6. 1,3-difosfo-gliserat melepaskan satu grup fosfat untuk membentuk ATP dan ADP dan kemudian dikonversi menjadi 3-fosfogliserat 3P-GA oleh enzim 3-
fosfogliseratkinase; 7. 3-fosfogliserat 3P-GA selanjutnya dikonversi menjadi 2-fosfogliserat 2P-
GA oleh enzim fosfogliserat mutase; 8. 2-fosfogliserat 2P-GA selanjutnya didehidrasi menjadi fosfofenol piruvat
oleh enzim enolase; 9. Tahap terakhir dari jalur glikolisis adalah defosforelasi fosfofenol piruvat
PEP menjadi piruvat oleh enzim piruvat kinase; pada tahap ini dibentuk sebuah molekul ATP.
Reaksi setelah pembentukan DHAP dan GA-3P selama proses glikolisis berlangsung sebanyak dua kali. Piruvat yang merupakan produk akhir dari tahap
glikolisis ini merupakan kunci pada proses metabolisme. Secara keseluruhan, reaksi dari proses glikolisis adalah sebagai berikut :
Glukosa + 2 ADP + 2 NAD
+
+ 2 Pi Æ 2 pyruvate + 2 ATP + 2 NADH + H
+
Setelah melalui tahapan glikolisis, piruvat yang terbentuk kemudian diubah menjadi asetaldehid dan CO
2
oleh enzim piruvate dekarboksilase, setelah itu enzim alkohol dehidrogenase mengubah asetaldehid menjadi alkohol.
Gambar 02. Proses Pembentukan Etanol dari Piruvat
2.5 Kultivasi Sistem Fed Batch
Sistem fed batch merupakan kultur batch yang diumpankan dengan media secara kontinyu atau berurutan tanpa pengambilan cairan kultur, sehingga volume
kultur semakin bertambah selama waktu kultivasi. Kultivasi fed batch umumnya lebih unggul dibandingkan dengan sistem batch dan kontinyu, terutama untuk
mengubah konsentrasi media membentuk produk dengan produktivitas yang tinggi Son et al. 2007.
Kultur fed batch sebagai kultur dengan pasokan nutrisi secara kontinyu yang dapat dioperasikan dalam dua cara yaitu dengan volume yang berubah-ubah dan
dengan volume konstan. Tipe kultivasi ini dapat mencegah penghambatan substrat terhadap pertumbuhan dengan menambahkan substrat pada tahap batch dan dapat
menyebabkan perubahan laju pertumbuhan secara periodik Stanbury dan Whitaker 1984.
Pada saat pertumbuhan suatu organisme pada kultur batch dibatasi oleh konsentrasi salah satu substrat dalam media, maka konsentrasi biomassa pada fase
stasioner Xmaks, dijelaskan dengan persamaan 1 dengan asumsi bahwa jumlah inokulum awal tidak signifikan dibandingkan biomassa akhir.
X
max
≈ Y
SR
1 Dimana,
Y = yield untuk substrat pembatas g biomassag substrat yang dikonsumsi SR = konsentrasi substrat dalam media.
Jika media segar ditambahkan ke dalam bejana kultivasi pada laju dilusi D yang lebih kecil daripada µ
max
maka sebenarnya semua substrat akan dikonsumsi saat diumpankan ke dalam sistem. Meskipun jumlah volume dalam bejana bertambah
seiring waktu kultivasi namun sebenarnya konsentrasi sel x adalah konstan, yaitu dxdt
≈ 0 dan oleh karena itu µ = D. Sistem tersebut dikatakan berada dalam quasi-steady state. Semakin bertambahnya waktu kultivasi dan volume
kultur, maka laju dilusi akan menurun. Nilai D dijelaskan pada persamaan 2. D = FVo + F.t
2 Dimana,
D = laju dilusi F
= laju pengumpanan Vo = volume awal kultur
T = waktu pengumpanan pada operasi fed batch Kinetika Monod memperkirakan bahwa jika nilai D turun maka konsentrasi
residu substrat juga akan menurun, sehingga akan menyebabkan peningkatan
konsentrasi biomassa. Pada laju pertumbuhan yang lebih tinggi, konsentrasi substrat awal akan lebih besar daripada konsentrasi residu substrat dan
peningkatan konsentrasi substrat tidak signifikan. Laju dilusi pada kultur fed batch
dapat dipertahankan konstan dengan meningkatkan laju pengumpanan secara ekponesial Trevan et al. 1987.
2.7 Kinetika Fermentasi