Latar Belakang Model Dinamika Stok Karbon Berdasarkan Laju Perubahan Tutupan Hutan dan Lahan di Provinsi Jawa Tengah

5 Setelah isu ditentukan berikutnya adalah menentukan tujuan pemodelan itu sendiri. Tujuan pemodelan akan menentukan metode pemodelan, ketelitian pemodelan, dan jenis pemodelan itu sendiri. Tujuan pemodelan harus dinyatakan secara eksplisit. Ketersediaan sumberdaya yang ada seperti waktu, dana dan data yang tersedia haruslah menjadi pertimbangan suatu tujuan model. Ketersediaan data harus menjadi pertimbangan agar tujuan pemodelan tidak terlalu tinggi untuk dapat dicapai melalui model yang dibangun. Langkah selanjutnya adalah menentukan batasan dari model. Batasan model menunjukkan komponen apa saja yang masuk atau tidak termasuk ke dalam model. Komponen yang tidak termasuk ke dalam pemodelan disebut sebagai lingkungan. Batasan dapat berupa batas ruang, waktu, dan isu.

2.4.2 Formulasi Konseptual

Fase ini ditujukan agar orang dapat dengan mudah mengikuti pola pikir yang tertuang pada model, sehingga kerumitan pada model harus dihindari. Model konseptual yang dibuat menggambarkan secara menyeluruh model yang akan dibuat. Fase ini dimulai dengan mengidentifikasi semua komponen yang terlibat dan dimasukkan dalam pemodelan. Komponen-komponen tersebut kemudian dicari interrelasinya satu sama lain menggunakan ragam metode seperti diagram kotak dan panah, diagram sebab akibat, diagram stok dan aliran atau diagram sekuens sequence diagram. Perilaku dan hubungan antar komponen sebaiknya juga digambarkan pada fase ini.

2.4.3 Spesifikasi Model

Pada fase ini dilakukan kuantifikasi model. Jika pada model konseptual, hubungan dua komponen dapat digambarkan dengan anak panah, maka pada fase ini spesifikasi model anak panah tersebut dapat berupa persamaan numerik dengan satuan-satuan yang jelas. Peubah waktu yang dipakai dalam keseluruhan model harus ditetapkan. Komponen-komponen yang terlibat dalam pemodelan, namun kita tidak memahami lebih lanjut harus dikeluarkan dari model. Persamaan-persamaan yang dipakai dalam model harus disebutkan darimana asalnya, apakah berdasarkan suatu rujukan atau hasil kreasi sendiri. Suatu kreasi persamaan bisa dilakukan dengan melakukan regresi dari data yang tersedia atau dugaan yang dapat dipertanggungjawabkan. Fase ini menuntut pengetahuan memadai dalam pemakaian perangkat bantu seperti perangkat lunak software STELLA, VENSIM, POWERSIM, SIMILE, CORMAS, dan lain-lain. Dalam fase ini, pemrograman dilakukan. Fase ini dilakukan dari yang sederhana dan memastikan bahwa persamaan dan pemrograman benar. Bila terdapat kesalahan dalam model yang sederhana ini, maka yang lebih rumit pun pasti salah.

2.4.4 Evaluasi Model

Evaluasi model dilakukan dengan mengamati kelogisan model dan membandingkannya dengan dunia nyata. Setiap model diamati apakah relasi- relasi yang ada logis atau tidak. Setelah setiap bagian model diamati dan dianggap logis, maka perlu diamati bagaimana hubungan antar bagian tersebut untuk menjadi model yang utuh. Jika keseluruhan model sudah logis, tahap pertama dari fase evaluasi model dapat diselesaikan. 6 Model dapat dikatakan logis berarti ada penalaran yang memadai dari relasi- relasi tersebut. Logis berarti bahwa semua persamaan sesuai dengan apa yang dipercayai orang atau dengan kata lain sesuai dengan paradigma yang ada. Setiap model harus memiliki keberanian untuk berbeda dengan paradigma yang ada karena pada awalnya pemodelan sistem adalah suatu paradigma baru yang berlawanan arah dengan paradigma lama yang cenderung spesialisasi berlebihan pada setiap bidang ilmu pengetahuan. Tahap kedua adalah mengamati apakah perilaku model sesuai dengan harapan atau perkiraan yang digambarkan pada fase konseptualisasi model. Tahap ketiga evaluasi adalah membandingkan antara perilaku model dengan data yang didapat dari sistem atau dunia nyata. Misalnya model harus dapat dieksekusi pada rentang waktu batasan model. Kesesuaian model dengan dunia nyata adalah penting, tetapi lebih penting adalah bagaimana model tersebut bisa dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemodelan yang dilakukan.

2.4.5 Penggunaan Model

Pada tahap ini model yang telah dikembangkan diaplikasikan pada skenario- skenario yang telah ditentukan melalui simulasi skenario yng telah dibuat. Hasil simulasi tersebut kemudian dikerucutkan pada skenario yang memenuhi tujuan pemodelan. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan 3.1.1 Identifikasi isu Berkurangnya luas hutan yang ada akan sangat mempengaruhi fungsi hutan dalam penyerapan dan penyimpanan karbon yang ada dari atmosfer. Peningkatan emisi GRK Gas Rumah Kaca mengakibatkan pemanasan global dan perubahan iklim atau yang dikenal dengan climate change. Dewasa ini, telah mulai digalakkan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk mengurangi dampak dari pemanasan global tersebut seperti pemerintah yang berusaha mengurangi tingkat emisi karbon di Indonesia dengan program REDD+ Reducing Emission from Deforestation and Degradation. Provinsi Jawa Tengah berdasarkan SK Penunjukan Menteri Kehutanan No. 359Menhut-II2004 memiliki kawasan hutan seluas 646 593 ha. Sedangkan untuk hutan rakyat, Provinsi Jawa Tengah memiliki luas sebesar 576 007 ha Statistik Kehutanan Provinsi Jawa Tengah 2011 yang terus meningkat luasannya beberapa tahun terakhir. Keadaan ini bisa membuat Provinsi Jawa Tengah turut mensukseskan program REDD+ yang dicanangkan oleh pemerintah.

3.1.2 Tujuan

Tujuan dari pemodelan ini adalah untuk membangun sebuah model dinamika sistem mengenai pola penggunaan kawasan hutan dan non kawasan hutan Provinsi Jawa Tengah serta pengaruhnya terhadap pendugaan simpanan karbon.