perlakuan ini terjadi penurunan total gula dari 240.839±1.112 gL menjadi 9.813±0.019 gL. Sedangkan etanol mengalami peningkatan dari 3.089±0.100
vv pada jam ke-18 menjadi 7.145±0.057 vv pada akhir fermentasi fed batch
. Nilai kadar etanol secara teoritis pada konsentrasi gula 20 adalah 10.2. Konsentrasi etanol yang dihasilkan pada perlakuan ini lebih rendah dibandingkan
dengan konsentrasi etanol pada sistem fed batch terekayasa stop aerasi. Hal ini disebabkan oleh adanya perlakuan aerasi yang dilakukan sehingga mikroba berada
pada jalur respiratif dengan lebih cenderung melakukan penggandaan dan pembentukan sel sehingga produk yang dihasilkan lebih rendah. Ikhtiarudin
2009 menyatakan bahwa fermentasi aerobik merupakan fermentasi tidak secara lengkap menguraikan glukosa menjadi CO
2
dan H
2
O. Energi yang dihasilkan melalui proses fermentasi juga sangat sedikit. Koenzim yang menyertai reaksi,
yaitu NAD
+
yang dihasilkan pada tahap akhir fermentasi juga sedikit.
4.4.1 Total Gula
Hasil fermentasi yang dilakukan pada sistem fed batch terekayasa dengan variasi konsentrasi yang diumpankan secara keseluruhan dapat dijelaskan yaitu
dari semua perlakuan terlihat bahwa terjadi penurunan konsentrasi gula. Sirup glukosa ubi jalar yang digunakan sebagai substrat fermentasi, pada kondisi aerob
dimanfaatkan oleh S.cerevisiae untuk memproduksi sel sehingga pada kondisi ini aerasi sangat diperlukan karena ketersediaan oksigen sangat berpengaruh besar
dalam fermentasi aerob untuk mensuplai kebutuhan oksigen bagi aktivitas metabolik mikroorganisme. Pada kondisi anaerob, glukosa dimanfaatkan oleh
S.cerevisiae untuk memproduksi etanol. Oleh karena itu, seiring berjalannya
waktu fermentasi maka kadar gula dari substrat akan semakin menurun karena mikroba memanfaatkan substrat untuk pembentukan produk. Menurut
Judoamidjojo et al. 1989, fermentasi etanol terjadi pada kondisi anaerob. Dengan menggunakan khamir tertentu, akan mengubah glukosa menjadi etanol
melalui jalur Embden Meyerhof-Parnas Pathway EMP. Dari 1 molekul glukosa akan terbentuk 2 molekul etanol dan CO
2
sehingga berdasarkan bobotnya secara teoritis 1 gram glukosa akan menghasilkan 0.51 gram etanol.
Oksigen dibutuhkan untuk memproduksi Adenosin Trifosfat ATP pada glikolisis dan pada fosforilasi oksidatif. Bila tidak ada oksigen anaerob, NADH
dalam mitokondria tidak dapat dioksidasi kembali, maka pembentukan ATP, daur asam sitrat serta pemecahan nutrisi lain juga terhenti. Sebagai substrat energi tetap
hanya glukosa yang pemecahannya menjadi piruvat melalui glikolisis menghasilkan dua molekul ATP Hepworth 2005; Nowak 2000; Tao et al. 2005.
Pada sistem fed batch terekayasa, laju fermentasi ditandai dengan laju penurunan konsentrasi gula terjadi lebih cepat pada fase-fase awal sampai
memasuki jam ke-18 dan umumnya setelah jam ke-18 laju penurunan konsentrasi gula relatif lambat. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya akumulasi etanol,
asam yang cukup tinggi dan semakin terbatasnya konsentrasi substrat. Etanol dapat menghambat fermentasi dengan mekanisme penghambatan produk,
sedangkan asam dapat menurunkan pH sehingga khamir tidak dapat tumbuh dengan optimal You et al. 2003; Pamphula dan Dias 1989. Pada konsentrasi
etanol 1-2 bv sudah cukup menghambat pertumbuhan dan pada konsentrasi etanol 10 bv laju pertumbuhan hampir terhenti Clark dan Mackie, 1984.
Etanol merupakan racun bagi khamir. Pada kebanyakan galur, produksi dan pertumbuhan etanol terhenti pada konsentrasi etanol 110-180 gl Richana 2009b.
4.4.2 Biomassa Pada fermentasi sistem fed batch terekayasa dengan variasi konsentrasi
substrat yang diumpankan, biomassa pada semua perlakuan setelah penambahan substrat cenderung mengalami peningkatan yang tidak signifikan. Hal ini
disebabkan oleh pertumbuhan sel tidak bertambah, substrat yang digunakan berkurang, sel memanfaatkan substrat yang diumpankan selain untuk membentuk
sel baru, juga digunakan untuk pembentukan produk yaitu etanol. Menurut Wang 2002, mikroba akan tumbuh dan mempunyai aktivitas fisiologis sebagai respon
terhadap lingkungannya. Kinetika pertumbuhan dan pembentukan produk menggambarkan kemampuan sel dalam merespon lingkungan. Pertumbuhan
terjadi bila kondisi optimum fisik dan kimiawi tercapai misalnya suhu, pH, dan ketersediaan nutrisi sesuai dengan kebutuhan mikroba.
Penambahan substrat pada sistem fed batch terekayasa dilakukan pada jam ke-18 yaitu disaat pembentukan biomassa maksimal atau akhir sistem batch.
Biomassa maksimal terjadi pada awal fase stasioner dimana pada fase ini persediaan substrat semakin berkurang, pertumbuhan sel tidak diimbangi dengan
nutrisi yang cukup. Sehingga dengan penambahan substrat baru pada awal fase stasioner diharapkan dapat digunakan oleh S.cerevisiae untuk memproduksi sel
dan produk yang lebih banyak. Fase statisioner merupakan fase pertumbuhan mikroba dimana jumlah sel mati sama dengan jumlah sel hidup
Pertumbuhan sel merupakan puncak aktivitas fisiologis yang saling mempengaruhi secara berurutan. Fase pertumbuhan dimulai pada fase permulaan,
fase pertumbuhan yang dipercepat, fase pertumbuhan logaritma eksponensial, fase pertumbuhan yang mulai dihambat, fase stasioner maksimum, fase kematian
dipercepat, dan fase kematian logaritma. Menurut Stanbury dan Whitaker 1984, setelah inokulasi kultur ke media, terjadi suatu periode dimana kultur yang
dimasukkan tersebut menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, fase ini disebut dengan fase adaptasi. Pada fase ini, mikroorganisme membelah dengan
cepat. Semua sel mempunyai kemampuan untuk berkembang biak dan tidak terdapat penghambat pertumbuhan lambat Judoamidjojo et al. 1989.
Ditambahkan oleh Rehm dan Reid 1981 di dalam Macfud et al. 1989, bahwa lama fase adaptasi dan pertumbuhan lambat sulit ditentukan karena tidak hanya
tergantung pada jumlah inokulum yang diinokulasikan tetapi juga pada karakteristik metaboliknya, seperti “umur” dan “keadaan fisiologik”nya.
Selanjutnya fase pertumbuhan lambat, Menurut Fardiaz 1988, fase pertumbuhan lambat ditandai dengan pertumbuhan populasi mikroorganisme diperlambat
karena beberapa faktor diantaranya zat-zat nutrisi dalam media yang sudah berkurang, serta adanya hasil-hasil metabolisme yang mungkin beracun sehingga
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Selanjutnya, mikroorganisme akan memasuki fase stasioner, dimana pada fase ini laju pertumbuhan menurun
akibat persediaan substrat nutrien berkurang dan terjadi akumulasi zat-zat metabolik yang menghambat pertumbuhan. Pada fase ini jumlah populasi sel tetap
karena jumlah sel yang tumbuh sama dengan jumlah sel yang mati Stanburry dan Whitaker 1984. Pada fase kematian yang dipercepat kecepatan kematian sel
terus meningkat sedang kecepatan pembelahan sel nol, sampai pada fase kematian logaritma maka kecepatan kematian sel mencapai maksimal, sehingga jumlah sel
hidup menurun dengan cepat seperti deret ukur. Walaupun demikian penurunan
jumlah sel hidup tidak mencapai nol, dalam jumlah minimum tertentu sel mikroba akan tetap bertahan sangat lama dalam medium tersebut Assegaf 2009.
4.4.3 Nilai pH