ubi jalar, maka diharapkan ubi jalar dapat digunakan sebagai salah satu alternatif bahan baku pada pembuatan bahan bakar yang sumbernya dari alam biofuel
khususnya untuk pembuatan bioetanol. Tabel 2. Perbandingan karakteristik tanaman penghasil bioetanol
Karakteristik Ubi Jalar Singkong
Tebu Kentang Talas
Jenis Tanah Cocok
untuk semua
jenis tanah Cocok
untuk semua jenis
tanah Tanah
lembab Tanah
lembab Tanah
lembab
pH 5.5 – 7.5
4.5 – 8 5 – 6
5.5 – 6.0 5 – 6
Kebutuhan pupuk
Rendah Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Masa panen
bulan 3 – 3.5
6 – 12 8 – 14
3 – 7 6 – 10
Kandungan Karbohidrat
bk 98.13 51.36 Kadar
sukrosa = 10
18 21 – 27
Produktivitas tontahun
11 – 30 10 – 13
90 13.7
30 Sumber : Departemen Pertanian 2008
2.2 Sirup Glukosa
Sirup glukosa merupakan suatu larutan yang diperoleh dari pati atau sumber karbohidrat lain melalui hidrolisa yang komponen utamanya adalah glukosa
Judoamidjojo et al. 1989. Defenisi sirup glukosa menurut SNI 01-2978-1992 adalah cairan jernih dan kental dengan komponen utamanya glukosa, yang
diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik. Menurut Maiden 1970, glukosa cair berupa larutan dengan kekentalan antara 32-35 Be yang
dihasilkan melalui hidrolisis pati dengan katalis asam, enzim, dan gabungan keduanya. Zat pati yang dapat dihidrolisis berasal dari bahan yang mengandung
pati seperti jagung, gandum, ubi kayu dan ubi jalar. Sirup glukosa atau sering juga disebut gula cair mengandung D-glukosa,
maltosa, dan polimer D-glukosa yang dibuat melalui proses hidrolisis pati. Proses hidrolisis pati pada dasarnya adalah pemutusan rantai polimer pati C
6
H
12
O
6 n
menjadi unit-unit monosakarida C
6
H
12
O
6
. Produk-produk hasil hidrolisis pati umumnya dikarakterisasi berdasarkan tingkat derajat hidrolisisnya dan dinyatakan
dengan nilai DE Dextrose Equivalent yang menunjukkan persentase dari dekstrosa murni dalam basis berat kering pada produk hidrolisis. Dekstrosa murni
adalah dekstrosa dengan derajat polimerisasi 1 unit dekstrosa tunggal. Suatu produk hidrolisis pati dengan nilai DE 15, menunjukkan bahwa persentase
dekstrosa murni pada produk kurang lebih sebesar 15 bk Meyer, 1978. Hidrolisis pati dapat dilakukan dengan menggunakan katalis enzim, asam atau
gabungan keduanya pada waktu, suhu dan pH tertentu. Pada hidrolisis pati dengan asam, molekul pati akan dipecah secara acak
oleh asam dan gula yang dihasilkan sebagian besar merupakan gula pereduksi. Proses hidrolisis menggunakan katalis asam juga memerlukan suhu yang sangat
tinggi yaitu 120 - 160
o
C. Menurut Judoamidjojo 1992, hidrolisis pati secara asam hanya akan mendapatkan sirup glukosa dengan dekstrosa equivalen DE
sebesar 55. Kelemahan dari hidrolisis pati secara asam antara lain yaitu diperlukan peralatan yang tahan korosi, menghasilkan sakarida dengan spektra-spektra
tertentu saja karena katalis asam menghidrolisa secara acak. Jika nilai ekuivalen dekstrosa ditingkatkan, selain terjadi degradasi karbohidrat, juga terjadi
rekombinasi produk degradasi yang dapat berpengaruh terhadap warna, rasa pada sirup glukosa yang dihasilkan.
Pembuatan sirup glukosa secara enzimatis dapat menghasilkan rendemen dan mutu sirup glukosa yang lebih tinggi dibandingkan dengan cara hidrolisis
asam. Pada hidrolisis pati secara enzimatis, enzim memutus rantai pati secara spesifik pada percabangan tertentu. Hidrolisis pati secara enzim dapat
menghasilkan sirup glukosa dengan dekstrosa equivalen DE lebih dari 95. Penggunaan enzim dapat mencegah terjadinya reaksi sampingan karena sifat
enzim sangat spesifik, sehingga dapat mempertahankan flavor dan aroma bahan dasar.
Pembuatan sirup glukosa dengan hidrolisis enzim terdiri dari tiga tahapan dalam mengkonversi pati, yaitu gelatinisasi, likuifikasi dan sakarifikasi.
Gelatinisasi merupakan pembentukan suspensi kental dari granula pati, likuifikasi merupakan proses hidrolisis pati parsial yang ditandai dengan menurunnya
viskositas dan sakarifikasi yaitu proses lebih lanjut dari hidrolisis untuk menghasilkan glukosa Chaplin dan Buckle 1990.
Pada tahap likuifikasi terjadi pemecahan ikatan α-1.4 glikosidik oleh
enzim α-amilase pada bagian dalam rantai polisakarida secara acak hingga
dihasilkan glukosa, maltosa, maltodekstrin dan α-limit dekstrin. Tahap likuifikasi
dilakukan sampai mencapai derajat konversi sekitar 10-20 DE, atau sampai cairan berwarna coklat kemerahan bila direaksikan dengan larutan iodium. Tujuan
dari likuifikasi adalah untuk melarutkan pati secara sempurna, mencegah isomerisasi gugusan pereduksi dari glukosa dan mempermudah kerja enzim
α- amilase untuk menghidrolisa pati Judoamidjojo et al. 1989. Dalam proses
likuifikasi, hal yang perlu diperhatikan adalah konsentrasi substrat, penggunaan enzim yang stabil pada suhu tinggi, pengaturan suhu, pengaturan pH dan
pengadukan serta pemanasan segera dan kontinu. Pengaturan pH larutan dapat digunakan NaOH dan HCl.
Sakarifikasi merupakan proses dimana oligosakarida sebagai hasil dari tahap likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut oleh enzim tunggal atau enzim campuran
menjadi glukosa. Pada proses sakarifikasi, oligosakarida sebagai hasil dari tahap likuifikasi dihidrolisis lebih lanjut menjadi glukosa oleh enzim amiloglukosidase.
Faktor yang sangat penting diperhatikan pada proses sakarifikasi adalah dosis enzim yang digunakan dan waktu sakarifikasi Hartoto et al. 2005.
2.3 Enzim Penghidrolisis Pati