Pengaruh fase bulan pada reproduksi spons Petrosia petrosia nigricans

32 b dt in Gambar 13. Foto mikroskopis telur Petrosia petrosia nigricans pada fase bulan Purnama tahap oosit I di laut; in: inti telur, dt: dinding telur, b: butiran lemak Pewarnaan Haematoksilin-Eosin Pada penelitian ini oosit yang ditemukan tidak berkembang, namun jumlah oosit meningkat terutama pada fase bulan purnama. Oosit yang tidak berkembang diduga disebabkan oleh pengaruh kondisi kolam pemeliharaan yang berbeda dari habitat aslinya laut. Sel tubuh spons yang berperan dalam regenerasi dan rekonstruksi bagian tubuh spons yang terluka adalah archaeocyte. Archaeocyte merupakan sel yang memiliki kemampuan untuk mengubah bentuknya menjadi beberapa tipe sel sesuai dengan yang dibutuhkan oleh spons. Pada spons yang terfragmentasi archaeocyte sangat mungkin terfokus dalam kegiatan pemulihan jaringan bekas luka, sehingga mengganggu proses reproduksi seksual pada spons yang terfragmentasi saat pemeliharaan.

4.3.2. Pengaruh fase bulan pada reproduksi spons Petrosia petrosia nigricans

Siklus bulan merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi proses gametogenesis pada sebagian besar hewan laut. Siklus bulan diduga memicu pematangan sperma dan telur Philips et al. 1990 in Rani 2004. Hoppe dan Reichert 1987 menyatakan bahwa pengeluaran gamet spons jenis Neofibularia nolitangere pada daerah tropik berhubungan erat dengan fase 33 bulan. Perkembangan reproduksi spons dalam fase Bulan Qomariyah dapat diamati dari jumlah oosit yang terdapat dalam fragmen-fragmen spons. Siklus bulan diduga berpengaruh terhadap intensitas cahaya Lampiran 9 yang diperoleh spons di kolam pemeliharaan. Oosit spons Petrosia petrosia nigricans diukur dengan menggunakan mikrometer pada setiap fase bulan. Ukuran oosit yang dilihat berdasarkan diameter terpanjang dan diameter terpendek. Diameter gamet dihitung menggunakan metode Geometrik mean rata-rata geometrik dengan menghitung rata-rata geometrisnya, yaitu akar dari perkalian diameter terpanjang dan diameter terpendek gamet betina oosit yang ditemukan Permata et al., 2000. Oosit pada spons Petrosia petrosia nigricans hasil transplantasi di kolam pemeliharaan berada pada oosit tahap I di setiap waktu pengambilan fase Bulan Qomariyah. Masing-masing kisaran nilai rata-rata geometrik oosit pada fase bulan barumati, fase bulan ¼, fase bulan ¾, maupun fase bulan purnama sebagai berikut: 4,72 - 9,96 µm dengan rata-ratanya 7,58 µm dan standar deviasinya 1,30; 5,06 - 9,50 µm dengan rata-ratanya 7,26 µm dan standar deviasinya 0,90; 5,23 – 9,79 µm dengan rata-ratanya 7,15 µm dan standar deviasinya 1,04; 6,22 – 11,03 µm dengan rata-ratanya 8,33 µm dan standar deviasinya 1,22. Rata-rata geometrik diameter oosit pada spons Petrosia petrosia nigricans sampel hasil transplantasi di kolam pemeliharaan pada setiap fase bulan disajikan pada Gambar 14. 34 Gambar 14. Rata-rata geometrik diameter oosit pada spons Petrosia petrosia nigricans hasil transplantasi di kolam pemeliharaan pada setiap fase bulan Menurut Fromont 1988 pada spons jenis Xestospongia testudinari pada tahap awal perkembangan telurnya, oosit mempunyai inti dan anak inti yang terlihat jelas dengan diameter oosit awal sekitar 7 µm. Berdasarkan ukuran telur yang didapatkan pada masing-masing fase bulan, dapat dinyatakan bahwa telur yang didapat pada penelitian ini dikategorikan pada oosit tahap I. Nilai rata-rata geometrik oosit pada spons Petrosia petrosia nigricans non transplantasi laut dikategorikan pada oosit tahap I di setiap waktu pengambilan fase bulan. Masing-masing kisaran nilai rata-rata geometrik oosit pada fase bulan barumati dan fase bulan purnama sebagai berikut: 12,59 – 19,41 µm dengan rata-ratanya 16,09 µm dan standar deviasinya 1,51; 13,08 – 19,97 µm dengan rata-ratanya 16,55 µm dan standar deviasinya 1,88. Gambar 15 menunjukkan bahwa pada fase bulan barumati dan fase bulan purnama memiliki rata-rata geometrik diameter oosit Petrosia petrosia nigricans hasil transplantasi di kolam pemeliharaan lebih kecil dibandingkan dengan rata- rata geometrik diameter oosit non transplantasi laut pada tahap oosit yang sama. Hal ini diduga karena pada spons yang ditransplantasi di kolam pemeliharaan 35 mengalami penurunan fungsi reproduksi akibat adanya luka dari aktivitas fragmentasi. Luka yang terdapat pada fragmen spons tersebut menyebabkan kehilangan sebagian jaringan sehingga sumberdaya atau energi yang tesisa diutamakan untuk pemeliharaan dan perbaikan jaringan tubuh spons. Gambar 15. Rata-rata geometrik diameter oosit pada spons Petrosia petrosia nigricans hasil transplantasi di kolam pemeliharaan dan non transplantasi laut Uji statistik menggunakan uji-t dua sampel dengan nilai α = 0,05 dilakukan untuk mengetahui pengaruh habitat spons kolam pemeliharaan dan laut terhadap ukuran oosit spons. Hasil uji menunjukkan reproduksi seksual spons di kolam pemeliharaan berbeda nyata dengan spons yang hidup di habitat aslinya laut pada ukuran oosit, dibuktikan dengan nilai P value 0,05 Lampiran 7 yang berarti terima H . Hal ini menjelaskan bahwa kolam pemeliharaan berpengaruh terhadap ukuran oosit spons. Hasil reproduksi seksual pada spons yang hidup di habitat aslinya laut lebih baik dari reproduksi seksual spons di kolam pemeliharaan, karena ukuran oosit spons di kolam lebih kecil dibandingkan dengan sampel spons di habitat asliny laut. Jumlah oosit diperoleh dari hasil pengamatan histologis per fragmen dengan asumsi bahwa 6 sayatan yang diambil pada setiap fragmen telah mewakili 36 jumlah oosit pada fragmen tersebut. Metode yang digunakan untuk menghitung jumlah oosit adalah metode sensus karena oosit pada semua fase bulan menyebar luas di lapisan mesohyl. Penggunaan metode sensus ini diharapkan semua oosit yang ada dapat terhitung. Jumlah oosit pada setiap fragmen kemudian dihitung rata-ratanya dalam setiap fase Bulan Qomariyah. Jumlah oosit pada spons Petrosia petrosia nigricans hasil transplantasi di kolam pemeliharaan berada pada tahap oosit I di setiap waktu pengambilan fase bulan. Masing-masing kisaran jumlah oosit per lapang pandang pada fase bulan barumati, fase bulan ¼, fase bulan ¾, maupun fase bulan purnama sebagai berikut: 11 - 17 oosit dengan rata-ratanya 13 oosit dan standar deviasinya 1,76; 14 - 20 oosit dengan rata-ratanya 17 oosit dan standar deviasinya 1,71; 13 - 19 oosit dengan rata-ratanya 16 oosit dan standar deviasinya 1,60; 16 - 22 oosit dengan rata-ratanya 19 oosit dan standar deviasinya 1,68. Rata-rata jumlah oosit pada spons Petrosia petrosia nigricans sampel hasil transplantasi di kolam pemeliharaan pada setiap fase bulan disajikan pada Gambar 16. Gambar 16. Rata-rata jumlah oosit pada spons Petrosia petrosia nigricans sampel hasil transplantasi di kolam pemeliharaan pada setiap fase bulan 37 Berdasarkan Gambar 16 terlihat bahwa rata-rata jumlah oosit yang fluktuatif dalam setiap fase Bulan Qomariyah dengan rata-rata jumlah oosit maksimum terdapat pada fase bulan purnama dan jumlah oosit minimum terjadi pada fase bulan barumati. Kenaikan rata-rata jumlah oosit diduga disebabkan oleh oosit-oosit baru yang diproduksi oleh fragmen spons, sedangkan menurunnya rata-rata jumlah oosit di dalam suatu fase bulan seperti pada fase bulan ¾ diduga berhubungan dengan proses spawning telur ke kolom perairan. Untuk mengetahui pengaruh dari transplantasi di kolam pemeliharaan maka diperlukan nilai pembanding, oleh karena itu diambil sampel dari habitat aslinya laut non transplantasi. Untuk waktu pengambilan sampel laut yaitu pada fase bulan barumati dan fase bulan purnama, karena pada fase bulan barumati memiliki pasang surut terendah dan pada fase bulan purnama memiliki pasang surut tertinggi. Jumlah oosit pada spons Petrosia petrosia nigricans non transplantasi laut berada pada oosit tahap I di setiap waktu pengambilan fase bulan. Masing- masing kisaran jumlah oosit per lapang pandang pada fase bulan barumati dan fase bulan purnama sebagai berikut: 9 - 16 oosit dengan rata-ratanya 12 oosit dan standar deviasinya 1,96; 12 - 21 oosit dengan rata-ratanya 17 dan standar deviasinya 2,37. Gambar 17 menunjukkan bahwa pada fase bulan barumati dan fase bulan purnama memiliki rata-rata jumlah oosit Petrosia petrosia nigricans hasil transplantasi di kolam pemeliharaan lebih banyak dibandingkan dengan rata-rata jumlah oosit non transplantasi laut pada tahap oosit yang sama, namun perbedaannya tidak terlalu signifikan. Fenomena ini diduga disebabkan spons 38 hasil transplantasi tersebut masih merasakan tekanan akibat proses transplantasi yang merusak jaringan tubuh spons. Reaksi yang muncul dalam fragmen yang secara morfologi telah pulih tersebut menghasilkan gamet yang lebih banyak sebagai pola adaptasi untuk memperbesar keberhasilan reproduksi. Rata-rata jumlah oosit pada spons kolam pemeliharaan mengalami peningkatan pada fase bulan purnama, hal tersebut disebabkan oleh tertahannya perkembangan oosit akibat proses penyembuhan luka akibat fragmentasi. Gambar 17. Rata-rata jumlah oosit pada spons Petrosia petrosia nigricans hasil transplantasi di kolam pemeliharaan dan non transplantasi laut Uji statistik menggunakan uji-t dua sampel dengan nilai α = 0,05 dilakukan untuk mengetahui pengaruh habitat spons kolam pemeliharaan dan laut terhadap jumlah oosit spons. Hasil uji menunjukkan reproduksi seksual spons di kolam pemeliharaan berbeda nyata dengan spons yang hidup di habitat aslinya laut pada jumlah oosit, dibuktikan dengan nilai P value 0,05 Lampiran 7 yang berarti terima H . Hal ini menjelaskan bahwa kolam pemeliharaan berpengaruh terhadap jumlah oosit spons. 39

4.4. Pengaruh Transplantasi di Habitat Buatan Kolam Terhadap Reproduksi Seksual Spons