Tujuan Hipotesis Pengaruh Kadar Asam Lemak n 6 dari minyak jagung Terhadap Komposisi Asam Lemak, Tingkat Kerapuhan Sel dan Kinerja Pertumbuhan Benih Huna Capit Merah

sehingga mengganggu aktivitas pertumbuhan. Gejala yang ditimbulkan defisiensi asam lemak menyebabkan terjadinya pembengkakan pada hati dimana hati berwarna pucat karena terjadi infiltrasi lemak. Gejala lain terjadi anemia dimana pembentukan sel darah tidak terjadi sehingga terjadi penyakit lemak hati atau degenerasi lipid hati Takeuchi et al. 1983. Defisiensi asam lemak akan menyebabkan membrane sel cepat rapuh dengan perubahan salinitas, karena hal ini sangat berpengaruh pada kekuatan sel darah merah atau hemolimph yang kurang mengandung komponen polar lipid Kiron et al. 1994. Guna menyempurnakan formulasi pakan huna capit merah, maka tingkat kebutuhan asam lemaknya perlu diketahui. Diaplikasikannya kebutuhan asam lemak n-3 dan n-6 dalam pakan untuk huna capit merah diharapkan bisa lebih mempercepat pertumbuhan bagi udang air tawar tersebut.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui effektifitas minyak jagung sebagai sumber asam lemak essensial n-6 terhadap pertumbuhan serta pengaruhnya pada tingkat kerapuhan sel huna capit merah. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi informasi tentang kebutuhan asam lemak n-6 yang optimal pada pakan huna capit merah sebagai dasar dalam penyusunan ransum.

1.3 Hipotesis

Jika pemberian minyak jagung dalam formulasi pakan dapat dimanfaaatkan seoptimal mungkin maka pertumbuhan benih huna capit merah setidaknya lebih baik bila dibandingkan dengan pertumbuhan dengan pakan tanpa minyak jagung. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspek Biologi Huna Capit Merah Lobster air tawar tidak hanya sekadar udang konsumsi, tetapi juga bisa dijadikan hiasan di dalam aquarium. Sebagai udang hias, lobster memiliki ciri khas yang tidak ditemukan pada ikan hias air tawar. Selain bentuk tubuhnya yang unik, lobster air tawar juga memiliki warna yang beragam diantaranya kuning keputihan, hijau putih, biru, pink, hingga cokelat kehitaman. Adapun tatanama lobster air tawar menurut Riek 1968 dituliskan sebagai berikut : Kingdom: Animalia, Filum : Arthropoda, Subfilum : Crustacea, Kelas : Malacostraca, Ordo : Decapoda, Subordo : Plyocyemata, Infraordo : Astacidea, Superfamili : Parastacoidea, Famili : Parastacidae, Genus : Cherax, Spesies : Cherax quadricarinatus Von Marten Huna capit merah memiliki ciri-ciri morfologi tubuh yang terbagi menjadi 2 yaitu : kepala Cephalotorax dan badan abdomen. Tubuh Lobster beruas- ruas dan ditutupi oleh eksoskeleton yang terdiri dari chitin. Antara kepala bagian depan dan bagian belakang dikenal dengan nama sub-cephalotorax, Cangkang yang menutupi kepala disebut karapak carapace yang berperan dalam melindungi organ tubuh, seperti otak, insang, hati, dan lambung. Carapace berbahan zat tanduk atau kitin yang tebal dan merupakan nitrogen polisakarida C 6 H 13 O 5 N, yang disekresikan oleh kulit epidermis dan dapat mengelupas saat terjadi pergantian cangkang tubuh Moulting. Kelopak bagian depan meruncing dan bergerigi yang disebut rostrum. Gambar 1. Struktur organ internal huna capit merah Pada bagian kepala lobster terdapat sepasang mata bertangkai, sepasang, sungut besar antena, sepasang sungut kecil dan mulut. Pada bagian kepala terdapat lima pasang kaki jalan Pereiopoda, Namun tiga pasang kaki tersebut, yaitu kaki pertama, kedua, dan ketiga mengalami perubahan bentuk dan fungsi menjadi capit. Di habitat aslinya, huna ini aktif mencari pakan pada malam hari nocturnal. Jika bahan pakan tersebut sesuai dengan keinginannya, lobster akan menangkapnya menggunakan capit dan menyerahkannya pada pereiopoda 1 sebagai tangan pemegang pakan yang akan dikonsumsi. Huna capit merah memiliki gigi halus yang terletak dipermukaan mulut, sehingga cara memakan pakannya sedikit demi sedikit. Menurut Jones 1998 genus huna capit merah merupakan pemakan oportunity terutama sisa-sisa tumbuhan serasah dan koloni mikroba yang banyak ditemukan pada dasar kolam. Meskipun huna capit merah dapat tetap bertahan hidup dan tumbuh tanpa makanan tambahan, tetapi tingkat pertumbuhan terbaik hanya dapat dicapai bila pasokan makanan cukup. Beberapa studi menunjukkan bahwa penggunaan pelet komersiil dapat memberikan hasil yang memuaskan. Tingkat pertumbuhan benih yang bagus dapat juga dicapai jika zooplankton berkembang baik di kolam. Menurut Holdich and Lowery 1981 proses perkembangan anakan pada huna capit merah dibagi menjadi 3 tahap perkembangan telur pra-larva yang terdiri atas lima stadia, tahap larva dan tahap post embrio yang terdiri atas lima stadia. Sedangkan Sokol 1988 menerangkan bahwa periode perkembangan embrio huna capit merah adalah periode inkubasi yang berlangsung antara 40- 45 hari. Telur-telur yang telah dibuahi selanjutnya akan menetas menjadi larva setelah 20-30 hari setelah pembuahan. Sesudah fase larva, tahap selanjutnya dalam daur hidup huna capit merah adalah juvenil yang terdiri dari : Juvenil I, II, III. Induk huna capit merah biasanya mengasuh anaknya pada fase embrio, larva hingga juvenil. Karena sifatnya yang demikian maka induk huna capit merah dapat disebut mempunyai sifat maternal care perlindungan ibu, juvenil biasanya akan meninggalkan induknya setelah mencapai panjang tubuh antara 3-4 mm. Setelah tahapan juvenil, huna capit merah akan terus tumbuh dan akhirnya menjadi dewasa. Selama beberapa hari, pada tahap post-larva atau fase juvenil, anak huna capit merah akan tetap berada dekat induknya agar mendapatkan perlindungan. Post larva ini akan melompat-lompat disekeliling tubuh induknya sambil menjauhi induknya untuk beberapa saat. Hingga pada suatu saat tertentu anak huna capit merah akan menunjukkan ketidaktergantungannya pada induk. Pada saat induk dan anak-anak huna capit merah harus segera dipindahkan ke tempat budidaya yang cukup baik dan luas untuk menghindari masalah kanibalisme, karena anak-anak huna capit merah dapat bersifat kanibal bila kebutuhan pakannya tidak tercukupi Morissy. 1970. Tabel 1. Tahap perkembangan telur hingga juvenil huna capit merah Rouse 1977 TAHAP CIRI-CIRI STADIA 1 Telur berwarna kuning 1-2 hari TAHAP PERKEMBANGAN TELUR 2 Telur berwarna hijau zaitun 3-4 hari 3 Telur berwarna Kheki 5-7 hari 4 Telur berwarna coklat tua 8-14 hari 5 Telur berwarna orange 15-17 hari 6 Telur berwarna merah tanpa bercak mata 18-21 hari NAUPLIUS 7 Telur berwarna merah dengan bercak mata 22-27 hari PROTOZOEA 8 Telur berwarna merah hampir menetas 28-35 hari MYSIS 9 Berwarna kelabu, dilepaskan, jatuh dari pleopod induk 36-40 hari JUVENIL Periode perkembangan post-larva sebenarnya adalah periode proses diferensiasi pembentukan karapas, telson dan uropoda. Menurut Holdich and Lowery 1981 periode perkembangan post-larva dari Astacus leptodactylus, salah satu jenis lobster air tawar asal Eropa dibagi menjadi 5 stadia berdasarkan pertambahan panjang karapaks. Menurut Rouse 1977 tingkat pertumbuhan benih huna capit merah sangat bervariasi, karena proses moulting tidak terjadi secara bersamaan. huna capit merah mudah dapat dipisahkan pemeliharaannya berdasarkan ukuran tubuhnya, kanibalisme juga dapat dikurangi jika tempat persembunyian cukup tersedia dan tempat pemeliharaan berukuran cukup luas atau tidak melebihi 50 ekor per meter persegi. Sedangkan panjang huna capit merah dapat mencapai 10-18 cm, dengan ukuran maksimum dapat dicapai setelah 8-14 bulan pemeliharaan Anonimous 1977. Beberapa spesies huna capit merah mengalami pertumbuhan yang pesat pada waktu berumur muda dan akan mencapai kematangan gonad dalam waktu 6 bulan Stronger dan Usinger 1961. Beberapa huna capit merah di Australia mempunyai panjang karapaks 15 cm dengan panjang total 35 cm dan berat ada yang mencapai 1,25 kg. Huna capit merah yang hidup di Australia dapat mencapai ukuran lebih dari 500 gram dengan panjang karapas mencapai 9 cm dan panjang total lebih dari 30 cm. Jenis huna capit merah ini merupakan yang paling banyak dibudidayakan di Australia, alasanya karena huna capit merah memiliki daging yang lebih tebal dan memiliki kemampuan berkembang biak lebih banyak dalam waktu satu tahun jika kondisinya bagus. Selain itu huna capit merah memiliki toleransi yang sangat tinggi terhadap kepadatan yang tinggi dan tidak menunjukkan sifat kanibalisme dengan kepadatan 50 ekormeter persegi.

2.2 Moulting