Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas peran komite audit dalam pelaksanaan good corprate governance menurut perspektif internal auditor : studi empiris pada perbankan syraih di jakarta

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS PERAN KOMITE AUDIT DALAM PELAKSANAAN GOOD CORPORATE

GOVERNANCE MENURUT PERSPEKTIF INTERNAL AUDITOR (Studi Empiris Pada Perbankan Syariah di Jakarta)

Oleh

RIZKY NURFAJRI NIM: 205082000277

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1431 H/2010 M


(2)

ANALISIS FAKTOR-FAKOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS PERAN KOMITE AUDIT DALAM PELAKSANAAN GOOD CORPORATE

GOVERNANCE MENURUT PERSPEKTIF INTERNAL AUDITOR (Studi Pada Perbankan Syariah di Jakarta)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi Dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

RIZKY NURFAJRI NIM: 205082000277 Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Amilin., SE., Ak., M.Si Rahmawati., SE., MM NIP. 150 370 232 NIP. 19770814 200604 200 3

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1431 H/2010 M


(3)

Hari ini Rabu Tanggal 13 januari Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Komprehensif atas nama Rizky NurFajri NIM:205082000277 dengan judul Skripsi “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS PERAN KOMITE AUDIT DALAM PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE MENURUT PERSPEKTIF INTERNAL AUDITOR”(Studi Empiris Pada Perbankan Syariah Di Jakarta). Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 13 Januari 2010

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Hepi Prayudiawan., SE., Ak., MM Rini., SE., Ak., M.Si

Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Hamid., MS Penguji Ahli


(4)

Hari ini Selasa Tanggal 15 Juni Tahun Dua Ribu Sepuluh telah dilakukan Ujian Skripsi atas nama Rizky NurFajri NIM: 205082000277 dengan judul Skripsi “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS PERAN KOMITE AUDIT DALAM PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE MENURUT PERSPEKTIF INTERNAL AUDITOR” (Studi Empiris Pada Perbankan Syariah Di Jakarta). Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 15 Juni 2010

Tim Penguji Ujian Skripsi

Dr. Amilin, Ak., M.Si Rahmawati., SE., MM

Penguji I Penguji II

Prof. Dr. Ahmad Rodoni Rini., SE., Ak., MSi Penguji Ahli I Penguji Ahli II


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

1. Nama : Rizky NurFajri

2. Tempat & Tanggal Lahir : Jakarta, 4 Juli 1987

3.Alamat : Komplek SEPOLWAN Blok A/9 Pasar Jumat Jakarta Selatan 4. Telepon : (021) 7660422/91654406

II. PENDIDIKAN

1. MI Pembangunan UIN Tahun 1993-1999 2. MTs. Pembangunan UIN Tahun 1999-2002 3. SMA Bakti Mulya 400 Tahun 2002-2005 4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2005-2010

III. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Ayah : Rusdiansyah

2. Ibu : Tiktik Rustika

3. Alamat : Komplek SEPOLWAN Blok A/9

Pasar Jumat Jakarta Selatan 4. Telepon : (021) 7660422


(6)

ABSTRACT

This research aimed to identify and to test that influence audit committee authority, audit committee competence, audit committee independence relationship between audit committee and internal auditor to audit committee efectiveness in good corporate governance . The research has been done in Jakarta with independent auditor respondent working for syariah banking company. Retrieval of sample has been using convenience sampling. Number of questionnaires propagated was 60 copies but only 57 copies question returned and 54 may be used. The data were analysis for hypothesis tester was done with multiple regression.

The result of research indicates that audit committee competence, audit committee independence, and relationship between audit committee and internal auditor have significantly influence to audit committee efectiveness in good corporate governance .

Keywords: Audit committee, authority, competence, independence, internal auditor, good corporate governance.


(7)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh kewenangan komite audit, kompetensi komite audit, independensi komite audit, dan hubungan komite audit dengan internal auditor terhadap efektivitas peran komite audit dalam pelaksanaan good corporate governance. Pada penelitian ini digunakan data primer dalam bentuk penyebaran kuesioner yang dilakukan di Jakarta dengan responden auditor internal yang bekerja pada kantor bank syariah. Penentuan sampel dilakukan dengan menggunakan metode convenience sampling. Kuesioner yang disebarkan berjumlah 60 tetapi kembali hanya 57 dan yang bisa diolah 54. Penganalisisan data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan regresi berganda.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa kompetensi komite audit, independensi komite audit, dan hubungan komite audit dengan internal auditor berpengaruh signifikan terhadap efektivitas peran komite audit dalam pelaksanaan good corporate governance.

Kata kunci: Komite audit, wewenang, kompetensi, independensi, internal auditor, good corporate governance.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIVITAS PERAN KOMITE AUDIT DALAM PELAKSANAAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE MENURUT PERSPEKTIF INTERNAL AUDITOR (Studi Empiris Pada Perbankan Syariah Di Jakarta).

Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat-syarat guna mencapai gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini terutama kepada:

1. Allah S.W.T atas rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

2. Kedua orang tua serta nenekku yang telah memberikan semangat serta doa yang tiada henti-hentinya kepada penulis.

3. Keluargaku yang telah menyemangati dan memberikan banyak inspirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Afif Sulfa, SE., Ak., M.Si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

6. Ibu Yessi Fitri SE., Ak., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Bapak Dr. Amilin, Ak., M.Si selaku dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.


(9)

8. Ibu Rahmawati SE., MM selaku dosen Pembimbing Skripsi II yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

9. Seluruh staf pengajar dan karyawan Universitas Islam Negeri yang telah memberikan bantuan kepada penulis.

10.Teman-teman akuntansi B, Hamid, Wahyu ”songong”, Wildan ”sensi”, Rifkie, Taka, Oji, Tata, Dodi, Faried, Santo, Arie, Refi, Hasan, Babe, Apoy, Ramdan, Ocha, Iren, Desse, Pipit, Endang, Mute, Ulfa, Ersya, Makwa, Aci, Kak Ria, Rikhie, dan lain-lain.

11.Teman-teman mahasiswa bimbingan, Mas Iwan, Misbah, Asep, Rahma, Iqbal dan lain-lain.

12.Teman-teman ”SYAHIDA FITNESS”, Thoger (Instruktur), Aan (Manager), Sigit, dan para Gymers yang lainnya, maaf tidak dapat disebutkan satu persatu sebab akan menghabiskan satu halaman lebih kalau diabsen semuanya.

13.Teman-teman team ”SS-FC”, Mul, Ace, Paul, Dayat, Indra, Endy, Reno, Rizki, Topan, Daus, Erick, Evan, Akim, dan lain-lain.

14.Rekan-rekan Akuntansi Audit, Akuntansi Manajemen dan Akuntansi Perpajakan angkatan 2005 yang telah memberikan dukungannya selama ini kepada penulis.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Jakarta, Juni 2009

(Rizky NurFajri)


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………..…………..……… i

Lembar Pengesahan Skripsi ……….………….……… ii

Lembar Pengesahan Uji Komprehensif ………….…….………. iii

Lembar Pengesahan Uji Skripsi ………..……….……… iv

Daftar Riwayat Hidup ……….…………. v

Abstract ……….……….…….…... vi

Abstrak ……….…..… vii

Kata Pengantar ……….……… viii

Daftar Isi ……….………..……… x

Daftar Tabel ………..……… xv

Daftar Gambar ………..……… xvii

Daftar Lampiran ………... xviii

BAB I PENDAHULUAN ….……… 1

A. Latar Belakang ……….… 1

B. Perumusan Masalah ….……… 9


(11)

C. Tujuan Penelitian .……… 10

D. Manfaat Penelitian ………... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 12

A. Tinjauan Literatur ……….… 12

1. Komite audit ………. 12

2. Good Corporate Governance Pada Bank Syariah ... 19

3. Auditor Internal ...……… 24

4. Wewenang……….. ……… 27

5. Kompetensi………. 30

6. Independensi……… 32

7. Hubungan Komite Audit Dengan Internal Auditor……….. 34

8. Perkembangan Bank Syariah Di Indonesia……… 36

B. Keterkaitan Antara Variabel ……….. 39

1. Wewenang dengan Efektivitas Peran Komite Audit dalam Penarapan Good CorporateGovernance Menurut Perspektif Internal Auditor…… …….. 39


(12)

2. Kompetensi dengan Efektivitas Peran Komite

Audit dalam Penarapan Good CorporateGovernance

Menurut Perspektif Internal Auditor…… …….. 40

3. Independensi dengan Efektivitas Peran Komite Audit dalam Penarapan Good CorporateGovernance Menurut Perspektif Internal Auditor…… …….. 41

4. Hubungan Komite Audit dengan Internal Auditor Terhadap Efektivitas Peran KomiteAudit dalam Penerapan Good CorporateGovernance Menurut Perspektif Internal Auditor………….….…….. 43

C. Hasil Penelitian Sebelumnya………. 44

D. Model Penelitian …….……….. 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ……….….. 46

A. Ruang Lingkup Penelitian ..………. 46

B. Metode Penentuan Sampel ……….. 46

C. Metode Pengumpulan Data ……….…. 47

1. Penelitian Pustaka ……….……… 47


(13)

2. Penelitian Lapangan ………. 47

D. Metode Analisis ………..………. 47

1. Statistik Deskriptif ……… 47

2. Uji Kualitas Data ……….. 48

3. Uji Asumsi Klasik ……… 49

3. Uji Hipotesis ………. 51

E. Operasionalisasi Variabel ……….. 53

1. Efektivitas komite audit dalam penerapan good corporate governance..………. 53

2. Wewenang komite audit …….……….. 54

3. Kompetensi komite audit ………. 55

4. Independensi komite audit ………..……... 55

5. Hubungan komite audit dengan internal auditor….. 56

BAB IV PENEMUAN DAN PEMBAHASAN ………... 46

A. Sekilas Gambaran Umum Objek Penelitan ….……… 46

1. Tempat dan Waktu Penelitian ……….………. 60

2. Karakteristik Responden ….………. 61

B. Hasil Uji Instrumen Penelitian .……… 62

1. Statistik Deskriptif ……….. 62


(14)

2. Hasil Uji Kualitas Data………. 64

3. Hasil Uji Asumsi Klasik……… 71

4. Hasil Uji Hipotesis………... 75

C. Pembahasan ………... 78

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 81

A. Kesimpulan ……….. 81

B. Saran .……… 83

Daftar Pustaka ……… 85

Lampiran-Lampiran ……… 89


(15)

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Penggabungan Fungsi Good Corporate Governance

Bank Konvensional Dengan Bank Syariah……….. 23

Tabel 2.2 Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional ………..……. 36

Tabel 2.3 Hasil Penelitian Sebelumnya………. 44

Tabel 3.1 Operasional Variabel Penelitian……….……….. 48

Tabel 4.1 Data Distribusi Sampel Penelitian……… 60

Tabel 4.2 Data Sampel Penelitian……….………… 61

Tabel 4.3 Daskriptif Responden……… 61

Tabel 4.4 Hasil Uji Statistik Deskriptif……… 63

Tabel 4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Wewenang Komite audit ………….………..……….... 64

Tabel 4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Kompetensi Komite audit……….……….… 64

Tabel 4.7 Hasil Uji Validitas setelah KpKA1 dan KpKA3 dikeluarkan………. 65

Tabel 4.8 Hasil Uji Validitas Variabel independensi Komite audit ……….… 65

Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas setelah IdKA4 dikeluarkan..……….. 66

Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas VariabelHubungan Komite Audit Dengan Internal Auditor.………..….. 66


(16)

Tabel 4.11 Hasil Uji Validitas Setelah HDIA4 Dikeluarkan……… 67 Tabel 4.12 Hasil Uji Validitas Variabel Good Corporate

Governance ……….….…... 68 Tabel 4.13 Hasil Uji Validitas Setelah GCG4 dan GCG5

Dikeluarkan……… 69 Tabel 4.14 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Wewenang

Komite Audit………..……..….… 69 Tabel 4.15 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Kompetensi

Komite Audit ………...……… 69 Tabel 4.16 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Independensi

Komite Audit ………. 70

Tabel 4.17 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Hubungan

Komite Audit Dengan Internal Auditor………. 70 Tabel 4.18 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Good Corporate

Governance………. 71 Tabel 4.19 Hasil Uji Multikolonieritas ……….… 71 Tabel 4.20 Hasil Uji Koefisien Determinasi ………. 75 Tabel 4.21 Hasil Uji Secara Individual (Uji Statistik t) ……..……..… 76


(17)

Daftar Gambar

Gambar 2.1 Model Pengaruh Variabel Independen Dengan

Variabel Dependen .………..………. 44 Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot …….… 73 Gambar 4.2 Grafik Scatterplot ……… 74


(18)

xviii

Daftar Lampiran

Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Lampiran 2 Daftar Jawaban Responden Lampiran 3 Hasil Uji Data SPSS


(19)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pemerintah Indonesia dan International Monetary Found (IMF) memperkenalkan konsep good corporate governance dalam rangka economy recovery. Konsep ini diharapkan dapat melindungi pemegang saham (stakeholders) dan kreditur agar dapat memperoleh kembali investasinya. Penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB) menyimpulkan penyebab krisis ekonomi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah (1) mekanisme pengawasan dewan komisaris (board of director) dan komite audit (audit committee) suatu perusahaan tidak berfungsi dengan efektif dalam melindungi kepentingan pemegang saham dan (2) pengelolaan perusahaan yang belum profesional. Sehingga penerapan konsep good corporate governance di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pemegang saham tanpa mengabaikan kepentingan stakeholders (Sri Sulistyo dan Haris Wibisono, 2003).

Good corporate governance secara definitif merupakan sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua stakeholder. Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep ini, pertama, pentingnya hak pemegang saham untuk memperoleh

informasi dengan benar (akurat) dan tepat pada waktunya,


(20)

(disclosure) secara akurat, tepat waktu, dan transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder. Secara singkat, ada lima komponen utama yang diperlukan dalam konsep good corporate governance ini, yaitu fairness (keadilan), transparency (transparansi), accountability (akuntabilitas), proffesional (profesional) dan responsibility (pertanggungjawaban) (Forum for Corporate Governace in Indonesia, 2001:1). Kelima komponen tersebut penting karena penerapan prinsip good corporate governance secara konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan (Beasly, Defond, Jiambalvo, dan Submaryaman, 1998) dalam (Sri Sulistyo dan Haris Wibisono, 2003). Chtourou, Marrakchi, Bedard, dan Courteau, (2001) juga mencatat prinsip good corporate governance yang diterapkan dengan konsisten dapat menjadi penghambat (constrain) aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak menggambarkan nilai fundamental perusahaan.

Terdapat tiga komite di dalam good corporate governance yang memiliki peranan penting, yaitu (1) komite kompensasi/remunerasi, (2) komite nominasi, dan (3) komite audit. Salah satu dari komite-komite yang telah disebutkan di atas yaitu komite audit memiliki tugas terpisah dalam membantu dewan komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh. Sebagai contoh, komite audit memiliki wewenang untuk melaksanakan dan mengesahkan penyelidikan terhadap masalah-masalah di dalam cakupan tanggung jawabnya. The Institute of Internal Auditors (IIA) merekomendasikan bahwa setiap perusahaan publik


(21)

harus memiliki komite audit yang diatur sebagai komite tetap. IIA juga menganjurkan dibentuknya komite audit di dalam organisasi lainnya, termasuk lembaga-lembaga non-profit dan pemerintahan (Forum for Corporate Governance, 2001:11).

Hekinus (2004) dalam Rani Wulandari (2008:3) menyatakan bahwa keberadaan komite audit menjadi penting terutama untuk memulihkan dan mempertinggi daya tahan perusahaan setelah berbagai kasus kecurangan terjadi. Tujuan pembentukan komite audit pada umumnya dimaksudkan untuk mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap mekanisme akuntansi, auditing, serta sistem pengendalian yang lain sehingga unsur-unsur pengendalian tersebut tetap optimal dalam sistem ekonomi pasar.

Menurut Marini Purwanto (2001:207) walaupun di Indonesia komite audit belum lama diperkenalkan, namun komite ini sudah sejak lama dibentuk di negara maju seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris. Hal ini terlihat misalnya pada tahun 1967 American Institute of Certified Public Accountant (AICPA) menerbitkan sebuah pernyataan yang merekomendasikan agar setiap perusahaan yang go publik membentuk suatu komite yang terdiri dari orang-orang yang bukan merupakan pejabat perusahaan, yang diberi kewenangan menunjuk auditor independen dan mengikuti secara terus menerus pelaksanaan kegiatan dari auditor tersebut. Selanjutnya pada tahun 1973, pasar modal Amerika Serikat tepatnya di New York Stock Exchange. Per 30 juni 1978, setiap perusahaan domestik yang tercatat di bursa New York Stock Exchange disyaratkan untuk memiliki komite audit.


(22)

Dari perkembangan pembentukan komite audit di Amerika Serikat, ternyata telah banyak dipengaruhi oleh peristiwa penyelewengan yang menodai citra pengendalian badan usaha di negeri tersebut. Kejadian demikian semakin mendorong tuntutan masyarakat terhadap independensi auditor serta peningkatan peran komite audit.

Banyak perkembangan yang terjadi sejak peristiwa tersebut. Salah satu yang menarik adalah kenyataan bahwa hampir semua perusahaan di Amerika Serikat kini telah mempunyai komite audit, padahal tidak terdapat hukum yang mengikat bahwa keberadaan komite audit tersebut adalah suatu keharusan. Oleh karena itu pengakuan perlunya komite audit dapat dipandang sabagai persyaratan pasar (required by the market), bukan karena adanya kewajiban secara hukum (required by law).

Secara formal komite audit diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1995, melalui Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 27/163/KEP/DIR tertanggal 31 Maret 1995. Dalam perkembangannya di Indonesia komite audit diatur dalam surat edaran Bappepam No. SE.03 IPM/2000 yang merekomendasikan perusahaan-perusahaan publik untuk membentuk komite audit (Marini Purwanto, 2000:208).

Bursa Efek Jakarta juga mengeluarkan KEP-339/BEJ/07-2001 yang merekomendasikan semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta untuk memiliki komite audit. Pada tahun 2003, Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Undang-undang ini menegaskan bahwa


(23)

komisaris dan dewan pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu komisaris dan dewan pengawas dalam melaksanakan tugasnya (I Putu Sugiartha Sanjaya, 2005:149)

Menurut Klein (2002) dalam Arbyantoro (2007:3), kehadiran komite audit yang independen dalam perusahaan dapat memberikan keuntungan dalam pemonitoran yang efektif. Dengan demikian maka laporan keuangan menjadi lebih transparan, perdagangan saham menjadi lebih aktif, dan informasi laporan keuangan menjadi tidak bias sebagai input dalam melakukan kontrak antara stakeholders, senior chairmants, dan manajemen.

Penelitian yang dilakukan oleh Vandageta (2009), sebagai komponen

dari good corporate governace keberadaan komite audit dan sekretaris

perusahaan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap harga saham pada 26 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2006-2007. Selain itu pasar menilai laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang membentuk komite audit memiliki kualitas yang lebih baik daripada laba yang dilaporkan oleh perusahaan yang tidak membentuk komite audit (Agung Suaryana, 2008).

Komite audit di Indonesia mulai menjadi hal penting dalam pelaksanaan tata pengelolaan perusahaan yang lebih baik. Pembentukan komite audit dalam lingkungan perusahaan diharapkan dapat menciptakan tata kelola perusahaan yang optimal sehingga menghasilkan kinerja finansial dan non finansial yang baik. Hal ini juga dipertegas oleh I Putu Sugihartha Sanjaya (2005:149) yang menyatakan bahwa ada tiga lembaga yang dapat mendukung


(24)

pelaksanaan tata pengelolaan perusahaan secara lebih optimal salah satunya adalah komite audit. Oleh karena itu banyak perusahaan dalam negeri yang mulai membentuk komite audit.

Manao (1996) dalam Arbyantoro (2007:5), menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat menjadi tolak ukur dan memberikan kontribusi terhadap efektifitas komite audit adalah faktor kewenangan dan status organisasi, faktor kompetensi, faktor independensi, serta faktor hubungan dan komunikasi. Sedangkan menurut Subur (2003) dalam I Putu Sugiartha Sanjaya (2005:152) faktor-faktor yang harus dipenuhi oleh komite audit dan dapat dijadikan tolak ukur adalah faktor independensi, profesionalitas, objektifitas, integritas, kompetensi, serta hubungan dan komunikasi. Amin Widjaya (2002) dalam Rani Wulandari (2008:7) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas Board of Directors dan komite audit dalam suatu entitas mencakup independensi dari komite audit, pengalaman dan kualitas anggotanya, tingkat keterlibatan mereka terhadap aktivitas, ketepatan tindakan mereka, tingkat kualitas pertanyaan yang muncul dan terus ditanyakan kepada manajemen, serta interaksi mereka dengan auditor internal dan auditor eksternal.

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komite audit telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu, salah satunya adalah Arbyantoro (2007) yang melakukan penelitian mengenai analisa efektivitas komite audit pada pengelolaan perusahaan property dan real estate yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dari hasil penelitiannya


(25)

dikemukakan bahwa faktor wewenang dan status organisasi, independensi, objektivitas, dan hubungan komunikasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap efektivitas komite audit.

Helianti Utami dan Puji Handayani (2007) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komite audit dalam mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) pada auditor yang bekerja di kantor akuntan yang berdomisili di Malang dan Surabaya, hasil penelitiannya menyatakan bahwa komposisi dari komite audit dan evaluasi kinerja mempunyai pengaruh signifikan pada efektivitas komite audit yang dirasakan oleh auditor tersebut.

Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Arbyantoro (2007). Adapun yang membedakannya antara lain dalam hal:

1. Populasi penelitian

Pada penelitian ini populasi yang akan digunakan adalah auditor internal pada bank syariah, sedangkan pada penelitian sebelumnya, populasi penelitian yang digunakan adalah perusahaan property dan real estate yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

2. Periode penelitian

Penelitian ini menggunakan data pada tahun 2010, sedangkan pada penelitian sebelumnya, data yang digunakan yaitu data dari tahun 2007.


(26)

3. Variabel penelitian

Variabel Independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor wewenang, faktor kompetensi, faktor independensi, dan faktor hubungan komite audit dengan auditor internal, sedangkan pada penelitian sebelumnya tidak memasukan variabel faktor hubungan dengan auditor internal.

Penambahan variabel hubungan komite audit dengan auditor internal merujuk pada jurnal yang ditulis oleh Ataina Hudayati (2001) yang menyebutkan bahwa hubungan antara komite audit dengan pemeriksa internal haruslah harmonis sebab masing-masing pihak mempunyai tugas yang saling berkaitan dalam lingkup pengendalian perusahaan. Beberapa tugas utama dari auditor internal yang berhubungan dengan komite audit adalah memberikan informasi mengenai pengendalian dan pengawasan perusahaan, memberikan laporan hasil audit internal dan rekomedasi, serta menginvestigasi dugaan adanya kecurangan yang melibatkan manajemen dalam perusahaan (Sawyer, 2005). Tugas-tugas pengendalian dan pengawasan akan dapat berjalan dengan baik apabila terdapat hubungan yang harmonis antara komite audit dengan auditor internal.

Pemilihan auditor internal sebagai populasi dilakukan karena internal auditor bertindak sebagai salah satu fungsi pengawasan yang erat kaitannya dengan implementasi good corporate governance pada perusahaan, sedangkan pemilihan bank syariah sebagai tempat penelitian karena bank syariah sebagai bank yang berlandaskan pada prinsip islam diharapkan memiliki


(27)

pengimplementasian good corporate governance yang lebih baik dibandingkan bank konvensional pada umumnya.

Berdasarkan perbedaan-perbedaan yang ada atas penelitian sebelumnya yang menjadi rujukan penelitian ini, penulis tertarik untuk melakukan penelitian lanjutan yaitu dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Peran Komite Audit Dalam Penerapan Good Corporate Governace Menurut Perspektif Internal Auditor” (Studi Empiris Pada Perbankan Syariah di Jakarta).

B. Perumusan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah menurut perspektif internal auditor wewenang komite audit

berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas peran komite audit dalam penerapan good corporate governance?

2. Apakah menurut perspektif internal auditor kompetensi komite audit

berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas peran komite audit dalam penerapan good corporate governance ?

3. Apakah menurut perspektif internal auditor independensi komite audit

berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas peran komite audit dalam penerapan good corporate governance ?


(28)

4. Apakah menurut perspektif internal auitor hubungan komite audit dengan internal auditor berpengaruh secara sigifikan terhadap efektivitas peran komite audit dalam penerapan good corporate governance?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan bukti atas hal-hal sebagai berikut:

1. Menguji pengaruh wewenang terhadap efektivitas peran komite audit

dalam penerapan good corporate governance.

2. Menguji pengaruh kompetensi terhadap efektivitas peran komite audit

dalam penerapan good corporate governance.

3. Menguji pengaruh independensi terhadap efektivitas peran komite audit

dalam penerapan good corporate governance.

4. Menguji pengaruh hubungan komite audit dengan auditor internal terhadap efektivitas peran komite audit dalam penerapan good corporate governance.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian diharapkan memberikan manfaat bagi:


(29)

a. Bagi dunia usaha atau perusahaan.

Dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komite audit dalam menjalankan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance.

b. Bagi komite audit.

Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dan masukan serta bukti bagi komite audit dalam rangka pencapaian nilai positif bagi suatu perusahaan terutama dalam penerapan good corporate governance.

c. Bagi auditor internal.

Agar dapat saling mempererat kerjasama dengan komite audit dalam melakukan fungsi good corporate governance di dalam perusahaan.

d. Bagi peneliti.

Untuk memberiakan pengalaman dan pengetahuan yang yang sangat berarti terutama tentang peranan komite audit pada perusahaan yang merupakan salah satu instrumen good corporate governance pada perusahaan.

e. Bagi pihak lainnya.

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai penambah pengetahuan dan wawasan terutama dalam bidang audit, dan corporate governance serta dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber referensi bagi penelitian selanjutnya.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Literatur 1. Komite Audit

Berikut ini disajikan definisi mengenai komite audit dari beberapa sumber referensi. Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001:11) pengertian komite audit adalah:

“Komite yang menerima delegasi tugas-tugas dewan komisaris karena pendelegasian wewenang tersebut akan bermanfaat dalam pelaksanaan pekerjaan dewan komisaris secara rinci dengan memusatkan perhatian dewan komisaris kepada bidang khusus perusahaan atau pelaksanaan good corporate governance oleh manajemen.”

Rittenberg dan Schwieger (2001), menyebutkan bahwa komite audit adalah:

“An audit committee is a sub committee of the board of directors that is composed of independent, outside directors. The audit committee has oversight responsibility (on behalf of the full board of directors and its stakeholders) for the outside reporting of the company including annual financial statements; risk monitoring and control processes; and both internal and external audit functions.”

Sedangkan menurut Elder, Arens, Alvin, dan Beasley (2009), komite audit adalah:

“An audit committee is a selected number of members of a company’s board of directors who responsibility include helping auditors remain independent of management. Most audit committees are made up of three to five or sometimes as many as seven directors who are not a part of company management. The Sabaness-Oxley Act requires that all members of the audit committee be independent, and companies must disclosure wheter or not the audit committee includes at least one member who is financial expert.”


(31)

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris.

b. Komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris.

c. Komite audit menerima pendelegasian wewenang dari dewan

komisaris untuk mengawasi pelaksanaan tugas direksi dalam mengoperasionalkan perusahaan.

d. Komite audit bertanggung jawab kepada dewan komisaris.

e. Komite audit terdiri dari orang-orang yang independen, dengan kata lain tidak termasuk manajemen perusahaan.

Berdasarkan Surat Keputusan Direktur PT Bursa Efek Jakarta nomor: Kep-339/BEJ/07-2001 pada tanggal 20 Juli 2001 tentang ketentuan umum bidang pencatatan ekuitas di bursa, dalam surat ini ditegaskan bahwa keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga orang anggota. Seorang diantaranya merupakan komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit. Anggota lainnya merupakan pihak eksternal yang independen sekurang-kurangnya satu diantaranya mempunyai kemampuan di bidang akuntansi dan atau keuangan.


(32)

Pedoman pembentukan komite audit di dalam Surat Keputusan Ketua Bappepam Nomor: KEP-41/PM/2003 tanggal 2 Desember 2003, dalam Rani Wulandari (2008:17) sebagai berikut:

Pedoman Pembentukan Komite Audit.

a. Struktur komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan

komisaris dan dilaporkan kepada rapat umum pemegang saham.

b. Anggota komite audit yang merupakan komisaris indepanden

bertindak sebagai ketua komite audit. Dalam hal komisaris independen yang menjadi anggota komite audit lebih dari satu orang maka salah satunya bertindak sebagai komite audit.

Persyaratan Keanggotaan Komite Audit:

a. Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan

pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik.

b. Salah seorang dari anggota komite audit memiliki latar belakang

pendidikan akuntansi dan keuangan.

c. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami

laporan keuangan.

d. Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan perundangan

di bidang pasar modal dan peratuaran perundang-undangan yang terkait dengannya.

e. Bukan merupakan orang dalam kantor akuntan publik yang

memberikan jasa audit dan atau non audit pada emiten atau perusahaan


(33)

publik yang bersangkutan dalam 1 (satu) tahun terkhir sebelum diangkat oleh komisaris sebagai mana dimaksud dalam peraturan Nomor VIII.A.2 tentang independensi akuntan yang memberikan jasa audit di pasar modal.

f. Bukan merupakan karyawan kunci emiten atau publik yang

bersangkutan dalam 1 (satu) tahun terakhir sebelum diangkat komisaris.

g. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada

emiten atau perusahaan publik. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.

h. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan

publik, komisaris, direksi, atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik.

i. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung

yang berkaitan dengan saha emiten atau perusahaan publik.

j. Tidak merangkap sebagai anggota komite audit pada emiten atau

perusahaan publik lain pada periode yang sama.

Peranan dewan komisaris dan komite audit pada corporate governance dalam Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001:12) menyebutkan bahwa umumnya komite audit mempunyai


(34)

tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu laporan keuangan, tata kelola perusahaan atau corporate governance, dan pengawasan perusahaan. a. Laporan keuangan (financial reporting)

Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang hal-hal sebagai berikut:

1) Kondisi keuangan.

2) Hasil usaha.

3) Rencana dan komitmen jangka panjang.

Ruang lingkup pelaksanaan ini adalah: 1) Merekomendasikan auditor eksternal;

2) Memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan auditor eksternal, yaitu; a) Surat penunjukan auditor.

b) Perkiraan biaya audit. c) Jadwal kunjungan auditor. d) Koordinasi dengan internal audit. e) Pengawasan terhadap hasil audit. f) Menilai pelaksanaan pekerjaan auditor.

3) Menilai kebijakan akuntansi dan keputusan-keputusan yang

menyangkut kebijaksanaan;

4) Meneliti laporan keuangan (financial statement), yang meliputi: a) Laporan tengah tahunan (interim financial statement).


(35)

b) Laporan tahunan (annual financial statement). c) Opini auditor dan management letters.

Khusus tentang penilaian kebijakan akuntansi dan keputusan suatu kebijaksanaan, dapat dilakukan secara efektif dengan memperoleh suatu rangkuman yang singkat tentang semua kebijakan akuntansi yang mendasari laporan keuangan yang diperoleh dari pejabat dalam bidang akuntansi.

b. Tata kelola perusahaan (corporate governace)

Tanggung jawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan

atau corporate governance adalah untuk memastikan bahwa

perusahaan telah dijalankan sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku, ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:

1) Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan

kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan penyelidikan terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan.

2) Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi maupun yang

ditunda serta yang menyangkut masalah tata kelola perusahaan dalam hal mana perusahaan menjadi salah satu pihak yang terkait di dalamnya.


(36)

3) Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan kepntingan, perbuatan yang merugikan perusahaan, dan kecurangan.

4) Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan

tata kelola perusahaan dan temuan-temuan lainnya.

c. Pengawasan perusahaan (corporate control)

Tanggung jawab komite audit untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung resiko dan sistem pengandalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal. Ruang lingkup audit internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang kecukupan dan efektivitas sistem pengawasan intern.

Fungsi dari komite audit sebagaimana dikemukakan oleh Subur (2003) dalam I Putu Sugiartha Sanjaya (2005:154) adalah:

a. Memperbaiki mutu penyusunan laporan keuangan dengan melakukan

review secara efektif atas nama dewan komisaris.

b. Menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang akan mengurangi

kemungkinan terjadinya penyelewangan-penyelewengan.

c. Memperkuat posisi auditor eksternal dengan menciptakan suatu

saluran komunikasi yang efektif untuk dapat mengemukakan pokok-pokok persoalan secara efektif.

d. Memperkuat posisi auditor internal dengan memperkuat

independensinya dari manajemen.


(37)

e. Meningkatkan kepercayaan publik terhadap kelayakan dan objektifitas laporan keuangan serta meningkatkan kepercayaan terhadap pengendalian internal yang baik.

2. Good Corporate Governance Pada Bank Syariah

Definisi corporate governance menurut Forum for Corporate

Governance in Indonesia (2001:1) dalam publikasi yang pertamanya mempergunakan definisi Cadbury Committee, yaitu:

"Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan."

Corporate governance mempunyai tujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi pihak yang berkepentingan (stakeholders). Secara lebih rinci

terminologi corporate governance dapat digunakan untuk menjelaskan

peranan dan perilaku dari dewan direksi, dewan komisaris, pengelola perusahaan, dan pemegang saham (Forum for Corporate Governance, 2001:1).

Good corporate governance pada lembaga keuangan, khususnya bank memiliki keunikan bila dibandingkan good corporate governance pada lembaga keuangan non-bank. Hal ini lebih disebabkan oleh kehadiran deposan sebagai suatu kelompok stakeholders yang kepentingannya harus diakomodir dan dijaga. Sementara itu khusus dalam perbankan syariah dikenal adanya prinsip-prinsip syariah yang mendukung bagi


(38)

terlaksananya prinsip good corporate governance dimaksud, yakni keharusan bagi subjek hukum termasuk bank untuk menerapkan prinsip kejujuran (shiddiq), edukasi kepada masyarakat (tabligh), kepercayaan (amanah), dan pengelolaan secara profesional (fathanah). Corporate governance merupakan suatu konsepsi yang secara riil dijabarkan dalam bentuk ketentuan/peraturan yang dibuat oleh lembaga otoritas, norma-norma dan etika yang dikembangkan oleh asosiasi industri dan diadopsi oleh pelaku industri, serta lembaga-lembaga yang terkait dengan tugas dan peran yang jelas untuk mendorong disiplin, mengatasi dampak moral hazard, dan melaksanakan fungsi check and balance. Sejumlah perangkat dasar yang diperlukan untuk pembentukan good corporate governance pada bank syariah antara lain: sistem pengendalian intern, manajemen risiko, ketentuan yang mengarah pada peningkatan keterbukaan informasi, sistem akuntansi, mekanisme jaminan kepatuhan syariah, dan audit ekstern. Ditinjau secara yuridis bank syariah bertanggung jawab kepada banyak pihak (stakeholders). Pihak dimaksud antara lain terdiri dari nasabah penabung, pemegang saham, investor obligasi, bank koresponden, regulator, pegawai perseroan, pemasok serta masyarakat dan lingkungan. Dengan demikian penerapan good corporate governance merupakan suatu kebutuhan bagi setiap bank syariah (Khotibul Umam, Karina, dan Sekar Ayu, 2009)

Untuk mengatur pelaksanaan good corporate governance pada

bank syariah maka Bank Indonesia selaku pemegang otoritas perbankan di


(39)

Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI 2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang pelaksanaan good corporate governance bagi bank syariah dan unit usaha syariah. Hal ini dilatarbelakangi atas pertimbangan bahwa pelaksanaan good corporate governance di dalam industri bank syariah harus tetap memenuhi prinsip syariah, yang dicerminkan antara lain dengan adanya pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah (DPS) dalam pengelolaan kegiatan usaha bank umum syariah, serta merupakan amanah dari pasal 34 UU No.21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah.

Penjelasan mengenai Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI 2009 menguraikan lima unsur penting dalam corporate governance yaitu fairness (keadilan), transparency (transparansi), accountability

(akuntabilitas), Proffesional (professional), dan responsibility

(pertanggungjawaban). a. Fairness (Keadilan).

Yaitu menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.

b. Transparency (Transparansi).

Mewajibkan adanya suatu informasi yang tebuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.


(40)

c. Accountability (Akuntabilitas).

Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbang kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh dewan komisaris (dalam two tiers sistem).

d. Professional (Profesional)

Menjamin bahwa perusahaan dikelola secara profesional oleh orang-orang yang ahli pada bidangnya masing-masing.

e. Responsibility (Pertanggungjawaban).

Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial.

Di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI 2009 ruang lingkup pelaksanaan good corporate governance pada bank umum syariah adalah:

a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi.

b. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja

yang menjalankan fungsi pengandalian intern bank umum syariah.

c. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah.

d. Penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern.

e. Batas maksimum penyaluran dana.

f. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank umum syariah.


(41)

Tabel 2.1

Penggabungan Fungsi Good Corporate Governance Bank Konvensional dengan Bank Syariah

Fungsi Lembaga Keuangan

Konvensional

Lembaga Keuangan Syariah

Governance ƒDewan komisaris ƒDewan Pengawas Syariah

Pengendalian ƒInternal auditor

ƒEksternal auditor

ƒPengawas syariah internal

ƒPengawas syariah eksternal

Kepatuhan ƒPejabat tingkat unit atau

depertemen

ƒUnit kepatuhan syariah

Sumber: IFSB Shari’ah Governance, 2009.

Pada pelaksanaan good corporate governance pada bank syariah

terdapat Dewan Pengawas Syariah yang memiliki fungsi sebagai berikut (Laporan good corporate governance Bank Syariah Mandiri):

a. Mengawasi dan memantau kegiatan operasional bank untuk menjamin

kepatuhannya terhadap fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah

Nasional (DSN) – Majelis Ulama Indonesia (MUI).

b. Menilai dan memberi persetujuan mengenai aspek-aspek syariah pada setiap pedoman produk dan operasional perusahaan.

c. Memberikan pendapat mengenai kepatuhan syariah atas kegiatan operasional perusahaan dalam laporan publikasi.

d. Meninjau produk dan layanan baru, yang belum diatur oleh fatwa yang dikeluarkan oleh DSN – MUI.

e. Menyerahkan laporan pengawasan syariah setiap 6 (enam) bulan kepada Dewan Komisaris, Direksi, DSN – MUI dan Bank Indonesia.


(42)

3. Auditor Internal

Berikut ini disajikan definisi auditor internal dari beberapa sumber referensi. Dewan direksi Institute of Internal Auditors dalam Sawyer’s (2005:9-10) memberikan definisi:

“Audit internal adalah aktivitas independen, keyakinan objektif dan konsultasi yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Audit tersebut membantu organisasi mencapai tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sistematis dan berdisiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses pengelolaan resiko, kecukupan kontrol, dan pengelolaan organisasi.”

Selain itu definisi untuk menggambarkan ruang lingkup audit internal modern dan tak terbatas adalah (Sawyer’s, 2005:10):

“Audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan control yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah (1) informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; (2) resiko yang dihadapi perusahaan telah diidentifikasikan dan diminimalisasi; (3) peraturan eksternal sarta kebijakan dan prosedur internal yang bisa diterima telah diikuti; (4) kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis; dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara efektif-semua dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu anggota organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif.”

Di dalam Standar Profesi Audit Internal (2004), ruang lingkup audit internal meliputi pengelolaan resiko, pengendalian, dan proses governance.

a. Pengelolaan risiko

Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara mengevaluasi resiko signifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan resiko dan sistem pengendalian intern.


(43)

b. Pengendalian

Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi resiko signifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan resiko dan sistem pengandalian intern.

1) Efektivitas dan efisiensi kegiatan operasi.

2) Keandalan informasi.

3) Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4) Pengaman aset organisasi.

c. Proses governance

Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-tujuan berikut:

1) Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai dalam

organisasi.

2) Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan

akuntabilitas.

3) Secara efektif mengkomunikasikan resiko dan pengendalian

kepada unit-unit yang tepat di dalam organisasi.

4) Secara efektif mengkoordinasikan kegiatan dari dan

mengkomunikasikan informasi di antara pimpinan, dewan pengawas, auditor internal dan eksternal serta manajemen.


(44)

Peran aktivitas audit internal dengan komite audit sesuai dengan standar yang berlaku yaitu Standar Profesional Internal Audit dalam Rani Wulandari (2008:23) meliputi:

a. Meminta komite audit secara tahunan mereview dan menyetujui

charter audit internal.

b. Bersama-sama komite audit mereview fungsi dan tanggung jawab

administrasi audit internal untuk memastikan bahwa struktur organisasi berjalan sehingga pemeriksaan internal cukup independen.

c. Di dalam charter dimuat bahwa komite audit mereview keputusan

pengangkatan Penanggungjawab Fungsi Auditor Internal (PFAI), termasuk penunjukan dan pemberhentian serta kompensasi PFAI.

d. Di dalam charter telah dimuat bahwa komite audit mereview dan

menyetujui usulan untuk melakukan outsourching beberapa aktivitas audit internal tertentu.

e. Membantu komite audit mengevaluasi kecukupan personalia,

anggaran, dan cakupan serta hasil pelaporan aktivitas audit internal.

f. Memberikan informasi atas koordinasi fungsi kontrol dan monitoring

lainnya seperti manajemen resiko, kepatuhan, security, kelangsungan bisnis, legal, etika, lingkungan dan auditor eksternal.

g. Memberikan informasi atas status, posisi rencana pemeriksaan tahunan serta kecukupan sumber daya dalam melaksanakan tujuannya kepada manajemen senior dan komite audit.


(45)

h. Melaporkan pelaksanaan rencana pemeriksaan tahunan yang telah diasetujui, termasuk tugas dan proyek khusus yang diminta oleh manajemen dan komite audit.

i. Memasukan ke dalam charter audit internal tanggung jawab dari FAI

untuk melaporkan ke komite audit secara tepat waktu setiap dugaan fraud yang melibatkan manajemen atau pegawai yang secara signifikan terlibat.

4. Wewenang

Wewenang menurut Adi Satrio (2005:601) berarti kuasa, atau hak atas sesuatu. Kewenangan juga dapat diartikan sebagai batas atau sejauh mana kekuasaan yang dimiliki suatu pihak dalam menjalankan usahanya dalam berbagai hal antara lain membuat keputusan tertentu, memerintah, atau mendapatkan informasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Arbyantoro, 2007:14).

Menurut Satria (2009), ada 2 pandangan mengenai sumber wewenang, yaitu:

a. Formal, bahwa wewenang dianugerahkan karena seseorang diberi atau

dilimpahkan/diwarisi hal tersebut.

b. Penerimaan, bahwa wewenang seseorang muncul hanya bila hal itu

diterima oleh kelompok/individu kepada siapa wewenang tersebut dijalankan


(46)

Persamaan tanggungjawab dan wewenang adalah baik dalam teori, tetapi sukar dicapai. Dapat disimpulkan, wewenang dan tanggung jawab adalah sama dalam jangka panjang, dan dalam jangka pendek, tanggungjawab lebih besar peranannya dari pada wewenang itu sendiri

Terdapat beberapa pendapat terkait wewenang komite audit. berdasarkan Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001:15): “Wewenang komite audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu dewan komisaris, sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun (hanya sebatas rekomendasi pada dewan komisaris). Kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari dewan komisaris, misalnya mengevaluasi dan mentukan komposisi auditor eksternal dan memimpin suatu investigai khusus”.

Untuk dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya komite audit akan mendapatkan wewenang, seperti akses terhadap dokumen-dokumen perusahaan, fasilitas perusahaan, dan karyawan perusahaan, (Moeller 2009: 734).

Wewenang komite audit dalam peraturan No. IX. 1.5. tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit, lampiran keputusan ketua Bappepam No. 29/PM/2004 bahwa komite audit berwenang untuk mengakses catatan atau informasi tentang karyawan, dana, aset serta sumber daya perusahaan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya.


(47)

Beberapa hal yang menjadi wewenang komite audit yaitu (PT Indofarma , Committee Audit Charter):

a. Kepada anggota baru komite audit diberikan orientasi program

pengenalan mengenai peran, tanggung jawab dan kerangka kerja komite audit.

b. Komite audit menerima otoritas dan penugasan dari dewan komisaris

dengan memperhatikan peraturan yang terkait dengan pasar modal dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

c. Dalam menjalankan tugasnya komite audit berwenang untuk

mengakses catatan atau informasi tentang karyawan, dana, aset serta sumber daya perseroan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya.

d. Komite audit, berdasarkan surat tugas dari dewan komisaris, memiliki akses atas informasi yang ada pada perusahaan dari direksi, SPI dan semua satuan organisasi perusahaan. Jika terjadi kasus/indikasi penyimpangan komite audit perlu meneliti/klarifikasi kasus-kasus tersebut.

e. Komite audit dengan persetujuan komisaris dapat meminta saran dan

bantuan dari tenaga ahli dan profesional lain atas beban perseroan. Dengan wewenang yang memadai diharapkan komite audit dapat melaksanakan peran dan tanggung jawabnya secara efektif sebab hal tersebut akan memudahkan dalam mengakases informasi dan mengambil tindakan yang diperlukan .


(48)

5. Kompetensi

Menurut Webster’s Ninth Collegiate Dictionary (1983) dalam Rani Widyastuti (2009:21) kompetensi atau keahlian adalah keterampilan dari seorang ahli.

Robert A. Roe (2001) mengemukakan definisi dari kompetensi yaitu:

“Competence is definined as the ability to adequately perform a task, duty of role. Competence integrates knowledge, skills, personal values and attitudes. Competence builds on knowledge and skills and is acquired through work experience and learning by doing.”

Berdasarkan definisi di atas kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.

Menurut Arbyantoro (2007:18) kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan, keterampilan, kecakapan, pengetahuan, pemahaman, dan wawasan seseorang terhadap suatu bidang. Secara awam kompetensi juga dapat diartikan sebagai tingkat latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang yang mungkin akan dapat memberikan pengaruh terhadap orang itu sendiri dalam menjalankan tugasnya.

Ada lima komponen-komponen keahlian seperti yang dikemukakan oleh Abdolmohammadi, Searfoss, dan Seanteau (1992) dalam Rani Widyastuti (2009:22) yaitu komponen pengetahuan, ciri-ciri


(49)

psikologis, kemampuan berpikir, strategi penentuan keputusan, dan analisis tugas.

a. Komponen pengetahuan

Merupakan komponen penting dalam suatu keahlian. Komponen-kompunen pengetahuan meliputi pengetahuan terhadap fakta, prosedur, dan pengalaman.

b. Ciri-ciri psikologis

Komponen ini meliputi kemampuan di dalam berkomunikasi, kreativitas, kerjasama, dan percaya pada keahlian.

c. Kemampuan berpikir

Kemampuan ini merupakan kemampuan untuk mengakumulasi dan mengolah informasi. Beberapa karakteristik yang dapat dimasukan ke dalam unsur kemampuan berpikir seperti kemampuan untuk beradaptasi pada situasi baru dan abigius, keamampuan untuk memfokuskan pada fakta-fakta relevan dan kemampuan untuk megabaikan fakta yang tidak relevan, dan kemampuan untuk menghindari tekanan.

d. Strategi penetuan keputusan

Kemampuan seorang dalam membuat keputusan secara sistematis baik formal maupun informal akan membantu dalam mengatasi keterbatasan manusia.


(50)

e. Analisis tugas

Banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan analisis tugas ini akan mempunyai pengaruh terhadap penentuan keputusan.

Marini Purwanto (2001:210) menyebutkan bahwa kompetensi personil dari komite audit merupakan faktor dominan dalam keberhasilan komite audit dalam mengemban tugasnya. Dengan memiliki kompetensi yang tepat pada bidangnya seseorang akan lebih baik hasilnya dalam menyelesaikan suatu persoalan, sebab ia memiliki pengetahuan yang luas dan pengalaman dalam bidang tersebut.

6. Independensi

Independensi merupakan standar umum nomor dua dari tiga

standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

yang menyatakan bahwa dalam semua yang berhubungan dengan perikatan, independensi dan sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

Berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam Pernyataan Standar Audit (PSA) No. 04 (SA Seksi 220), standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum, dalam hal ini dibedakan dengan auditor yang berpraktik sebagai auditor intern. Dengan demikian, ia tidak memihak kepada kepentingan siapapun, sebab sebagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan


(51)

kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan berpendapatnya.

Mulyadi (1992) dalam Susiana (2004:15) memberikan definisi independensi dengan mengemukakan bahwa:

“Independensi berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada pihak lain atau kejujuran dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dala merumuskan dan menyatakan pendapat.”

The Indonesian Institite of Corporate Governance (IIGC) dalam Forum for Good Corporate Governance (2001:8) menyebutkan bahwa independensi profesional adalah suatu bentuk sikap mental yang sulit untuk dapat dikendalikan karena berhubungan dengan integritas seseorang.

Melakukan fit and proper test terhadap kandidat yang akan menduduki

jabatan tertentu di perusahaan merupakan salah satu usaha mengetahui independensi profesional. Akan tetapi, integritas independensi seseorang lebih ditentukan oleh apa yang sebenarnya diyakininya dan dilaksanakannya dalam kenyataan (in fact) dan bukan oleh apa yang terlihat (in appereance).

Independensi dalam anggota komite audit mutlak diperlukan ini dapat dilihat dari peraturan Bappepam No. IX.I.5 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit yang berisi antara lain:

a. Bukan orang dalam Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memberikan

jasa pada emiten atau perusahaan publik.

b. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten, komisaris, direksi dan pemegang saham utama.


(52)

c. Tidak mempunyai hubungan bisnis dengan kegiatan utama emiten atau perusahaan publik.

d. Tidak merangkap sebagai komite audit di emiten lain.

Terdapat beberapa pendapat yang menyatakan bahwa faktor independensi mempengaruhi terhadap efektivitas komite audit seperti yang dikemukakan oleh Arbyantoro (2007), dan Subur (2003) dalam I Putu Sugiartha Sanjaya (2005:152). Komite audit harus terdiri dari individu yang mandiri atau independen dan tidak terlibat dengan tugas-tugas manajemen. Salah satu dari beberapa alasan utama kemandirian adalah untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan dan penyusunan rekomendasi yang diajukan komite audit, sebab sebagai individu yang mandiri cenderung lebih adil dan tidak memihak serta objektif dalam menangani suatu permasalahan (Azwar Anas, 2009).

7. Hubungan Komite Audit Dengan Internal Auditor

Komite audit dan auditor internal mempunyai tujuan yang sama, yaitu berperan untuk melakukan pengawasan dan pengandalian di dalam organisasi. Suatu hubungan kerja yang baik antara komite audit dengan auditor internal akan membantu komite audit dalam melaksanakan tugasnya dan mempertanggungjawabkan pekerjaannya pada dewan komisaris, pemegang saham, dan pihak luar lainnya (Rika Amalia, 2009).


(53)

Hubungan kerja antara komite audit dengan auditor internal (Rika amalia, 2009) yaitu:

a. Memberikan rekomendasi terhadap pengangkatan kepala auditor

internal.

b. Review dan evaluasi atas sistem pengandalian intern. c. Meninjau rencana tahunan audit intern dan laporannya. d. Memonitor kinerja audit internal.

e. Memastikan fungsi audit internal memenuhi standar.

Ataina Hudayati (2000:104) berpendapat bahwa salah satu kunci sukses komite audit adalah komunikasi yang baik dan terbuka antara komite audit dengan internal auditor. Komite audit harus menjaga komunikasi yang terbuka dengan pemeriksa internal, sehingga pemeriksa internal tersebut merasa bebas untuk mengemukakan permasalahan yang ditemui selama proses pemeriksaan. Sehingga jika pemeriksaan berjalan dengan baik maka komite audit akan mendapatkan informasi yang akurat mengenai keadaan perusahaan.

Di dalam tanggung jawab komite audit terkait pelaksanaan corporate governance, auditor internal berkewajiban untuk melaporkan hasil pemeriksaan tata kelola perusahaan dan temuan lainnya kepada komite audit. Untuk menunjang efektivitas terkait hal tersebut maka hubungan yang baik antara kedua belah pihak mutlak diperlukan.


(54)

8. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia

Di dalam UU Nomor 10 tahun 1998 pasal 1 pengertian Bank, Bank umum, dan Bank Perkreditan Rakyat disempurnakan sebagai berikut:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. “

Selain itu, yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan pada pasal 1 butir 13 UU No. 10 tahun 1998 adalah suatu aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau keinginan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapa disimpulkan bahwa bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah. Beberapa perbedaan mendasar antara bank syariah dan bank umum antara lain seperti terdapat di dalam tabel. 2.2

Tabel 2.2

Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional Keterangan Bank Syariah Bank Konvensional Sistem yang

digunakan dalam produk

Berbasis bunga Non-bunga (bagi hasil,

marjin, sewa, fee) Susunan

pengurus

Hanya dewan komisaris dan direksi

Dewan komisaris, direksi, dan dewan pengawas syariah. Bersambung pada halaman berikutnya


(55)

Tabel 2.2 Lanjutan

Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional Keterangan Bank Syariah Bank Konvensional Jenis

pengikatan/akad

Hanya satu jenis pengikatan

Beragam Hasil investasi

setiap bulannya

Tetap Berfluktuasi, sesuai

kinerja bank

Penyaluran dana Semua bisnis yang

menguntungkan

Hanya bisnis

menguntungkan yang berdasarkan prinsip syariah

Laporan kinerja Kurang transparan transparan

Fungsi sosial Tidak ada Dapat berfungsi sebagai

lembaga amil zakat Sumber: Zainul Arifin, ”Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah”, 2006.

Dengan adanya rekomendasi dari Lokakarya Ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua pada 19-22 Agustus 1990, yang kemudian diikuti dengan diundangkannya UU No. 7/1992 tentang perbankan di mana perbankan bagi-hasil mulai diakomodasi, maka berdirilah Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang merupakan bank umum islam pertama di Indonesia. Pembentukan BMI ini diikuti oleh pendirian bank-bank perkreditan rakyat syariah (BPRS).

Setelah dua tahun beroperasi, BMI mensponsori pendirian asuransi islam pertama di Indonesia, yaitu Syarikat Takaful Indonesia, dan menjadi salah satu pemegang sahamnya. Selanjutnya pada 1997, BMI mensponsori Lokakarya Ulama tentang reksadana syariah yang kemudian diikuti dengan beroperasinya lembaga reksadana syariah oleh PT. Danareksa.

Selama lebih dari enam tahun beroperasi, kecuali UU No. 7/1992 dan Peraturan Pemerintah No. 72/1992, praktis tidak ada peraturan


(56)

perundang-undangan lainnya yang mendukung beroperasinya perbankan syariah. Namun dengan duindang-undangkannya UU No. 10/1998 tentang perubahan UU No. 7/1992 tentang perbankan, maka secara tegas sistem perbankan syariah ditempatkan sebagai bagian dari sistem perbankan nasional. Undang-undang tersebut telah diikuti dengan ketentuan pelaksanaan dalam beberapa Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia tanggal 12 Mei 1999, yaitu tentang bank umum, bank umum berdasarkan prinsip syariah, bank perkreditan rakyat, dan bank perkreditan rakyat berdasarkan perinsip syariah. Hal yang sangat penting dari peraturan baru itu adalah bahwa bank-bank umum dan bank perkreditan rakyat konvensional dapat menjalankan transaksi perbankan syariah melalui pembukaan kantor cabang konvensional menjadi kantor cabang syariah.

Keleluasaan yang diberikan oleh undang-undang yang baru tersebut telah mendapat tanggapan positif dari kalangan perbankan. Saat ini bank umum yang beroperasi secara penuh berdasarkan prinsip syariah adalah Bank Syariah Mandiri (BSM), Bank Panin Syariah, Bank Syariah BRI, Bank Syariah Bukopin, dan Bank Syariah Mega Indonesia (BSMI). Selain itu, hingga saat ini sebanyak 19 bank konvensional telah melakukan kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah (Zainul Arifin, 2006: 6-10).


(57)

B. Keterkaitan antar Variabel

1. Wewenang dengan Efektivitas Peran Komite Audit dalam Penerapan Good Corporate Governance menurut perspektif internal auditor Wewenang dapat diartikan sebagai batas atau sejauh mana kekuasaan yang dimiliki oleh suatu pihak dalam menjalankan usahanya dalam berbagai hal seperti mengambil keputusan, memerintah, atau mendapatkan informasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Arbyantoro, 2007). Zulaikha,et.al (1999) meneliti tentang faktor wewenang dan status organisasi terhadap efektivitas komite audit, dari penelitian tersebut diketahui bahwa faktor wewenang dan status organisasi kurang berpengaruh terhadap efektivitas komite audit. Penelitian ini tidak konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Arbyantoro (2007) yang menyebutkan bahwa faktor wewenang berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas komite audit. Di dalam audit committee charter yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan go publik tercantum dengan jelas wewenang yang diberikan kepada komite audit sebagai instrumen untuk mendukung tugas yang diberikan. Sebab tanpa adanya wewenang yang memadai sulit untuk sebuah komite audit bekerja dengan efektif. Wewenang yang diberikan akan memudahkan komite audit untuk mengakses informasi dan mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas pengendalian dan pengawasan perusahaan. Berdasarkan pemikiran tersebut maka faktor wewenang dianggap berpengaruh terhadap efektivitas komite audit dalam penerapan good


(58)

corporate governance. Dengan demikian maka hipotesis penelitian pertama (Ha ) dirumuskan sebagai berikut. 1

Ha1 : Wewenang berpengaruh terhadap efektivitas peran komite audit

dalam penerapan good corporate governance menurut perspektif

internal auditor

2. Kompetensi dengan Efektivitas Peran Komite Audit dalam Penerapan Good Corporate Governance menurut perspektif internal auditor De Zoort dan Salterino (2001) dalam I Putu Sugiartha Sanjaya (2005:152) melakukan penelitian untuk membuktikan apakah anggota komite audt yang berpengalaman dalam corporate governance dan berpendididkan akuntansi keuangan dan audit mempengaruhi judgement-nya dalam suatu perbedaan pendapat antara auditor eksternal dengan manajemen tentang pemilihan kebijakan akuntansi. Hasil penelitian ini membukukan bahwa lebih besar dukungan anggota komite audit kepada auditor eksternal yang menyarankan pendekatan ”substance over form” . McMullen & Randghun (1996) dalam Sri Sulisyanto dan Haris Wibisono (2003) menyimpulkan adanya hubungan positif antara kompetensi tersebut dengan menurunnya kemungkinan dilakukannya earnings management. Atau dengan kata lain, semakin kompeten komite audit akan semakin mengurangi kemungkinan

praktik rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen. Sandra. C dan

Vera Munoz (2005) menyebutkan bahwa untuk mendukung tercapainya laporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan para anggota komite audit harus mempunyai pengetahuan di bidang keuangan, kebijakan


(59)

ekomomi perusahaan, dan resiko keuangan. Kualitas anggota dan pengalaman anggota komite audit merupakan hal yang dapat mempengaruhi kinerja dari komite audit (Amin Widjaya Tunggal, 2002) dalam (Rani Wulandari, 2008:7). Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Arbyantoro (2007) yang menyatakan bahwa kompetensi berpengaruh signifikan terhadap efektivitas komite audit. Kompetensi dianggap merupakan faktor penting untuk menunjang tugas dari komite audit yang memiliki peranan strategis dalam pelaksanaan fungsi pengawasan dan pengendalian perusahaan secara efektif. Pengalaman dan pengetahuan di bidang keuangan, bisnis, akuntansi, maupun audit akan sangat mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh komite audit. Dengan demikian maka hipotesis penelitian kedua (Ha ) dirumuskan sebagai berikut.

2

Ha : Kompetensi berpengaruh terhadap efektifitas peran komite audit

dalam penerapan good corporate governance menurut perspektif

internal auditor.

2

3. Independensi dengan Efektivitas Peran Komite Audit dalam Penerapan Good Corporate Governance menurut perspektif internal auditor

Sri Sulisyanto dan Haris Wibisono (2003) dalam jurnalnya menyatakan bahwa independensi komite audit memiliki hubungan positif dengan level rekayasa keuangan yang dilakukan manajemen. Carcello & Neal (2000) dengan menguji proporsi independensi komite audit menyimpulkan


(60)

adanya hubungan positif antara komite tersebut dengan berkurangnya tekanan manajemen terhadap komite audit pada saat menyusun laporan keuangan. Independensi juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas komite audit (Arbyantoro, 2007). Aspek independensi komite audit merupakan hal yang sering dipersoalkan. Dalam hal ini anggota komite audit dirangkap oleh orang yang memiliki kepentingan dengan perusahaan, jelas hal ini akan menjadi permasalahan, karena hal tersebut akan mengurangi kemandirian komite dalam menyatakan sikap atau pendapat. Independensi menjadi alasan utama untuk memlihara integritas dan penilaian yang objektif dari komite audit dalam laporan dan rekomendasi yang dibuat. Berdasarkan beberapa sumber di atas, hal tersebut mendasari hipotesis bahwa independensi merupakan faktor yang mempengaruhi efektivitas dalam perannya

melaksanakan good corporate governance. Dengan demikian maka

hipotesis penelitian kedua (Ha3) dirumuskan sebagai berikut.

Ha : Independensi berpengaruh terhadap efektifitas peran komite audit

dalam pelaksanaan good corporate governance menurut perspektif

internal auditor.

3


(61)

4. Hubungan dengan Internal Auditor Terhadap Efektivitas Peran Komite Audit dalam Penerapan Good Corporate Governance menurut perspektif internal auditor

Arnold Schneider (2009) menyatakan bahwa internal auditor dapat membantu komite audit dalam menyediakan informasi yang memadai terkait dengan kebijakan corporate governance. Komunikasi yang terbuka dengan internal auditor merupakan salah satu hal yang dapat menjadi faktor dalam efektivitas komite audit (Ataina Hudayati, 2000). Secara empiris rapat dan pertemuan komite audit dengan auditor internal, dan manajemen telah dibuktikan oleh Mc Mullen dan Raghunandan (1996), dan Collier dan Gregory (1998) para peneliti tersebut membuktikan bahwa komite audit yang efektif adalah komite audit yang rutin melakukan pertemuan dengan manajemen, dan internal auditor (I Putu Sugiatha Sanjaya, 2005). Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses

pelaksanaan good corporate governance. Di dalam Forum for Corporate

Governance in Indonesia (2001:13) disebutkan bahwa tanggung jawab komite audit terhadap corporate governance salah satunya adalah keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaaan tata kelola perusahaan dan temuan lainnya pada komite audit. Hal ini tentu mensyaratkan harus adanya hubungan komunikasi yang baik antara komite audit dengan internal audit. Sebab komite audit dengan auditor internal merupakan dua unsur yang harus saling mendukung satu sama lain guna

mewujudkan good corporate governance di dalam perusahaan. Dengan


(62)

demikian maka hipotesis penelitian kedua (Ha ) dirumuskan sebagai berikut

4

Ha :Hubungan dengan internal auditor berpengaruh terhadap efektifitas komite audit dalam penerapan good corporate governance menurut perspektif internal auditor.

4

C. Hasil Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.3

Hasil Penelitian Sebelumnya

Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Hasil

Zulaikha dkk (1999) Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas peranan komite audit pada perusahaan perbankan. −Status organisasi. −Hubungan dan komunikasi . −Wewenang. −Kompetensi. −Independensi. −Regresi berganda sebagai alat analisis Wewenang, kompetensi, dan independensi kurang berpengaruh signifikan terhadap efektivitas komite audit Heliawati Utami dan Puji Handayani (2007) Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komite audit dalam mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik. −Komposisi anggota komite audit. −Piagam komite audit dan pembagian tugas serta wewenang. −Kepemimp inan −Hubungan dengan internal auditor. −Regresi berganda sebagai alat analisis Hubungan dengan internal auditor dan eksternal auditor kurang berpengaruh signifikan terhadap efektivitas komite audit.

Bersambung pada halaman selanjutnya.


(63)

Lanjutan Tabel 2.3 Hasil Penelitian Sebelumnya

Peneliti Judul Perbedaan Persamaan Hasil

Arbyantoro (2007) Analisa efektivitas komite audit pada pengelolaan perusahaan properti dan real estate tahun 2007 yang tercatat di BEI. −Status organisasi. −Objektivitas −Hubungan dan komunikasi. −Kewenangan. −Kompetensi. −Independensi. −Regresi berganda sebagai alat analisis Kewenangan, kompetensi, dan independensi berpengaruh signifikan terhadap efektivitas komite audit.

D. Model Penelitian

Variabel dependen dari penelitian ini adalah efektivitas peran komite audit dalam penerapan good corporate governace diduga dipengaruhi oleh variabel independen seperti wewenang komite audit, kompetensi komite audit, independensi komite audit, dan hubungan komite audit dengan internal auditor. Model penelitian ini akan digambarkan pada gambar 2.1.

Variabel Independen Variabel Dependen

Wewenang (X1)

Kompetensi (X2)

Gambar 2.1 Independensi (X3)

Hubungan komite audit dengan internal auditor (X4)

Efektivitas Peran Komite Audit Dalam

Penerapan Good Corporate Governance

(Y)

Model penelitian


(64)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh kewenangan, kompetensi, independensi, dan hubungan komite audit dengan internal auditor terhadap efektivitas peran komite audit dalam penerapan good corporate governance dengan mengumpulkan data primer. Hal yang menjadi objek penelitian ini adalah auditor internal pada perbankan syariah di Jakarta.

B. Metode Penentuan Sampel

Pemilihan perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode convinience sampling. Menurut Hamid (2007: 30) convenience sampling adalah istilah umum yang mencakup variasi luasnya prosedur pemilihan responden. Convenience sampling berarti unit sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan, mudah untuk mengukur, dan bersifat kooperatif.

Metode ini dipilih untuk menentukan sampel penelitian dengan pertimbangan calon responden yang dihubungi termasuk ke dalam bagian objek penelitian atau sesuai dengan karakteristik populasi yang diinginkan yaitu pegawai yang bekerja di bagian internal audit pada bank syariah yang terdapat di Jakarta. Para pegawai tersebut dipilih tanpa adanya kriteria-kriteria tertentu seperti tingkat pendidikan, lamanya bekarja, atau jabatan tertentu.


(65)

C. Metode Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data pada penelitian ini, akan menggunakan dua cara yaitu penelitian pustaka dan penelitian lapangan.

1. Penelitian Pustaka (Library Research)

Kepustakaan merupakan bahan utama dalam penelitian data sekunder (Nur Indriantoro dan Bambang Supomo, 2002) dalam (Rika Wati, 2009:35). Cara untuk memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti adalah melalui buku, jurnal, skripsi, internet dan perangkat lain yang berkaitan dengan judul penelitian.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Data utama penelitian ini diperoleh melalui penelitian lapangan, peneliti memperoleh data langsung dari pihak pertama (data primer). Pada penelitian ini, yang menjadi subyek penelitian adalah inetrnal auditor yang bekerja pada bank syariah. Cara untuk memperoleh data adalah dengan mengirimkan kuesioner kepada internal auditor bank syariah secara langsung ataupun melalui perantara.

D. Metode Analisis

Metode analisis data menggunakan statistik deskriptif, uji kualitas data, uji asumsi klasik dan uji hipotesis.

1. Statistik deskripstif.

Memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai

rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum, sum,


(66)

range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi) (Imam Ghozali, 2005:19).

2. Uji Kualitas Data

Untuk melakukan uji kualitas data atas data primer ini, maka peneliti melakukan uji reliabilitas dan validitas.

a. Uji Reliabilitas

Uji reabilitas berguna untuk menetapkan apakah instrumen yang dalam hal ini kuesioner dapat digunakan lebih dari satu kali, paling tidak oleh responden yang sama (Husein Umar, 2009:169). Pengukuran reliabilitas dapat dilakukan dengan cara One Shot, yaitu pengukuran sekali saja, pengukurannya hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan lain atau mengukur korelasi antar jawaban pertanyaan.

Untuk mengukur reliabilitas digunakan uji statistik Cronbach Alfa (α). Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach’s Alfa > 0,60. Sedangkan, jika sebaliknya data tersebut dikatakan tidak reliabel (Imam Ghozali, 2005:41-42).

b. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidak suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada keusioner mampu mengungkapakan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Pengujian validitas ini menggunakan Pearson Correlation yaitu dengan cara menghitung korelasi antara nilai yang


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Halim, ”Auditing” Jilid I, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 2003.

Abdul Hamid, “Panduan Penulisan Skripsi” , FEIS Universitas Islam Negeri Press, Jakarta, 2007.

Agung Suaryana, “Pengaruh Komite Audit Terhadap Kualitas Laba”, FE Universitas Udayana, 2008.

Andi Febrian, “Pengaruh Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan”, Skripsi FEIS Universitas Islam Negeri, Jakarta, 2009.

Ataina Hudayati, “Kunci Sukses Komite Audit”, Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, FE Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2000.

Arbyantoro. “Analisa Efektivitas Komite Audit Pada Pengelolaan Perusahaan Property dan Real Estate Tahun 2007 yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta”, Skripsi FE Universitas Trisakti, Jakarta, 2007.

Azwar Anas, “Pengaruh Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Good Corporate Governance”,Skripsi FEIS Universitas Islam Negeri, Jakarta, 2009.

Badan Pengawas Pasar Modal. Peraturan IX. 1. 5: Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, Lampiran Keputusan Ketua BAPPEPAM No. 29/PM/2004, Jakarta, 2004.

Bank Indonesia, Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI 2009 Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, Desember, 2009.

Bank Syariah Mandiri, “Laporan Good Corporate Governance Bank Syariah Mandiri”, diakses tanggal 17 Juni 2010, dari: http://google.com//Good

Corporate Governance Bank Syariah//html.


(2)

Boynton, William C, Raymond N. Jhonson, “Modern Auditing”, Jhon Willes and Sons inc, 2006.

Bursa Efek Jakarta. Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Kep-339/BEJ/07-

2001.

Carcello, Joseph V, Dana R. Hermanson, Terry L. Neal.”Disclosures In Audit Commitee Charters and Reports”, Accounting Horizons, 2002.

Chtourou, Sonda Marrakchi, Jean Bedard, dan Lucie Courteau, "Corporate Governance and Earnings Management", Working paper, 2001.

Cipto Setiawan, “Perspektif Pelaksanaan Fungsi Komite Audit pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”, Universitas Airlangga, Surabaya, 2005.

Elder, J. Randal, Arens, Beasley, Abadi Jusuf. “Auditing and Assurance Services An Integrated Approach An Indonesia”, New Jersey, Practice Hall/Pearson Education, 2009.

Forum for Corporate Governance, “Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahan)”, Jakarta, 2001.

Helianti Utami, Puji Handayani. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Komite Audit dalam Mewujudkan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance)”, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Jakarta, 2007.

Husein Umar, “Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis”, Rajawali Pers, Jakarta, 2009.

Ikatan Komite Audit Indonesia. “Peranan Komite Audit dalam Auditing Process”, Jakarta, 2009.


(3)

Imam Ghozali, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Edisi 3, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2005.

Indofarma (PERSERO), “Audit Committee Charter”, artikel ini diakses tanggal 9 April 2010, dari: http://google.com//kewenangan komite audit//html.

I Putu Sugiartha Sanjaya, “Peranan Komite Audit Dalam Good Corporate Governance”, Jurnal Ekonomi, Jakarta, 2005.

Kaihatu, Thomas. “Good Corporate Governance dan Penerapannya di Indonesia”. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. 2006.

Khotibul Umam, Karina Dwi Nugrahati, Sekar Ayu, “Implementasi Prinsip Good Corporate Governance; Upaya Meningkatkan Kepercayaan Pada Bank Syariah”, Ekonomi Islam Online, Jakarta, 2009.

Komite Nasional Good Corporate Governance. “Pedoman Pembentukan Komite Audit Yang Efektif”, Jakarta, 2002.

Islamic Financial Services Board, “Guiding Principles on Shari’ah Governance Systems for Institutions Offering Financial Sevices”, 2009.

Marini Purwanto, “Komite Audit: Tinjauan Sejarah, Kerangka Teoritis, Kondisi Praktek di Indonesia, Temuan Empiris”, FE Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya, 2001.

Moeller, Robert. “Brink’s Modern Internal Auditng” 7th Edition, Jhon Willey and Sons, New Jersey, 2009.

Mira Khumaira, “Tanggung Jawab Komite Audit, Auditor Internal, dan Prinsip Good Corporate Governance”, Skripsi FEIS Universitas Islam Negeri, Jakarta, 2005.


(4)

Paramita Rika Sari. “Hubungan Komite Audit Terhadap Kinerja Keuangan Melalui Good Corporate Governance Sebagai Variabel Intervening”, Skripsi FE Universitas Islam Indonesia, Yogyakerta, 2008.

Ramsay, J. Louwers, David J. Sinason, H. Strawser, Jerry, R.“Auditing and Assurance Services”, MC Graw-Hill, Irwin, New York, 2005.

Rani Wulandari, “Peranan Komite Audit dalam Meningkatkan Efektivitas Kinerja Audit Internal”, FE Universitas Widyatama, Bandung, 2008.

Retno Kurnianingsih, dan Bambang Supomo. “Peran, Komposisi, dan Kinerja Komite Audit”, Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Jakarta, 1999.

Rika Amalia, “Pengaruh Aktivitas Komite Audit Terhadap Kualitas Audit”, Skripsi FEIS Universitas Islam Negeri, Jakarta, 2009.

Rika Wati.“Pengaruh Audit Fee, Kesadaran Etis dan Locus of Control Terhadap Perilaku Auditor Eksternal”, Skripsi FEIS Universitas Islam Negeri, Jakarta, 2009.

Rina Setianingsih, “Pengaruh Kompetensi, Independensi, dan Pengungkapan Laporan Keuangan Terhadap Manajemen Laba”, Skripsi FEIS Universitas Islam Negeri , Jakarta, 2009.

Rittenberg, Larry E, Bradley J. Schwieger, “Auditing Concepts for a Changing Environtment”, Hatcourt College, Orlando, 2001.

Sandra, Vera Munoz, “Corporate Governance Reforms: Redefined Expectations of Audit Committee Responsibilities and Effectiveness”, Journal of

Business Ethics, 2005.

Sawyer, Lawrance B, Mortimer A. Dittenhover, James H. Scheiner, “Sawyer’s Internal Auditing”, Salemba Empat, Jakarta, 2005.

Satria, “Pengertian Kewenangan”, artikel ini diakses tanggal 19 April 2010, dari: http//satriagosatria.blogspot.com/2009/12/pengertian wewenang.html.


(5)

Schneider, Arnold. “Informing The Audit Committe: Information and Reports Provided By Internal Audit”, Boston, 2009.

Siddharta Utama, F. Leonardo Z. “Evidence On Audit Commitee Composition and Audit Commitee Effectiveness Among Listed Companies In The Jakarta Stock Exchange”, Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Jakarta, 2004.

Spencer, Picket KH, “The Internal Auditing Handbook”, Willey and Sons Inc, USA, 2003.

Sri Sulistyanto, Haris Wibisono, “Good Corporate Governance: Berhasilkah Diterapkan Di Indonesia?”, Jurnal Widya Warta, 2003.

Susiana, “Pengaruh Independensi, Mekanisme Corporate Governance, dan Kualitas Audit Terhadap Integritas Laporan Keuangan”, Skripsi STIE Trisakti, Jakarta, 2004.

Vandageta. “Analisis Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Harga Saham pada Kelompok Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di BEI Tahun 2006-2007”, FE Universitas Tarumanagara, Jakarta, 2009.

Zainul Arifin, “Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah”, Pustaka Alvabet, Jakarta, 2006.

Zulaikha, Sugeng Pamudji, Basuki Hadi, Endang Kiswara, Rahardja, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peranan Efektivitas Komite Audit pada Perusahaan Perbankan”, FE Universitas Diponegoro, Semarang, 1999.

Zulkarnain, Muhammad Sori, Mohammad Ali. Siti Shaharatulfazzah, Jhonathan Gerard Evans,“ Audit Committee Authority and Effectiveness: The Perceptions of Malaysian Seniors Managers”, EuroJournals Publishing,Inc, 2007.


(6)