO
2
menunjukkan bahwa plastisitas Wallace Po lateks depolimerisasi pada dosis H
2
O
2
, NaNO
2
, dan asam askorbat sebesar 1,1,1 bsk dan 1,2,2 bsk tidak saling berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan
lateks depolimerisasi pada dosis 1,3,3 bsk. Sedangkan untuk variasi dosis H
2
O
2
, plastisitas Wallace Po lateks depolimerisasi dosis 1,1,1 bsk, 2,1,1 bsk, dan 3,1,1 bsk semuanya saling berbeda nyata.
Uji lanjut Duncan yang dilakukan pada variasi waktu reaksi menunjukkan bahwa plastisitas Wallace Po lateks depolimerisasi pada
waktu reaksi 2, 4, 6, dan 8 jam semuanya saling berbeda nyata, baik pada variasi dosis NaNO
2
maupun pada variasi dosis H
2
O
2
.
c. Viskositas Intrinsik dan Bobot Molekul Relatif Rata-Rata Viskositas M
v
Viskositas intrinsik termasuk parameter utama yang digunakan dalam penelitian depolimerisasi karet alam ini. Seperti pengujian lainnya
Po, juga terdapat hubungan antara viskositas intrinsik dengan viskositas Mooney
, yaitu hubungan linier. Histogram analisis viskositas intrinsik dan bobot molekul relatif rata-rata viskositas dapat dilihat pada Gambar 17 dan
Gambar 18.
100 200
300 400
500 600
V is
k o
s it
a s
I n
tr in
s ik
1,1,1 1,2,2
1,3,3 2,1,1
3,1,1 H2O2,NaNO2,as.askorbatbsk
2 jam 4 jam
6 jam 8 jam
kontrol
Gambar 17. Histogram Pengaruh Dosis Senyawa Pendegradasi dan Waktu Reaksi Terhadap Viskositas Intrinsik
200000 400000
600000 800000
1000000 1200000
B o
b o
t M
o le
k u
l
1,1,1 1,2,2
1,3,3 2,1,1
3,1,1 H2O2,NaNO2,as.askorbatbsk
2 jam 4 jam
6 jam 8 jam
kontrol
Gambar 18. Histogram Pengaruh Dosis Senyawa Pendegradasi dan Waktu Reaksi Terhadap Bobot Molekul Relatif Rata-Rata Viskositas
Viskositas intrinsik kontrol lateks pekat tanpa perlakuan adalah sebesar 541,66. Hasil pengujian viskositas intrinsik sampel karet
depolimerisasi lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Viskositas intrinsik lateks depolimerisasi sekitar 279,31 hingga 425,73.
Viskositas intrinsik dapat dikonversi menjadi bobot molekul dengan menggunakan persamaan Mark dan Houwink Sakurada, yaitu
[η] = K . M
v a
, sehingga bobot molekul M
v
dapat diperoleh dengan rumus M
v
= [η] K
1a
. Nilai tetapan K adalah sebesar 17,4 x 10
-3
mlg
untuk toluen pada suhu 35 C dan a adalah tetapan sebesar 0,74 untuk
molekul karet dengan pelarut toluen. Dari konversi viskositas intrinsik kontrol lateks pekat menjadi
bobot molekul relatif rata-rata, diperoleh hasil sebesar 1,18 x 10
6
. Bobot molekul M
v
lateks pekat ini memperlihatkan ciri dari karet alam tanpa perlakuan kimiawi yang mempunyai bobot molekul 1 x 10
6
hingga 2 x 10
6
. Bobot molekul lateks depolimerisasi mengalami penurunan dibandingkan bobot molekul kontrol. Bobot molekul lateks depolimerisasi
berkisar antara 4,82 x 10
5
hingga 8,52 x 10
5
. Bobot molekul lateks depolimerisasi yang lebih rendah daripada kontrol menunjukkan bahwa
senyawa pendegradasi mampu memotong rantai molekul karet alam. Seperti halnya hasil pada pengujian viskositas Mooney dan Po,
penurunan viskositas intrinsik dan bobot molekul M
v
karet juga terjadi pada hampir semua perlakuan dosis senyawa pendegradasi dengan
bertambahnya waktu reaksi. Viskositas intrinsik terendah didapat pada lateks depolimerisasi yang direaksikan selama 8 jam, yaitu sebesar pada
dosis 1,2,2 bsk, 1,3,3 bsk, 2,1,1 bsk, dan 3,1,1, berturut-turut sebesar 309,2, 279,31, 374,71, dan sebesar 374,67. Sedangkan pada dosis 1,1,1
bsk, viskositas intrinsik terendah didapatkan pada lateks depolimerisasi yang direaksikan selama 6 jam, yaitu sebesar 396,76. Nilai viskositas
intrinsik waktu reaksi 8 jam pada dosis ini sedikit lebih besar, yaitu sebesar 398,36.
Dari Gambar 17 dan 18 dapat dilihat bahwa viskositas intrinsik dan bobot molekul M
v
lateks depolimerisasi pada dosis H
2
O
2
, NaNO
2
, dan asam askorbat sebesar 1,3,3 bsk mempunyai nilai paling kecil
dibandingkan dengan lateks depolimerisasi dengan dosis bahan pendegradasi lainnya. Lateks depolimerisasi pada dosis 1,3,3 bsk tersebut
mempunyai viskositas intrinsik antara 279,31 hingga 370,39 bobot molekulnya 4,82 x 10
5
hingga 7,06 x 10
5
. Lateks depolimerisasi dengan dosis H
2
O
2
, NaNO
2
, dan asam askorbat sebesar 1,2,2 bsk mempunyai viskositas intrinsik antara 309,2 hingga 408,16 bobot molekul relatifnya
5,53 x 10
5
hingga 8,05 x 10
5
. Lateks depolimerisasi dengan dosis H
2
O
2
,
NaNO
2
, dan asam askorbat sebesar 1,1,1 bsk mempunyai viskositas intrinsik antara 398,36 hingga 414,32 bobot molekul relatifnya 7,79 x 10
5
hingga 8,23 x 10
5
. Lateks depolimerisasi dengan dosis H
2
O
2
, NaNO
2
, dan asam askorbat sebesar 2,1,1 bsk dan 3,1,1 bsk mempunyai nilai viskositas
intrinsik yang hampir sama, yaitu antara 374,71 hingga 425,09 bobot molekul relatifnya 7,17 x 10
5
hingga 8,5 x 10
5
dan antara 374,67 hingga 425,73 bobot molekul relatifnya 7,17 x 10
5
hingga 8,52 x 10
5
. Penurunan bobot molekul M
v
paling besar terjadi pada lateks depolimerisasi dari lateks pekat dengan dosis H
2
O
2
, NaNO
2
, dan asam askorbat sebesar 1,3,3 bsk dan pada waktu reaksi 8 jam. Derajat
depolimerisasi DP lateks karet alam adalah sekitar 17350, sedangkan untuk karet hasil depolimerisasi dengan bobot molekul terendah nilai DP-
nya adalah sekitar 7090. Maka nilai degradasi menjadi monomer dari karet depolimerisasi dengan bobot molekul viskositas terendah didapat sebesar
1,44. Artinya, efektivitas reaksi depolimerisasi yang telah dilakukan masih sangat rendah, karena rantai hanya putus menjadi 1,44 bagian dari rantai
polimer awal. Grafik penurunan bobot molekul lateks depolimerisasi pada masing-masing perlakuan variasi dosis NaNO
2
dan H
2
O
2
dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20 berikut.
200000 400000
600000 800000
1000000 1200000
1400000
2 4
6 8
10
Waktu reaksi jam B
o b
o t
M o
le k
u l
Dosis H2O2:NaNO2=1:1 Dosis H2O2:NaNO2=1:2
Dosis H2O2:NaNO2=1:3
Gambar 19. Grafik Penurunan Bobot Molekul Pada Perlakuan Variasi Dosis NaNO
2
dan Waktu Reaksi
200000 400000
600000 800000
1000000 1200000
1400000
2 4
6 8
10
Waktu reaksi jam B
o b
o t
M o
le k
u l
Dosis H2O2:NaNO2=1:1 Dosis H2O2:NaNO2=2:1
Dosis H2O2:NaNO2=3:1
Gambar 20. Grafik Penurunan Bobot Molekul Pada Perlakuan Variasi Dosis H
2
O
2
dan Waktu Reaksi
Analisis keragaman dilakukan dengan metode statistik dengan tingkat kepercayaan 95 dan α = 0,05, dimana analisis untuk dosis bahan
pendegradasi dilakukan secara terpisah antara perlakuan dosis H
2
O
2
dan NaNO
2
. Dengan demikian, akan diketahui pengaruh dosis H
2
O
2
, dosis NaNO
2
, dan waktu reaksi terhadap viskositas intrinsik dan bobot molekul. Hasil analisis keragaman dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.
Berdasarkan hasil analisis keragaman, diketahui bahwa perlakuan variasi dosis NaNO
2
memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas intrinsik dan bobot molekul. Sedangkan perlakuan variasi dosis H
2
O
2
tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap viskositas intrinsik dan bobot
molekul. Perlakuan waktu reaksi memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas intrinsik dan bobot molekul pada perlakuan variasi dosis
NaNO
2
, namun tidak berpengaruh nyata pada perlakuan variasi dosis H
2
O
2
. Uji lanjut Duncan untuk variasi dosis bahan pendegradasi
menunjukkan bahwa viskositas intrinsik lateks depolimerisasi pada dosis H
2
O
2
, NaNO
2
, dan asam askorbat sebesar 1,1,1 bsk berbeda nyata dengan lateks depolimerisasi pada dosis 1,2,2 bsk dan 1,3,3 bsk. Viskositas
intrinsik lateks depolimerisasi pada dosis 1,2,2 bsk dan 1,3,3 bsk tidak saling berbeda nyata.
Uji lanjut Duncan untuk variasi waktu reaksi pada variasi dosis NaNO
2
menunjukkan bahwa viskositas intrinsik lateks depolimerisasi 8 jam berbeda nyata dengan lateks depolimerisasi 4 dan 2 jam, namun tidak
berbeda nyata dengan lateks depolimerisasi 6 jam. Sedangkan viskositas intrinsik antara lateks depolimerisasi 2, 4, dan 6 jam tidak saling berbeda
nyata. Dari hasil pengujian secara umum, baik pada viskositas Mooney,
Po, maupun viskositas intrinsik, nilai pengukuran yang didapatkan pada dosis yang sama akan semakin turun dengan semakin lama waktu reaksi
depolimerisasinya. Salah satu faktor penentu keberhasilan proses depolimerisasi pada penelitian ini adalah pengadukan dan pemanasan
lateks. Dengan semakin lama waktu pengadukan dan pemanasan lateks, maka senyawa-senyawa pendegradasi akan semakin efektif bereaksi
dengan partikel karet, sehingga kemampuan untuk memutus rantai polimer poliisopren akan semakin tinggi.
Untuk variasi dosis bahan pendegradasi, dilakukan variasi pada dosis NaNO
2
dan dosis H
2
O
2
. Secara umum, lateks depolimerisasi yang dihasilkan pada variasi dosis NaNO
2
dosis 1,1,1 bsk, dosis 1,2,2 bsk, dan dosis 1,3,3 bsk memiliki nilai pengukuran viskositas Mooney, plastisitas
Wallace Po, viskositas intrinsik, dan bobot molekul yang lebih rendah
dibandingkan dengan lateks depolimerisasi yang dihasilkan pada variasi dosis H
2
O
2
dosis 1,1,1 bsk, dosis 2,1,1 bsk, dan dosis 3,1,1 bsk. Pada variasi dosis NaNO
2
, perlakuan terbaik pada viskositas Mooney
sebesar 38,85 dan Po sebesar 26 dihasilkan dari lateks depolimerisasi dengan dosis 1,2,2 bsk. Namun perlakuan terbaik pada
pengukuran bobot molekul dihasilkan dari lateks depolimerisasi dengan dosis 1,3,3 bsk. Sedangkan pada variasi dosis H
2
O
2
, perlakuan terbaik pada pengukuran viskositas Mooney, Po, dan bobot molekul dihasilkan
dari lateks depolimerisasi dengan dosis sebesar 1,1,1 bsk.
Senyawa hidrogen peroksida dalam proses depolimerisasi berfungsi sebagai oksidator yang akan menyerang rantai polimer karet,
sehingga terbentuk rantai yang lebih pendek. Pada dosis bahan pendegradasi 1,1,1 bsk, jumlah hidrogen peroksida seimbang dengan
jumlah natrium nitrit dan asam askorbat yang ditambahkan. Sedangkan pada dosis 2,1,1 bsk dan dosis 3,1,1 bsk, jumlah hidrogen peroksida cukup
banyak menyerang rantai poliisopren, sehingga radikal bebas yang dihasilkan cukup banyak. Namun senyawa ini mempunyai waktu hidup
yang pendek atau mudah terdestruksi pada saat suhu tinggi. Pada kedua dosis tersebut, jumlah natrium nitrit dan asam askorbat yang ditambahkan
tidak seimbang atau lebih sedikit, sehingga kemampuan untuk memutus rantai juga akan rendah. Hal ini mempengaruhi karakteristik dari lateks
depolimerisasi yang dihasilkan, yaitu pada dosis 1,1,1 bsk lebih baik dibandingkan dengan dosis 2,1,1 bsk dan 3,1,1 bsk.
Sedangkan pada variasi dosis NaNO
2
, jumlah hidrogen peroksida cukup untuk melakukan pemutusan rantai poliisopren. Dengan dosis
NaNO
2
dan asam askorbat yang semakin banyak, maka kemampuan untuk memindah radikal bebas dan memutus rantai polimer juga semakin tinggi.
Hal ini mempengaruhi karakteristik dari lateks depolimerisasi yang dihasilkan, yaitu karakteristik lebih baik pada dosis NaNO
2
dan asam askorbat yang lebih besar. Dengan demikian, diketahui bahwa pada proses
depolimerisasi secara reduksi-oksidasi menggunakan senyawa H
2
O
2
, NaNO
2
, dan asam askorbat, karakteristik hasilnya akan lebih baik jika jumlah NaNO
2
dan asam askorbat yang ditambahkan lebih besar daripada jumlah H
2
O
2
yang digunakan. Pengukuran viskositas Mooney, plastisitas Wallace Po, viskositas
intrinsik, dan bobot molekul relatif rata-rata merupakan faktor kunci yang menentukan perlakuan terbaik. Perlakuan depolimerisasi dengan dosis
H
2
O
2
, NaNO
2
, dan asam askorbat sebesar 1,3,3 bsk dan waktu reaksi selama 8 jam dipilih sebagai perlakuan terbaik karena menghasilkan karet
dengan bobot molekul M
v
terendah, yaitu sebesar 4,82 x 10
5
.
V. KESIMPULAN DAN SARAN