Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat Betawi di Perkampungan

dalam sub-sub kultur, keturunan Samsudin adalah kelompok dari orang-orang yang taat terhadap Islam, dan keturunan Hadi adalah mereka para seniman. 28 Selain legenda Mak Kopi, data dari penelitian mengenai agama masyarakat Betawi, menunjukkan besarnya peran Islam dalam keseharian hidup mereka, seperti tampak dalam otobiografi Ridwan Saidi semasa anak-anak yang menggambarkan bagaimana Islam mewarnai kehidupan kelompok masyarakat penduduk asli Jakarta : “... terdapat sebuah masjid bernama An-Nur dekat rumah saya, yang didirikan pada tahun 1926 oleh Haji Tabri Thamrin, ayah dari Muhamad Husni Thamrin. Sama dengan masyarakat Betawi lainnya, masjid merupakan pusat kegiatan anak-anak. Kami, anak-anak bermain di masjid sepangang siang. Kami pergi ke pengajian pada pagi hari yang diselenggarakan di masjid. Amat umum untuk anak Betawi disekolahkan ke pengajian sebelum mereka masuk sekolah umum. Nenek saya mengantar saya ke Engkong Musa, imam masjid untuk turut dalam pengajiannya. Murid-muridnya semua teman saya, membuat saya merasa di rumah. Kami belajar membaca Al-Quran dan belajar sembahyang. Bayarannya sukarela. Wajah Engkong Musa masih tertanam amat dalam di ingatan saya, laki-laki tua yang kuat, yang melakukan pekerjaannya secara ikhlas. Ketika kami berumur sepuluh tahun, pengajian dilakukan di rumah guru ngaji pada malam hari. Ketika kelas selesai, kami bermain di halaman masjid. Saya menyadari kemudian bahwa atmosfir keagamaan inilah yang membentuk kepribadian saya.” 29 Dari kutipan di atas jelas tergambar bahwa agama masyarakat etnis Betawi adalah Islam, termasuk etnis Betawi yang berdomisili di kawasan konservasi budaya Perkampungan Setu Babakan. Mayoritas penduduk Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan adalah agama Islam. Islam adalah agama yang dijadikan pedoman hidup. Maka tidak mengherankan jika jumlah masjid di kawasan Setu Babakan berjumlah 12 unit, dengan jumlah mushola sebanyak 24. Masjid Baitul Makmur adalah salah satu masjid di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan yang menggunakan ornamen dan arsitektur Betawi. Selain tempat peribadatan dengan 28 Ninuk Kleden-Probonegoro, Teater Lenong Betawi, Studi Perbandingan Diakronik, h. 104. 29 Ridwan Saidi, Dunia Islam dan Anak Betawi Tempo Doeloe, Panji Masyarakat, 1986. jumlah yang cukup banyak, Setu Babakan juga memiliki 38 Majelis Talim atau kelomnpok pengajian yang sampai hari masih aktif dengan kegiatan keagamannya. Berikut tabel sarana peribadatan dan organisasi sosial keagamaan di Perkampungan Setu Babakan 30 : No Keterangan Jumlah Kondisi 1 Masjid 12 Baik 2 MusholaSurauLanggar 24 Baik 3 Gereja Kristen - - 4 Gereja Khatolik 1 Baik 5 Pura - - 6 Vihara - - Kegiatan sosial keagamaan di Perkampungan Setu Babakan No Keterangan Jumlah 1 Majelis TalimKelompok Pengajian 38 2 Kelompok Kebaktian 2 3 Yayasan 3 4 Lembaga Swadaya Masyarakat - 5 Panti Asuhan 4 6 Panti Wreda - 7 Panti Cacat - 30 Data milik kelurahan Srengseng Sawah tahun 2011, sampai hari ini belum ada penambahan unit masjd. Masjid Baitul Makmur di Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dengan ornamen dan arsitektur Betawi 31 : Islam sebagai agama masyarakat Betawi telah menjadi pedoman hidup serta tata aturan yang mengatur setiap tingkah laku dan aktivitas mereka. Bahwa dalam melakukan segala aktivitasnya, Islam sebagai agama menjadi pedoman mereka dalam bertindak, dan dalam menerima hal-hal baru, mereka hanya mau menerima satu hal itu bilamana tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Meminjam istilah Geertz bahwa agama tidak akan pernah bisa dilepaskan dari segala aspek kemanusiawian suatu kelompok. Berbicara budaya Betawi, masyarakat dan budaya merupakan dwitungal yang tdak bisa dipisahkan, karena masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayan. 32 31 http:wikimapia.org3632965Masjid-Baitul-Makmur , diakses 7 Juni 2014 32 Selo Soemardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan adalah karya cipta dan asa hasil dari kehidupan masyarakat bersama. Istilah Budaya berasal dari bahasa sansekerta “buddhayah” merupakan jamak dari kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Sedangkan culture berasal dari kata latin “colere”, berarti mengalah atau mengerjakan. 33 Definisi lain menurut EB Taylor seorang ahli antropologi dalam bukunya “Primitive Culture” mendefinisikan kebudayaan sebagai, “Kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota m asyarakat”. 34 Selo Soemardjan mendefinisikan kebudayan sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia. 35 Rasa berhubungan langsung dengan jiwa manusia, sehingga melahirkan nilai-nilai maupun aturan untuk mengatur berbagai masalah sosial yang ada dalam masyarakat. Jadi, rasa adalah hasil dari ekspresi jiwa manusia, seperti agama dan kesenian. Kemudian, karya adalah aktualiasasi dari hasil cipta dan rasa manusia dalam wujud kebendaan. Ini yang dinamakan kebudayaan jasmaniah atau material culture. 36 Yang terakhir, cipta adalah kemampuan berfikir setiap anggota, orang perorang dalam masyarakat. Berbicara tentang budaya etnis Betawi di Perkampungan Setu Babakan, jelas memiliki keterkaitan dengan komposisi berbagai etnis pembentuk masyarakat Betawi dengan budayanya masing-masing. Betawi adalah identitas etnis baru, lahir dan terbentuk di Jakarta. Kelompok etnis baru ini meliputi 33 Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi, cetakan kedua, Universitas Indonesia: Jakarta, 1965, h. 77-78. 34 EB Taylor, Primitive Culture, Brentanos: New York, 1924, h. 1. 35 Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, Setangkai Bunga Sosiologi I, edisi pertama, Depok: Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964, h. 115 36 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1982, h. 173. berbagai kelompok etnis Jawa, Bugis, Sunda, Melayu, Bali, Ambon, Makasar, Arab, Cina, Portugis, dan lain-lain. 37 Seiring berjalannya waktu selama lebih dari dua ratus tahun, melalui proses dan interaksi berbagai kelompok dengan latar belakang etnis dan budaya yang berbeda itu, akhirnya berhasil mengasimilasi dan menciptakan identitasnya sendiri. Menciptakan bahasa, model arsitektur bangunan, tari, musik, serta tata upacara kehidupannya sendiri. Kelompok masyarakat dengan identitas dan budaya baru ini kemudian hari dikenal sebagai masyarakat Betawi. 38 Masyarakat Betawi memang terbentuk dan lahir di Jakarta, kota yang sejak awal menjadi tempat bertemunya berbagai varian etnis varian budaya. Hal ini berlangsung sejak Jakarta masih menjadi pelabuhan samudera tempat singgahnya kapal-kapal dagang mancanegara, saat pelabuhan Sunda Kalapa diresmikan oleh Kerajaan Pajajaran pada abad ke 12M. Karena itu kebudayaan Betawi sejak semula telah dipengaruhi secara kuat oleh unsur-unsur budaya luar. 39 Kebudayaan Cina telah memberikan sumbangan yang besar pada seni musik, masakan dan bahasa Betawi. Pengaruh kebudayaan Cina pada seni musik Betawi dapat terlihat jelas pada Gambang Kromong. Dalam hal seni musik Betawi, Cina bukanlah satu-satunya budaya yang berpengaruh. Ada pengaruh 37 Gunawan Tjahjono, Reviving the Betawi Tradtion : The Case of Setu Babakan, Indonesia, International Association for the Stud of Traditional Environments IASTE, Desember 2002, h. 46. http:www.jstor.orgstable41757968 diakses 07-01-2014 , 01:20 38 Gunawan Tjahjono, Reviving the Betawi Tradition, h. 47 39 Wawancara dengan bang Yahya Andi Saputradi Lembaga Kebudayaan Betawi beliau seorang pakar masyarakat dan budaya Betawi sekaligus dosen pengajar di Universitas Indonesia Fakultas Ilmu Budaya, tanggal 14 April 2014. Arab pada musik gambus dan rebana, dan pengaruh Portugis pada Keroncong Betawi. 40 Semua seni musik di atas seperti gambus, keroncong, rebana dan gambang kromong ada dan dilestarikan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Hal ini adalah wujud konsistensi dari tujuan didirkannya perkampungan setu babakan sebagai kawasan konservasi budaya Betawi di DKI Jakarta. 41 Keberadaan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan yang berfungsi menjaga dan melestarikan adat istiadat dan budaya masyarakat Betawi sepertinya telah sesuai dan dianggap mampu menegaskan eksistensi masyarakat Betawi dengan budayanya di tengah laju perkembangan kota Jakarta. Perkampungan Setu Babakan adalah wadah bagi masyarakat dan budaya Betawi, karena pada dasarnya komunitas etnik dimanpun akan memerlukan identitas kultural, agar tidak mengalami krisis identitas. 42 Dan masyarakat Betawi telah berhasil mengamalkan pernyataaan itu melalui Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan di Keluahan Srenseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.

C. Penerimaan Kesenian Gambang Kromong dan Ronggeng Blantek di

Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan Proses pencarian jati diri dan identitas masyarakat Betawi sebagai muslim telah berlangsung sangat lama, setidaknya sejak abad ke 13 saat berdirinya pesantren Quro di Karawang yang mempercapat proses islamisasi penduduk 40 Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2008, h. 155. 41 Wawancara langsung dengan ketua pemasaran dan kesenian Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan dr.H Sibroh Malisi , Sabtu 12 Juli 2014, pukul 15.00 42 Ridwan Saidi dalam bukunya Potret Budaya Betawi, menegaskan bahwa komunitas enis dimanapun memerlukan identitas kultural agar tidak mengalami krisis identitas. Kelapa. 43 Gambaran bahwa masyarakat Betawi adalah muslim tetap bertahan sampai sekarang, sampai saat masyarakat Betawi harus tetap eksis dan mempertahankan budaya serta identitas mereka di tengah beragamnya budaya kota Jakarta dewasa ini. Identitas masyarakat Betawi sebagai muslim tentu memberi pengaruh pada seluruh aspek kehidupan masyarakat Betawi, tidak terkecuali pada kesenian Betawi. Penulis ingin mengatakan bahwa Islam sebagai agama bukan hanya diikuti praktek dan ritualnya saja, tetapi Islam bagi masyarakat Betawi telah menjadi pedoman yang secara sadar telah mereka jadikan filter serta acuan dasar dalam menerima dan memilih hal-hal baru lagi asing yang masuk dalam tata kehidupan mereka. Masyarakat Betawi telah mengintegrasikan produk kesenian lokal dengan nilai Islam yang menjadi pedoman hidup. Mereka hanya mau menerima dan memilih suatu kebudayaan jika penampilannya menjadi satu kesatuan dengan nilai Islam. 44 Kaitannya dengan gambang kromong dan tari ronggeng blantek, bahwasannya sebuah kesenian akan tetap lestari jika masyarakatnya mau mempertahankan dan mengembangkan keseniannya itu sesuai dengan perkembangan zaman serta kebutuhan mereka. Hal ini telah dilakukan oleh masyarakat Betawi yang terhimpun dalam Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. 43 Ridwan Saidi, Masyarakat Betawi : Asal usul dan Peranannya Dalam Integrasi Nasional, dalam Ruh Islam dan Budaya Bangsa, Aneka Budaya di Jawa, Jakarta : Yayasan Festival istiqlal, 1996, h.7. 44 Fauzi Bowo, Seni Betawi dan Pengembangan Pariwisata DKI Jakarta, dalam Ruh Islam dan Budaya Bangsa, Aneka Budaya di Jawa, Jakarta : Yayasan Festival Jakarta, 1996, h. 86 Berbicara penerimaan masyarakat Betawi muslim terhadap gambang kromong pada dasarnya adalah sama dengan proses diterimanya Gambang Kromong oleh masyarakat Betawi secara keseluruhan. Persamaan ini berdasarkan pada pengintegrasian nilai-nilai Islam dalam penampilan Gambang Kromong yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah DKI Jakarta sekitar tahun 70-an. Setelah proses itu, sudah tidak ada lagi unsur-unsur dalam penampilan Gambang Kromong yang dianggap vulgar dan bertentangan dengan Islam sebagai marwah budaya Betawi. 45 Mengenai diterimanya gambang kromong oleh masyarakat Betawi di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, berikut adalah adalah hasil wawancara penulis dengan salah satu tokoh ulama lokal di Setu Babakan : ”bagi kami masyarakat Setu Babakan orang Betawi itu ya muslim, dan Betawi itu Islam. Jadi semua aturan dalam kehidupan harus kita sesuaikan dengan nilai dan ajaran islam, termasuk dalam kesenian kita. Lalu, kenapa kita masyarakat Setu Babakan mau menerima gambang kromong sebagai bentuk kesenian musik Betawi, sebabnya karena di dalam gambang kromong tidak ada unsur yang bertentangan dengan nilai Islam. Gambang Kromong yang tampil di Setu Babakan ini menurut saya sudah sesuai dengan marwah kita, tidak ada prosesi ngibing, tidak ada pembicaraan vulgar, dan saya lihat para pemain musik dan penyanyi dalam penampilannya berpakaian sopan. Anggap saja baju koko dan peci hitam yang dipakai para pemain musik sebagai salah satu simbol dari pengakuan kita sebagai muslim. 46 Saat ini masyarakat Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan telah menerima Gambang Kromong yang dalam penampilannya tidak ada penari erotis, alkohol maupun judi. Pengintegrasian penampilan gambang kromong dengan nilai-nilai Islam telah menjadi dasar dari diterima dan diakuinya musik ini sebagai kesenian Betawi. 45 Yasmine Z Shahab, Rekacipta Tradisi Sebagai Strategi Keseragaman dalam Keberagaman, Depok : Laboratorium Antropologi FISP UI, cetakan pertama, 2004, h.131. 46 Wawancara dengan H Gumin Has S.Pd, salah satu tokoh agama di Perkampungan Budaya betawi Setu Babakan. Wawancara tanggal 10 Agustus 2014 pukul 19:30.