31
Ada dua uji multikolinearitas yang sering digunakan yaitu dengan melihat nilai VIF dan dengan melihat koefisien korelasi
sederhana antara variabel-variabel independenpenjelas. Pada Nilai VIV, semakin tinggi nilai VIF semakin besar dampak dari
multikolinearitas. Jika nilai VIF lebih besar dari 10 maka terjadi multikolinearitas yang cukup berat diantara variabel independen.
Pada uji multikolinearitas yaitu dengan melihat koefisien korelasi sederhana antara variabel-variabel independenpenjelas, apabila r
tinggi nilai absolutnya maka ada dua variabel penjelas tertentu berkorelasi dan masalah multikolinearitas ada dalam persamaan
tersebut.
3.6.1.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji Heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan variabel dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka
disebut homoskedastisitas
dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang tidak
terjadi heteroskedastisitas. Suatu model dikatakan terdapat gejala heteroskedastisitas jika koefisien parameter beta dari persamaan
regresi tersebut signifikan secara statistik. Sebaliknya, jika parameter beta tidak signifikan secara statisik, hal ini menunjukkan bahwa data
model empiris yang diestimasi tidak terdapat heterokedesitas.
32
Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan cara melihat grafik scatterplot antara variabel dependen yaitu ZPRED dengan
residualnya SRESID. Dasar analisisnya: 2 jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola
tertentu yang teratur, maka terjadi heteroskedastisitas, 3 jika tidak ada pola yang jelas atau titik-titik menyebar di atas dan
di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas atau terjadi homoskedastisitas.
3.6.1.4 Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi yaitu data yang digunakan pada data runtun waktu time series. Uji autokorelasi bertujuan untuk melihat apakah
dalam suatu model regresi linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 atau
sebelumnya. Menurut Erlina 2011, uji autokorelasi dapat terjadi pada setiap penelitian dimana urutan pada pengamatan-pengamatan
memiliki arti. Autokorelasi merupakan gejala dimana error term pada suatu periode waktu secara sistematik tergantung kepada error term
pada periode-periode yang lain. Model regresi yang baik adalah model yang tidak terdapat
autokorelasi. Untuk mendeteksi masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson DW.
33
Uji Durbin-Watson DW test yaitu sebagai berikut: 1 Bila nilai D-W dibawah -2, maka ada autokorelasi positif,
2 Bila nilai D-W di antara -2 sampai +2, maka tidak ada autokorelasi,
3 Bila nilai D-W di atas +2, maka ada autokorelasi negatif
3.6.2 Pengujian Hipotesis Penelitian