Latar Belakang Prosedur Fuzzy Goal Programming Untuk Masalah Bilevel Multiobjektif Linier Fractional Programming

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bi-level Mathematical Programming BLMP diidentifikasi sebagai pemrograman matematika yang memecahkan masalah perencanaan desentralisasi dengan dua pengambil keputusan Decision Making DM dalam dua level atau organisasi hirarki. Dasar hubungan teknik BLMP adalah bahwa pengambil keputusan level pertama First Level Decision Maker FLDM leader menetapkan goal danatau keputusan dan kemudian meminta masing-masing level subordinat organisasi menghitung solusi optimal secara terpisah, pengambil keputusan level kedua Second Level Decision Making SLDM follower kemudian diserahkan dan dimodifikasi oleh FLDM dengan pertimbangan keseluruhan keuntungan bagi organisasi; proses berlanjut hingga solusi yang optimal tercapai. Dengan kata lain, meskipun FLDM secara independen mengoptimalkan keuntungannya sendiri, keputusan dapat dipengaruhi oleh reaksi dari SLDM tersebut. Sebagai akibatnya, keputusan buntu sering kali muncul dan masalah distribusi keputusan tepat ditemukan dalam sebagian besar kondisi keputusan sehari-hari. Dalam konteks pengambilan keputusan yang hirarkis, telah disadari bahwa setiap pengambil keputusan DM harus memiliki motivasi untuk bekerja sama dengan lainnya, dan tingkat minimum kepuasan dari DM pada tingkat yang lebih rendah harus dipertimbangkan untuk manfaat organisasi secara menyeluruh. Universitas Sumatera Utara Penggunaan konsep fungsi keanggotaan f  teori himpunan fuzzy pada masalah BLMP untuk mencari keputusan yang memenuhi pertama kali diperkenalkan oleh Lai 1996. Setelah itu, konsep solusi Lai diperluas oleh Shih et al. 1996. Konsep dasar pendekatan pemrograman fuzzy fuzzy programming FP sama, karena mengimplikasikan bahwa SLDM mengoptimalkan fungsi tujuannya, mengambil goal atau preferensi FLDM menjadi pertimbangan. Dalam proses keputusan, mengingat fungsi keanggotaan fuzzy goal untuk variabel-variabel keputusan dari FLDM, SLDM menyelesaikan masalah FP dengan kendala pada keseluruhan tingkat kepuasan FLDM tersebut. Jika solusi yang diajukan tidak memuaskan bagi FLDM, pencarian solusi dilanjutkan dengan mendefinisikan ulang fungsi keanggotaan yang ditimbulkan sampai solusi yang memuaskan tercapai. Kesulitan utama yang muncul dengan pendekatan FP dari Shih et al.1996 adalah bahwa ada kemungkinan penolakan solusi lagi dan lagi oleh FLDM dan evaluasi ulang masalah, diperlukan berulang kali untuk mencapai keputusan yang memuaskan, dimana tujuan para pengambil keputusan DMs bertentangan. Bahkan ketidaksesuaian antara fuzzy goal dari tujuan dan variabel keputusan mungkin muncul. Hal ini membuat proses solusi panjang. Untuk mengatasi situasi yang tidak diinginkan di atas, teknik pemrograman fuzzy goal FGP yang diperkenalkan oleh Mohamed 1997 diperluas dalam artikel ini pada masalah BL – MOLFP. Untuk merumuskan model FGP dari masalah BL -MOLFP, fuzzy goal dari tujuan dicari dengan menentukan solusi optimal individu. Fuzzy goal kemudian ditandai dengan fungsi keanggotaan asosiasi yang ditransformasikan kedalam fuzzy flexible membership goal dengan cara memperkenalkan variabel deviasi di atas dan di bawah dan menugaskan nilai keanggotaan tertinggi sebagai level aspirasi untuk masing- masing fuzzy goal. Untuk mendapatkan fungsi keanggotaan vektor keputusan yang dikontrol oleh FLDM, solusi optimal masalah MOLFP level pertama ditentukan secara terpisah. Metode variabel berubah pada variabel deviasi di bawah dan di atas dari keanggotaan goal yang terkait dengan fuzzy goal dari model yang diperkenalkan Universitas Sumatera Utara untuk menyelesaikan masalah secara efisien dengan menggunakan metodologi linear goal programming LGP.

1.2 Permusan Masalah