Penurunan dan Pemanfaatan Limbah B3
48
Limbah B3 dominan di KIJA adalah sludge lumpur hasil proses IPAL, dimana sludge ini sejak tahun 2006 telah dikelola sebagai raw material di pabrik
semen di Cileungsi, Bogor. Sedangkan limbah B3 non dominan dilakukan pengolahan dengan cara mengirim ke PT. PPLI PT Prasadha Pamunah Limbah
Industri.
Dalam rangka mengurangi volume limbah B3 dominan yang dihasilkan, maka KIJA telah melakukan beberapa langkah sebagai berikut :
1. Memisahkan pengolahan sludge organik dan anorganik dengan menggunakan dua unit belt filter press yang bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam
lumpursludge sehingga massa sludge yang dihasilkan menjadi lebih sedikit yang berarti volume limbah B3 juga turun.
2. Membuat sludge drying area SDA dengan menggunakan atap jenis solar tuff yang bertujuan untuk pengurangan kandungan air dalam sludge secara alami
dengan bantuan panas sinar matahari.
10 20
30 40
50 60
70 80
2013 2014
K a
da r
a ir
da la
m l
im ba
h B
3 I
P A
L -1
Tahun
10 20
30 40
50 60
70 80
2013 2014
K a
da r
a ir
da la
m l
im ba
h B
3 I
P A
L -2
Tahun
Sumber : KIJA
Gambar 20 Penurunan kadar air dalam limbahB3, sebelum ■ dan sesudah
□ proses dengan sludge drying area di IPAL-1 dan IPAL-2
5.
Penurunan dan Pemanfaatan Sampah limbah padat non B3
Kegiatan KIJA dalam pemanfatan limbah padat non B3 adalah produksi pupuk organik granular dengan bahan baku dari sampah organik kota Jababeka.
Pilot project pembuatan pupuk organik granular ini memenuhi aspek-aspek
additionalitas dalam upaya pemanfaatan limbah padat non B3, yaitu sebagai
berikut :
49
1. Pemanfaatan limbah padat organik non B3 tidak menarik bagi pelaku-pelaku bisnis karena secara ekonomis tidak menguntungkan. Pola pengelolaan limbah
padat non B3 yang sinergi dengan limbah padat non B3 yang bernilai ekonomis tinggi logam, kertas, dan kayu diharapkan dapat memberikan solusi dalam
membebaskan masyarakat dari masalah bau sampah dan lokasi aktifitas yang hygienis
. Proyek pilot pembuatan pupuk organik granular dengan bahan dasar sampah organik yang dibangun oleh KIJA merupakan pola yang dapat
dikembangkan dengan mendapatkan support dari subsidi pemerintah dalam program pupuk organik bersubsidi program mengurangi ketergantungan
terhadap pupuk anorganik.
2. Pemanfaatan limbah organik menjadi pupuk granular merupakan upaya KIJA untuk mengubah masalah menjadi peluang, banyak hal yang masih perlu
dipelajari dan dikembangkan sehingga sampah organik ini di kemudian hari dapat diolah menjadi bahan baku energi ataupun industri lain sehingga pada
akhirnya memiliki nilai ekonomis yang bertambah. Sampai saat ini popuk organik granular tersebut dimanfaatkan untuk kegiatan pemupukan tanaman di
kawasan, pemupukan penghijauan, pemupukan di Botanic Garden dan Organic Farm
dan kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam hal penanaman padi hitam lokal.
3. Kendala dan hambatan yang dihadapi KIJA dalam melaksanaan 3R limbah padat non B3 diantaranya adalah :
a. Belum membudayanya pemilahan sampah organik, anorganik di tingkat produsen penimbun sampah,
b. Belum adanya regulasi terapan yang mengatur sekaligus memberikan sanksi tegas atas pelanggaran regulasi persampahan,
c. Peran aktif dari pemerintah daerahpusat dalam melakukan pengaturan pola pembuangan, pemanfaatan, dan pengelolaan sampah yang dapat
menjadi panduan bagi masyarakat dalam mengelola sampah organik.
Tabel 13 Pengurangan dan pemanfaatan limbah padat non B3
Kegiatan Limbah
padat Volume
Satuan non B3
2012 2013
2014 Komposting
Sampah organik
975 969
1086 m3tahun
Sumber : KIJA
Intensitas limbah padat non B3 yang dihasilkan sangat kecil dibandingkan dengan produk atau jasa yang dihasilkan karena 90 limbah padat non B3 berasal
dari industri yang berada didalam kawasan, dan sisanya merupakan konstribusi dari komersial. Hal ini karena sebagian industri sudah melakukan pengelolaan
termasuk daur ulang sendiri untuk limbah padat non B3-nya.
50
Perlindungan Keanekaragaman Hayati
Kondisi lahan kota Jababeka sebelum dilakukan pembangunan merupakan suatu wilayah yang berdiri diatas hamparan lahan yang berupa lahan pertanian
tadah hujan, sawah rawa dan pertanian dengan irigasi teknis. Masing-masing jenis lahan tersebut ikut menentukan ekosistem maupun ekonomi masyarakat setempat.
Dari hasil pengukuran KIJA, keanekaragaman vegetasi awal sebelum dibangun Jababeka adalah 2,082. Berdasarkan besaran tersebut dapat dikatakan nilai
keanekaragaman jenis vegetasi rendah.
Tabel 14 Rencana strategis perlindungan keanekaragaman hayati
Sumber : KIJA Dalam upaya KIJA memelihara dan melestarikan keanekaragaman hayati
menjalankan program pembangunan Botanical garden seluas 30 ha dengan visi untuk menjadi kebun raya dengan memelihara keanekaragaman hayati dan
memajukan masyarakat yang sadar lingkungan, sehingga Botanical garden dapat berfungsi sebagai : pusat pendidikan, sumber informasi, tujuan wisataarena olah
ragakegiatan refreshing, dan pusat penelitian. Adapun gambaran umumnya adalah :
1. Pembangunan Botanical garden di lahan marginal merupakan salah satu
pembeda KIJA dengan kawasan industri lain. 2. Botanical garden yang dilengkapi dengan berbagai jenis tanaman buah,
tanaman keras, tanaman langka dan banyak satwa liar yang hidup dengan
No Program Kerja
Output Waktu
Indikator Kinerja Peran Para Pihak
Peningkatan Konservasi In-Situ
1 Pengelolaan bantaran sungai Cipegadungan,
Cilemahabang, Rawa Sentul Penghijauan bantaran sungai Tiap Tahun
Minimal 1000 phntahun Masyarakat Tenant
Pihak ke-3
Peningkatan Konservasi Eks Situ
1 Pengembangan Botanic Garden
1. Tanaman langka 3 tahun
Koleksi tambah 2 tahun
MitraLembagaAso siasi
2. Tanaman spriritual 3 tahun
Koleksi tambah 2 tahun
MitraLembagaAso siasi
3. Tanaman habitat 3 tahun
4. Tanaman Industri 3 tahun
2 Pengembangan Nursery Cadangan bibit
tahunan Cadangan bertambah
12 MitraLembagaAso
siasi Cadangan pohon
tahunan Cadangan bertambah
12 MitraLembagaAso
siasi 3 Pemeliharaan Landscape
Landscape Kawasan Industri harian Budget naik 5-
10tahun MitraLembagaAso
siasi Landscape Kawasan
Perumahan harian
Budget naik 5- 10tahun
Pecinta tanaman 4 Pertanian Organik
Lahan demplot organik 1 tahun
Varietas tanaman bertambah 12
MitraLembagaAso siasi
MengurangiMengendalikan Kerusakan Kehati Asli
1 Proteksi penebangan pohon Regulasi
per tahun Penggantian pohon 3-
5tahun Warga
Pemindahan pohon 1
Kontraktor 2 Estate
MaintenancePemeliharaan Larangan berburu
1-2 tahun dalam 2 tahun zero
Warga
Mendorong Partisipasi Masyarakat
1 Penyuluhan Pertanian Organik ke Masyarakat
1 RW 1 tahun
minimal 2 kali per tahun Warga, Lembaga, tim Ahli
2 Pengenalan Pertanian organik ke Pelajar
10 sekolah 1 tahun
minimal 2 kali per tahun Warga, Lembaga, tim Ahli
51
nyaman serta diselenggarakannya pertanian organik Organic Farming dan wahana lomba burung berkicau dibangun salah satu tujuannya karena
kepedulian KIJA tentang lingkungan hidup dalam menjalankan visi dan misinya sebagai sebagai pengembang kota yang ramah lingkungan.
3. Pembangunan dan pemeliharaanBotanical garden membutuhkan dana yang cukup besar, meskipun demikian karena begitu besarnya kepedulian
perusahaan terhadap biodiversity di Kota Jababeka dan untuk meningkatkan daya tarik dan image kawasan, maka program ini tetap berjalan dan semakin
berkembang dengan diversifikasi organic farming yang cukup berhasil.
4. Tantangan dan kendala yang dihadapi oleh perusahaan adalah kondisi alam Cikarang yang sangat ekstrim rendah dari sisi kesuburan tanah, jenis tekstur
dan struktur tanah yang tidak memadai, serta kondisi cuaca yang panas.
Keempat hal tersebut diatas yang menjadikan Botanical garden KIJA dijadikan unggulan dalam upaya pemeliharaan dan pelestarian keanekaragaman hayati
biodiversity. Perlindungan keanekaragaman hayati yang telah dilakukan selama tiga tahun
terakhir adalah: 1. Pohon-pohon yang telah berusia tua.
Dari banyak pohon berusia tua yang telah berhasil diselamatkan beberapa diantaranya adalah:
a. Pohon asam jawa b. Pohon randu agung
c. Pohon trembesi d. Pohon karet kebo
e. Pohon kiara f. Pohon khayamahoni Afrika
g. Pohon beringin h. Pohon mahoni
2. Perlindungan konservasi fauna Jababeka botanical garden mempunyai berbagai jenis fauna yang tersebar di
kawasan botanical garden mulai dari jenis reptil hingga mamalia. Dengan adanya perlindungan keanekaragaman hayati dan larangan berburu di kawasan Jababeka
memberikan pengaruh positif terhadap ekosistem dalam perlindungan konservasi fauna, salah satunya adalah burung Tabel 15.
3. Pengelolaan bantaran sungai Pengelolaan bantaran sungai dilakukan dengan metode penghijauan. Selama
tiga tahun terakhir total penghijauan yang telah dilakukan untuk pengelolaan bantaran sungai sudah mencapai 4,137 pohon. Pengelolaan bantaran sungai
dilakukan di empat sungai yang membelah Kota Jababeka yakni Sungai Cilemahabang, Sungai Cipegadungan, Sungai Rawa Sentul, Sungai Cikarang dan
Sungai Sempu.
Kegiatan peningkatan keanekaragaman hayati selama tiga tahun terakhir, Jababeka Botanic Garden JBG memiliki berbagai spesies tumbuhan yang
diklasifikasikan antara lain tumbuhan spiritual, tanaman langka, tanaman buah , tanaman habitat, tanaman hias dan tanaman industri.
52
Tabel 15 Data konservasi fauna tahun 2014
Sumber: KIJA
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan keanekaragaman hayati diantaranya :
1 Penambahan koleksi tanaman langka Tanaman langka merupakan organisme yang sulit ditemui karena jumlahnya
sedikit. Tanaman langka koleksi Jababeka Botanical Garden pada tahun 2014 berjumlah 196 tanaman yang terdiri dari 16 spesies tanaman langka.
2 Penambahan koleksi tanaman spiritual. Tanaman spiritual koleksi Jababeka Botanical Garden saat ini berjumlah tujuh
jenis spesies dengan jumlah termasuk penambahan koleksi tahun 2014 yang berjumlah dua spesies tanaman yaitu kayu rapet dan pohon kepuh.
3 Penanaman padi varietas hitam lokal Indonesia sebelum adanya revolusi hijau mempunyai 12 ribu varietas padi
lokal yang salah satu keunggulannya adalah adaptasi dengan lingkungan yang baik. Revolusi hijau mendasarkan pada empat pilar penting yaitu penggunaan
sistem irigasi, pemakaian pupuk kimia secara optimal. Penerapan pestisida sesuai tingkat serangan organism penganggu dan penggunaan bibit varietas
unggul. Tetapi setelah berlalunya revolusi hijau tersebut, varietas padi lokal mulai banyak yang hilang hingga tinggal sekitar 8,000 jenis varietas. Untuk
meningkatkan keanekaragaman hayati Jababeka mencoba menanam padi hitam lokal organik yang dikemas dalam bentuk pemberdayaan masyarakat.
Untuk tahap awal luasan lahan yang dikembangkan saat ini adalah satu ha.
4 Pengembangan Organic Farm Organic Farm
selain menghasilkan produk yang sehat untuk konsumen dan produsen juga berperan penting dalam meningkatkan kesuburan tanah. Prinsip
No Nama Burung
Nama Latin Jumlah
1 Dekukur
Streptopelia ch 211
2 Pentet
Lanius schach 270
3 Ciblek kebun
Prinia familiaris 215
4 Ciblek sawah
Prinia amiliaris olivaces 150
5 Kutilang
Pycnonatus aurigaster 230
6 Branjangan
Mirafra javanica 56
7 Emprit
Ionchura Punctulata 510
8 Burung gereja
Passer montanus 860
9 Cabe-cabean
Dicaeum trochileum 100
10 Prenjak
Prinia familiaris 145
11 Glatik jawa
Padda oryzivora 60
12 Merpati
Columbia lifia 10
13 Clepuk Hantu
Ordo strigiformes 30
53
organic farm yang mengutamakan tanpa penggunaan pestisida kimia dan
pupuk kima menjadikan ekosistem dapat berjalan dengan baik. Organic farm
merupakan salah satu bentuk peningkatan keanekaragaman hayati seiring dengan bertambahnya jenis sayur yang dikembangkan. Jenis
sayur yang saat ini dikembangkan di organic farm yakni : bayam, kangkung, pakchoi, selada, jagung manis, kacang panjang, cabai merah, tomat,
mentimun, basil, kedelai edamame, ubi ungu, labu, paria, oyong dan sebagainya.
5 Pengembangan nursery Nursery
KIJA selain berfungsi sebagai bank tanaman juga sebagai area pengembangan dan perbanyakan tanaman untuk memenuhi kebutuhan
tanaman di kawasan. Saat ini nursery KIJA mampu memproduksi tanaman semak sampai 37 ribu unit dan pohon sampai 7,950 pohon. Dengan jenis total
tanaman yang dikembangkan mencapai 40 jenis tanaman. Tanaman tersebut digunakan untuk penghijauan di bantaran sungai, kavling kosong dan area-
area lain di Jababeka.
6 Kondisi keanekaragaman hayati mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 yang meliputi: sebaran populasi pohon, sebaran
luasan taman, sebaran luasan rumput. Data tersebut dapat dilihat di Tabel 16.
Tabel 16 Data populasi pohon, taman dan rumput di KIJA
Sumber : KIJA
No Program Kehati 2012
2013 2014
A Pohon batang
1 Botanic 11,576
16,000 16,240
2 Nursery 14,957
14,990 15,020
3 Industri 11,576
16,000 16,240
4 Perumahan 124,442
128,462 129,870
5 Golf 15,078
15,078 15,543
B Taman m2
1 Botanic 2 Nursery
3 Industri 383,731
383,881 384,200
4 Perumahan 496,414
496,469 498,430
5 Golf 558,388
558,388 558,388
C Rumput m2
1 Botanic 21,450
21,350 21,850
2 Nursery 500
500 500
3 Industri 1,715,944
1,791,355 1,799,300
4 Perumahan 2,820,809
2,820,809 2,825,070
5 Golf 54,888
54,888 54,888
54
7. Mengurangimengendalikan kerusakan keanekaragaman hayati Untuk mengurangi dan mengendalikan kerusakan keanekaragaman hayati,
dilakukan upaya pencegahan yaitu dengan estate regulation yang berupa proteksi penebangan perusakan pohon baik disengaja maupun tidak
disengaja dan pengenaan sanksi berupa denda bila regulasi tersebut dilanggar. Akumulasi denda tersebut akan dipergunakan untuk mengganti pohon yang
ditebang atau rusak dengan perbandingan penggantian lima pohon untuk satu pohon yang dirusak atau di tebang. Zona larangan berburu juga di berlakukan
terutama dalam Botanical garden dan sekitar area golf. Hai ini dilakukan untuk melindungi satwa yang terdapat di area tersebut.
8. Memanfaatkan keanekaragaman hayati sebagai sarana pendidikan, penelitian, cadangan pangan dan energi alternatif. KIJA bekerjasama dengan organisasi
pecinta lingkungan dalam rangka peran Jababeka Botanic Garden sebagai sarana pendidikan dan penelitian bagi masyarakat disamping peran
penghijauan bagi lingkungan sekitarnya. KIJA melakukan edukasi keanekaragaman hayati melalui program-program yang telah dirancang
bersama organisasi pecinta lingkungan dalam mewujudkan JBG sebagai sarana pendidikan, penelitian, cadangan pangan dan energi altenatif. Program
edukasi yang telah berjalan diantaranya adalah kerjasama penghijauan Jababeka dengan SMPN I Cikarang, kegiatan pengenalan dan penyuluhan
bercocok tanam padi organik dan pengenalan kepada pelajar tentang manfaat bertani organik.
Program dan Implementasi Pengembangan Masyarakat
KIJA yang telah berkembang dari pusat kawasan industri menjadi pengembang skala kota dengan perubahan yang sangat cepat, tentunya mendorong
dalam perencanaannya tidak terpaku pada infratruktur planning yang bersifat fisik spasial maupun phisical environment planning untuk menjaga ekosistem, tetapi
juga menyentuh community planning yang menyangkut aspek sosial ekonomi, budaya masyarakat sekitar sosio sistem. Perubahan lingkungan yang sedemikian
cepat di KIJA membawa kesulitan warga sekitar dalam beradaptasi melangsungkan pola kehidupannya.
Demikian pula bagi kepentingan pelaku bisnis,kesenjangan dan konstelasi lingkungan global, situasi nasional era demokratisasi pasca krisis ekonomi dan
lokal era otonomi membawa peranan untuk menata hubungan industrial baru dengan lingkungan sekitarnya. Lingkungan telah menjalani tiga metamorfosis
yang signifikan, yaitu : industrialisasi, urbanisasi dan demokratisasi.
Menyadari tiga perubahan tersebut, pihak manajemen KIJA mempunyai persoalan tersendiri yaitu pertama, bagaimana mempersiapkan keberlanjutan
jangka panjang sustainability bagi pelaku bisnistenant 1,650 perusahaan industri dari 30 negara; kedua, bagaimana melalui tanggungjawab bersama
meningkatkan derajat kualitas hidup masyarakat be a good corporate citizen sebagaimana tuntutan situasi ekonomi global. Upaya-upaya pemberdayaan
masyarakat diyakini memegang peranan yang strategis baik bagi perusahaan maupun
masyarakat. Perusahaan akan mendapatkan keuntungan atas
terlindunginya aset, terpeliharanya iklim investasi dan keberlanjutan usahanya
55
sustain dan survive, sedangkan bagi masyarakat akan meningkatkan derajat kualitas hidup dan menumbuhkan semangat dan harapan baru dengan peningkatan
perekonomian lokal, meningkatnya produktivitas dan terbukanya wawasan yang mempengaruhi pola dan strategi adaptasi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Oleh karena itu, KIJA merasa perlu untuk melakukan suatu pendekatan strategi manajemen pro lingkungan dengan merancang model
“community based development” yang sesuai dengan karakteristik lingkungan industri dan
masyarakat di sekitar kawasan industri tempat mereka berada guna memahami berbagai tuntutan dan persoalan sosial yang dinamis.Untuk itu karakteristik dari
masyarakat perlu dipetakan dan dikenali dengan baik, dan menjadi masukan penting yang diharapkan menjadi salah satu komponen manajemen strategis KIJA.
Perencanaan dan Pelaksanaan penanganan dampak sosial dan program-program pemberdayaan masyarakat di KIJA mengalami tiga fase yang bersifat incremental
planning
, yakni :
Pertama
, fase awal pembangunan KIJA sebelum tahun 2000 yang disebut sebagai “konsepsi dasar penanganan dampak sosial”, yaitu dengan pendekatan
yang digunakan dalam rancangan awal untuk mengatasi dampak sosial yang muncul akibat pembangunan kawasan industri adalah diserahkan dengan
modernisasi dan mekanisme pasar itu sendiri. Kontak dan komunikasi masyarakat dan Jababeka masih didominasi oleh kepentingan pembebasan lahan, dan
masyarakat belum punya keinginan untuk terlibat dalam sistem produksi di Kawasan Industri.
Kedua , fase pelaksanaan community development secara sporadis Tahun
2000. Program-program sosial yang dilakukan adalah sebagai respon atas permasalahan sosial yang berkembang di masyarakat sebagai akibat eforia
reformasi, demokrasi dan desentralisasi. Masyarakat sendiri belum mampu merumuskan masalahnya sendiri apa, dan untuk apa, yang penting adalah bersikap
dan bersuara lantang menuntut perubahan dan kepedulian perusahaan. Jababeka sebagai pengelola kawasan industri melihat gejala tersebut melakukan tiga
langkah taktis dengan tujuan utama mengamankan investasi dan stabilitas keamanan kawasan pada saat yaitu :
1. KIJA meminta kesediaan para pengusaha industri dan pelaku bisnis di
Jababeka untuk menyerap tenaga kerja lokal, walaupun kualifikasi dan persyaratannya masih jauh dari standar. Dengan program ini secara instant
dapat terserap 1,890 pekerja di 590 perusahaan di Jababeka.
2. KIJA memfasilitasi elemen masyarakat desa sekitar dalam menyatakan pendapat dan tuntutannya, agar tidak menggunakan cara-cara kurang terpuji.
Dalam pelaksanaannya program ini di lakukan dengan turun langsung ke kampung melakukan pendekatan ke tokoh masyarakat, pemuda dan tokoh
kunci lainnya.
3. KIJA melakukan rapid assesment, yang mengadopsi teknik rapid rural appraisal
RRA, untuk mengidentifikasi secara cepat permasalahan yang muncul, yaitu antara lain :
a. Jababeka adalah kawasan transisi yaitu pedesaan-perkotaan, dan tradisional-industri
b. Hubungan KIJA dengan masyarakat masih lemah c. Kualitas sumber daya manusia perlu ditingkatkan untuk mendukung
kebutuhan industri
56
d. Masyarakat belum mampu melihat peluang di sektor informal; e. Struktur pengelompokan masyarakat belum terpetakan
f. Praktek jasa bongkar dan ketidak tertiban ojek yang meresahkan industri; g. Kasus perusakan propertiKIJA.
Terlihat bahwa strategi yang di tempuh masih bersifat sporadis, reaktif, charity
dan bersifat “pemadam kebakaran”. Program–program sosial berangkat dari permasalahan-permasalahan yang diidentifikasi secara sepihak oleh Jababeka,
dan belum tentu menjadi kebutuhan masyarakat. Program-program tersebut kemudian menjadi isu strategis bagi community development Jababeka pada saat
itu. Pendekatan ini cukup efektif untuk jangka pendek, namun pendekatan ini
masih memandang bahwa “masyarakat adalah masalah” dan sebaliknya “kehadiran industri bukan masalah”.
Ketiga , fase pelaksanaan community development terpola dan terstruktur
setelah tahun 2003. Pelaksanaan community development pada fase ini di awali melalui studi, baik yang bersifat need assessment maupun grounded research
dengan pendekatan partisipatif. Studi need assessment dilakukan oleh Konsultan pada tahun 2001, sedangkan penelitian yang mendalam untuk memetakan
permasalahan sosial di lakukan dengan kerjasama dengan Pusat Studi Kebudayaan Universitas Gadjah Mada UGM tahun 2002.
Kajian ini berhasil memetakan secara cepat potensi maupun permasalahan semua stakeholder Jababeka, para investortenant, pemerintah desa, lembaga
swadaya masyarakat, tokoh masyarakat, preman, tokoh pemuda, kuli bongkar, dan element masyakat lainnya. Metode yang dikembangkan adalah dengan
melakukan interview langsung dan brainstromingFGD dalam kelompok kerja ataupun bersama-sama. Hasil analisis yang di peroleh peta jaringan tokoh
masyarakat, peta persaingan untuk memperoleh kesempatan kerja, kesempatan usaha,
maupun peta
permasalahan jasa
bongkar. Hasil
studi ini
merekomendasikan lima langkah strategis untuk menjadi program utama community development
. Pemetaaan sosial lakukan dengan pendekatan ekologi budaya dengan tujuan mengetahui kondisi masyarakat setempat: infrastruktur,
struktur, superstruktur deskripsi kondisi fisik, sosial, ekonomi, budaya masyarakat dan strategi adaptasi masyarakat setempat terhadap industrialisasi.
Pendekatan ekologi budaya adalah pendekatan tentang hubungan timbal-balik yang dinamis antara masyarakat manusia dengan ekosistemnya.
Hasil kegiatan pemetaan sosial yang dilakukan dapat disimpulkan ada empat hal yaitu :
1. Mengindentifikasi kebutuhan dan potensi termasuk di dalamnya daya adaptasi masyarakat;
2. Menyusun desain strategis baik program jangka pendek, menengah dan panjang;
3. Melakukan capacity building yang dilakukan terhadap para stakeholders agar terlibat dan mendukung program yang telah disiapkan bersama;
4. Implementasi program yang di lakukan stakeholders. Manfaat dari pemetaan sosial tersebut membantu manajemen KIJA dalam
menata hubungan industrial khususnya penciptaan program yang dapat menumbuhkan harmoni antara kegiatan industri dengan perkembangan
masyarakat sekitar, melalui alternatif-alternatif upaya yang dapat menumbuhkan apresiasi dan rasa memiliki masyarakat KIJA, yaitu :
57
1. Pemetaan itu akan menegaskan potensi-potensi yang ada. 2. Pemetaan akanmemfasilitasi perusahaaan dalam penyusunan strategi ke dalam
maupun strategi ke luar di dalam suatu jaringan yang lebih luas. 3. Pemetaan akan memungkinkan dibangunnya jaringan komunikasi yang lebih
sinergis antara industri dengan lembaga terkait dan dengan masyarakat. 4. Pemetaan memungkinkan dilakukannya peningkatan efisiensi dan efektivitas
pelayanan KIJA bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat secara lebih luas. Sebagai langkah selanjutnya, sejak tahun 2003 penanganan dilakukan oleh
Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Cikarang LPPM-C yang di bentuk bersama antara Jababeka dan para stakeholder yang terdiri dari
pemda, investor industri, masyarakat. Pembentukan LPPM-C tersebut menindaklanjuti hasil pemetaan sosial sebelumnya yang menawarkan paradigma
hubungan industrial untuk damai yang di dasarkan pada kekuatan demokrasi yang ditopang oleh semua stakeholders, yaitu negara state, swasta bisnis dan
masyarakat civil society, hubungan secara demokratis terjadi jika sumberdaya ataupun modal-modal yang ada dapat di sinergikan dengan tujuan-tujuan
pembangunan ekonomi.
Untuk pembiayaan program dan operasional dari awal 100 menjadi tanggungjawab KIJA. Pencapaian kinerja upaya pemberdayaan masyarakat yang
telah dilakukan telah dirasakan manfaatnya oleh para pemangku kepentingan dan memperoleh pengakuan dan penghargaandiantaranya sebagai berikut :
1. CSR Award di bidang Lingkungan Tingkat Nasional Menteri Sosial 2009. 2. Asah Pena Award dari DR. Seto Mulyadi PAKTA dan Komnas Anak
sebagai Kota Layak Peduli Pendidikan Anak Usia Dini 2011 3. Penghargaan Jawa Barat dari Gubernur Jawa Barat 2011
4. “SILVER AWARDS” pada kategori IV. Pelayanan Kesehatan Anak dengan
No.Urut 9 dari GKPM Awards, Menkokesra 2013 5.
“PLATINUM AWARDS” pada kategori VII.B Penciptaan Akses Terhadap Air Bersih No.Urut 3 dari GKPM Awards, Menkokesra Tahun 2013
6. Penghargaan dari Bupati Bekasi sebagai perusahaan paling aktif dalam Partisipasi Pembangunan melalui program CSR 2015
Analisis Keberlanjutan dan Faktor pengungkit dengan metoda MDS
Sebagai langkah pertama dalam penelitian pengelolaan lingkungan kawasan industri yang berwawasan lingkungan sesuai dengan kriteria PROPER KLHK
peringkat hijau, dilakukan analisis kondisi perkembangan situasional keberlanjutan KIJA berdasarkan laporan tahunan dari tahun 2008 sampai dengan
2014. Analisis status keberlanjutan dilakukan dengan metoda multidimensional scaling
MDS dalam lima dimensi, yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial,
teknologi, serta kelembagaan.
Kelima dimensi utama dalam pengelolaan lingkungan tersebut sejalan bila dibandingkan dengan hasil penelitian Jampanil et al. 2012, yang mengevaluasi
tentang penerapan ekologi industri di kawasan industri Maptaphut Thailand dengan hasil terdapat lima faktor penting yaitu fisik, ekonomi, sosial, lingkungan
dan manajemen.
58
Tabel 17 Kriteria PROPER KLHK peringkat hijau sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 3 tahun 2014
Kriteria Penilaian Nilai Maksimal
A Dokumen Ringkasan Pengelolaan Lingkungan
150
a Pendahuluan
0.5 b
Sistem manajemen lingkungan 1
c Efisiensi energi
20.5 d
Penurunan emisi 20.5
e 3R limbah B3
19.5 f
3R limbah non B3 19.5
g Efisiensi air dan penurunan beban pencemaran
34.5 h
Perlindungan kehati 17
i Pemberdayaan masyarakat
17
B Sistem Manajemen Lingkungan
100
a Kebijakan lingkungan
5 b
Perencanaan 16
c Implementasi
35 d
Upaya pengecekan dan perbaikan 18
e Tinjauan oleh manajer
4 f
Rentang pengaruh 7
g Sertifikasi
15
C Pemanfaatan Sumber Daya
1
Efisiensi energi 100
a Kebijakan energi
2 b
Struktur dan tanggung jawab 3
c Perencanaan
10 d
Audit energi 10
e Pelatihan kompetensi
9 f
Pelaporan 6
g Standar nilai benchmarking
30 h
Implementasi program 30
2 Pengurangan dan pemanfaatan limbah B3
100
a Kebijakan pengelolaan limbah padat B3
2 b
Struktur dan tanggung jawab 4
c Perencanaan
4 d
Pelatihan kompetensi 2
e Pelaporan
13 f
Standar nilai benchmarking 20
g Implementasi program
55
3 Pengurangan dan pemanfaatan limbah Non B3
100
a Kebijakan pengelolaan limbah padat non B3
2 b
Struktur dan tanggung jawab 4
c Perencanaan
4 d
Pelatihan kompetensi 3
e Pelaporan
10 f
Standar nilai benchmarking 20
g Implementasi Program
57
4 Pengurangan pencemar udara
100
a Kebijakan pengurangan pencemar udara
2 b
Struktur dan tanggung jawab 1.5
c Perencanaan
2.5 d
Inventarisasi emisi 9
e Pelatihan kompetensi
1 f
Pelaporan 9
g Standar nilai benchmarking
20 h
Implementasi program 55
5 Efisiensi air dan penurunan beban pencemaran
100
a Kebijakan efisiensi air
1 b
Struktur dan tanggung jawab 2
c Perencanaan
3 d
Pelatihan kompetensi 5
e Pelaporan efisiensi air
10 f
Pelaporan penurunan beban pencemaran 9
g Standar nilai benchmarking
20 h
Implementasi program 50
6 Perlindungan keanekaragaman hayati
100
a Kebijakan perlindungn keanekaragaman hayati
2 b
Struktur dan tanggung jawab 6
c Perencanaan
28 d
Pelaporan 17
e Implementasi program
47
D Pengembangan Masyarakat
100 a
Kebijakan pengembangan masyarakat 3
b Struktur dan tanggung jawab
8.5 c
Alokasi dana pengembangan masyarakat 5
d Perencanaan
42 e
Implementasi 13
f Monitoring dan evaluasi
17 g
Hubungan sosial internal dan eksternal 7.5
h Publikasi dan penghargaan
4
T O T A L 950
59
Pada tahap pertama analisis MDS, dilakukan pengelompokan kriteria PROPER KLHK sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 3 tahun 2014
yang Tabel 17 ke dalam atribut lima lima dimensi yaitu dimensi ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan kelembagaan. Rincian penjabaran item penilaian
serta besaran nilai PROPER ke dalam item atribut MDS beserta nilainya dapat dilihat pada Lampiran 7 dengan ringkasan dapat dilihat pada Tabel 18.Sesuai
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 3 tahun 2014 Lampiran III Bagian C No 2.a jumlah nilai maksimal adalah 950 Tabel 17 dan Tabel 19, dengan demikian
pengelompokannya dalam lima dimensi sebagai atribut dalam analisis MDS jumlah nilainya tetap atau sesuai ketentuan tersebut yaitu 950 Tabel 18.
Setiap atribut ditentukan definisinya agar hasil penilaian atribut sesuai dengan definisi dan tujuan sistem. Penentuan atribut dan definisinya disusun dan
dibahas bersama dengan tiga orang pakar, yaitu dari pihak perusahaan KIJA dan perusahaan industri yang telah berpengalaman lebih dai 10 tahun, serta dari
Kementerian KLHK. Pada definisi atribut juga ditentukan kriteria skor untuk masing-masing nilai skor yang ditentukan dari nilai terendah 0 tidak ada,
1rendah, 2 sedang, dan tertinggi 3 tinggi. Pendefinisian ini dilakukan secara hati-hati, agar tidak terjadi kesalahan persepsi antara masing masing pakar
maupun pada proses penilaian lebih lanjut. Hasil dari pembahasan tersebut diperoleh atribut-atribut lima dimensi yang dirangkum dalam Tabel 18, sedangkan
rinciannya dapat dilihat pada Lampiran 8 sampai dengan Lampiran 12.
Berdasarkan rincian hasil pembahasan dengan pakar pada Lampiran 8 sampai dengan Lampiran 12, definisi atribut- atribut tersebut adalah :