Nilai pH Kultivasi Fed Batch Terekayasa

jumlah sel hidup tidak mencapai nol, dalam jumlah minimum tertentu sel mikroba akan tetap bertahan sangat lama dalam medium tersebut Assegaf 2009.

4.4.3 Nilai pH

Pada semua perlakuan menunjukkan adanya penurunan pH substrat. Hal ini berkaitan dengan adanya konsumsi glukosa melalui proses glikolisis dan akumulasi senyawa asam-asam organik yang terbentuk selama proses fermentasi. Senyawa asam-asam organik dapat berupa asam asetat, laktat dan asam piruvat. Asam piruvat merupakan senyawa yang terbentuk selama proses glikolisis pada siklus EMP. Selama proses glikolisis, setiap satu mol glukosa akan dipecah menjadi dua mol asam piruvat dan melepaskan dua mol ion H + . Adanya ion H + ini berpengaruh terhadap penurunan pH substrat. Secara keseluruhan proses glikolisis dapat dilihat dari persamaan berikut ini : Glukosa + 2 ADP + 2 NAD + + 2 Pi Æ 2 piruvat + 2 ATP + 2 NADH + 2 H + Asam piruvat yang terbentuk ini akan diubah menjadi asetaldehid oleh enzim piruvat dekarboksilase yang selanjutnya dirubah menjadi alkohol oleh dehidrogenase. Menurut Rehm dan Reed 1983, asam sebagai hasil samping fermentasi etanol seperti asam asetat, asam piruvat dan asam-asam organik lainnya berperan besar dalam penurunan pH sedangkan asam butirat dan asam lainnya hanya berpengaruh sedikit. Nilai pH yang rendah pada akhir fermentasi menunjukkan bahwa asam yang terbentuk pada akhir fermentasi semakin banyak dan menumpuk. Penumpukan asam ini disebabkan oleh sel S.cerevisiae tidak dapat mengkoversi asam-asam tersebut terutama asam piruvat menjadi etanol. Menurut Hartoto dan Sailah 1992, kondisi medium seperti pH mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan dan pembentukan produk oleh mikroorganisme. Tingkat medium pH juga mempengaruhi produk yang dibentuk, selain mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. 4.4.4 Kadar Etanol Pada kultivasi fed batch terekayasa dengan variasi konsentrasi substrat yang diumpankan, konsentrasi etanol pada semua perlakuan mengalami peningkatan hingga akhir fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa glukosa sebagai substrat fermentasi pada kondisi anaerobik dimanfaatkan oleh S. cerevisiae membentuk produk. Prasad et al. 2006 menyatakan bahwa pada fermentasi anaerobik melalui jalur EMP yaitu glukosa dikonversi menjadi asam piruvat. Asam piruvat yang terbentuk ini akan diubah menjadi asetaldehid oleh enzim piruvat dekarboksilase yang selanjutnya diubah menjadi alkohol oleh dehidrogenase. Selama proses berlangsung dua molekul Adenosin Difosfat ADP diubah menjadi ATP. Selanjutnya ATP tersebut diregenerasi kembali menjadi ADP, dan pada akhir proses fermentasi menghasilkan dua mol ATP. Nilai kadar etanol pada perlakuan pertama yaitu konsentrasi substrat 20 stop aerasi menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan lainnya. Nilai kadar etanol yang diperoleh yaitu 10.858±0.003 vv atau 8.610±0.002 bv. Hal ini menunjukkan bahwa glukosa sebagai substrat fermentasi dengan konsentrasi 20 digunakan oleh khamir S. cerevisiae untuk memproduksi etanol sebanyak-banyaknya. Sree et al. 2000 melaporkan bahwa pada produksi etanol menggunakan khamir S. cerevisiae US 3 dengan konsentrasi substrat yang berbeda-beda, konsentrasi substrat glukosa 20 memiliki konsentrasi etanol tertingi yaitu 9.30 bv dibandingkan dengan konsentrasi substrat glukosa 15 7.25, bv dan konsentrasi substrat glukosa 25 8.3, bv. Gaur 2006 menyebutkan bahwa kondisi terbaik untuk produksi etanol adalah pada konsentrasi glukosa 20 dengan konsentrasi etanol yang diperoleh sebesar 9.15 bv. Dodic et al. 2009 melaporkan bahwa konsentrasi gula yang optimal untuk produksi bioetanol menggunakan S. cereviasiae adalah konsentrasi gula 20 pada suhu 30 o C, pH 5.0 dan agitasi 200 rpm diperoleh konsentrasi etanol maksimum sebesar 12 vv. Abedenifar et al. 2009 menyebutkan bahwa pada kultivasi anaerobik dengan konsentrasi gula 20 pada suhu 30 o C diperoleh etanol sebesar 0.35 g etanolg pati. Nilai kadar etanol pada sistem fed batch terekayasa dengan perlakuan stop aerasi pada konsentrasi substrat 20 menunjukkan kadar etanol lebih tinggi dibandingkan dengan kadar etanol pada sistem fed batch dengan perlakuan aerasi pada konsentrasi substrat 20. Nilai kadar etanol pada konsentrasi substrat 20 dengan perlakuan aerasi yaitu 7.145±0.057 vv atau 5.666±0.455 bv. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan dengan fed batch terekayasa dalam hal ini penghentian aerasi dapat menghasilkan kadar etanol lebih tinggi dibandingkan dengan fed batch tanpa rekayasa yaitu dengan aerasi. Caylak dan Vardar Sukan 1998 melaporkan pada produksi etanol menggunakan S. cerevisiae, fermentasi fed batch memberikan hasil etanol yang lebih baik dibandingkan dengan fermentasi batch yaitu pada konsentrasi substrat 100 gl dengan waktu fermentasi 96 jam diperoleh yield dan efisiensi masing-masing sebesar 49.07 dan 96.22. Sedangkan pada sistem batch dengan kondisi yang sama diperoleh yield dan efisiensi masing-masing sebesar 43.96 dan 86.19. Bro et al. 2006 menyebutkan bahwa pada kondisi anaerobik produksi etanol yang dihasilkan adalah 4.2 – 10.4 untuk etanol dan 5.2 – 16.5 untuk biomassa. Zhang et al. 2009 melaporkan bahwa konsentrasi etanol tertinggi pada produksi etanol dari tongkol jagung kering dengan proses fermentasi fed batch SSF selama 96 jam, pada sistem fed batch 84.7 gl dengan waktu fermentasi dan pada sistem batch diperoleh konsentrasi etanol sebesar 69.2 gl dengan waktu fermentasi yang sama. Pranamuda 2006 melaporkan kadar etanol yang diperoleh pada kultivasi fed batch dengan menggunakan sagu sebagai substrat fermentasi yaitu 30 gl dengan nilai Yps sebesar 0.40 g etanolg pati. Pada sistem fed batch terekayasa dengan perlakuan stop aerasi nilai kadar etanol pada perlakuan konsentrasi substrat 8 dan konsentrasi substrat 4 yaitu masing-masing sebesar 5.634±0.531 vv atau 4.467±0.421 bv dan 5.194±0.195 vv atau 4.119±0.155 bv. Nilai kadar etanol yang dihasilkan pada kedua perlakuan lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi glukosa yang diumpankan terlalu rendah sehingga kebutuhan nutrisi khamir kurang terpenuhi dan produk yang dihasilkan tidak efisien. Konsentrasi glukosa yang rendah mengakibatkan kinerja khamir dalam memproduksi etanol menjadi rendah. Neves et al. 2007 melaporkan bahwa produksi etanol menggunakan Zymomonas mobilis, penghambatan substrat terjadi pada konsentrasi 4 - 8 . Paturau 1981 menyebutkan bahwa konsentrasi gula yang digunakan berkisar antara 14 - 18. Konsentrasi gula rendah 3 gl produktivitas khamir menurun, diatas 150 gl konsentrasi gula tinggi gula akan menghambat proses fermentasi Richana 2009b.

4.5 Perhitungan Kinetika Fermentasi