Penurunan dan Pemanfaatan Limbah B3

48 Limbah B3 dominan di KIJA adalah sludge lumpur hasil proses IPAL, dimana sludge ini sejak tahun 2006 telah dikelola sebagai raw material di pabrik semen di Cileungsi, Bogor. Sedangkan limbah B3 non dominan dilakukan pengolahan dengan cara mengirim ke PT. PPLI PT Prasadha Pamunah Limbah Industri. Dalam rangka mengurangi volume limbah B3 dominan yang dihasilkan, maka KIJA telah melakukan beberapa langkah sebagai berikut : 1. Memisahkan pengolahan sludge organik dan anorganik dengan menggunakan dua unit belt filter press yang bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam lumpursludge sehingga massa sludge yang dihasilkan menjadi lebih sedikit yang berarti volume limbah B3 juga turun. 2. Membuat sludge drying area SDA dengan menggunakan atap jenis solar tuff yang bertujuan untuk pengurangan kandungan air dalam sludge secara alami dengan bantuan panas sinar matahari. 10 20 30 40 50 60 70 80 2013 2014 K a da r a ir da la m l im ba h B 3 I P A L -1 Tahun 10 20 30 40 50 60 70 80 2013 2014 K a da r a ir da la m l im ba h B 3 I P A L -2 Tahun Sumber : KIJA Gambar 20 Penurunan kadar air dalam limbahB3, sebelum ■ dan sesudah □ proses dengan sludge drying area di IPAL-1 dan IPAL-2 5. Penurunan dan Pemanfaatan Sampah limbah padat non B3 Kegiatan KIJA dalam pemanfatan limbah padat non B3 adalah produksi pupuk organik granular dengan bahan baku dari sampah organik kota Jababeka. Pilot project pembuatan pupuk organik granular ini memenuhi aspek-aspek additionalitas dalam upaya pemanfaatan limbah padat non B3, yaitu sebagai berikut : 49 1. Pemanfaatan limbah padat organik non B3 tidak menarik bagi pelaku-pelaku bisnis karena secara ekonomis tidak menguntungkan. Pola pengelolaan limbah padat non B3 yang sinergi dengan limbah padat non B3 yang bernilai ekonomis tinggi logam, kertas, dan kayu diharapkan dapat memberikan solusi dalam membebaskan masyarakat dari masalah bau sampah dan lokasi aktifitas yang hygienis . Proyek pilot pembuatan pupuk organik granular dengan bahan dasar sampah organik yang dibangun oleh KIJA merupakan pola yang dapat dikembangkan dengan mendapatkan support dari subsidi pemerintah dalam program pupuk organik bersubsidi program mengurangi ketergantungan terhadap pupuk anorganik. 2. Pemanfaatan limbah organik menjadi pupuk granular merupakan upaya KIJA untuk mengubah masalah menjadi peluang, banyak hal yang masih perlu dipelajari dan dikembangkan sehingga sampah organik ini di kemudian hari dapat diolah menjadi bahan baku energi ataupun industri lain sehingga pada akhirnya memiliki nilai ekonomis yang bertambah. Sampai saat ini popuk organik granular tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan pemupukan tanaman di kawasan, pemupukan penghijauan, pemupukan di Botanic Garden dan Organic Farm dan kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam hal penanaman padi hitam lokal. 3. Kendala dan hambatan yang dihadapi KIJA dalam melaksanaan 3R limbah padat non B3 diantaranya adalah : a. Belum membudayanya pemilahan sampah organik, anorganik di tingkat produsen penimbun sampah, b. Belum adanya regulasi terapan yang mengatur sekaligus memberikan sanksi tegas atas pelanggaran regulasi persampahan, c. Peran aktif dari pemerintah daerahpusat dalam melakukan pengaturan pola pembuangan, pemanfaatan, dan pengelolaan sampah yang dapat menjadi panduan bagi masyarakat dalam mengelola sampah organik. Tabel 13 Pengurangan dan pemanfaatan limbah padat non B3 Kegiatan Limbah padat Volume Satuan non B3 2012 2013 2014 Komposting Sampah organik 975 969 1086 m3tahun Sumber : KIJA Intensitas limbah padat non B3 yang dihasilkan sangat kecil dibandingkan dengan produk atau jasa yang dihasilkan karena 90 limbah padat non B3 berasal dari industri yang berada didalam kawasan, dan sisanya merupakan konstribusi dari komersial. Hal ini karena sebagian industri sudah melakukan pengelolaan termasuk daur ulang sendiri untuk limbah padat non B3-nya. 50 Perlindungan Keanekaragaman Hayati Kondisi lahan kota Jababeka sebelum dilakukan pembangunan merupakan suatu wilayah yang berdiri diatas hamparan lahan yang berupa lahan pertanian tadah hujan, sawah rawa dan pertanian dengan irigasi teknis. Masing-masing jenis lahan tersebut ikut menentukan ekosistem maupun ekonomi masyarakat setempat. Dari hasil pengukuran KIJA, keanekaragaman vegetasi awal sebelum dibangun Jababeka adalah 2,082. Berdasarkan besaran tersebut dapat dikatakan nilai keanekaragaman jenis vegetasi rendah. Tabel 14 Rencana strategis perlindungan keanekaragaman hayati Sumber : KIJA Dalam upaya KIJA memelihara dan melestarikan keanekaragaman hayati menjalankan program pembangunan Botanical garden seluas 30 ha dengan visi untuk menjadi kebun raya dengan memelihara keanekaragaman hayati dan memajukan masyarakat yang sadar lingkungan, sehingga Botanical garden dapat berfungsi sebagai : pusat pendidikan, sumber informasi, tujuan wisataarena olah ragakegiatan refreshing, dan pusat penelitian. Adapun gambaran umumnya adalah : 1. Pembangunan Botanical garden di lahan marginal merupakan salah satu pembeda KIJA dengan kawasan industri lain. 2. Botanical garden yang dilengkapi dengan berbagai jenis tanaman buah, tanaman keras, tanaman langka dan banyak satwa liar yang hidup dengan No Program Kerja Output Waktu Indikator Kinerja Peran Para Pihak Peningkatan Konservasi In-Situ 1 Pengelolaan bantaran sungai Cipegadungan, Cilemahabang, Rawa Sentul Penghijauan bantaran sungai Tiap Tahun Minimal 1000 phntahun Masyarakat Tenant Pihak ke-3 Peningkatan Konservasi Eks Situ 1 Pengembangan Botanic Garden 1. Tanaman langka 3 tahun Koleksi tambah 2 tahun MitraLembagaAso siasi 2. Tanaman spriritual 3 tahun Koleksi tambah 2 tahun MitraLembagaAso siasi 3. Tanaman habitat 3 tahun 4. Tanaman Industri 3 tahun 2 Pengembangan Nursery Cadangan bibit tahunan Cadangan bertambah 12 MitraLembagaAso siasi Cadangan pohon tahunan Cadangan bertambah 12 MitraLembagaAso siasi 3 Pemeliharaan Landscape Landscape Kawasan Industri harian Budget naik 5- 10tahun MitraLembagaAso siasi Landscape Kawasan Perumahan harian Budget naik 5- 10tahun Pecinta tanaman 4 Pertanian Organik Lahan demplot organik 1 tahun Varietas tanaman bertambah 12 MitraLembagaAso siasi MengurangiMengendalikan Kerusakan Kehati Asli 1 Proteksi penebangan pohon Regulasi per tahun Penggantian pohon 3- 5tahun Warga Pemindahan pohon 1 Kontraktor 2 Estate MaintenancePemeliharaan Larangan berburu 1-2 tahun dalam 2 tahun zero Warga Mendorong Partisipasi Masyarakat 1 Penyuluhan Pertanian Organik ke Masyarakat 1 RW 1 tahun minimal 2 kali per tahun Warga, Lembaga, tim Ahli 2 Pengenalan Pertanian organik ke Pelajar 10 sekolah 1 tahun minimal 2 kali per tahun Warga, Lembaga, tim Ahli 51 nyaman serta diselenggarakannya pertanian organik Organic Farming dan wahana lomba burung berkicau dibangun salah satu tujuannya karena kepedulian KIJA tentang lingkungan hidup dalam menjalankan visi dan misinya sebagai sebagai pengembang kota yang ramah lingkungan. 3. Pembangunan dan pemeliharaanBotanical garden membutuhkan dana yang cukup besar, meskipun demikian karena begitu besarnya kepedulian perusahaan terhadap biodiversity di Kota Jababeka dan untuk meningkatkan daya tarik dan image kawasan, maka program ini tetap berjalan dan semakin berkembang dengan diversifikasi organic farming yang cukup berhasil. 4. Tantangan dan kendala yang dihadapi oleh perusahaan adalah kondisi alam Cikarang yang sangat ekstrim rendah dari sisi kesuburan tanah, jenis tekstur dan struktur tanah yang tidak memadai, serta kondisi cuaca yang panas. Keempat hal tersebut diatas yang menjadikan Botanical garden KIJA dijadikan unggulan dalam upaya pemeliharaan dan pelestarian keanekaragaman hayati biodiversity. Perlindungan keanekaragaman hayati yang telah dilakukan selama tiga tahun terakhir adalah: 1. Pohon-pohon yang telah berusia tua. Dari banyak pohon berusia tua yang telah berhasil diselamatkan beberapa diantaranya adalah: a. Pohon asam jawa b. Pohon randu agung c. Pohon trembesi d. Pohon karet kebo e. Pohon kiara f. Pohon khayamahoni Afrika g. Pohon beringin h. Pohon mahoni 2. Perlindungan konservasi fauna Jababeka botanical garden mempunyai berbagai jenis fauna yang tersebar di kawasan botanical garden mulai dari jenis reptil hingga mamalia. Dengan adanya perlindungan keanekaragaman hayati dan larangan berburu di kawasan Jababeka memberikan pengaruh positif terhadap ekosistem dalam perlindungan konservasi fauna, salah satunya adalah burung Tabel 15. 3. Pengelolaan bantaran sungai Pengelolaan bantaran sungai dilakukan dengan metode penghijauan. Selama tiga tahun terakhir total penghijauan yang telah dilakukan untuk pengelolaan bantaran sungai sudah mencapai 4,137 pohon. Pengelolaan bantaran sungai dilakukan di empat sungai yang membelah Kota Jababeka yakni Sungai Cilemahabang, Sungai Cipegadungan, Sungai Rawa Sentul, Sungai Cikarang dan Sungai Sempu. Kegiatan peningkatan keanekaragaman hayati selama tiga tahun terakhir, Jababeka Botanic Garden JBG memiliki berbagai spesies tumbuhan yang diklasifikasikan antara lain tumbuhan spiritual, tanaman langka, tanaman buah , tanaman habitat, tanaman hias dan tanaman industri. 52 Tabel 15 Data konservasi fauna tahun 2014 Sumber: KIJA Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keanekaragaman hayati diantaranya : 1 Penambahan koleksi tanaman langka Tanaman langka merupakan organisme yang sulit ditemui karena jumlahnya sedikit. Tanaman langka koleksi Jababeka Botanical Garden pada tahun 2014 berjumlah 196 tanaman yang terdiri dari 16 spesies tanaman langka. 2 Penambahan koleksi tanaman spiritual. Tanaman spiritual koleksi Jababeka Botanical Garden saat ini berjumlah tujuh jenis spesies dengan jumlah termasuk penambahan koleksi tahun 2014 yang berjumlah dua spesies tanaman yaitu kayu rapet dan pohon kepuh. 3 Penanaman padi varietas hitam lokal Indonesia sebelum adanya revolusi hijau mempunyai 12 ribu varietas padi lokal yang salah satu keunggulannya adalah adaptasi dengan lingkungan yang baik. Revolusi hijau mendasarkan pada empat pilar penting yaitu penggunaan sistem irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal. Penerapan pestisida sesuai tingkat serangan organism penganggu dan penggunaan bibit varietas unggul. Tetapi setelah berlalunya revolusi hijau tersebut, varietas padi lokal mulai banyak yang hilang hingga tinggal sekitar 8,000 jenis varietas. Untuk meningkatkan keanekaragaman hayati Jababeka mencoba menanam padi hitam lokal organik yang dikemas dalam bentuk pemberdayaan masyarakat. Untuk tahap awal luasan lahan yang dikembangkan saat ini adalah satu ha. 4 Pengembangan Organic Farm Organic Farm selain menghasilkan produk yang sehat untuk konsumen dan produsen juga berperan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah. Prinsip No Nama Burung Nama Latin Jumlah 1 Dekukur Streptopelia ch 211 2 Pentet Lanius schach 270 3 Ciblek kebun Prinia familiaris 215 4 Ciblek sawah Prinia amiliaris olivaces 150 5 Kutilang Pycnonatus aurigaster 230 6 Branjangan Mirafra javanica 56 7 Emprit Ionchura Punctulata 510 8 Burung gereja Passer montanus 860 9 Cabe-cabean Dicaeum trochileum 100 10 Prenjak Prinia familiaris 145 11 Glatik jawa Padda oryzivora 60 12 Merpati Columbia lifia 10 13 Clepuk Hantu Ordo strigiformes 30 53 organic farm yang mengutamakan tanpa penggunaan pestisida kimia dan pupuk kima menjadikan ekosistem dapat berjalan dengan baik. Organic farm merupakan salah satu bentuk peningkatan keanekaragaman hayati seiring dengan bertambahnya jenis sayur yang dikembangkan. Jenis sayur yang saat ini dikembangkan di organic farm yakni : bayam, kangkung, pakchoi, selada, jagung manis, kacang panjang, cabai merah, tomat, mentimun, basil, kedelai edamame, ubi ungu, labu, paria, oyong dan sebagainya. 5 Pengembangan nursery Nursery KIJA selain berfungsi sebagai bank tanaman juga sebagai area pengembangan dan perbanyakan tanaman untuk memenuhi kebutuhan tanaman di kawasan. Saat ini nursery KIJA mampu memproduksi tanaman semak sampai 37 ribu unit dan pohon sampai 7,950 pohon. Dengan jenis total tanaman yang dikembangkan mencapai 40 jenis tanaman. Tanaman tersebut digunakan untuk penghijauan di bantaran sungai, kavling kosong dan area- area lain di Jababeka. 6 Kondisi keanekaragaman hayati mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 yang meliputi: sebaran populasi pohon, sebaran luasan taman, sebaran luasan rumput. Data tersebut dapat dilihat di Tabel 16. Tabel 16 Data populasi pohon, taman dan rumput di KIJA Sumber : KIJA No Program Kehati 2012 2013 2014 A Pohon batang 1 Botanic 11,576 16,000 16,240 2 Nursery 14,957 14,990 15,020 3 Industri 11,576 16,000 16,240 4 Perumahan 124,442 128,462 129,870 5 Golf 15,078 15,078 15,543 B Taman m2 1 Botanic 2 Nursery 3 Industri 383,731 383,881 384,200 4 Perumahan 496,414 496,469 498,430 5 Golf 558,388 558,388 558,388 C Rumput m2 1 Botanic 21,450 21,350 21,850 2 Nursery 500 500 500 3 Industri 1,715,944 1,791,355 1,799,300 4 Perumahan 2,820,809 2,820,809 2,825,070 5 Golf 54,888 54,888 54,888 54 7. Mengurangimengendalikan kerusakan keanekaragaman hayati Untuk mengurangi dan mengendalikan kerusakan keanekaragaman hayati, dilakukan upaya pencegahan yaitu dengan estate regulation yang berupa proteksi penebangan perusakan pohon baik disengaja maupun tidak disengaja dan pengenaan sanksi berupa denda bila regulasi tersebut dilanggar. Akumulasi denda tersebut akan dipergunakan untuk mengganti pohon yang ditebang atau rusak dengan perbandingan penggantian lima pohon untuk satu pohon yang dirusak atau di tebang. Zona larangan berburu juga di berlakukan terutama dalam Botanical garden dan sekitar area golf. Hai ini dilakukan untuk melindungi satwa yang terdapat di area tersebut. 8. Memanfaatkan keanekaragaman hayati sebagai sarana pendidikan, penelitian, cadangan pangan dan energi alternatif. KIJA bekerjasama dengan organisasi pecinta lingkungan dalam rangka peran Jababeka Botanic Garden sebagai sarana pendidikan dan penelitian bagi masyarakat disamping peran penghijauan bagi lingkungan sekitarnya. KIJA melakukan edukasi keanekaragaman hayati melalui program-program yang telah dirancang bersama organisasi pecinta lingkungan dalam mewujudkan JBG sebagai sarana pendidikan, penelitian, cadangan pangan dan energi altenatif. Program edukasi yang telah berjalan diantaranya adalah kerjasama penghijauan Jababeka dengan SMPN I Cikarang, kegiatan pengenalan dan penyuluhan bercocok tanam padi organik dan pengenalan kepada pelajar tentang manfaat bertani organik. Program dan Implementasi Pengembangan Masyarakat KIJA yang telah berkembang dari pusat kawasan industri menjadi pengembang skala kota dengan perubahan yang sangat cepat, tentunya mendorong dalam perencanaannya tidak terpaku pada infratruktur planning yang bersifat fisik spasial maupun phisical environment planning untuk menjaga ekosistem, tetapi juga menyentuh community planning yang menyangkut aspek sosial ekonomi, budaya masyarakat sekitar sosio sistem. Perubahan lingkungan yang sedemikian cepat di KIJA membawa kesulitan warga sekitar dalam beradaptasi melangsungkan pola kehidupannya. Demikian pula bagi kepentingan pelaku bisnis,kesenjangan dan konstelasi lingkungan global, situasi nasional era demokratisasi pasca krisis ekonomi dan lokal era otonomi membawa peranan untuk menata hubungan industrial baru dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan telah menjalani tiga metamorfosis yang signifikan, yaitu : industrialisasi, urbanisasi dan demokratisasi. Menyadari tiga perubahan tersebut, pihak manajemen KIJA mempunyai persoalan tersendiri yaitu pertama, bagaimana mempersiapkan keberlanjutan jangka panjang sustainability bagi pelaku bisnistenant 1,650 perusahaan industri dari 30 negara; kedua, bagaimana melalui tanggungjawab bersama meningkatkan derajat kualitas hidup masyarakat be a good corporate citizen sebagaimana tuntutan situasi ekonomi global. Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat diyakini memegang peranan yang strategis baik bagi perusahaan maupun masyarakat. Perusahaan akan mendapatkan keuntungan atas terlindunginya aset, terpeliharanya iklim investasi dan keberlanjutan usahanya 55 sustain dan survive, sedangkan bagi masyarakat akan meningkatkan derajat kualitas hidup dan menumbuhkan semangat dan harapan baru dengan peningkatan perekonomian lokal, meningkatnya produktivitas dan terbukanya wawasan yang mempengaruhi pola dan strategi adaptasi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, KIJA merasa perlu untuk melakukan suatu pendekatan strategi manajemen pro lingkungan dengan merancang model “community based development” yang sesuai dengan karakteristik lingkungan industri dan masyarakat di sekitar kawasan industri tempat mereka berada guna memahami berbagai tuntutan dan persoalan sosial yang dinamis.Untuk itu karakteristik dari masyarakat perlu dipetakan dan dikenali dengan baik, dan menjadi masukan penting yang diharapkan menjadi salah satu komponen manajemen strategis KIJA. Perencanaan dan Pelaksanaan penanganan dampak sosial dan program-program pemberdayaan masyarakat di KIJA mengalami tiga fase yang bersifat incremental planning , yakni : Pertama , fase awal pembangunan KIJA sebelum tahun 2000 yang disebut sebagai “konsepsi dasar penanganan dampak sosial”, yaitu dengan pendekatan yang digunakan dalam rancangan awal untuk mengatasi dampak sosial yang muncul akibat pembangunan kawasan industri adalah diserahkan dengan modernisasi dan mekanisme pasar itu sendiri. Kontak dan komunikasi masyarakat dan Jababeka masih didominasi oleh kepentingan pembebasan lahan, dan masyarakat belum punya keinginan untuk terlibat dalam sistem produksi di Kawasan Industri. Kedua , fase pelaksanaan community development secara sporadis Tahun 2000. Program-program sosial yang dilakukan adalah sebagai respon atas permasalahan sosial yang berkembang di masyarakat sebagai akibat eforia reformasi, demokrasi dan desentralisasi. Masyarakat sendiri belum mampu merumuskan masalahnya sendiri apa, dan untuk apa, yang penting adalah bersikap dan bersuara lantang menuntut perubahan dan kepedulian perusahaan. Jababeka sebagai pengelola kawasan industri melihat gejala tersebut melakukan tiga langkah taktis dengan tujuan utama mengamankan investasi dan stabilitas keamanan kawasan pada saat yaitu : 1. KIJA meminta kesediaan para pengusaha industri dan pelaku bisnis di Jababeka untuk menyerap tenaga kerja lokal, walaupun kualifikasi dan persyaratannya masih jauh dari standar. Dengan program ini secara instant dapat terserap 1,890 pekerja di 590 perusahaan di Jababeka. 2. KIJA memfasilitasi elemen masyarakat desa sekitar dalam menyatakan pendapat dan tuntutannya, agar tidak menggunakan cara-cara kurang terpuji. Dalam pelaksanaannya program ini di lakukan dengan turun langsung ke kampung melakukan pendekatan ke tokoh masyarakat, pemuda dan tokoh kunci lainnya. 3. KIJA melakukan rapid assesment, yang mengadopsi teknik rapid rural appraisal RRA, untuk mengidentifikasi secara cepat permasalahan yang muncul, yaitu antara lain : a. Jababeka adalah kawasan transisi yaitu pedesaan-perkotaan, dan tradisional-industri b. Hubungan KIJA dengan masyarakat masih lemah c. Kualitas sumber daya manusia perlu ditingkatkan untuk mendukung kebutuhan industri 56 d. Masyarakat belum mampu melihat peluang di sektor informal; e. Struktur pengelompokan masyarakat belum terpetakan f. Praktek jasa bongkar dan ketidak tertiban ojek yang meresahkan industri; g. Kasus perusakan propertiKIJA. Terlihat bahwa strategi yang di tempuh masih bersifat sporadis, reaktif, charity dan bersifat “pemadam kebakaran”. Program–program sosial berangkat dari permasalahan-permasalahan yang diidentifikasi secara sepihak oleh Jababeka, dan belum tentu menjadi kebutuhan masyarakat. Program-program tersebut kemudian menjadi isu strategis bagi community development Jababeka pada saat itu. Pendekatan ini cukup efektif untuk jangka pendek, namun pendekatan ini masih memandang bahwa “masyarakat adalah masalah” dan sebaliknya “kehadiran industri bukan masalah”. Ketiga , fase pelaksanaan community development terpola dan terstruktur setelah tahun 2003. Pelaksanaan community development pada fase ini di awali melalui studi, baik yang bersifat need assessment maupun grounded research dengan pendekatan partisipatif. Studi need assessment dilakukan oleh Konsultan pada tahun 2001, sedangkan penelitian yang mendalam untuk memetakan permasalahan sosial di lakukan dengan kerjasama dengan Pusat Studi Kebudayaan Universitas Gadjah Mada UGM tahun 2002. Kajian ini berhasil memetakan secara cepat potensi maupun permasalahan semua stakeholder Jababeka, para investortenant, pemerintah desa, lembaga swadaya masyarakat, tokoh masyarakat, preman, tokoh pemuda, kuli bongkar, dan element masyakat lainnya. Metode yang dikembangkan adalah dengan melakukan interview langsung dan brainstromingFGD dalam kelompok kerja ataupun bersama-sama. Hasil analisis yang di peroleh peta jaringan tokoh masyarakat, peta persaingan untuk memperoleh kesempatan kerja, kesempatan usaha, maupun peta permasalahan jasa bongkar. Hasil studi ini merekomendasikan lima langkah strategis untuk menjadi program utama community development . Pemetaaan sosial lakukan dengan pendekatan ekologi budaya dengan tujuan mengetahui kondisi masyarakat setempat: infrastruktur, struktur, superstruktur deskripsi kondisi fisik, sosial, ekonomi, budaya masyarakat dan strategi adaptasi masyarakat setempat terhadap industrialisasi. Pendekatan ekologi budaya adalah pendekatan tentang hubungan timbal-balik yang dinamis antara masyarakat manusia dengan ekosistemnya. Hasil kegiatan pemetaan sosial yang dilakukan dapat disimpulkan ada empat hal yaitu : 1. Mengindentifikasi kebutuhan dan potensi termasuk di dalamnya daya adaptasi masyarakat; 2. Menyusun desain strategis baik program jangka pendek, menengah dan panjang; 3. Melakukan capacity building yang dilakukan terhadap para stakeholders agar terlibat dan mendukung program yang telah disiapkan bersama; 4. Implementasi program yang di lakukan stakeholders. Manfaat dari pemetaan sosial tersebut membantu manajemen KIJA dalam menata hubungan industrial khususnya penciptaan program yang dapat menumbuhkan harmoni antara kegiatan industri dengan perkembangan masyarakat sekitar, melalui alternatif-alternatif upaya yang dapat menumbuhkan apresiasi dan rasa memiliki masyarakat KIJA, yaitu : 57 1. Pemetaan itu akan menegaskan potensi-potensi yang ada. 2. Pemetaan akanmemfasilitasi perusahaaan dalam penyusunan strategi ke dalam maupun strategi ke luar di dalam suatu jaringan yang lebih luas. 3. Pemetaan akan memungkinkan dibangunnya jaringan komunikasi yang lebih sinergis antara industri dengan lembaga terkait dan dengan masyarakat. 4. Pemetaan memungkinkan dilakukannya peningkatan efisiensi dan efektivitas pelayanan KIJA bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat secara lebih luas. Sebagai langkah selanjutnya, sejak tahun 2003 penanganan dilakukan oleh Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Cikarang LPPM-C yang di bentuk bersama antara Jababeka dan para stakeholder yang terdiri dari pemda, investor industri, masyarakat. Pembentukan LPPM-C tersebut menindaklanjuti hasil pemetaan sosial sebelumnya yang menawarkan paradigma hubungan industrial untuk damai yang di dasarkan pada kekuatan demokrasi yang ditopang oleh semua stakeholders, yaitu negara state, swasta bisnis dan masyarakat civil society, hubungan secara demokratis terjadi jika sumberdaya ataupun modal-modal yang ada dapat di sinergikan dengan tujuan-tujuan pembangunan ekonomi. Untuk pembiayaan program dan operasional dari awal 100 menjadi tanggungjawab KIJA. Pencapaian kinerja upaya pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan telah dirasakan manfaatnya oleh para pemangku kepentingan dan memperoleh pengakuan dan penghargaandiantaranya sebagai berikut : 1. CSR Award di bidang Lingkungan Tingkat Nasional Menteri Sosial 2009. 2. Asah Pena Award dari DR. Seto Mulyadi PAKTA dan Komnas Anak sebagai Kota Layak Peduli Pendidikan Anak Usia Dini 2011 3. Penghargaan Jawa Barat dari Gubernur Jawa Barat 2011 4. “SILVER AWARDS” pada kategori IV. Pelayanan Kesehatan Anak dengan No.Urut 9 dari GKPM Awards, Menkokesra 2013 5. “PLATINUM AWARDS” pada kategori VII.B Penciptaan Akses Terhadap Air Bersih No.Urut 3 dari GKPM Awards, Menkokesra Tahun 2013 6. Penghargaan dari Bupati Bekasi sebagai perusahaan paling aktif dalam Partisipasi Pembangunan melalui program CSR 2015 Analisis Keberlanjutan dan Faktor pengungkit dengan metoda MDS Sebagai langkah pertama dalam penelitian pengelolaan lingkungan kawasan industri yang berwawasan lingkungan sesuai dengan kriteria PROPER KLHK peringkat hijau, dilakukan analisis kondisi perkembangan situasional keberlanjutan KIJA berdasarkan laporan tahunan dari tahun 2008 sampai dengan 2014. Analisis status keberlanjutan dilakukan dengan metoda multidimensional scaling MDS dalam lima dimensi, yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, serta kelembagaan. Kelima dimensi utama dalam pengelolaan lingkungan tersebut sejalan bila dibandingkan dengan hasil penelitian Jampanil et al. 2012, yang mengevaluasi tentang penerapan ekologi industri di kawasan industri Maptaphut Thailand dengan hasil terdapat lima faktor penting yaitu fisik, ekonomi, sosial, lingkungan dan manajemen. 58 Tabel 17 Kriteria PROPER KLHK peringkat hijau sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 3 tahun 2014 Kriteria Penilaian Nilai Maksimal A Dokumen Ringkasan Pengelolaan Lingkungan 150 a Pendahuluan 0.5 b Sistem manajemen lingkungan 1 c Efisiensi energi 20.5 d Penurunan emisi 20.5 e 3R limbah B3 19.5 f 3R limbah non B3 19.5 g Efisiensi air dan penurunan beban pencemaran 34.5 h Perlindungan kehati 17 i Pemberdayaan masyarakat 17 B Sistem Manajemen Lingkungan 100 a Kebijakan lingkungan 5 b Perencanaan 16 c Implementasi 35 d Upaya pengecekan dan perbaikan 18 e Tinjauan oleh manajer 4 f Rentang pengaruh 7 g Sertifikasi 15 C Pemanfaatan Sumber Daya 1 Efisiensi energi 100 a Kebijakan energi 2 b Struktur dan tanggung jawab 3 c Perencanaan 10 d Audit energi 10 e Pelatihan kompetensi 9 f Pelaporan 6 g Standar nilai benchmarking 30 h Implementasi program 30 2 Pengurangan dan pemanfaatan limbah B3 100 a Kebijakan pengelolaan limbah padat B3 2 b Struktur dan tanggung jawab 4 c Perencanaan 4 d Pelatihan kompetensi 2 e Pelaporan 13 f Standar nilai benchmarking 20 g Implementasi program 55 3 Pengurangan dan pemanfaatan limbah Non B3 100 a Kebijakan pengelolaan limbah padat non B3 2 b Struktur dan tanggung jawab 4 c Perencanaan 4 d Pelatihan kompetensi 3 e Pelaporan 10 f Standar nilai benchmarking 20 g Implementasi Program 57 4 Pengurangan pencemar udara 100 a Kebijakan pengurangan pencemar udara 2 b Struktur dan tanggung jawab 1.5 c Perencanaan 2.5 d Inventarisasi emisi 9 e Pelatihan kompetensi 1 f Pelaporan 9 g Standar nilai benchmarking 20 h Implementasi program 55 5 Efisiensi air dan penurunan beban pencemaran 100 a Kebijakan efisiensi air 1 b Struktur dan tanggung jawab 2 c Perencanaan 3 d Pelatihan kompetensi 5 e Pelaporan efisiensi air 10 f Pelaporan penurunan beban pencemaran 9 g Standar nilai benchmarking 20 h Implementasi program 50 6 Perlindungan keanekaragaman hayati 100 a Kebijakan perlindungn keanekaragaman hayati 2 b Struktur dan tanggung jawab 6 c Perencanaan 28 d Pelaporan 17 e Implementasi program 47 D Pengembangan Masyarakat 100 a Kebijakan pengembangan masyarakat 3 b Struktur dan tanggung jawab 8.5 c Alokasi dana pengembangan masyarakat 5 d Perencanaan 42 e Implementasi 13 f Monitoring dan evaluasi 17 g Hubungan sosial internal dan eksternal 7.5 h Publikasi dan penghargaan 4 T O T A L 950 59 Pada tahap pertama analisis MDS, dilakukan pengelompokan kriteria PROPER KLHK sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 3 tahun 2014 yang Tabel 17 ke dalam atribut lima lima dimensi yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan kelembagaan. Rincian penjabaran item penilaian serta besaran nilai PROPER ke dalam item atribut MDS beserta nilainya dapat dilihat pada Lampiran 7 dengan ringkasan dapat dilihat pada Tabel 18.Sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 3 tahun 2014 Lampiran III Bagian C No 2.a jumlah nilai maksimal adalah 950 Tabel 17 dan Tabel 19, dengan demikian pengelompokannya dalam lima dimensi sebagai atribut dalam analisis MDS jumlah nilainya tetap atau sesuai ketentuan tersebut yaitu 950 Tabel 18. Setiap atribut ditentukan definisinya agar hasil penilaian atribut sesuai dengan definisi dan tujuan sistem. Penentuan atribut dan definisinya disusun dan dibahas bersama dengan tiga orang pakar, yaitu dari pihak perusahaan KIJA dan perusahaan industri yang telah berpengalaman lebih dai 10 tahun, serta dari Kementerian KLHK. Pada definisi atribut juga ditentukan kriteria skor untuk masing-masing nilai skor yang ditentukan dari nilai terendah 0 tidak ada, 1rendah, 2 sedang, dan tertinggi 3 tinggi. Pendefinisian ini dilakukan secara hati-hati, agar tidak terjadi kesalahan persepsi antara masing masing pakar maupun pada proses penilaian lebih lanjut. Hasil dari pembahasan tersebut diperoleh atribut-atribut lima dimensi yang dirangkum dalam Tabel 18, sedangkan rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 8 sampai dengan Lampiran 12. Berdasarkan rincian hasil pembahasan dengan pakar pada Lampiran 8 sampai dengan Lampiran 12, definisi atribut- atribut tersebut adalah :

A. Dimensi Ekologi

1. Rentang pengaruh sistem manajemen lingkungan SML Lingkup rentang pengaruh SML yan dikelola perusahaan dan memiliki aspek penting bagi perusahaan sendiri dan telah mencakup pengaturan kepada pemasok supplier input maupun konsumen output. 2. Implementasi program efisiensi energi Perusahaan memiliki perencanaan strategis efisiensi energi yang dilengkapi dengan cara, jadwal, dan data pelaporan minimal tiga tahun, serta efisiensi energi masuk dalam 25 terbaik kandidat proper peringkat hijau 3. Implementasi program 3R limbah B3 Perusahaan melakukan inventarisasi limbah B3, dan program pemanfaatan dilengkapi dengan cara dan waktu, data pelaporan minimal tiga tahun, serta pengurangan ≥ 10 dan pemanfaatan ≥ 50 4. Implementasi program 3R limbah non B3 Perusahaan melakukan inventarisasi sampah, dan program pemanfaatan sampah dilengkapi dengan cara dan waktu, serta data pelaporan minimal tiga tahun, serta pengurangan ≥ 10 dan pemanfaatan ≥ 50 60 Tabel 18 Atribut- atribut dalam lima dimensi MDS sesuai kriteria PROPER 5. Implementasi program penurunan pencemaran udara Perusahaan memiliki rencana strategis pengurangan pencemaran udara dilengkapi dengan cara, jadwal waktu, dan data pelaporan minimal empat tahun, mengikuti program CDM clean development mechanism, serta berhasil masuk dalam 25 terbaik kandidat proper peringkat hijau. No Atribut Nilai I Dimensi Ekologi 267.5 1.1 Rentang pengaruh sistem manajemen lingkungan 7 1.2 Implementasi program efisiensi energi 26 1.3 Implementasi program 3R limbah B3 42 1.4 Implementasi program 3R limbah non B3 39 1.5 Implementasi program penurunan pencemaran udara 41.5 1.6 Implementasi konservasi air dan penurunan beban pencemaran air 42 1.7 Implementasi program perlindungan keanekaragaman hayati kehati 70 II Dimensi Ekonomi 190.5 2.1 Alokasi dana implementasi sistem manajemen lingkungan 4 2.2 Alokasi dana implementasi efisiensi energi 10 2.3 Alokasi dana implementasi program 3R limbah B3 22 2.4 Alokasi dana implementasi program 3R limbah non B3 24 2.5 Alokasi implementasi konservasi air dan penurunan beban pencemaran air 15.5 2.6 Alokasi dana implementasi program penurunan pencemaran udara 11 2.7 Alokasi dana implementasi program perlindungan kehati 14 2.8 Alokasi dana program pengembangan masyarakat 5 2.9 Alokasi dana pelatihan dan kompetensi sesuai sembila kriteria proper hijau 20 2.10 Alokasi dana benchmarking dan sertifikasi terkait sembilan kriteria proper hijau 65 III Dimensi Sosial 83.5 3.1 Perencanaan program pengembangan masyarakat 42 3.2 Implementasi program pengembangan masyarakat 13 3.3 Monitoring dan evaluasi program pengembangan masyarakat 17 3.4 Hubungan sosial internal dan eksternal 7.5 3.5 Publikasi dan penghargaan program pengembangan masyarakat 4 IV Dimensi Teknologi 89 4.1 Audit energi dan efisiensi energi 20 4.2 Program 3R limbah B3 10 4.3 3R limbah non B3 10 4.4 Program penurunan pencemaran udara 19 4.5 Program konservasi air dan penurunan beban pencemaran air 20 4.6 Program perlindungan keanekaragaman hayati. 10 V Dimensi Kelembagaan 319.5 5.1 Sistem manajemen lingkungan kebijakan, perencanaan, implementasi, checking dan review , tinjauan manajer 73 5.2 Kebijakan energi SML, Air, 3R limbah B3, 3R limbah non B3, emisi, kehati, pengembangan masyarakat 15 5.3 Struktur dan tanggung jawab tentang energi, air, 3R limbah B3, 3R limbah non B3, emisi, kehati, pengembangan masyarakat. 21.5 5.4 Benchmarking tentang energi, air, 3R limbah B3, 3R limbah non B3, emisi, kehati, pengembangan masyarakat. 60 5.5 Dokumen ringkasan kinerja pengelolaan lingkungan DRKPL 150 T O T A L 950 61 6. Implementasi konservasi air dan penurunan beban pencemaran air Perusahaan memiliki rencana strategis efisiensi air dilengkapi dengan cara, jadwal waktu, data efisiensi air minimal empat tahun, data penurunan beban pencemaran air minimal empat tahun, serta keberhasilan efisiensi air dan keberhasilan penurunan beban pencemaran air masuk dalam 25 terbaik kandidat proper hijau 7. Implementasi program perlindungan keanekaragaman hayati kehati Perusahaan menetapkan kawasan konservasi alam, memiliki rencana strategis perlindungan keanekaragaman hayati, data status sumber daya kehati minimal dua tahun, terjadi peningkatan status formal sebagai kawasan konservasi, dan memiliki dampak positif terukur terhadap ekosistem, serta masuk dalam 25 terbaik kandidat proper hijau.

B. Dimensi Ekonomi 1. Alokasi dana implementasi sistem manajemen lingkungan

Perusahaan merealisasikan dana pelaksanaan program sistem manajemen lingkungan selama tiga tahun berturut-turut, serta tersedia data perbandingan dana program tersebut terhadap laba perusahaan dalam satu tahun terakhir. 2. Alokasi dana implementasi efisiensi energi Perusahaan merealisasikan dana pelaksanaan program efisiensi energi selama tiga tahun berturut-turut, serta tersedia data perbandingan dana program tersebut terhadap laba perusahaan satu tahun terakhir. 3. Alokasi dana implementasi program 3R limbah B3 Perusahaan merealisasikan dana pelaksanaan program 3R limbah B3 selama tiga tahun berturut-turut, serta tersedia data perbandingan dana program tersebut terhadap laba perusahaan dalam satu tahun terakhir. 4. Alokasi dana implementasi program 3R limbah non B3 Perusahaan merealisasikan dana pelaksanaan program 3R limbah non B3 selama tiga tahun berturut-turut, serta tersedia data perbandingan dana program tersebut terhadap laba perusahaan dalam satu tahun terakhir. 5. Alokasi implementasi konservasi air dan penurunan beban pencemaran air Perusahaan merealisasikan dana pelaksanaan program efisiensi air selama tiga tahun berturut-turut, serta tersdia data perbandingan dana program tersebut terhadap laba perusahaan dalam satu tahun terakhir. 6. Alokasi dana implementasi program penurunan pencemaran udara Perusahaan merealisasikan dana pelaksanaan program pengurangan pencemaran udara selama tiga tahun berturut-turut, serta tersedia data perbandingan dana program tersebut terhadap laba perusahaan dalam satu tahun terakhir. 7. Alokasi dana implementasi program perlindungan kehati Perusahaan merealisasikan dana pelaksanaan program perlindungan keanekaragaman hayati selama tiga tahun berturut-turut, serta tersedia data perbandingan dana program tersebut terhadap laba perusahaan dalam satu tahun terakhir. 62 8. Alokasi dana program pengembangan masyarakat Perusahaan merealisasikan dana pelaksanaan program pengembangan masyarakat selama tiga tahun berturut-turut, serta tersedia data perbandingan dana program tersebut terhadap laba perusahaan dalam satu tahun terakhir. 9. Alokasi dana pelatihan dan kompetensi sesuai sembilan kriteria proper hijau Perusahaan merealisasikan dana pelaksanaan program pelatihan dan peningkatan kompetensi proper peringkat hijau selama tiga tahun berturut- turut, serta tersedia data perbandingan dana program tersebut terhadap laba perusahaan satu tahun terakhir. 10. Alokasi dana benchmarking dan sertifikasi sesuai sembilan kriteria proper hijau Perusahaan merealisasikan dana pelaksanaan program benchmarking dan sertifikasi terkait proper hijau selama tiga tahun berturut-turut, serta tersedia data perbandingan dana program tersebut terhadap laba perusahaan dalam satu tahun terakhir.

C. Dimensi Sosial 1. Perencanaan program pengembangan masyarakat

Perusahaan memiliki pemetaan sosial empat tahun terakhir, rencana kerja tahunan, dan rencana strategis lima tahunan. 2. Implementasi program pengembangan masyarakat Implementasi program sesuai dengan rencana kerja yang dibuktikan dalam indikator jadwal dan sasaran program, implementasi program lain yang tidak direncanakan, serta adanya partisipasi pihak terkait. 3. Monitoring dan evaluasi program pengembangan masyarakat Perusahaan memiliki sistem monitoring dengan melibatkan pihak terkait, memiliki bukti dan dokumen evaluasi resmi dan indeks kepuasan masyarakat, serta tersedianya institusi yang didirikan untuk mendukung keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat 4. Hubungan sosial internal dan eksternal Perusahaan memiliki sistem tata kelola hubungan internal yang dinyatakan dengan adanya serikat pekerja SP, perjanjian kerja bersama PKB, sistem dan data tata kelola perselisihan internal. Perusahaan memiliki sistem tata kelola eksternal yang dinyatakan dengan sistem tata kelola perselisihan dengan pihak terkait masyarakat dan pemerintah. 5. Publikasi dan penghargaan program pengembangan masyarakat Perusahaan menerapkan manajemen pengetahuan dalam mendorong inovasi program pengembangan masyarakat dalam waktu dua tahun terakhir sehingga mendapat penghargaan dan atau publikasi atas inovasi program pengembangan masyarakat.

D. Dimensi Teknologi 1. Audit energi dan efisiensi energi

Perusahaan menunjukkan bukti audit energi dalam tiga tahun terakhir, diseminasi tentang efisiensi energi, serta teknologi yang dikembangkan memperoleh hak paten dari pihak yang berwenang. 63 2. Program 3R limbah B3 Perusahaan melakukan manajemen pengetahuan knowledge management dalam mendorong inovasi teknologi di bidang pengelolaan limbah B3 3. 3R limbah non B3 Perusahaan melakukan manajemen pengetahuan knowledge management dalam mendorong inovasi teknologi di bidang pengelolaan limbah non B3 4. Program penurunan pencemaran udara Perusahaan memiliki sistem inventarisasi emisi dan melakukan manajemen pengetahuan knowledge management dalam mendorong inovasi teknologi di bidang pengurangan pencemaran udara 5. Program konservasi air dan penurunan beban pencemaran air Perusahaan melakukan manajemen pengetahuan knowledge management dalam mendorong inovasi teknologi di bidang konsevasi air dan penurunan beban pencemaran air 6. Program perlindungan keanekaragaman hayati Perusahaan melakukan manajemen pengetahuan knowledge management dalam mendorong inovasi teknologi di bidang konsevasi sumberdaya biologi dan perlidungan keanekaragaman hayati Dimensi Kelembagaan 1. Sistem manajemen lingkungan kebijakan, perencanaan, implementasi, checking dan review, tinjauan manajer. Perusahaan menetapkan program SML, pelaksanaan SML komunikasi, kontrol dokumen, sistem tanggap darurat, upaya pengecekan dan perbaikan program, serta review berkala oleh manajemen puncak. 2. Kebijakan energi, SML, air, 3R limbah B3, 3R limbah non B3, emisi, kehati, pengembangan masyarakat. Perusahaan memiliki kebijakan tertulis tentang sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, konservasi air, 3R limbah B3, 3R limbah non B3, pengurangan emisi udara, kehati dan pengembangan masyarakat 3. Struktur dan tanggung jawab tentang energi, air, 3R limbah B3, 3R limbah non B3, emisi, kehati, pengembangan masyarakat. Perusahaan menetapkan struktur organisasi dan sumber daya manusia yang kompeten, serta memiliki kerjasama dengan pihak lain terkait pelaksanaan program efisiensi energi, efisiensi air, 3R limbah B3, 3R limbah non B3, penurunan emisi, kehati dan pengembangan masyarakat 4. Benchmarking tentang energi, air, 3R limbah B3, 3R limbah non B3, emisi, kehati, dan pengembangan masyarakat. Perusahaan melakukan standar nilai benchmarking secara eksternal dengan industri sejenis di bidang pemanfaatan energi, efisiensi air, 3R limbah B3, 3R limbah non B3, pengurangan pencemaran emisi udara dan mendapat peringkat minimal di tingkat nasional. 5. Dokumen ringkasan kinerja pengelolaan lingkungan DRKPL Perusahaan menyajikan DRKPL sesuai dengan ketentuan KLHK baik mengenai format, kelengkapan data, dokumen-dokumen pendukung, serta substansi melebihi baku mutu beyond compliance 64 Perumusan seluruh atribut, definisi beserta kriteria skor untuk semua dimensi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8 sampai dengan Lampiran 12. Selanjutnya berdasarkan atribut MDS tersebut dilakukan pembahasan internal KIJA dalam forum diskusi oleh dua orang manajer yang telah berpengalaman lebih dari sepuluh tahun terkait PROPER dan satu orang kepala seksi dalam FGD forum group discussion internal untuk mengisi skor berdasarkan data-data laporan tahunan PROPER KIJA tahun 2008 sampai dengan tahun 2014. Hasil pengisian skor ini dapat dilihat pada Lampiran 13. Berdasarkan data tahun 2008 sampai dengan 2014 tersebut, KIJA mendapat peringkat PROPER KLHK peringkat biru 100 taat untuk tahun 2008, 2010 dan 2012-2014, sedangkan pada tahun 2009 dan 2011 mendapat peringkat hijau melebihi ketaatan. Hal ini menunjukkan bahwa KIJA selama ini minimal telah memenuhi semua peraturan perundang-undangan tanpa adanya temuan yang bersifat mayor sesuai kriteria PROPER, bahkan pada tahun 2009 dan 2011 menunjukkan kinerja beyond compliance sesuai standar penilaian yang berlaku pada tahun tersebut. Acuan penilaian PROPER mengalami perubahan dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 Tabel 19. Dalam penelitian ini dibatasi hanya mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 04 tahun 2014. Tabel 19 Standar penilaian proper dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2014 Dalam pembahasan dalam FGD manajemen KIJA digunakan data-data implementasi di bidang sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, 3R limbah non B3, 3R limbah B3, konservasi air, penurunan emisi, perlindungan keanekaragaman hayati, serta pemberdayaan masyarakat, juga didukung rincian data-data lain yang tidak diijinkan perusahaan untuk di tampilkan. Lampiran 1 menunjukkan data kualitas udara ambien selama tahun 2013 dan 2014 sebagai gambaran situasional bahwa saat ini KIJA telah mempunyai kualitas udara yang telah memenuhi ketentuan pemerintah yang berlaku, yaitu baku mutu udara ambien nasional sesuai Perairan Pemerintah No 41 tahun 1999. 032014 062013 052011 5192009 1 DRKPL 150 2 Sistem manajemen lingkungan 100 100 100 100 3 Pemanfaatan sumber daya a. Efisiensi energi 100 100 100 b. Penurunan emisi 100 100 150 c. Efisiensi air 100 100 100 d. Penurunan limbah B3 100 100 100 e. 3R Limbah non B3 100 100 100 f. Kehati 100 100 100 4 Pengembangan 100 100 100 200 masyarakat TOTAL 950 800 850 600 No Nilai maksimal sesuai peraturan Menteri Lingkungan Hidup 300 Komponen penilaian PROPER peringkat hijau 65 Pada Lampiran 2 dan Lampiran 3 ditunjukkan mengenai hasil kinerja pengelolaan air limbah tahun 2013 dan 2014 yang yang dilaksanakan pada dari IPAL terpusat di fase 1 maupun 2 telah memenuhi standar kualitas air limbah kawasan industri sesuai Peraturan Menteri KLH No : 03 tahun 2010 tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri. Selanjutnya kualitas kebisingan KIJA dan sekitarnya pada tahun 2013 dan 2014 dapat dilihat dalam Lampiran 4 menunjukan memenuhi Keputusan Menteri Lingkungan Hidup sesuai Kep-48MENLH111996, kualitas air tanah di sumur- sumur yang digunakan oleh masyarakat sekitar dalam Lampiran 5 memenuhi kualitas air bersih sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No 416MENKESPer- IX1990. Kualitas air sungai sebelum dan sesudah melalu KIJA memenuhi kualitas Badan Air Golongan B sesuai Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 381991 dapat dilihat pada Lampiran 6. Data hasil pengisian skor dari pelaksanaan FGD tersebut dari data tahun 2008 sampai dengan 2014 sesuai Lampiran 13 tersebut selanjutnya diproses dengan software rapfish yang telah dimodifikasi menjadi rap-proindes dengan rincian hasil dapat dilihat pada Lampiran 14 dengan ringkasan hasil nilai indeks keberlanjutan pada Tabel 20. Tabel 20 Nilai indeks hasil analisis MDS tahun 2008 sampai dengan tahun 2014 Secara statistik hasil analisis MDS pada kelima dimensi pada Lampiran 14 dirangkum dalam Tabel 21 mempunyai nilai stress yang lebih kecil dari 25. Menurut Kavanagh 2001, nilai stress pada analisis MDS sudah cukup memadai jika diperoleh kurang dari 25. Semakin kecil nilai stress berarti semakin baik kualitas hasil analisis yang dilakukan. Nilai koefisien determinasi R 2 semakin baik bila nilai semakin besar mendekati 1. Pada penelitian ini nilai koefisien determinasi yang dihasilkan sesuai Tabel 21 berkisar antar 92.77 sampai dengan 96.12 , dengan demikian syarat parameter stress dan R 2 telah dipenuhi pada hasil analisis MDS tersebut. Selain itu nilai selisih antara hasil analisis MDS dengan analisis Monte Carlo juga cukup kecil sehingga disimpulkan pengaruh galat error dalam pemberian skor cukup kecil juga Tabel 21. Tahun Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan 2008 12.63 35.42 19.33 10.07 59.74 2009 21.98 43.17 17.93 10.07 59.74 2010 18.88 35.06 15.41 10.07 59.74 2011 31.78 44.73 26.10 10.07 59.74 2012 31.78 35.06 22.52 10.07 59.74 2013 31.78 35.06 26.10 16.53 66.91 2014 40.87 35.06 28.58 16.53 66.91 66 Tabel 21 Rekapitulasi nilai R 2 , stress dan selisih nilai MDS dengan Monte Carlo Berdasarkan kriteria status keberlanjutan menurut Fauzi dan Anna 2005, hasil analisa MDS tahun 2008 -2014 tercantum dalam Tabel 22. Tabel 22 Status keberlanjutan multi dimensi tahun 2008 – 2014 Parameter Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan 2008 R² 94.46 95.26 94.76 94.3 92.77 stress 19.72 21.72 23.64 22.98 24.28 Selisih 0.46 0.83 1.59 0.64 0.85 Jumlah iterasi 3 2 2 2 2 2009 R² 96.12 95.09 94.79 94.3 92.77 stress 20.08 21.85 23.64 22.98 24.28 Selisih 0.78 0.57 0.98 0.68 0.68 Jumlah iterasi 3 2 2 2 2 2010 R² 95.27 96.15 94.94 94.3 92.77 stress 21.77 19.9 23.59 22.98 24.28 Selisih 0.02 0.87 1.29 0.36 0.37 Jumlah iterasi 2 3 2 2 2 2011 R² 94.9 95.02 94.69 94.3 92.77 stress 22.42 22.18 24 22.98 24.28 Selisih 1.54 0.2 0.51 0.9 0.83 Jumlah iterasi 2 2 2 2 2 2012 R² 94.9 95.27 94.93 94.3 94.23 stress 22.42 21.77 23.59 22.98 23.63 Selisih 0.92 1.04 1.33 0.69 1.86 Jumlah iterasi 2 2 2 2 2 2013 R² 95.27 94.69 94.58 94.9 94.23 stress 21.77 24 22.97 22.97 23.63 Selisih 1.04 0.79 0.46 0.19 0.98 Jumlah iterasi 2 2 2 2 2 2014 R² 94.8 95.27 94.67 94.58 94.23 stress 23 21.77 24 22.97 23.63 Selisih 0.58 0.75 1.13 0.78 1.14 Jumlah iterasi 2 2 2 2 2 = Selisih antara nilai MDS dengan nilai Monte Carlo Tahun Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan 2008 Tidak berkelanjutan Kurang berkelanjutan Tidak berkelanjutan Tidak berkelanjutan Cukup berkelanjutan 2009 Tidak berkelanjutan Kurang berkelanjutan Tidak berkelanjutan Tidak berkelanjutan Cukup berkelanjutan 2010 Tidak berkelanjutan Kurang berkelanjutan Tidak berkelanjutan Tidak berkelanjutan Cukup berkelanjutan 2011 Kurang berkelanjutan Kurang berkelanjutan Kurang berkelanjutan Tidak berkelanjutan Cukup berkelanjutan 2012 Kurang berkelanjutan Kurang berkelanjutan Tidak berkelanjutan Tidak berkelanjutan Cukup berkelanjutan 2013 Kurang berkelanjutan Kurang berkelanjutan Kurang berkelanjutan Tidak berkelanjutan Cukup berkelanjutan 2014 Kurang berkelanjutan Kurang berkelanjutan Kurang berkelanjutan Tidak berkelanjutan Cukup berkelanjutan 67 Gambar 21 Diagram layang hasil analisis MDS tahun 2008 sampai dengan 2014 Dari Tabel 22 dapat dilihat bahwa baru dimensi kelembagaan yang telah memiliki status cukup berkelanjutan sejak tahun 2008. Perkembangan status keberlanjutan setiap dimensi adalah : 1. Ekologi : ada perbaikan kinerja dari status tidak keberlanjutan pada tahun 2008 sampai dengan 2010, menjadi status kurang keberlanjutan sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2014 dengan peningkatan nilai cukup tinggi yaitu menjadi 40.87 dari tahun 2008 sebesar 12.63. 2. Ekonomi : selama tahun 2008 sampai dengan tahun 2014 tidak terjadi peningkatan dari status kurang keberlanjutan dengan nilai naik turun berkisar 35 sampai dengan 45, bahkan pada tiga tahun terakhir tidak ada peningkatan dari nilai dari sebesar 35.06. 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan 2008 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan 2009 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan 2010 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan 2011 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan 2012 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan 2013 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 Ekologi Ekonomi Sosial Teknologi Kelembagaan 2014 68 3. Sosial : secara umum terjadi peningkatan keberlanjutan meskipun nilainya masih rendah, yaitu sebesar 19.33 pada tahun 2008 dan menjadi 28.58 pada tahun 2014. 4. Teknologi : secara umum terjadi tidak peningkatan dari status tidak keberlanjutan meskipun nilainya meningkat menjadi 16.53 pada tahun 2013- 2014 dibandingkan sebesar 10.07 pada tahun 2008-2012. 5. Kelembagaan : sejak tahun 2008 telah mempunyai status cukup berkelanjutan dan semakin meningkat nilainya pada tahun 2013 dan 2014. Nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2014 dipetakan dalam diagram layang pada Gambar 21. Sesuai tujuan dalam analisis MDS yaitu selain untuk menentukan status keberlajutan juga untuk mendapatkan faktor-faktor pengungkit yang sensitif mempengaruhi sistem, selanjutnya sesuai data faktor pengungkit leverage hasil analisis MDS pada Lampiran 14 dibuat ringkasan pada Tabel 23. Penentuan faktor-faktor pengungkit tersebut berdasarkan nilai RMS root mean square lebih tinggi dari median. Penjelasan faktor pengungkit pada Tabel 23 terkait dengan perkembangan status keberlanjutan setiap dimensi sejak tahun 2008 sampai dengan tahun 2014 berdasarkan data Lampiran 8 sampai dengan Lampiran 13 adalah sebagai berikut : 1. Tahun 2008 a. Nilai indeks ekologi sebesar 12.63 tidak berkelanjutan dengan faktor pengungkit implementasi program keanekaragaman hayati kehati, 3R limbah B3 dan sistem manajemen lingkungan SML. Sesuai dengan data Lampiran 8 dan Lampiran 13, pada tahun 2008 baru ada struktur SML dan dokumentasinya, ada program limbah B3 yang terdiri dari inventarisasi limbah B3, program pengurangan dilengkapi jadwal dan cara, serta pelaporan minimal tiga tahun, dan keberhasilan pengurangan hanya ≥ 2, keberhasilan pemanfaatan hanya ≥ 5. b. Nilai indeks ekonomi sebesar 35.42 kurang berkelanjutan dengan faktor pengungkit alokasi dana untuk program kehati, air, udara, 3R limbah 3 dan efisiensi energi. Sesuai dengan data Lampiran 9 dan Lampiran 13, pada tahun 2008 sudah ada alokasi dana rutin untuk efisiensi energi, SML, 3R limbah B3 dan pengembangan masyarakat, sedangkan untuk 3R limbah non B3 dan pelatihan belum rutin dialokasikan. c. Nilai indeks sosial sebesar 19.33 tidak berkelanjutan dengan faktor pengungkit perencanaan dan implementasi pengembangan masyarakat. Sesuai dengan data Lampiran 10 dan Lampiran 13, pada tahun 2008 baru ada pemetaan sosial dan implementasi yang sesuai belum melampaui rencana kerja. d. Nilai indeksi teknologi sebesar 10.07 tidak berkelanjutan dengan faktor pengungkit teknologi 3R limbah B3, 3R limbah non B3 dan udara. Sesuai dengan data Lampiran 11 dan Lampiran 13, pada tahun 2008 baru ada sistem inventarisasi pencemaran emisi udara dan sama sekali belum ada teknologi terkait 3R limbah B3 dan 3R limbah B3. 69 Tabel 23 Ringkasan faktor pengungkit multi dimensi tahun 2008 - 2014 e. Perusahaan telah memiliki dimensi kelembagaan yang tergolong cukup keberlanjutan dengan nilai 59.74, sedangkan faktor pengungkitnya adalah benchmarking , struktur organisasi dan kebijakan lingkungan. Sesuai dengan data Lampiran 12 dan Lampiran 13, pada tahun 2008 telah ada kebijakan tertulis yang ditanda tangani pucuk pimpinan tentang sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, 3R limbah B3, 3R limbah non B3, pengurangan Tahun 2008 Nilai Ekologi 12.63 kehati 3R B3 SM L Ekonomi 35.42 kehati udara air 3R-B3 energi Sosial 19.33 implementasi perencanaan Teknologi 10.07 udara 3R non B3 3R - B3 Kelembagaan 59.74 benchmarking struktur Tahun 2009 Ekologi 21.98 kehati energi SM L Ekonomi 43.17 kehati udara air 3R-B3 energi Sosial 17.93 monitoring perencanaan Teknologi 10.07 udara 3R non B3 3R - B3 Kelembagaan 59.74 benchmarking struktur Tahun 2010 Ekologi 18.88 3R B3 energi SM L Ekonomi 35.06 masyarakat udara air 3R-B3 SM L Sosial 15.41 monitoring implementasi Teknologi 10.07 udara 3R non B3 3R - B3 Kelembagaan 59.74 benchmarking struktur Tahun 2011 Ekologi 31.78 udara 3R B3 3R non B3 Ekonomi 44.73 Benchmarking masyarakat kehati air 3R-B3 Sosial 26.10 hubungan monitoring Teknologi 10.07 udara 3R non B3 3R - B3 Kelembagaan 59.74 benchmarking struktur Tahun 2012 Ekologi 31.78 air udara 3R B3 Ekonomi 35.06 masyarakat udara air 3R-B3 SM L Sosial 22.52 publikasi perencanaan Teknologi 10.07 udara 3R non B3 3R - B3 Kelembagaan 59.74 DRKPL benchmarking Tahun 2013 Ekologi 31.78 air udara 3R B3 Ekonomi 35.06 masyarakat udara air 3R-B3 SM L Sosial 26.10 hubungan monitoring Teknologi 16.53 udara 3R - B3 energi Kelembagaan 66.91 DRKPL benchmarking Tahun 2014 Ekologi 40.87 air udara 3R B3 Ekonomi 35.06 masyarakat udara air 3R-B3 SM L Sosial 28.58 hubungan monitoring Teknologi 16.53 udara 3R - B3 energi Kelembagaan 66.91 DRKPL benchmarking Faktor Pengungkit 70 emisi udara, kehati dan pengembangan masyarakat. Selain itu telah telah ada struktur organisasi di bidang lingkungan dengan sumber daya manusia berlatar belakang pendidikan yang memadai yang dipimpin oleh manajer untuk masing-masing program, serta mempunyai kerja sama dengan pihak terkait.

2. Tahun 2009

a. Nilai indeks ekologi meningkat menjadi dari 12.63 menjadi 24.47. Faktor pengungkit kehati dan SML tetap, namun faktor 3R limbah B3 digantikan faktor efisiensi energi. Ini berarti pada tahun 2009 ada perbaikan pada implementasi program 3R limbah B3 sehingga indeks keberlanjtutan naik, dan muncul faktor penting baru yaitu efisiensi energi. b. Nilai indeks ekonomi meningkat dari 35.42 menjadi 43.17 dengan faktor pengungkit yang masih sama dengan tahun 2008. Berdasarkan data Lampiran 9 dan Lampiran 13, peningkatan ini karena adanya tambahan alokasi dana perlindungan kehati secara rutin dari tahun 2008 tidak ada alokasi dana. c. Nilai indeks sosial 19.33 menjadi 17.93. Faktor pengungkit yang tetap adalah perencanaan pengembangan masyarakat, sedangkan faktor implementasi pengembangan masyarakat digantikan dengan monitoringnya pengembangan masyarakat. Hal ini berarti meskipun ada perbaikan pada implementasi, namun belum dilakukan program pada monitoringnya sehingga faktor monitoring menjadi faktor pengungkit. d. Dimensi teknologi dan kelembagaan 2009 tidak ada perubahan signifikan terhadap tahun 2008 berdasarkan kinerja 2009 hampir sama dengan 2008 dengan faktor pengungkit yang sama dan indeks keberlanjutan yang tetap sama yaitu 59.74 e. Pada tahun 2009 perusahaan berhasil mendapatkan proper peringkat hijau sesuai dengan kriteria yang berlaku berdasarkan Kep-Menlh No 519 tahun 2009. Ketentuan PROPER tahun 2009 Tabel 17, mempunyai nilai maksimal hanya 600 dibandingkan saat ini sebesar 950, dengan kriteria yang jauh lebih sederhana.

3. Tahun 2010

a. Nilai indeks ekologi turun sedikit dari 21.98 menjadi 18.88. Faktor pengungkit yang sama dengan tahun 2009 adalah efisiensi energi dan SML , sedangkan faktor kehati digantikan 3R limbah B3. Hal ini menunjukkan belum ada perbaikan atas efisiensi energi dan SML, munculnya faktor baru 3R limbah B3 sebagai faktor yang lebih penting karena sejak 2008 belum ada perbaikan kinerja keberhasilan atas pengurangan limbah B3 masih ≥ 2, keberhasilan pemanfaatan limbah B3 masih ≥ 5. b. Nilai indeks ekonomi turun dari 43.17 menjadi 35.06 dengan faktor pengungkit yang sama yaitu udara, air dan 3R limbah B3, sedangkan faktor kehati dan energi digantikan faktor masyarakat dan SML. Hal ini karena pada tahun 2010 tidak ada perbaikan kinerja faktor masyarakat dan SML. c. Nilai indeks sosial turun dari 17.41 menjadi 15.41 dengan faktor pengungkit yang tetap adalah monitoring, sedangkan faktor perencanaan digantikan faktor implementasi pengembangan masyarakat. Hal ini karena pada tahun 2010 tidak ada implementasi program pengembangan masyarakat yang dijalankan. 71 d. Dimensi teknologi dan kelembagaan 2010 tidak ada perubahan signifikan terhadap tahun 2009 berdasarkan kinerja 2010 dengan faktor-faktor pengungkit sama.

4. Tahun 2011

a. Nilai indeks ekologi meningkat dari 18.88 menjadi 31.78 dengan faktor pengungkit yang tetap adalah 3R limbah B3, sedangkan faktor penggungkit energi dan SML digantikan faktor 3R limbah non B3 dan udara. Hal ini karena perbaikan pada program energi dan SML, sedangkan 3R limbah non B3 dan udara belum ada perbaikan program. b. Nilai indeks ekonomi meningkat dari 35.06 menjadi 44.73 dengan faktor pengungkit yang tetap sama adalah masyarakat, air dan 3R B3, sedangkan faktor SML dan udara digantikan faktor benchmarking dan kehati.Hal ini karena masih belum adanya alokasi dana untuk benchmarking dan ada peningkatan alokasi dana untuk pencemaran udara, serta rutinnya alokasi dana SML. c. Nilai indeks sosial meningkat dari 15.41 menjadi 26.10 dengan faktor pengungkit yang tetap adalah monitoring, sedangkan faktor implementasi digantikan faktor hubungan pengembangan masyarakat. Hal ini karena pada tahun 2010 ada peningkatan fakor implementasi program pengembangan berupa ada implementasi program sesuai dengan rencana kerja yang dibuktikan dalam indikator, jadwal dan sasaran program.menjadi masyarakat yang dijalankan. Sedangkan faktor hubungan masyarakat masih tidak memiliki sistem tata kelola hubungan internal dan eksternal d. Dimensi teknologi dan kelembagaan 2011 tidak ada perubahan signifikan terhadap tahun 2010 berdasarkan kinerja 2011 hampir sama dengan 2010. e. Pada tahun 2011 perusahaan berhasil mendapatkan proper peringkat hijau sesuai dengan kriteria yang berlaku berdasarkan Kep-menlh No 052011.

5. Tahun 2012

a. Nilai indeks ekologi dan teknologi masih sama dengan tahun 2011. b. Nilai indeks ekonomi turun dari 44.73 menjadi 35.06 dengan faktor pengungkit yang tetap adalah masyarakat, air, dan 3R limbah B3, sedangkan faktor benchmarking dan kehati digantikan faktor udara dan SML. Hal ini karena alokasi dana pengurangan pencemara udara dihapus, sedangkan alokasi dana SML tidak ada perbaikan. c. Nilai indeks sosial sedikit turun dari 26.10 menjadi 22.52 dengan faktor pengungkit semua berubah dari faktor monitoring dan hubungan pengembangan masyarakat menjadi faktor publikasi penghargaan dan perencanaan. Ini karena pada tahun 2012 tidak mendapatkan penghargaan dibandingkan tahun sebelumnya. d. Nilai indeks kelembagaan meningkat dari 59.74 menjadi 66.91 dengan faktor pengungkit yag tetap adalah benchmarking, sedangkan faktor struktur digantikan DRKPL. Ini karena faktor struktur meningkat dengan telah mempunyai kinerja yang baik yaitu ada struktur organisasi di bidang lingkungan dengan latar belakang pendidikan yang memadai yang dipimpin oleh manajer untuk masing-masing program, serta mempunyai kerja sama