Enzim-enzim yang tergolong di dalam kelompok glukoamilase ini dapat diperoleh dari bagian strain Aspergillus dan Rhizopus. Enzim glukoamilase
bersifat eksoamilase yaitu dapat memutus rantai pati menjadi molekul-molekul glukosa pada bagian non pereduksi dari molekul tersebut. Baik ikatan
α-1.4 maupun
α-1.6 dapat diputuskannya Tjokroadikoesoemo 1986. Aktivitas optimum enzim glukoamilase dipengaruhi oleh pH dan suhu.
Sumber enzim yang berbeda akan menghasilkan enzim dengan kondisi aktivitas yang berbeda pula. Menurut Fogarty 1983, pH optimal enzim tersebut berkisar
antara 4.5 – 5.0, tetapi hal itu juga tergantung sumber enzimnya. Suhu optimumnya berkisar antara 40 – 50
o
C. Pada umumnya mikroba termofilik akan menghasilkan enzim glukoamilase yang relatif tahan terhadap panas, demikian
juga sebaliknya mikroba mesofilik pada umumnya menghasilkan enzim glukoamilase yang kurang tahan panas.
2.4 Bioetanol
Bioetanol merupakan etanol atau etil alkohol C
2
H
5
OH atau sering juga disebut dengan grain alcohol. Etanol berbentuk cairan tidak berwarna dan
mempunyai bau yang khas, biodegradable, kadar racun yang rendah dan sangat sedikit menimbulkan polusi bagi lingkungan. Berat jenis pada suhu 15
o
C sebesar 0.7937 dan titik didihnya 78.32
o
C pada tekanan 76 mmHg. Sifat lainnya adalah larut dalam air dan eter dan mempunyai panas pembakaran 328 Kkal.
Bioetanol diperoleh dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Etanol umumnya digunakan dalam
industri sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk minuman keras seperti sake atau gin, dan bahan baku farmasi dan kosmetika. Berdasarkan
kadar alkoholnya, etanol terbagi menjadi tiga grade yaitu grade industri dengan kadar alkohol 90-94 , netral dengan kadar alkohol 96-99.5 , umumnya
digunakan untuk minuman keras atau bahan baku farmasi, dan grade bahan bakar dengan kadar alkohol diatas 99.5 – 100 Hambali et al. 2007.
Bahan baku untuk pembuatan bioetanol secara fermentasi berupa karbohidrat, dan hampir semua karbohidrat terbentuk dalam tanaman melalui
proses fotosintesa, baik sebagai gula sakarida yang terdiri dari satu atau dua gugus sakarosa, maupun senyawa lebih komplek sebagai zat pati dan selulosa.
Bahan hasil pertanian yang berkadar pati tinggi, meliputi biji-bijian gandum, jagung, beras, dll, kacang-kacangan dan umbi-umbian kentang, ubi jalar dan ubi
kayu. Karbohidrat dalam bentuk zat pati tersebut untuk pembuatan etanol harus dihidrolisa dahulu menjadi glukosa Assegaf, 2009. Pada Tabel 3 disajikan
berbagai jenis tanaman yang biasa dibudidayakan dan dapat dijadikan bahan baku bioetanol.
Tabel 3. Tanaman penghasil bioetanol Tanaman
Etanol 1ton
Produktivitas tha
Umur panen bulan
Etanol 1hatahun
Ubi kayu 180
40 9
7200 Jagung 385
6 3.5 46206930
Ubi jalar 142
20 4
5680 8520 Sweet sorgum
76.7 6
4 920.41378.8
Biji sorgum 389
4 3.5
31124668 Talas 142 20
10 2840
diganti oleh penulis dengan 3 kali panen ubi jalar dalam setahun Sumber : Shintawaty 2006
Bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya lebih ramah lingkungan, karena bahan bakar tersebut
memiliki nilai oktan 92 lebih tinggi dari premium dengan nilai oktan 88, dan pertamax dengan nilai oktan 94 Mursyidin 2007. Penggunaan bioetanol di
Indonesia dijadikan sebagai bahan pensubtitusi, yang pada umumnya masih dalam bentuk campuran dengan bensin dalam konsentrasi 10 E-10 yaitu 10
persen bioetanol dan 90 persen bensin. Campuran bioetanol dalam bensin dikenal dengan istilah gasohol. Penambahan etanol dalam bensin disamping dapat
menambah volume bahan bakar minyak juga dapat meningkatkan nilai oktan bensin. Disamping itu, penambahan etanol dalam bensin dapat berfungsi sebagai
sumber oksigen sehingga dapat menghasilkan pembakaran yang lebih bersih. Pada point ini bioetanol dapat diposisikan sebagai pengganti methyl tertiary-butyl ether
MTBE yang banyak digunakan sebagai bahan aditif dalam bensin.
Etanol sebagai bahan bakar memiliki karakteristik yang mirip dengan bensin sehingga dapat digunakan untuk mensubstitusinya. Etanol bersifat mudah terbakar
dengan nyala biru tanpa jelaga serta mudah menguap. Jika dibandingkan dengan bensin, etanol memiliki karakteristik yang lebih baik. Dilihat dari rumus
kimianya, C
2
H
5
OH, etanol mengandung 35 persen oksigen sehingga dapat meningkatkan efisiensi pembakaran dan mengurangi emisi gas rumah kaca,
bersifat ramah lingkungan karena emisi gas buangnya rendah terhadap senyawa- senyawa yang berpotensi sebagai polutan karbon monoksida, nitrogen oksida,
dan gas-gas rumah kaca, mudah terurai dan aman karena tidak mencemari air. Kelebihan lain yang dimiliki bioetanol dibandingkan dengan bensin yaitu dapat
diperbaharui dan cara pembuatannya yang sederhana yaitu melalui fermentasi menggunakan mikroorganisme tertentu.
Pembuatan bioetanol dari glukosa melibatkan proses fermentasi. Fermentasi adalah perubahan 1 mol glukosa menjadi 2 mol etanol dan 2 mol CO
2
. Proses fermentasi dilakukan dengan menambahkan yeast atau ragi untuk mengkonversi
glukosa menjadi bioetanol yang bersifat anaerob yaitu, tidak memerlukan oksigen O
2
. Menurut Judoadmidjojo et al. 1989, proses fermentasi pembentukan etanol
membutuhkan bantuan yeast atau khamir. Untuk bahan yang mengandung gula dalam bentuk polisakarida atau oligosakarida, terlebih dahulu harus diubah dulu
dalam bentuk yang lebih sederhana yaitu monosakarida fruktosa atau glukosa. Yeast
tersebut akan merubah gula-gula sederhana yaitu fruktosa atau glukosa C
6
H
12
O
6
menjadi etanol C
2
H
5
OH dan karbondioksida CO
2
. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
C
6
H
12
O
6
Æ 2 C
2
H
5
OH + 2 CO
2
Monosakarida Etanol
Karbondioksida Menurut Paturau 1981 bahwa fermentasi etanol membutuhkan waktu 30-
72 jam. Prescott dan Dunn 1981 menyatakan bahwa waktu fermentasi etanol yang diperlukan adalah 3 sampai 7 hari. Frazier dan Westhoff 1978
menambahkan suhu optimum fermentasi 25-30
o
C dan kadar gula 10 – 18 persen.
2.5 Khamir