pengimplementasian good corporate governance
yang lebih baik dibandingkan bank konvensional pada umumnya.
Berdasarkan perbedaan-perbedaan yang ada atas penelitian sebelumnya yang menjadi rujukan penelitian ini, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian lanjutan yaitu dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Peran Komite Audit Dalam Penerapan
Good Corporate Governace Menurut Perspektif Internal Auditor” Studi
Empiris Pada Perbankan Syariah di Jakarta.
B. Perumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah menurut perspektif internal auditor wewenang komite audit
berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas peran komite audit
dalam penerapan good corporate governance?
2. Apakah menurut perspektif internal auditor kompetensi komite audit
berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas peran komite audit
dalam penerapan good corporate governance ?
3. Apakah menurut perspektif internal auditor independensi komite audit
berpengaruh secara signifikan terhadap efektivitas peran komite audit
dalam penerapan good corporate governance ?
9
4. Apakah menurut perspektif internal auitor hubungan komite audit dengan
internal auditor berpengaruh secara sigifikan terhadap efektivitas peran
komite audit dalam penerapan good corporate governance?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan bukti atas hal-hal sebagai berikut:
1. Menguji pengaruh wewenang terhadap efektivitas peran komite audit
dalam penerapan good corporate governance. 2.
Menguji pengaruh kompetensi terhadap efektivitas peran komite audit dalam penerapan good corporate governance.
3. Menguji pengaruh independensi terhadap efektivitas peran komite audit
dalam penerapan good corporate governance. 4.
Menguji pengaruh hubungan komite audit dengan auditor internal terhadap efektivitas peran komite audit dalam penerapan good corporate
governance .
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian diharapkan memberikan manfaat bagi:
10
a. Bagi dunia usaha atau perusahaan.
Dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komite audit dalam menjalankan tata kelola perusahaan yang baik atau good
corporate governance. b.
Bagi komite audit. Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dan masukan serta bukti bagi
komite audit dalam rangka pencapaian nilai positif bagi suatu perusahaan terutama dalam penerapan good corporate governance.
c. Bagi auditor internal.
Agar dapat saling mempererat kerjasama dengan komite audit dalam melakukan fungsi good corporate governance di dalam perusahaan.
d. Bagi peneliti.
Untuk memberiakan pengalaman dan pengetahuan yang yang sangat berarti terutama tentang peranan komite audit pada perusahaan yang
merupakan salah satu instrumen good corporate governance pada perusahaan.
e. Bagi pihak lainnya.
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai penambah pengetahuan dan wawasan terutama dalam bidang audit, dan corporate governance
serta dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber referensi bagi penelitian selanjutnya.
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Literatur
1. Komite Audit
Berikut ini disajikan definisi mengenai komite audit dari beberapa sumber referensi. Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia
2001:11 pengertian komite audit adalah: “Komite yang menerima delegasi tugas-tugas dewan komisaris karena
pendelegasian wewenang tersebut akan bermanfaat dalam pelaksanaan pekerjaan dewan komisaris secara rinci dengan memusatkan perhatian
dewan komisaris kepada bidang khusus perusahaan atau pelaksanaan good corporate governance
oleh manajemen.” Rittenberg dan Schwieger 2001, menyebutkan bahwa komite
audit adalah: “An audit committee is a sub committee of the board of directors that is
composed of independent, outside directors. The audit committee has oversight responsibility on behalf of the full board of directors and its
stakeholders for the outside reporting of the company including annual financial statements; risk monitoring and control processes; and both
internal and external audit functions.”
Sedangkan menurut Elder, Arens, Alvin, dan Beasley 2009, komite audit adalah:
“An audit committee is a selected number of members of a company’s board of directors who responsibility include helping auditors remain
independent of management. Most audit committees are made up of three to five or sometimes as many as seven directors who are not a part of
company management. The Sabaness-Oxley Act requires that all members of the audit committee be independent, and companies must disclosure
wheter or not the audit committee includes at least one member who is financial expert.”
12
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: a.
Komite audit dibentuk oleh dewan komisaris. b.
Komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan komisaris. c.
Komite audit menerima pendelegasian wewenang dari dewan komisaris untuk mengawasi pelaksanaan tugas direksi dalam
mengoperasionalkan perusahaan. d.
Komite audit bertanggung jawab kepada dewan komisaris. e.
Komite audit terdiri dari orang-orang yang independen, dengan kata lain tidak termasuk manajemen perusahaan.
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur PT Bursa Efek Jakarta nomor: Kep-339BEJ07-2001 pada tanggal 20 Juli 2001 tentang ketentuan
umum bidang pencatatan ekuitas di bursa, dalam surat ini ditegaskan bahwa keanggotaan komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari tiga
orang anggota. Seorang diantaranya merupakan komisaris independen perusahaan tercatat sekaligus merangkap sebagai ketua komite audit.
Anggota lainnya merupakan pihak eksternal yang independen sekurang- kurangnya satu diantaranya mempunyai kemampuan di bidang akuntansi
dan atau keuangan.
13
Pedoman pembentukan komite audit di dalam Surat Keputusan Ketua Bappepam Nomor: KEP-41PM2003 tanggal 2 Desember 2003,
dalam Rani Wulandari 2008:17 sebagai berikut: Pedoman Pembentukan Komite Audit.
a. Struktur komite audit diangkat dan diberhentikan oleh dewan
komisaris dan dilaporkan kepada rapat umum pemegang saham. b.
Anggota komite audit yang merupakan komisaris indepanden bertindak sebagai ketua komite audit. Dalam hal komisaris independen
yang menjadi anggota komite audit lebih dari satu orang maka salah satunya bertindak sebagai komite audit.
Persyaratan Keanggotaan Komite Audit: a.
Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang memadai sesuai dengan latar belakang
pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan baik. b.
Salah seorang dari anggota komite audit memiliki latar belakang pendidikan akuntansi dan keuangan.
c. Memiliki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami
laporan keuangan. d.
Memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan perundangan di bidang pasar modal dan peratuaran perundang-undangan yang
terkait dengannya. e.
Bukan merupakan orang dalam kantor akuntan publik yang memberikan jasa audit dan atau non audit pada emiten atau perusahaan
14
publik yang bersangkutan dalam 1 satu tahun terkhir sebelum diangkat oleh komisaris sebagai mana dimaksud dalam peraturan
Nomor VIII.A.2 tentang independensi akuntan yang memberikan jasa audit di pasar modal.
f. Bukan merupakan karyawan kunci emiten atau publik yang
bersangkutan dalam 1 satu tahun terakhir sebelum diangkat komisaris.
g. Tidak mempunyai saham baik langsung maupun tidak langsung pada
emiten atau perusahaan publik. Dalam hal anggota komite audit memperoleh saham akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka
waktu 6 enam bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.
h. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten atau perusahaan
publik, komisaris, direksi, atau pemegang saham utama emiten atau perusahaan publik.
i. Tidak memiliki hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung
yang berkaitan dengan saha emiten atau perusahaan publik. j.
Tidak merangkap sebagai anggota komite audit pada emiten atau perusahaan publik lain pada periode yang sama.
Peranan dewan komisaris dan komite audit pada corporate governance
dalam Forum for Corporate Governance in Indonesia 2001:12 menyebutkan bahwa umumnya komite audit mempunyai
15
tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu laporan keuangan, tata kelola perusahaan atau corporate governance, dan pengawasan perusahaan.
a. Laporan keuangan financial reporting
Tanggung jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh
manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang hal- hal sebagai berikut:
1 Kondisi keuangan.
2 Hasil usaha.
3 Rencana dan komitmen jangka panjang.
Ruang lingkup pelaksanaan ini adalah: 1
Merekomendasikan auditor eksternal; 2
Memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan auditor eksternal, yaitu; a
Surat penunjukan auditor. b
Perkiraan biaya audit. c
Jadwal kunjungan auditor. d
Koordinasi dengan internal audit. e
Pengawasan terhadap hasil audit. f
Menilai pelaksanaan pekerjaan auditor. 3
Menilai kebijakan akuntansi dan keputusan-keputusan yang menyangkut kebijaksanaan;
4 Meneliti laporan keuangan financial statement, yang meliputi:
a Laporan tengah tahunan interim financial statement.
16
b Laporan tahunan annual financial statement.
c Opini auditor dan management letters.
Khusus tentang penilaian kebijakan akuntansi dan keputusan suatu kebijaksanaan, dapat dilakukan secara efektif dengan memperoleh
suatu rangkuman yang singkat tentang semua kebijakan akuntansi yang mendasari laporan keuangan yang diperoleh dari pejabat dalam
bidang akuntansi. b.
Tata kelola perusahaan corporate governace Tanggung jawab komite audit dalam bidang tata kelola perusahaan
atau corporate governance adalah untuk memastikan bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai dengan undang-undang dan
peraturan yang berlaku, ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:
1 Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan
kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan penyelidikan terhadap perbuatan yang merugikan
perusahaan dan kecurangan. 2
Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi maupun yang ditunda serta yang menyangkut masalah tata kelola perusahaan
dalam hal mana perusahaan menjadi salah satu pihak yang terkait di dalamnya.
17
3 Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan
benturan kepntingan, perbuatan yang merugikan perusahaan, dan kecurangan.
4 Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan
tata kelola perusahaan dan temuan-temuan lainnya. c.
Pengawasan perusahaan corporate control Tanggung jawab komite audit untuk pengawasan perusahaan termasuk
di dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung resiko dan sistem pengandalian intern serta memonitor
proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal. Ruang lingkup audit internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian
tentang kecukupan dan efektivitas sistem pengawasan intern. Fungsi dari komite audit sebagaimana dikemukakan oleh Subur
2003 dalam I Putu Sugiartha Sanjaya 2005:154 adalah: a.
Memperbaiki mutu penyusunan laporan keuangan dengan melakukan review
secara efektif atas nama dewan komisaris. b.
Menciptakan iklim disiplin dan pengendalian yang akan mengurangi kemungkinan terjadinya penyelewangan-penyelewengan.
c. Memperkuat posisi auditor eksternal dengan menciptakan suatu
saluran komunikasi yang efektif untuk dapat mengemukakan pokok- pokok persoalan secara efektif.
d. Memperkuat posisi auditor internal dengan memperkuat
independensinya dari manajemen.
18
e. Meningkatkan kepercayaan publik terhadap kelayakan dan objektifitas
laporan keuangan serta meningkatkan kepercayaan terhadap pengendalian internal yang baik.
2. Good Corporate Governance Pada Bank Syariah
Definisi corporate governance menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia
2001:1 dalam publikasi yang pertamanya mempergunakan definisi Cadbury Committee, yaitu:
Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata
lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Corporate governance
mempunyai tujuan untuk menciptakan nilai tambah bagi pihak yang berkepentingan stakeholders. Secara lebih rinci
terminologi corporate governance dapat digunakan untuk menjelaskan peranan dan perilaku dari dewan direksi, dewan komisaris, pengelola
perusahaan, dan pemegang saham Forum for Corporate Governance, 2001:1.
Good corporate governance pada lembaga keuangan, khususnya
bank memiliki keunikan bila dibandingkan good corporate governance pada lembaga keuangan non-bank. Hal ini lebih disebabkan oleh kehadiran
deposan sebagai suatu kelompok stakeholders yang kepentingannya harus diakomodir dan dijaga. Sementara itu khusus dalam perbankan syariah
dikenal adanya prinsip-prinsip syariah yang mendukung bagi
19
terlaksananya prinsip good corporate governance dimaksud, yakni keharusan bagi subjek hukum termasuk bank untuk menerapkan prinsip
kejujuran shiddiq, edukasi kepada masyarakat tabligh, kepercayaan amanah, dan pengelolaan secara profesional fathanah. Corporate
governance merupakan suatu konsepsi yang secara riil dijabarkan dalam
bentuk ketentuanperaturan yang dibuat oleh lembaga otoritas, norma- norma dan etika yang dikembangkan oleh asosiasi industri dan diadopsi
oleh pelaku industri, serta lembaga-lembaga yang terkait dengan tugas dan peran yang jelas untuk mendorong disiplin, mengatasi dampak moral
hazard, dan melaksanakan fungsi check and balance. Sejumlah perangkat dasar yang diperlukan untuk pembentukan good corporate governance
pada bank syariah antara lain: sistem pengendalian intern, manajemen risiko, ketentuan yang mengarah pada peningkatan keterbukaan informasi,
sistem akuntansi, mekanisme jaminan kepatuhan syariah, dan audit ekstern. Ditinjau secara yuridis bank syariah bertanggung jawab kepada
banyak pihak stakeholders. Pihak dimaksud antara lain terdiri dari nasabah penabung, pemegang saham, investor obligasi, bank koresponden,
regulator, pegawai perseroan, pemasok serta masyarakat dan lingkungan. Dengan demikian penerapan good corporate governance merupakan suatu
kebutuhan bagi setiap bank syariah Khotibul Umam, Karina, dan Sekar Ayu, 2009
Untuk mengatur
pelaksanaan good corporate governance
pada bank syariah maka Bank Indonesia selaku pemegang otoritas perbankan di
20
Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 1133PBI 2009 tanggal 7 Desember 2009 tentang pelaksanaan good corporate governance
bagi bank syariah dan unit usaha syariah. Hal ini dilatarbelakangi atas pertimbangan bahwa pelaksanaan good corporate governance di dalam
industri bank syariah harus tetap memenuhi prinsip syariah, yang dicerminkan antara lain dengan adanya pelaksanaan tugas dan tanggung
jawab Dewan Pengawas Syariah DPS dalam pengelolaan kegiatan usaha bank umum syariah, serta merupakan amanah dari pasal 34 UU No.21
Tahun 2008 tentang perbankan syariah. Penjelasan mengenai Peraturan Bank Indonesia Nomor 1133PBI
2009 menguraikan lima unsur penting dalam corporate governance yaitu fairness
keadilan, transparency
transparansi, accountability akuntabilitas,
Proffesional professional, dan responsibility
pertanggungjawaban. a.
Fairness Keadilan.
Yaitu menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang
saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.
b. Transparency
Transparansi. Mewajibkan adanya suatu informasi yang tebuka, tepat waktu, serta
jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.
21
c. Accountability
Akuntabilitas. Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk
menjamin penyeimbang kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh dewan komisaris dalam two
tiers sistem.
d. Professional
Profesional Menjamin bahwa perusahaan dikelola secara profesional oleh orang-
orang yang ahli pada bidangnya masing-masing. e.
Responsibility Pertanggungjawaban.
Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial.
Di dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 1133PBI 2009 ruang lingkup pelaksanaan good corporate governance pada bank umum syariah
adalah: a.
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi. b.
Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengandalian intern bank umum syariah.
c. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah.
d. Penerapan fungsi kepatuhan, audit intern dan audit ekstern.
e. Batas maksimum penyaluran dana.
f. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan bank umum syariah.
22
Tabel 2.1 Penggabungan Fungsi
Good Corporate Governance Bank Konvensional dengan Bank Syariah
Fungsi Lembaga Keuangan
Konvensional Lembaga Keuangan
Syariah Governance
Dewan komisaris
Dewan Pengawas
Syariah Pengendalian
Internal auditor
Eksternal auditor
Pengawas syariah
internal
Pengawas syariah eksternal
Kepatuhan
Pejabat tingkat unit atau depertemen
Unit kepatuhan
syariah Sumber: IFSB Shari’ah Governance, 2009.
Pada pelaksanaan
good corporate governance pada bank syariah
terdapat Dewan Pengawas Syariah yang memiliki fungsi sebagai berikut Laporan good corporate governance Bank Syariah Mandiri:
a. Mengawasi dan memantau kegiatan operasional bank untuk menjamin kepatuhannya terhadap fatwa
yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah
Nasional DSN – Majelis Ulama Indonesia MUI.
b. Menilai dan memberi persetujuan mengenai aspek-aspek syariah pada setiap pedoman produk dan
operasional perusahaan. c. Memberikan pendapat mengenai kepatuhan syariah atas kegiatan
operasional perusahaan dalam laporan publikasi. d. Meninjau produk dan layanan baru, yang belum diatur oleh fatwa yang
dikeluarkan oleh DSN – MUI. e. Menyerahkan laporan pengawasan syariah setiap 6 enam bulan
kepada Dewan Komisaris, Direksi, DSN – MUI dan Bank Indonesia.
23
3. Auditor Internal
Berikut ini disajikan definisi auditor internal dari beberapa sumber referensi. Dewan direksi Institute of Internal Auditors dalam Sawyer’s
2005:9-10 memberikan definisi: “Audit internal adalah aktivitas independen, keyakinan objektif dan
konsultasi yang dirancang untuk memberi nilai tambah dan meningkatkan operasi organisasi. Audit tersebut membantu organisasi mencapai
tujuannya dengan menerapkan pendekatan yang sistematis dan berdisiplin untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses pengelolaan
resiko, kecukupan kontrol, dan pengelolaan organisasi.”
Selain itu definisi untuk menggambarkan ruang lingkup audit internal modern dan tak terbatas adalah Sawyer’s, 2005:10:
“Audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan control yang berbeda-beda
dalam organisasi untuk menentukan apakah 1 informasi keuangan dan operasi telah akurat dan dapat diandalkan; 2 resiko yang dihadapi
perusahaan telah diidentifikasikan dan diminimalisasi; 3 peraturan eksternal sarta kebijakan dan prosedur internal yang bisa diterima telah
diikuti; 4 kriteria operasi yang memuaskan telah dipenuhi; 5 sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis; dan 6 tujuan
organisasi telah dicapai secara efektif-semua dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu anggota
organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif.”
Di dalam Standar Profesi Audit Internal 2004, ruang lingkup audit internal meliputi pengelolaan resiko, pengendalian, dan proses
governance. a.
Pengelolaan risiko Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara
mengevaluasi resiko signifikan dan memberikan kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan dan memberikan kontribusi terhadap
peningkatan pengelolaan resiko dan sistem pengendalian intern.
24
b. Pengendalian
Fungsi audit internal harus membantu organisasi dengan cara mengidentifikasi dan mengevaluasi resiko signifikan dan memberikan
kontribusi terhadap peningkatan pengelolaan resiko dan sistem pengandalian intern.
1 Efektivitas dan efisiensi kegiatan operasi.
2 Keandalan informasi.
3 Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.
4 Pengaman aset organisasi.
c. Proses governance
Fungsi audit internal harus menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses governance dalam mencapai tujuan-
tujuan berikut: 1
Mengembangkan etika dan nilai-nilai yang memadai dalam organisasi.
2 Memastikan pengelolaan kinerja organisasi yang efektif dan
akuntabilitas. 3
Secara efektif mengkomunikasikan resiko dan pengendalian kepada unit-unit yang tepat di dalam organisasi.
4 Secara efektif mengkoordinasikan kegiatan dari dan
mengkomunikasikan informasi di antara pimpinan, dewan pengawas, auditor internal dan eksternal serta manajemen.
25
Peran aktivitas audit internal dengan komite audit sesuai dengan standar yang berlaku yaitu Standar Profesional Internal Audit dalam Rani
Wulandari 2008:23 meliputi: a.
Meminta komite audit secara tahunan mereview dan menyetujui charter
audit internal. b.
Bersama-sama komite audit mereview fungsi dan tanggung jawab administrasi audit internal untuk memastikan bahwa struktur organisasi
berjalan sehingga pemeriksaan internal cukup independen. c.
Di dalam charter dimuat bahwa komite audit mereview keputusan pengangkatan Penanggungjawab Fungsi Auditor Internal PFAI,
termasuk penunjukan dan pemberhentian serta kompensasi PFAI. d.
Di dalam charter telah dimuat bahwa komite audit mereview dan menyetujui usulan untuk melakukan outsourching beberapa aktivitas
audit internal tertentu. e.
Membantu komite audit mengevaluasi kecukupan personalia, anggaran, dan cakupan serta hasil pelaporan aktivitas audit internal.
f. Memberikan informasi atas koordinasi fungsi kontrol dan monitoring
lainnya seperti manajemen resiko, kepatuhan, security, kelangsungan bisnis, legal, etika, lingkungan dan auditor eksternal.
g. Memberikan informasi atas status, posisi rencana pemeriksaan tahunan
serta kecukupan sumber daya dalam melaksanakan tujuannya kepada manajemen senior dan komite audit.
26
h. Melaporkan pelaksanaan rencana pemeriksaan tahunan yang telah
diasetujui, termasuk tugas dan proyek khusus yang diminta oleh manajemen dan komite audit.
i. Memasukan ke dalam charter audit internal tanggung jawab dari FAI
untuk melaporkan ke komite audit secara tepat waktu setiap dugaan fraud
yang melibatkan manajemen atau pegawai yang secara signifikan terlibat.
4. Wewenang
Wewenang menurut Adi Satrio 2005:601 berarti kuasa, atau hak atas sesuatu. Kewenangan juga dapat diartikan sebagai batas atau sejauh
mana kekuasaan yang dimiliki suatu pihak dalam menjalankan usahanya dalam berbagai hal antara lain membuat keputusan tertentu, memerintah,
atau mendapatkan informasi dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya Arbyantoro, 2007:14.
Menurut Satria 2009, ada 2 pandangan mengenai sumber wewenang, yaitu:
a. Formal, bahwa wewenang dianugerahkan karena seseorang diberi atau
dilimpahkandiwarisi hal tersebut. b.
Penerimaan, bahwa wewenang seseorang muncul hanya bila hal itu diterima oleh kelompokindividu kepada siapa wewenang tersebut
dijalankan
27
Persamaan tanggungjawab dan wewenang adalah baik dalam teori, tetapi sukar dicapai. Dapat disimpulkan, wewenang dan tanggung jawab
adalah sama dalam jangka panjang, dan dalam jangka pendek, tanggungjawab lebih besar peranannya dari pada wewenang itu sendiri
Terdapat beberapa pendapat terkait wewenang komite audit. berdasarkan Forum for Corporate Governance in Indonesia 2001:15:
“Wewenang komite audit dibatasi oleh fungsi mereka sebagai alat bantu dewan komisaris, sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun hanya
sebatas rekomendasi pada dewan komisaris. Kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari dewan komisaris,
misalnya mengevaluasi dan mentukan komposisi auditor eksternal dan memimpin suatu investigai khusus”.
Untuk dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya komite audit akan mendapatkan wewenang, seperti akses terhadap dokumen-
dokumen perusahaan, fasilitas perusahaan, dan karyawan perusahaan, Moeller 2009: 734.
Wewenang komite audit dalam peraturan No. IX. 1.5. tentang pembentukan dan pedoman pelaksanaan kerja komite audit, lampiran
keputusan ketua Bappepam No. 29PM2004 bahwa komite audit berwenang untuk mengakses catatan atau informasi tentang karyawan,
dana, aset serta sumber daya perusahaan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya.
28
Beberapa hal yang menjadi wewenang komite audit yaitu PT Indofarma , Committee Audit Charter:
a. Kepada anggota baru komite audit diberikan orientasi program
pengenalan mengenai peran, tanggung jawab dan kerangka kerja komite audit.
b. Komite audit menerima otoritas dan penugasan dari dewan komisaris
dengan memperhatikan peraturan yang terkait dengan pasar modal dan Badan Usaha Milik Negara BUMN.
c. Dalam menjalankan tugasnya komite audit berwenang untuk
mengakses catatan atau informasi tentang karyawan, dana, aset serta sumber daya perseroan lainnya yang berkaitan dengan pelaksanaan
tugasnya. d.
Komite audit, berdasarkan surat tugas dari dewan komisaris, memiliki akses atas informasi yang ada pada perusahaan dari direksi, SPI dan
semua satuan organisasi perusahaan. Jika terjadi kasusindikasi penyimpangan komite audit perlu menelitiklarifikasi kasus-kasus
tersebut. e.
Komite audit dengan persetujuan komisaris dapat meminta saran dan bantuan dari tenaga ahli dan profesional lain atas beban perseroan.
Dengan wewenang yang memadai diharapkan komite audit dapat melaksanakan peran dan tanggung jawabnya secara efektif sebab hal
tersebut akan memudahkan dalam mengakases informasi dan mengambil tindakan yang diperlukan .
29
5. Kompetensi
Menurut Webster’s Ninth Collegiate Dictionary 1983 dalam Rani Widyastuti 2009:21 kompetensi atau keahlian adalah keterampilan dari
seorang ahli. Robert A. Roe 2001 mengemukakan definisi dari kompetensi
yaitu: “Competence is definined as the ability to adequately perform a task, duty
of role. Competence integrates knowledge, skills, personal values and attitudes. Competence builds on knowledge and skills and is acquired
through work experience and learning by doing.”
Berdasarkan definisi di atas kompetensi dapat digambarkan sebagai kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas, peran atau tugas,
kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap, dan nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun
pengetahuan dan keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang dilakukan.
Menurut Arbyantoro 2007:18 kompetensi dapat diartikan sebagai kemampuan, keterampilan, kecakapan, pengetahuan, pemahaman, dan
wawasan seseorang terhadap suatu bidang. Secara awam kompetensi juga dapat diartikan sebagai tingkat latar belakang pengetahuan yang dimiliki
oleh seseorang yang mungkin akan dapat memberikan pengaruh terhadap orang itu sendiri dalam menjalankan tugasnya.
Ada lima komponen-komponen keahlian seperti yang dikemukakan oleh Abdolmohammadi, Searfoss, dan Seanteau 1992
dalam Rani Widyastuti 2009:22 yaitu komponen pengetahuan, ciri-ciri
30
psikologis, kemampuan berpikir, strategi penentuan keputusan, dan analisis tugas.
a. Komponen pengetahuan
Merupakan komponen penting dalam suatu keahlian. Komponen- kompunen pengetahuan meliputi pengetahuan terhadap fakta,
prosedur, dan pengalaman. b.
Ciri-ciri psikologis Komponen ini meliputi kemampuan di dalam berkomunikasi,
kreativitas, kerjasama, dan percaya pada keahlian. c.
Kemampuan berpikir Kemampuan ini merupakan kemampuan untuk mengakumulasi dan
mengolah informasi. Beberapa karakteristik yang dapat dimasukan ke dalam unsur kemampuan berpikir seperti kemampuan untuk
beradaptasi pada situasi baru dan abigius, keamampuan untuk memfokuskan pada fakta-fakta relevan dan kemampuan untuk
megabaikan fakta yang tidak relevan, dan kemampuan untuk menghindari tekanan.
d. Strategi penetuan keputusan
Kemampuan seorang dalam membuat keputusan secara sistematis baik formal maupun informal akan membantu dalam mengatasi
keterbatasan manusia.
31
e. Analisis tugas
Banyak dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman dan analisis tugas ini akan mempunyai pengaruh terhadap penentuan keputusan.
Marini Purwanto 2001:210 menyebutkan bahwa kompetensi personil dari komite audit merupakan faktor dominan dalam keberhasilan
komite audit dalam mengemban tugasnya. Dengan memiliki kompetensi yang tepat pada bidangnya seseorang akan lebih baik hasilnya dalam
menyelesaikan suatu persoalan, sebab ia memiliki pengetahuan yang luas dan pengalaman dalam bidang tersebut.
6. Independensi
Independensi merupakan standar umum nomor dua dari tiga standar auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia IAI
yang menyatakan bahwa dalam semua yang berhubungan dengan perikatan, independensi dan sikap mental harus dipertahankan oleh
auditor. Berdasarkan ketentuan yang dimuat dalam Pernyataan Standar
Audit PSA No. 04 SA Seksi 220, standar ini mengharuskan auditor bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena ia
melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum, dalam hal ini dibedakan dengan auditor yang berpraktik sebagai auditor intern. Dengan
demikian, ia tidak memihak kepada kepentingan siapapun, sebab sebagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang ia miliki, ia akan
32
kehilangan sikap tidak memihak yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan berpendapatnya.
Mulyadi 1992 dalam Susiana 2004:15 memberikan definisi independensi dengan mengemukakan bahwa:
“ Independensi berarti bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak
lain, tidak tergantung pada pihak lain atau kejujuran dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak
memihak dalam diri auditor dala merumuskan dan menyatakan pendapat.”
The Indonesian Institite of Corporate Governance IIGC dalam
Forum for Good Corporate Governance 2001:8 menyebutkan bahwa
independensi profesional adalah suatu bentuk sikap mental yang sulit untuk dapat dikendalikan karena berhubungan dengan integritas seseorang.
Melakukan fit and proper test terhadap kandidat yang akan menduduki jabatan tertentu di perusahaan merupakan salah satu usaha mengetahui
independensi profesional. Akan tetapi, integritas independensi seseorang lebih ditentukan oleh apa yang sebenarnya diyakininya dan
dilaksanakannya dalam kenyataan in fact dan bukan oleh apa yang terlihat in appereance.
Independensi dalam anggota komite audit mutlak diperlukan ini dapat dilihat dari peraturan Bappepam No. IX.I.5 tentang Pembentukan
dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit yang berisi antara lain: a.
Bukan orang dalam Kantor Akuntan Publik KAP yang memberikan jasa pada emiten atau perusahaan publik.
b. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan emiten, komisaris, direksi
dan pemegang saham utama.
33
c. Tidak mempunyai hubungan bisnis dengan kegiatan utama emiten atau
perusahaan publik. d.
Tidak merangkap sebagai komite audit di emiten lain. Terdapat beberapa pendapat yang menyatakan bahwa faktor
independensi mempengaruhi terhadap efektivitas komite audit seperti yang dikemukakan oleh Arbyantoro 2007, dan Subur 2003 dalam I Putu
Sugiartha Sanjaya 2005:152. Komite audit harus terdiri dari individu yang mandiri atau independen dan tidak terlibat dengan tugas-tugas
manajemen. Salah satu dari beberapa alasan utama kemandirian adalah untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan
dan penyusunan rekomendasi yang diajukan komite audit, sebab sebagai individu yang mandiri cenderung lebih adil dan tidak memihak serta
objektif dalam menangani suatu permasalahan Azwar Anas, 2009.
7. Hubungan Komite Audit Dengan Internal Auditor
Komite audit dan auditor internal mempunyai tujuan yang sama, yaitu berperan untuk melakukan pengawasan dan pengandalian di dalam
organisasi. Suatu hubungan kerja yang baik antara komite audit dengan auditor internal akan membantu komite audit dalam melaksanakan
tugasnya dan mempertanggungjawabkan pekerjaannya pada dewan komisaris, pemegang saham, dan pihak luar lainnya Rika Amalia, 2009.
34
Hubungan kerja antara komite audit dengan auditor internal Rika amalia, 2009 yaitu:
a. Memberikan rekomendasi terhadap pengangkatan kepala auditor
internal. b.
Review dan evaluasi atas sistem pengandalian intern. c.
Meninjau rencana tahunan audit intern dan laporannya. d.
Memonitor kinerja audit internal. e.
Memastikan fungsi audit internal memenuhi standar. Ataina Hudayati 2000:104 berpendapat bahwa salah satu kunci
sukses komite audit adalah komunikasi yang baik dan terbuka antara komite audit dengan internal auditor. Komite audit harus menjaga
komunikasi yang terbuka dengan pemeriksa internal, sehingga pemeriksa internal tersebut merasa bebas untuk mengemukakan permasalahan yang
ditemui selama proses pemeriksaan. Sehingga jika pemeriksaan berjalan dengan baik maka komite audit akan mendapatkan informasi yang akurat
mengenai keadaan perusahaan. Di dalam tanggung jawab komite audit terkait pelaksanaan
corporate governance, auditor internal berkewajiban untuk melaporkan
hasil pemeriksaan tata kelola perusahaan dan temuan lainnya kepada komite audit. Untuk menunjang efektivitas terkait hal tersebut maka
hubungan yang baik antara kedua belah pihak mutlak diperlukan.
35
8. Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
Di dalam UU Nomor 10 tahun 1998 pasal 1 pengertian Bank, Bank umum, dan Bank Perkreditan Rakyat disempurnakan sebagai berikut:
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. “
Selain itu, yang dimaksud dengan prinsip syariah dijelaskan pada pasal 1 butir 13 UU No. 10 tahun 1998 adalah suatu aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau keinginan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syariah. Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapa disimpulkan
bahwa bank syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas bank umum
syariah dan bank pembiayaan rakyat syariah. Beberapa perbedaan mendasar antara bank syariah dan bank umum antara lain seperti terdapat
di dalam tabel. 2.2
Tabel 2.2 Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Keterangan Bank Syariah
Bank Konvensional
Sistem yang digunakan dalam
produk Berbasis bunga
Non-bunga bagi hasil, marjin, sewa, fee
Susunan pengurus
Hanya dewan komisaris dan direksi
Dewan komisaris, direksi, dan dewan
pengawas syariah.
Bersambung pada halaman berikutnya
36
Tabel 2.2 Lanjutan Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional
Keterangan Bank Syariah
Bank Konvensional
Jenis pengikatanakad
Hanya satu jenis pengikatan
Beragam Hasil investasi
setiap bulannya Tetap Berfluktuasi,
sesuai kinerja bank
Penyaluran dana Semua bisnis yang
menguntungkan Hanya bisnis
menguntungkan yang berdasarkan prinsip
syariah
Laporan kinerja Kurang transparan
transparan Fungsi sosial
Tidak ada Dapat berfungsi sebagai
lembaga amil zakat Sumber: Zainul Arifin, ”Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah”, 2006.
Dengan adanya rekomendasi dari Lokakarya Ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua pada 19-22 Agustus 1990, yang kemudian
diikuti dengan diundangkannya UU No. 71992 tentang perbankan di mana perbankan bagi-hasil mulai diakomodasi, maka berdirilah Bank
Muamalat Indonesia BMI, yang merupakan bank umum islam pertama di Indonesia. Pembentukan BMI ini diikuti oleh pendirian bank-bank
perkreditan rakyat syariah BPRS. Setelah dua tahun beroperasi, BMI mensponsori pendirian asuransi
islam pertama di Indonesia, yaitu Syarikat Takaful Indonesia, dan menjadi salah satu pemegang sahamnya. Selanjutnya pada 1997, BMI mensponsori
Lokakarya Ulama tentang reksadana syariah yang kemudian diikuti dengan beroperasinya lembaga reksadana syariah oleh PT. Danareksa.
Selama lebih dari enam tahun beroperasi, kecuali UU No. 71992 dan Peraturan Pemerintah No. 721992, praktis tidak ada peraturan
37
perundang-undangan lainnya yang mendukung beroperasinya perbankan syariah. Namun dengan duindang-undangkannya UU No. 101998 tentang
perubahan UU No. 71992 tentang perbankan, maka secara tegas sistem perbankan syariah ditempatkan sebagai bagian dari sistem perbankan
nasional. Undang-undang tersebut telah diikuti dengan ketentuan pelaksanaan dalam beberapa Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
tanggal 12 Mei 1999, yaitu tentang bank umum, bank umum berdasarkan prinsip syariah, bank perkreditan rakyat, dan bank perkreditan rakyat
berdasarkan perinsip syariah. Hal yang sangat penting dari peraturan baru itu adalah bahwa bank-bank umum dan bank perkreditan rakyat
konvensional dapat menjalankan transaksi perbankan syariah melalui pembukaan kantor cabang konvensional menjadi kantor cabang syariah.
Keleluasaan yang diberikan oleh undang-undang yang baru tersebut telah mendapat tanggapan positif dari kalangan perbankan. Saat
ini bank umum yang beroperasi secara penuh berdasarkan prinsip syariah adalah Bank Syariah Mandiri BSM, Bank Panin Syariah, Bank Syariah
BRI, Bank Syariah Bukopin, dan Bank Syariah Mega Indonesia BSMI. Selain itu, hingga saat ini sebanyak 19 bank konvensional telah melakukan
kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah Zainul Arifin, 2006: 6-10.
38
B. Keterkaitan antar Variabel