9 konservasi juga harus mengahadapi berbagai kepentingan atas lahan dan
pertentangan beberapa kelompok yang berbeda dalam penggunaan lahan. Penataan ruang yang berjalan selama ini banyak mengalami
penyimpangan dan lebih terpaku terhadap upaya perbaikan pola, konsep dan struktur penataan ruang sendiri. Namun pada dasarnya rumusan penataan ruang
telah mengarah kepada keinginan terwujudnya pembangunan yang terpadu, seimbang dan berkelanjutan hanya saja perlu menemukan kembali rumusan
penataan ruang yang ideal dan applicable Kementrian Lingkungan Hidup, 2001.
2.4 Pengelolaan Lingkungan Hidup
Keuntungan secara ekonomi dan kesejahteraan sosial yang diharapkan dari pengembangan peternakan ini harus dibarengi dengan perhatian terhadap
penanganan lingkungan hidup yang baik. Aspek lingkungan yang ditekankan dalam penelitian ini ditujukan terhadap keberlanjutan sumberdaya lahan dan air.
Pengembangan peternakan dilakukan semaksimal mungkin dengan penggunaan sumberdaya lahan dan air yang optimal dan di samping itu limbah yang diperoleh
dari usaha peternakan diharapkan dapat diminimalisir dan tidak mencemari lingkungan terutama perairansungai.
Penggunaan lahan didefinisikan sebagai bentuk campur tangan manusia terhadap lahan guna memenuhi kebutuhan hidupnya baik dari segi material
maupun spiritual Arsyad, 2000. Lebih jauh lagi, Barlowe 1978 dalam Hakim et ai, 2003 menjelaskan bahwa penggunaan lahan tidak terlepas dari pemahaman
dinamika sosial, ekonomi dan kelembagaan yang berkembang dalam kehidupan masyarakat. Tiga hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam pemanfaatan
lahan adalah: 1 kesesuaian bio-fisik 2 kelayakan sosio-ekonomi dan 3 kelayakan kelembagaan.
Terkait dengan pengembangan peternakan, keberadaan lahan difokuskan terhadap daya dukungnya untuk populasi ternak yang dikembangkan.
Soemarwoto 1997 menyatakan bahwa konsep daya dukung lingkungan berasal dari pengelolaan hewan ternak dan satwa liar, yaitu besarnya kemampuan
lingkungan untuk mendukung kehidupan yang dinyatakan dalam jumlah ekor per satuan luas. Dasman et al, 1977 menyatakan bahwa ukuran jumlah individu
dari suatu spesies yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu mempunyai beberapa tingkatan yaitu:
10 1. Kepadatan maksimum, yang menunjukkan jumlah maksimum individu yang
dapat didukung per satuan luas. Jumlah individu yang maksimum pada dasarnya akan menyebabkan makanan tidak cukup. Meskipun suatu individu
pada kondisi ini dapat bertahan hidup namun keadaannya tidak sehat, kurus dan lemah sangat rentan terhadap serangan penyakit. Secara umum
lingkungan menjadi rusak dan apabila berlangsung terlalu lama, kerusakan itu bisa bersifat tak terbalikkan.
2. Kepadatan yang subsisten, yaitu kepadatan yang maksimum yang dapat ditampung oleh satuan luas lingkungan dan sumberdaya.
3. Kepadatan optimum, dimana populasi akan mendapatkan segala keperluan hidupnya dengan cukup sehingga pada keadaan ini terdapat pertumbuhan
populasi yang banyak dan sehat. 4. Kepadatan normal, yaitu populasi suatu spesies ditentukan oleh pengaruh
populasi spesies lainnya yang hidup di lingkungan yang sama antara kepadatan optimum dan subsisten.
Sapi perah membutuhkan air dalam jumlah yang cukup banyak karena sebagian besar komponen penyusun susu 87 adalah air sehingga perlu
diperhatikan kecukupan air untuk digunakan dalam proses budidaya. Selain itu juga diperhatikan pengaruh limbah peternakan terhadap kualitas air. Soeratmo
2009 menyatakan bahwa penetapan baku mutu akan lebih baik apabila tidak hanya dipertimbangkan berdasarkan faktor ekonomis dari penggunaan manusia
saja tetapi juga dimasukkan pertimbangan-pertimbangan untuk pelestarian ekologi yang meliputi pelestarian flora, fauna ataupun ekosistem. Baku mutu
limbah haruslah dikaitkan dengan keadaan kualitas ambien dan baku mutu ambien.
2.5 Peternakan Berkelanjutan