4.2.1.  Depolimerisasi Lateks Karet Alam Secara Kimia
Proses degradasi rantai polimer karet alam dapat terjadi secara kimia melalui  suatu  reaksi  reduksi-oksidasi  redoks  dengan  bantuan  senyawa-
senyawa  tertentu.  Pada  sistem  reaksi  redoks,  senyawa  yang  umumnya berperan  sebagai  oksidator  adalah  hidrogen  peroksida,  sedangkan  senyawa
reduktornya adalah nitrit NO
2 -
atau klorit OCl
-
. Pada  penelitian  ini,  digunakan  senyawa  hidrogen  peroksida  sebagai
oksidator.  Senyawa  ini  memiliki  nilai  potensial  sel  sebesar  +1,77. Sedangkan  senyawa  nitrat  memiliki  nilai  potensial  sel  sebesar  +0,96,  lebih
besar nilainya dibandingkan senyawa klorit yang memiliki nilai potensial sel sebesar +0,89. Pada nilai potensial sel yang lebih besar, senyawa kimia akan
lebih mudah berperan sebagai oksidator Petrucci, 1987. Penambahan  hidrogen  peroksida  H
2
O
2
akan  mendegradasi  rantai molekul  melalui  pembentukan  senyawa  radikal  bebas.  Mekanisme  reaksi
pembentukan radikal bebas oleh H
2
O
2
adalah sebagai berikut. ROOR
2 OR H
2
O
2
2 OH  radikal hidroksil Selain  membentuk  radikal,  sebagian  senyawa  hidrogen  peroksida
juga akan mengalami reaksi diproporsionasi, yaitu suatu jenis reaksi reduksi oksidasi yang terjadi bila senyawa tunggal dioksidasi dan direduksi Oxtoby
et.  al., 1999.  Senyawa  ini  ditambahkan  pertama  kali  ke  dalam  lateks,
sehingga  sebagian  akan  mengalami  reaksi  disproporsionasi  membentuk  air dan  oksigen  yang  ditandai  dengan  munculnya  gelembung-gelembung  gas
pada sistem. Reaksi disproporsionasi hidrogen peroksida menurut Oxtoby et. al.
1999 adalah sebagai berikut. 2 H
2
O
2 l
2 H
2
O
l
+   O
2g
Senyawa  yang  ditambahkan  ke  dalam  lateks  selanjutnya  adalah natrium  nitrit  NaNO
2
. Sama  seperti  hidrogen  peroksida,  senyawa  ini  juga mudah mengalami reaksi pembentukan radikal bebas yang akan menyerang
rantai polimer karet. Menurut Fitch dalam Kiatkamjornwong et. al. 2000, pembentukan  radikal  bebas  dari  senyawa  NaNO
2
dapat  dijelaskan berdasarkan persamaan reaksi berikut.
NaNO
2
+   H
2
O                   HNO
2
+    NaOH 2 HNO
2
H
2
N
2
O
4
H
2
N
2
O
4
N
2
O
3
+    H
2
O N
2
O
3
NO
2
+    NO radikal Reaksi rantai radikal bebas menurut Bolland dan Gee dalam Roberts
1988  terjadi  berdasarkan  tiga  tahapan,  yaitu  inisiasi,  propagasi,  dan terminasi.
Inisiasi Produksi RO
2
Propagasi R    +    O
2
RO
2
RO
2
+  RH                  ROOH   +   R Terminasi
R    +    R R    +    RO                      produk non-radikal
RO
2
+ RO
2
Pada tahapan inisiasi dan propagasi, radikal bebas R akan bereaksi dengan  oksigen  O
2
,  yang  terbentuk  dari  reaksi  disproporsionasi  hidrogen peroksida,  membentuk  senyawa  RO
2
radikal.  Pada  rantai  polimer  karet, atom  hidrogen  yang  berikatan  dengan  atom  karbon  C  pada  posisi  alilik
diserang  oleh  RO
2
radikal  yang  selanjutnya  melakukan  reaksi  berantai radikal bebas. Pada proses ini, rantai poliisopren akan diserang oleh oksigen,
atau  terjadi    proses  autooksidasi  berantai  yang  menyebabkan  pemutusan ikatan-ikatan pada rantai polimer karet. Mekanisme reaksi autooksidasi pada
rantai  poliisopren  menurut  Roberts  1988  dapat  dilihat  pada  Gambar  10 berikut.
RH  +   RO
2
– CH
2
– C = CH – CH– CH
2
– C = CH – CH
2
– O
2
– CH
2
– C = CH – CH – CH
2
– C = CH – CH
2
– O – O
– CH
2
– C = CH – CH – CH
2
– C– CH – CH
2
– O                         O
O
2
– CH
2
– C = CH – CH – CH
2
– C – CH – CH
2
– RH                      O                         O
R  +  – CH
2
– C = CH – CH – CH
2
– C – CH – CH
2
– O                         O
– CH
2
– C = CH – CH – CH
2
– C – CH – CH
2
– O                         O
– CH
2
– C = CH    +    O = CH – CH
2
– C = O    +    O = CH – CH
2
– Gambar  10.  Mekanisme  Reaksi  Pemutusan  Rantai  Poliisopren  Melalui
Autooksidasi
Pada Gambar 10, dapat dilihat bahwa terjadi reaksi autooksidasi pada rantai poliisopren, dimana oksigen akan menyerang atom H alilik dan akan
membentuk ikatan dengan oksigen  yang menyerang atom H alilik di posisi CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
CH
3
O O
CH
3
CH
3
OOH
CH
3
CH
3
O
CH
3
CH
3
yang  lain.  Karena  autooksidasi  terjadi  secara  berantai  dan  terus-menerus, maka rantai polimer yang teroksidasi dan masih mengandung radikal bebas
akan  bereaksi  dengan  isopren,  sehingga  dihasilkan  rantai  polimer  yang mengandung  gugus  COOH  serta  radikal  bebas.  Pada  rantai  polimer  yang
masih  mengandung  radikal  bebas,  akan  mudah  terjadi  autooksidasi  yang menyebabkan pemutusan rantai polimer. Pada akhir reaksi, akan dihasilkan
rantai polisopren yang mengandung gugus aldehid CHO dan keton CO. 4.2.1.    Pengaruh  Dosis  Senyawa  Pendegradasi  dan  Waktu  Reaksi  Terhadap
Karakteristik Krep Karet Hasil Depolimerisasi a.  Viskositas
Mooney
Viskositas  Mooney  merupakan  salah  satu  parameter  dalam penelitian  depolimerisasi,  karena  dapat  memberikan  gambaran  perubahan
bobot molekul sampel. Proses depolimerisasi dapat dikatakan berhasil jika viskositas  Mooney  lateks  depolimerisasi  lebih  rendah  daripada  viskositas
Mooney kontrol  lateks  pekat.  Histogram  analisis  viskositas  Mooney
dapat dilihat pada Gambar 11.
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
V is
k o
s it
a s
M o
o n
e y
M L
1 +
4 1
o C
1,1,1 1,2,2
1,3,3 2,1,1
3,1,1 H2O2,NaNO2,as.askorbat bsk
2 jam 4 jam
6 jam 8 jam
kontrol
Gambar 11.  Histogram Pengaruh Dosis Senyawa Pendegradasi dan Waktu Reaksi Terhadap Viskositas Mooney
Viskositas  Mooney  karet  alam  menunjukkan  panjangnya  rantai molekul  karet  atau  berat  molekul.  Pada  umumnya,  semakin  tinggi  berat
molekul  BM  karet,  maka  semakin  panjang  rantai  molekulnya  dan
semakin  tinggi  sifat  tahanan  aliran  bahannya  atau  dengan  kata  lain karetnya semakin viskous.
Pengukuran  viskositas  Mooney  dilakukan  dengan  Mooney viscometer
.  Cara  kerjanya  berdasarkan  pengukuran  nilai  torsi  rotor  yang dapat  berputar.  Nilai  viskositas  Mooney  yang  didapat  berlawanan  dengan
nilai  plastisitas,  sebab  semakin  plastis  sampel  karet  yang  diuji,  maka semakin  cepat  rotor  berputar,  yang  berarti  tenaga  yang  dibutuhkan  untuk
memutar  rotor  semakin  kecil,  hal  ini  menunjukkan  viskositasnya  rendah. Jika  karet  yang  diuji  kurang  plastis,  maka  viskositasnya  akan  tinggi,
karena  rotor  berputar  lambat  dan  memerlukan  tenaga  yang  besar. Sebaliknya, karet lunak atau lebih plastis akan mempunyai viskositas yang
rendah, karena tenaga untuk memutar rotor kecil. Dari  Gambar  11  dapat  dilihat  bahwa  viskositas  Mooney  lateks
depolimerisasi  yang  dihasilkan  adalah  berkisar  antara  38,8  hingga  94,7 ML1’+4’100
C,  sedangkan  viskositas  Mooney  kontrol  adalah  99 ML1’+4’100
C. Hal
tersebut menunjukkan
bahwa proses
depolimerisasi telah dapat memperpendek rantai molekul atau menurunkan bobot  molekul  karet  alam,  karena  terjadi  penurunan  nilai  viskositas
Mooney dari lateks karet alam.
Dari Gambar 11 dapat dilihat bahwa penurunan viskositas Mooney terjadi  pada  semua  variasi  dan  dosis  H
2
O
2
dan  NaNO
2
dengan  semakin bertambahnya waktu reaksi. Pada masing-masing dosis, viskositas Mooney
paling rendah didapat dari lateks depolimerisasi yang direaksikan selama 8 jam,  yaitu  sebesar  52,2  ML1’+4’100
C  pada  dosis  1,1,1  bsk,  38,8 ML1’+4’100
C  pada  dosis  1,2,2  bsk,  40,2  ML1’+4’100 C  pada
dosis  1,3,3  bsk,  85,7  ML1’+4’100 C  pada  dosis  2,1,1  bsk,  dan  82,4
ML1’+4’100 C pada dosis 3,1,1 bsk.
Penurunan  viskositas  Mooney  yang  cukup  signifikan  terjadi  pada lateks  depolimerisasi  dengan  dosis  H
2
O
2
,  NaNO
2
,  dan  asam  askorbat sebesar 1,2,2 bsk, yaitu berkisar antara 86 hingga 38,8 ML1’+4’100
C. Sedangkan  pada  lateks  depolimerisasi  dengan  dosis  H
2
O
2
,  NaNO
2
,  dan asam askorbat sebesar 1,3,3 bsk, nilai viskositas Mooney-nya sedikit lebih
besar  yaitu  berkisar  antara  86,65  hingga  40,2  ML1’+4’100 C.  Pada
lateks  depolimerisasi  dengan  dosis  H
2
O
2
,  NaNO
2
,  dan  asam  askorbat sebesar  1,1,1  bsk,  viskositas  Mooney-nya  berkisar  antara  85  hingga  52,2
ML1’+4’100 C.  Nilai  viskositas  Mooney  yang  masih  cukup  tinggi
terjadi  pada  lateks  depolimerisasi  dengan  dosis  H
2
O
2
,  NaNO
2
,  dan  asam askorbat sebesar 2,1,1 bsk dan 3,1,1 bsk, yaitu berkisar antara 94,7 hingga
85,7 serta antara 92,8 hingga 82,4.
20 40
60 80
100 120
2 4
6 8
10
Waktu reaksi jam N
il a
i V
is k
o s
it a
s M
o o
n e
y
M L
1 +
4 1
o C
Dosis H2O2:NaNO2=1:1 Dosis H2O2:NaNO2=1:2
Dosis H2O2:NaNO2=1:3
Gambar 12.  Grafik Penurunan Viskositas Mooney Pada Perlakuan Variasi Dosis NaNO
2
dan Waktu Reaksi Dari  Gambar  12,  dapat  dilihat  bahwa  pada  variasi  dosis  NaNO
2
, nilai  viskositas  Mooney  dari  karet  alam  hasil  depolimerisasi  pada  reaksi
selama  2  jam  menunjukkan  nilai  yang  hampir  sama,  berkisar  pada  85 hingga 86,65 ML1’+4’100
C. Pada waktu reaksi 4 jam, nilai terendah dihasilkan  oleh  lateks  depolimerisasi  dengan  dosis  NaNO
2
2  bsk,  yaitu sebesar  77,5  ML1’+4’100
C.  Sedangkan  pada  dosis  NaNO
2
sebesar  3 bsk,  penurunan  nilai  viskositas  Mooney  tidak  terlalu  signifikan,  yaitu
sebesar  86  ML1’+4’100 C.  Pada  waktu  reaksi  6  jam  dan  8  jam,  nilai
terendah  berturut-turut  dihasilkan  dari  lateks  depolimerisasi  dengan  dosis NaNO
2
sebesar  1  bsk  63,5  ML1’+4’100 C  dan  2  bsk  38,85
ML1’+4’100 C.
20 40
60 80
100 120
2 4
6 8
10
Waktu reaksi jam N
il a
i V
is k
o s
it a
s M
o o
n e
y
M L
1 +
4 1
o C
Dosis H2O2:NaNO2=1:1 Dosis H2O2:NaNO2=2:1
Dosis H2O2:NaNO2=3:1
Gambar 13.  Grafik Penurunan Viskositas Mooney Pada Perlakuan Variasi Dosis H
2
O
2
dan Waktu Reaksi
Dari  Gambar  13,  dapat  dilihat  bahwa  pada  variasi  dosis  H
2
O
2
, semua  nilai  viskositas  Mooney  terendah  pada  waktu  reaksi  2,  4,  6,  dan  8
jam  dihasilkan  oleh  lateks  depolimerisasi  dengan  dosis  H
2
O
2
sebesar 1  bsk.  Nilai  viskositas  Mooney  meningkat  saat  dosis  H
2
O
2
sebesar  2  bsk untuk  semua  waktu  reaksi,  namun  turun  saat  dosis  H
2
O
2
sebesar  3  bsk. Penurunan  nilai  yang  terjadi  pada  kedua  dosis  tersebut  tidak  terlalu
signifikan,  yaitu  pada  waktu  reaksi  2  jam,  4  jam,  6  jam,  dan  8  jam berturut-turut sebesar 94,7 dan 92,8, 91 dan 88, 87,3 dan 86, serta sebesar
85,7 dan 82,4. Secara  umum,  nilai  viskositas  Mooney  terbaik  pada  perlakuan
variasi  dosis  NaNO
2
adalah  pada  dosis  bahan  pendegradasi  sebesar  1,2,2 bsk.  Sedangkan  pada  perlakuan  variasi  dosis  H
2
O
2
,  nilai  viskositas Mooney
terbaik adalah pada dosis sebesar 1,1,1 bsk. Perbedaannya dengan dosis 2,1,1 bsk dan dosis 3,1,1 bsk cukup signifikan.
Analisis  keragaman  dilakukan  dengan  metode  statistik  dengan tingkat kepercayaan 95 dan α = 0,05, dimana analisis untuk dosis bahan
pendegradasi  dilakukan  secara  terpisah  antara  perlakuan  dosis  H
2
O
2
dan NaNO
2
.  Dengan  demikian,  akan  diketahui  pengaruh  dosis  H
2
O
2
,  dosis NaNO
2
,  dan  waktu  reaksi  terhadap  viskositas  Mooney.  Hasil  analisis
keragaman  dapat  dilihat  pada  Lampiran  3.  Berdasarkan  hasil  analisis keragaman,  diketahui  bahwa  perlakuan  variasi  dosis  NaNO
2
,  dosis  H
2
O
2
, dan waktu reaksi  memberikan pengaruh nyata terhadap viskositas Mooney
karet depolimerisasi. Uji  lanjut  Duncan  yang  dilakukan  pada  variasi  dosis  bahan
pendegradasi  NaNO
2
menunjukkan  bahwa  viskositas  Mooney  lateks depolimerisasi pada dosis H
2
O
2
, NaNO
2
, dan asam askorbat sebesar 1,2,2 bsk dan 1,1,1 bsk tidak saling berbeda nyata, namun berbeda nyata dengan
lateks depolimerisasi pada dosis 1,3,3 bsk. Sedangkan pada dosis 1,1,1 bsk dan  1,3,3  bsk,  uji  lanjut  menunjukkan  bahwa  keduanya  tidak  saling
berbeda  nyata.  Untuk  variasi  dosis  H
2
O
2
,  viskositas  Mooney  lateks depolimerisasi  dosis  1,1,1  bsk,  2,1,1  bsk,  dan  3,1,1  bsk  semuanya  saling
berbeda nyata. Uji  lanjut  Duncan  yang  dilakukan  pada  variasi  waktu  reaksi
menunjukkan bahwa viskositas Mooney lateks depolimerisasi pada waktu reaksi 2, 4, 6, dan 8 jam semuanya saling berbeda nyata, baik pada variasi
dosis NaNO
2
maupun pada variasi dosis H
2
O
2
.
b.  Plastisitas Wallace Po