Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Kriminalitas dalam Cerbung SKKW.

commit to user pemerintah beserta aparaturnya. Pengendalian sosial juga dapat berarti suatu sistem yang berguna untuk mendidik dan mengajak warga masyarakat untuk mematuhi norma-norma dan kaidah-kaidah yang berlaku dalam masyarakat. Melalui usaha pengendalian sosial tersebut kiranya dapat mencegah terjadinya tindakan kriminalitas, sehingga terwujud suatu lingkungan masyarakat yang aman dan tentram tanpa gangguan yang membuat resah dalam kehidupan sehari-hari. Aparat penegak hukum juga sangat penting dan berpengaruh. Dalam rangka untuk mewujudkan suatu masyarakat yang patuh dan takut kepada hukum, maka diperlukan aparat yang bersih. Bersih dalam artian tidak ada oknum atau jaringan yang terselubung seperti seakan-akan hukuman dapat dibeli.

2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Tindak Kriminalitas dalam Cerbung SKKW.

Seseorang dalam melakukan suatu tindakan pastilah ada motivasi juga faktor yang melatar belakanginya. Motivasi merupakan suatu gambaran maupun dorongan supaya seseorang melakukan suatu tindakan. Hal tersebut juga terjadi pada para tokoh-tokoh yang melakukan tindakan kriminalitas dalam Cerbung SKKW. Mereka melakukan tindakan kriminalitas karena mempunyai alasan dan berbagai faktor tertentu. Secara umum alasan maupun faktor-faktor yang melatar belakangi kriminalitas dapat berupa faktor ekonomi, karena broken home, perasaan tidak suka, iri, dendam, cinta, karena persaingan dalam dunia bisnis dan sebagainya. commit to user Dari urian di atas, maka dalam Cerbung SKKW beberapa tokoh seperti Salindri, Sukri, Kayat dan Sipir Polisi melakukan tindak kriminalitas mempunyai alasan berlainan. Ada yang melakukan tindakan kriminalitas karena rasa benci, tidak suka, iri dan ada pula yang melakukan kriminalitas atau kejahatan karena faktor ekonomi. Berikut faktor-faktor yang melatar belakangi timbulnya tindak kriminalitas dalam Cerbung SKKW: 1. Rasa Ketidak Sukaan, Benci dan Iri. Kejahatan atau kriminalitas dapat terjadi dan dipicu oleh berbagai hal. Perasaan tidak suka, benci maupun iri juga dapat mendorong timbulnya kriminalitas. Perasaan benci maupun iri hati bila terjadi secara mendalam akan membuat seseorang menjadi kalap dan mendorong orang tersebut melakukan perbuatan kejahatan. Seseorang yang kalap seakan-akan kehilangan akal dan kontrol diri. Ia menjadi tidak sadar karena setanlah yang menguasai pikirannya. Dalam cerbung SKKW, pembunuhan yang disebabkan oleh rasa ketidaksukaan, benci dan iri dilakukan satu tokoh yang bernama Salindri. Ia membunuh dua orang yaitu Wasi Rengga dan Witono Paing. Pertama, Salindri membunuh Wasi Rengga yang tidak lain adalah kakaknya sendiri karena rasa tidak suka Salindri kepada Wasi Rengga atas perbedaan pendapat yang terjadi dalam suatu perdebatan. Wasi Rengga berinisiatif ingin menjual usaha batik tulis milik keluarga dan ingin membuka usaha baru karena usaha batik tulis makin meredup akibat adanya batik printing. Perhatikan kutipan berikut ini: ”Salindri lagi padudon rame karo kangmase, Wasi Rengga. Underane perkara, Wasi ndeseg Bapake supaya ngedol usaha batike sak omah lan commit to user pekarangane pisan jalaran rinasa wis ora kena dijagakake asile. Ngopeni bathik, apa maneh tulis, sakiki rekasa. Kalah karo printing,” ucape Wasi”. PS, No.34, Hal.20 Terjemahan: ”Salindri sedang bertengkar hebat dengan kakaknya, Wasi Rengga. Permasalahannya, Wasi mendesak ayahnya supaya menjual usaha batiknya beserta rumah dan pekarangannya sekalian karena merasa sudah tidak dapat diharapkan lagi. ”Memelihara batik, apa lagi tulis, sekarang susah. Kalah dengan printing.” kata Wasi”. Atas usul Wasi tersebut, semua anggota keluarga baik Pak Wicitrasoma dan istrinya juga Salindri tidak setuju karena usaha batik tulis itu merupakan warisan dari nenek buyut yang harus dijaga dan dilestarikan. Usaha batik mereka juga ramai ketika memasuki bulan Ramadhan, sehingga lumayan dapat untuk menutup kerugian di bulan-bulan sebelumnya. Perhatikan kutipan berikut: Kutipan: ”Kowe ki nglindur pa piye ta, Le. Kowe rak ngerti usaha iki warisan leluhur saka buyut lan mbah-mbahmu suwargi. Pantese ngono rak mbok uri-uri, ora kok malah ngakon ngedol,” Bu Wicitra nrambul gunem. ”Ngene ya, ” Pak Wicitrasoma nyambung, karepe ndunung-ndunungake. ”Dol-dolane bathik tulis, utamane corak klasik alusan, dak akoni pancen saya seret. Nanging kepriyea wae usaha iki isih menehi pangarep-arep ora ketang setaun sepisan. Kowe dhewe meruhi saben arep nyedhaki Bakda pasaran bathik mundhak grengseng. Entuk-entukane lumayan kanggo nambel rugi sasi- sasi sadurunge”. Salindri manthuk-manthuk ngrojongi panemune bapake. PS. No.34, Hal.20 commit to user Terjemahan ”Kamu itu apa mengigau ta, Nak. Kamu kan tahu sendiri usaha ini warisan leluhur dari buyut dan almarhum nenek-nenekmu. Pantasnya begitu ya kamu uri- uri dilestarikan, tidak kok malah menyuruh untuk menjual,” Bu Wicitrasoma ikut bicara. ”Begini ya,” Pak Wicitrasoma menyambung, maksudnya menjelaskan. ”jualan batik tulis, terutama corak klasik, saya akui memang semakin sulit. Tetapi bagaimanapun usaha ini masih memberi pengharapan walaupun setahun sekali. Kamu sendiri melihat setiap mau mendekati Ramadhan pasaran batik ramai. Pendapatannya lumayan untuk menambal kerugian bulan- bulan sebelumnya”. Salindri mengangguk-angguk cocok dengan pemikiran ayahnya”. Wasi Rengga masih saja ngotot dengan pendapatnya untuk menjual usaha batik tulis beserta pekaragannya tersebut, sedangkan Salindri tetap tidak setuju sama seperti kedua orang tuanya. Keduanya seperti tidak ada yang mau mengalah. Pada puncaknya akhirnya Salindri marah hingga mengucapkan perkataan yang menukik dengan mata bersinar menyeramkan. Timbul perasaan benci di hati Salindri kepada kakaknya. Dari perasaan benci tersebut mendorong makhluk jahat yang bersemayam di dalam diri Salindri untuk membunuh kakaknya sendiri. Hingga pada keesokan hari kakak Salindri yang bernama Wasi Rengga ditemukan mati mengenaskan di kamarya. Kedua, Salindri membunuh Witono Paing. Pembunuhan kepada Witono Paing dikarenakan perasaan tidak suka dan perasaan iri dari dalam diri Salindri. Ia merasa bahwa usaha batik printing Witono Paing menyebabkan usaha batik tulis miliknya menjadi kian sepi dan meredup. Perhatikan kutipan berikut: ”Salindri nggresah. Meh sedina muput kenya ayu trincing iki sasat meh ora kober ngaso anggone ngawasi buruh-buruhe. Kawit awan mau sirahe wis krasa abot senut-senut. Saliyane kekeselen, sajake wae uga kakehan pikiran. Maklum usahane sawetara sasi iki tambah seret. Dagangan bathike sing commit to user dititip-titipke menyang toko langganane akeh sing durung payu. Jalarane kalah kualitas lan rega ketandhing karo bathik gaweyane Witono Paing. ”Witono Paing” Salindri Nggresah. ”Sakrunguku jeneng asline Wie Pauw Ing,” ucape jroning batin. PS, No.34, Hal.19 Terjemahan: ”Salindri mendesah. Hampir seharian pehuh gadis cantik itu seperti hampir tidak sempat istirahat dalam mengawasi buruh-buruhnya. Dari tadi siang kepalanya sudah terasa berat cenut-cenut. Selain kecapekan, sepertinya juga kebanyakan pikiran. Maklum usahanya antara bulan ini tambah sulit. Dagangan batiknya yang ditipkan di toko langganannya banyak yang belum laku. Dikarenakan kalah kualitas dan harga tersaingi oleh batik buatan Witono Paing. ”Witono Paing” Salindri mendesah, ”Aku dengar nama aslinya Wie Paue Ing,” katanya dalam hati”. Dari kutipan di atas jelas bahwa usaha batik Salindri tersaingi oleh batik buatan Witono Paing. Baik dari segi kualitas dan harga batik Salindri kalah saing. Salindri menjadi benci dan merasa iri dengan Witono Paing karena telah berhasil menyaingi usaha batiknya. Dari perasaan itulah mendorong makhluk jahat yang bersemayam di dalam diri Salindri untuk membunuh Witono Paing. 2. Faktor Ekonomi Pengaruh kesengsaraan terhadap kejahatan terbukti berhubungan. Kesengsaraan dalam artian kesulitan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat merupakan unsur sosiologis terjadinya kejahatan atau kriminalitas. Kesulitan ekonomi yang dialami oleh seseorang terkadang membuat keadaan orang tersebut menjadi tidak stabil. Kesulitan ekonomi juga menimbulkan kekacauan dalam diri commit to user orang tersebut. Dalam keadaan kesulitan ekonomi, tentunya mendorong seseorang untuk mencari uang dan memperbaiki keadaan ekonominya. Dalam mencari uang atau memperbaiki ekonomi inilah yang terkadang seseorang menjadi kehilangan kontrol diri sehingga mendorong seseorang untuk melakukan tindakan kriminalitas atau kejahatan. Uang memang bukan segalanya, tetapi bagi sebagian orang uang dianggap segalanya. Mereka terkadang dibutakan oleh uang dan rela melakukan apa saja demi mendapatkan uang. Tanpa peduli akibat yang dapat terjadi dari perbuatannya itu. Dari uraian tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa terdapat faktor ekonomi yang melatar belakangi timbulnya kriminalitas dalam Cerbung SKKW. Sukri yang merupakan seorang tukang parkir di Restoran Kembang Dhadhap dengan gaji pas-pasan, secara tidak langsung ingin memperbaiki keadaan ekonominya. Ia yang sering melihat Sunarteja seorang pedagang ayam dari Ngawi yang tergolong sukses mengambil uang setoran ke Restoran Kembang Dhadhap mendorong Sukri atau Sudir untuk berbuat jahat kepada Sunarteja. Sukri menawarkan kerjasama dengan Kayat seorang tahanan yang sedang dibui. Kayat pun tergiur dengan tawaran dari Sukri, dengan alasan ia butuh uang dan ia memang sudah lama tidak memegang uang banyak. Perhatikan kutipan berikut: ”Wektu ditarap sukri blaka wis tepung suwe karo Kayat. Minangka juru parkir restoran Kembang Dhadhap dheweke asring weruh Sunarteja mampir mrono saprelu nagih dhuwit setoran. Informasi mau dikandakake Sukri menyang Kayat nalika tilik menyang pakunjaran. Kayat ketarik. Dhasar wis suwe ora cekel dhuwit, gek mangka kudu kerep mbeseli minangka tukon fasilitas sarta kebebasan kang diwenehake dening saweneh oknum sipir lan krandhahe”. PS, No. 50, Hal.44 commit to user Terjemahan: ”Waktu ditangkap Sukri mengaku sudah lama kenal dengan Kayat. Saat menjadi juru parkir Restoran Kembang Dhadhap ia sering melihat Sunarteja mampir kesitu untuk menagih uang setoran. Informasi tadi dikatakan Sukri kepada Kayat saat menjenguk ke penjara. Kayat tertarik. Memang dasar sudah lama tidak memegang uang, padahal harus sering memberi uang fasilitas dan kebebasan yang diberikan kepada oknum sipir dan bawahannya”. Dari kutipan di atas jelas bahwa Sukri dan Kayat melakukan kerja sama untuk menghabisi nyawa Sunarteja karena tergiur dengan harta Sunarteja. Kayat merupakan seorang tahanan tetapi ia dapat keluar penjara dengan bebas untuk melakukan kejahatan karena ia bekerjasama dengan oknum sipir polisi. Sipir tersebut mengeluarkan Kayat secara diam-diam dengan kesepakatan membagi dua pertiga dari uang hasil kejahatannya kepada sipir tersebut. Perhatikan kutipan berikut: ”Rumangsamu dhuwite tak untal dhewe? Ngertiya, Kri, aku kuwi mung dikaryakake dening oknum sipir. Dheweke nylundupake aku metu kanthi sesidheman ora kok tanpa risiko. Mula syarate ya abot. Njaluk rong protelon bageyan saka asiling kadurjanan sing tak tindakake,”jlentrehe Kayat alias Lintrik”. Terjemahan: ”Kamu pikir uangnya tak makan sendiri? Asal kamu tahu, Kri, saya itu hanya dipekerjakan oleh oknum sipir. Ia menelundupkan saya keluar dengan diam- diam tidak kok tanpa resiko. Maka dari itu syaratnya berat. Minta dua pertiga bagian dari hasil kejahatan yang saya lakukan, ”jelas Kayat alias Lintrik”. commit to user Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa sipir polisi melakukan kejahatan terhadap kewajibannya. Ia terlibat perjanjian bahwa ia menjamin seorang narapidana yaitu Kayat keluar dari penjara secara diam-diam dan ia akan menerima hadiah berupa sebagian uang, dari hasil kejahatan yang dilakukan Kayat atas jasanya yang telah memberikan kebebasan untuk keluar penjara. Hal semacam itu biasa disebut dengan penyuapan. Demi uang yang cukup banyak ia lalai akan tugas dan kewajibannya.

3. Relevansi Cerbung Salindri Kenya Kebak Wewadi Bagi Masyarakat.