7
Spons mempunyai tiga lapisan selular utama yaitu, pinacoderm yang terletak di bagian luar spons yang terdiri dari satu lapisan sel yang disebut
pinacocytes. Lapisan kedua adalah choanoderm yang tersusun dari sel choanocytes. Lapisan ketiga adalah mesohyl yang terletak antara pinacoderm dan
choanoderm yang membuat tubuh spons menjadi besar. Pinacocytes di bagian dasar dapat mengeksresikan bahan yang melekatkan spons ke substrat.
Choanocytes berfungsi untuk membuat arus dan mengarahkan air melewati sistem saluran air pada spons. Choanocytes mempunyai flagela dan berperan utama pada
fagositosis karena memiliki vakuola makanan Brusca dan Brusca, 1990. Saluran yang terdapat pada spons bertindak seperti halnya sistem sirkulasi
pada hewan tingkat tinggi yang merupakan pelengkap untuk menarik makanan ke dalam tubuh dan untuk mengangkut zat buangan keluar dari tubuh. Karena hal
inilah maka spons dimasukan kedalam kelompok hewan filter feeder. Arus air yang masuk melalui sistem saluran dari spons diakibatkan oleh cambuk koanosit
yang bergerak terus menerus. Koanosit juga mencernakan partikel makanan, baik disebelah maupun di dalam sel leher. Sisa makanan yang tidak tercerna dibuang
keluar dari dalam sel leher. Makanan tersebut dipindahkan dari satu sel ke sel lain kemudian diedarkan dalam batas-batas tertentu oleh sel-sel amuba yang
berkeliaran di dalam lapisan tengah spons McConnaughey, 1970.
2.3. Fisiologi Spons
Kehidupan spons sangat dipengaruhi oleh sirkulasi air. Arus air yang lewat melalui spons membawa serta zat buangan dari tubuh spons, maka penting
agar air yang keluar melalui oskulum dibuang jauh dari badannya, karena air ini
8
sudah tidak berisi makanan lagi, tetapi mengandung asam karbon dan sampah nitrogen yang beracun bagi hewan tersebut Romimohtarto dan Juwana, 2001.
Aliran air sangat mempengaruhi proses fisiologi dari spons. Spons merupakan hewan penyaring makanan filter feeder yang bergantung pada arus yang
melewati tubuhnya sebagai pembawa sumber makanan Ruppert dan Barnes, 1991. Hewan ini mencari makan dengan menghisap dan menyaring air yang
melalui seluruh permukaan tubuhnya secara aktif. Partikel makanan masuk bersamaan dengan aliran air melalui ostium yang terbuka dalam air kemudian
diseleksi berdasarkan ukuran dan disaring dalam aliran menuju ke dalam rongga lambung atau ruang-ruang berflagella yang bergerak secara terus-menerus.
Partikel yang berukuran kecil seperti bakteri 1µm ditelan oleh choanocytes, sedangkan partikel yang berukuran antara 5 sampai 50 µm dimakan dan dibawa
oleh amebocytes. Pencernaan dilakukan secara intraseluler dan hasil pencernaannya disimpan dalam archeocytes.
2.4. Reproduksi 2.4.1. Reproduksi aseksual
Proses reproduksi aseksual pada spons umumnya terjadi secara alami yang didasarkan pada potensi perkembangan archaeocytes. Proses reproduksi
seksual spons antara lain yaitu pembentukan pucuk bud formation, penyembuhan luka wound healing, pertumbuhan somatik somatic growth dan
pembentukan gemule gemmules formation Harrison dan De Vos, 1991. Reproduksi aseksual buatan pada spons dapat dilakukan melalui
fragmentasi dengan metode transplantasi. Fragmentasi pada induk spons dengan
9
menggunakan pisau stainless steel serta menanam atau menaruh fragmen tersebut pada substrat buatan di kedalaman atau lokasi tertentu yang telah ditentukan
sebelumnya MacMilan, 1996.
2.4.2. Reproduksi seksual 2.4.2.1. Tipe dan cara reproduksi seksual spons
Seksualitas pada spons dapat dikelompokan pada dua tipe Kozloff, 1990, yaitu:
a. Hermaprodit, yaitu spons yang menghasilkan baik gamet jantan maupun gamet betina selama hidupnya. Tipe Hermaprodit pada spons terbagi atas:
• Hermaprodit bersamaan, yaitu apabila spons menghasilkan gamet jantan dan betina pada waktu yang bersamaan. Contohnya pada spons jenis Neofibularia
nolitangere. • Hermaprodit bergantian, yaitu apabila spons menghasilkan gamet jantan dan
betina secara bergantian. Contohnya pada spons jenis Polymastia mammilaris dan Suberitas massa Hadromerida, Hymeniacidon carincula dan
Hymeniacidon heliophila Halichonsrida Sara, 1992 b. Gonokhorik, khususnya ditemukan pada Ordo Hadromerida didapatkan pada
jenis Tethya cryta, Tethya auratum Tethydae; Chondrosia reniformis, Chondrilla nucula Chondrosiidae; Aaptos aaptos Polymastiidae. Selain itu
seksualitas tipe gonokhorik labil ditemukan pada spons jenis Suberitas carnous dan Raspailia topsenti Axinellida Sara, 1992.
10
2.4.2.2. Spermatogenesis spons
Spermatogonia pada spons berasal dari choanocytes dan achaeocytes karna ada fakta yang menunjukkan bahwa choanocytes mengalami transformasi
ke achaeocytes atau sebaliknya Sara, 1992, dan spermatogenesis terjadi pada spermatic cyst. Diferensiasi sperma terbagi atas tiga bentuk, yaitu:
• Semua sel pada semua cyst mungkin berkembang secara bersama-sama synchronous, misalnya Polimastia mammilaris, Axinella damicornis
• Diferensiasi sel dalam sebuah cyst secara bersama-sama, tetapi tahap perkembangan bervariasi pada cyst yang berbeda, misalnya pada spons air
tawar Ephydatia fluviatilis. • Sel berkembang pada beberapa cyst yang berbeda, misalnya Aaptos aaptos
Harrison dan De Vos, 1991.
2.4.2.3. Oogenesis spons
Oogonia pada spons berasal dari achaeocytes atau choanocytes Ruppert dan Barnes, 1991. Oogonia yang asal mulanya dari choanocytes, seperti pada
spons jenis Suberitas massa, Oscarella lobularis dan Clathirina cerebrum. Choanocystes memanjang, dan nukleusnya berkembang dengan nukleolus yang
menonjol. Sitoplasma berisi peningkatan jumlah mitokondria dan menjadi lebar. Badan golgi semakin lama semakin berkembang. Choanocystes kehilangan sel-sel
leher dan flagellanya sebelum bermigrasi ke dalam mesohyl dan mengakumulasi phagosome Harrison dan De Vos, 1991.
2.4.2.4. Fertilisasi
Sperma dan sel telur dihasilkan oleh amoebocytes. Sperma keluar dari tubuh induk melalui osculum bersama aliran air dan masuk ke individu lain
11
melalui ostium juga bersama aliran air. Sperma akan masuk ke choanocytes atau amoebocytes yang berada di dalam spongocoel atau flagellated chamber. Sel
amoebocytes beserta sperma melebur dengan sel telur, selanjutnya terjadi pembuahan fertilisasi. Perkembangan embrio sampai menjadi larva berflagela
masih di dalam mesohyl. Larva berflagela larva amphiblastula keluar dari mesohyl dan bersama aliran air keluar dari tubuh induk melalui osculum. Larva
amphiblastula berenang bebas, beberapa saat kemudian menempel pada substrat dan berkembang menjadi spons muda sessile dan akhirnya tumbuh menjadi besar
dan dewasa.
2.4.2.5. Faktor yang mempengaruhi fungsi reproduksi spons
Mekanisme yang mengatur atau mempengaruhi reproduksi spons dikelompokan menjadi dua kategori, yaitu pengaruh internal dan pengaruh
eksternal. Pengaruh internal yang mempengaruhi reproduksi spons adalah:
1. Kontrol genetik Kontrol genetik mempengaruhi pematangan seksual. Spons Axinella
damicornis dan Axinella verrucosa mempunyai genus yang sama dan habitat yang sama tetapi memperlihatkan periode reproduksi yang sangat berbeda.
Variasi siklus reproduksi ditunjukkan juga oleh jenis yang berbeda pada daerah cuaca yang sama. Hal ini merupakan argumentasi lain diferensiasi seksual
yang dipengaruhi oleh kontrol genetik Sara, 1992. 2. Senyawa yang mirip dengan hormon
Penelitian penggabungan spesimen yang tidak berdiferensiasi seksual pada Tethya serica tidak memberikan petunjuk pada kematangan seksual dan
12
penggabungan spesimen ke bercampurnya gamet heterolog atau ke sebuah pengaruh satu tipe gamet yang lainnya. Kenyataan ini terjadi pada Polymastis
sp. yang menunjukkan bahwa dengan petunjuk yang terbatas, senyawa yang mirip hormon berpengaruh pada seksualitas spons dan kelihatannya
mengindikasikan sebuah dasar genetik pada diferensiasi Sara, 1992. 3. Pengaruh umur dan ukuran spons
Umur spesimen yang mungkin berkorelasi dengan ukurannya, merupakan mekanisme lain yang dapat mengontrol reproduksi pada spons. Ukuran
reproduktif minimum pada Tethya serrica panjangnya kira-kira 10 cm. Hippospongia lanchne diameternya kira-kira 14 cm. Mycale sp. hanya
spesimen yang volume bersihnya lebih besar dari 200 ml mengalami oogenesis, sedangkan spesimen yang kecil memperlihatkan spermatogenesis.
Sebaliknya, pada Suberitas ficus, oogenesis sering terjadi hanya pada spesimen yang ukurannya tidak lebih dari kira-kira 5 cm Sara, 1992.
Pengaruh eksternal yang mempengaruhi reproduksi spons adalah: 1. Suhu dan cahaya
Perubahan suhu memberikan penngaruh terhadap spons. Spons tumbuh pada kisaran suhu optimal 26-31 ºC dan di daerah empat musim suhu merupakan
faktor lingkungan utama yang mengatur reproduksi spons, sangat berhubungan dengan perubahan suhu yang mencolok pada tiap musimnya. Umumnya spons
tidak mampu beradaptasi pada perubahan suhu yang sangat cepat. Peningkatan suhu dan intensitas cahaya memberikan kontribusi pada pemilihan waktu
gametogenesis pada spons di perairan tropis pada Great Barrier Reef. Tiga parameter iklim suhu laut, cahaya sinar matahari dan curah hujan
13
berhubungan dengan awal dan penghentian aktifitas reproduksi pada tiga jenis spons, yaitu Haliclona amboinensis, Haliclona cymiformis, dan Niphates nitida
Fromont, 1994. Namun beberapa penelitian juga memperlihatkan bahwa gametogenesis sama sekali tidak berhubungan dengan faktor suhu Simpson,
1984. 2. Fotoperiode
Fotoperiode penting untuk pematangan oosit, misalnya pada spons intertidal Haliclona perlmolis di pantai Oregon Tengah. Pematangan oosit ini
berhubungan dengan suhu jaringan pada spons ini yang diakibatkan oleh fotoperiode. Permulaan oogenesis terjadi selama awal bulan maret
berhubungan dengan peningkatan intensitas cahaya, sementara spermatogenesis berhubungan dengan suhu jaringan. Spons ini secara fisiologi
dapat membentuk oosit pada suhu rendah sementara yang lainnya membentuk spermatosit lebih lambat pada suhu yang lebih tinggi. Pengaruh positif
fotoperiode terjadi juga pada proses pembentukan gemmule pada spons ini Sara, 1992.
3. Fase bulan Pengeluaran gamet spons pada daerah tropik berhubungan erat dengan fase
bulan. Spawning pada dua individu Agelas clathrodes terjadi pada pagi hari sebelum fase purnama Hoppe, 1987. Namun pengeluaran sperma dan telur
Aaptos aaptos di Pulau Barang Lompo tidak dipengaruhi oleh fase bulan Haris, 2005.
14
2.5. Histologis
Histologis adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang jaringan. Histologis mempelajari jaringan dengan lebih mendalam mengenai struktur,
tekstur dan fungsi dari bagian yang diamati. Jaringan dasar yang biasanya diamati adalah jaringan epithel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf. Histologis
sel gonad merupakan cara pengamatan sel gonad secara mikroskopis. Melalui histologis diharapkan akan dapat diketahui secara lebih mendalam mengenai
perkembangan yang terjadi di dalam sel gonad. Struktur sel dan jaringan serta hasil produksi sel diusahakan supaya dapat dilihat sehingga dapat dipelajari
dengan menggunakan bahan-bahan kimia yang dapat mengawetkan jaringan dari pembusukan, memfiksasi komponen-komponen sel dan matriks tadi sesuai
dengan bentuk aslinya untuk mencegah kerusakan, dan pewarnaan yang memungkinkan pengamatan bagian-bagian sel matriks dengan kontras yang cukup
sehingga mudah terlihat dengan mikroskop Bavelander dan Ramaley, 1988.
15
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Sampel spons Petrosia petrosia nigricans yang digunakan untuk penelitian di laboratorium di peroleh di bagian barat daya Pulau Pramuka
Gugusan Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada kedalaman 7 meter. Perawatan spons yang telah difragmentasi dilakukan selama 3 bulan September – November
2010 di Laboratorium Pusat Studi Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Jakarta Utara. Waktu pengambilan sampel sesuai dengan penanggalan Bulan Qomariyah
selama satu bulan. Pengawetan dan pengamatan sampel spons dilakukan di Laboratorium Histologis Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.