Sejarah Patung Lilin Proses Pembuatan Patung Lilin

31

2.2.2. Patung Lilin

2.2.2.1. Sejarah Patung Lilin

Patung lilin merupakan suatu bentuk benda seni yang bernilai tinggi yang telah dikenal sejak peradaban kuno bangsa Mesir dan Yunani. Berdasarkan dokumen sejarah, patung lilin saat itu dibuat untuk upacara-upacara religius. Pada masa kerajaan Romawi, keluarga-keluarga bengsawan membuat patung lilin nenek moyang mereka. Di Eropa pada abad pertengahan ada suatu kebiasaan untuk membuat patung lilin dari tokoh-tokoh besar dengan terlebih dahulu membuat topeng mayat death mask, yaitu topeng yang dicetakkan pada wajah dan tubuh dari mayat seseorang. Dari topeng mayat tersebut lalu dicetakkan ke dalam patung lilin tiga dimensi untuk diletakkan di kuburan dan ruang-ruang bawah tanah. Karena kebiasaan ini menghabiskan banyak biaya, maka hal ini hanya dilakukan kepada para bangsawan dan tokoh-tokoh religious. Dengan meningkatnya perkembangan masyarakat pada jaman Renaissance, kegiatan unutk mengabadikan image seseorang melalui patung lilin menjadi semakin berkembang luas. Pada abad ke-18 di Paris, Marie Grosholtz magang di studio patung lilin milik pamannya. Selama Revolusi Perancis ia ditugaskan untuk mengambil ratusan topeng mayat. Setelah menikah, ia mengubah namanya menjadi Madame Tussaud, dan mendirikan galeri di London, Inggris, dimana galeri tersebut telah berkembang menjadi museum patung lilin yang paling terkenal di dunia, yang dikenal dengan nama Madame Tussaud’s Wax Museum. 13

2.2.2.2. Proses Pembuatan Patung Lilin

Proses pembuatan patung lilin terdiri-dari beberapa tahapan, yaitu : • Langkah pertama adalah mengumpulkan data-data dan ukuran serta bentuk wajah dan tubuh dari tokoh yang akan dibuat patungnya. Data-data ini diusahakan seakurat mungkin, bisa diperoleh melalui penelitian, deskripsi tertulis tentang tokoh yang bersangkutan, dokumentasi, buku biografi, lukisan, foto, topeng mayat, dan bila mungkin wawancara dengan dokter gigi, penjahit baju, dan orang-orang yang 13 http:www.waxworld.comsculpture.html Universitas Sumatera Utara 32 dekat dengan tokoh tersebut. Langkah-langkah ini dilakukan terutama bila tokoh yang akan dibuat patung lilinnya itu telah meninggal dunia. Sedangkan apabila tokoh tersebut masih hidup, maka dilakukan pengukuran secara langsung, pengambilan foto-foto dan dengan kemajuan teknologi saat ini dapat menggunakan scanner tiga dimensi. Walaupun demikian, pengukuran secara manual adalah langkah yang paling penting. • Setelah itu harus diputuskan di bagian atau tempat mana patung itu nantinya akan ditaruh, serta bagaimana pose yang dikehendaki. • Si pemahat kemudian diberi pilihan beberapa pose subjek disertai foto-foto detail. Ini berguna untuk mencocokkan detail mata, rambut dan pakaian dengan subjek yang nyata. Si pemahat tak hanya menyamakan ukuran dan bentuk bagian tubuh seperti hidung dan telinga misalnya, tetapi juga diberi kesempatan untuk mengamati karakter dan kepribadian si subyek yang nantinya akan ditransformasikan selama proses pembuatan patung. • Ada dua cara melakukan pertemuan dengan si subyek. Seringkali si tokoh diundang untuk mengunjungi studio museum, atau kalau tidak mungkin, si pemahat yang akan mengunjungi tokoh tersebut. Selama pertemuan dengan modelnya, si pemahat paling sedikit memotret 25 kali, mengukur tinggi kening, jarak mata, panjang wajah dan hidung, kemudian mencocokkan warna kulit, mata dan rambut. • Si pemahat memulai pekerjaannya dengan membuat model kepala memakai tanah liat. Bisa dibayangkan, bagaimana sulitnya usaha si pemahat untuk mencapai kemiripan tampang tanpa rambut asli. Meski demikian nantinya rambut itu akan diganti dengan rambut asli. • Di samping memakai ukuran dan presisi asli, kemampuan artistik sangat diperlukan guna menghasilkan patung yang mirip dan nampak hidup. Bila si pemahat merasa sudah puas, cetakan yang terdiri atas 12 bagian itu diambil dari kepala. Jumlah yang sama pula diambil dari leher dan torso. Sementara itu disiapkan cairan lilin yang dipanasi sampai 60 derajat Celcius dalam sebuah tempat khusus. Setelah dibersihkan dengan amat teliti, cetakan kepala yang terbuat dari gips keras ini kemudian dituangi cairan lilin, sampai diperoleh ketebalan yang memadai yakni sekitar 1.5 inci. Sedangkan bagian-bagian dari tubuh yang nantinya akan tertutup oleh pakaian langsung dibuat dari gips yang dihasilkan dari dua keeping cetakan. Universitas Sumatera Utara 33 Kepingan gips dari cetakan itu kemudian dilepaskan dari kepala, agar lilin jadi dingin. • Bahan lilin tersebut berasal dari lilin tawon lebah asli yang dicampur dengan bahan kimia khusus untuk memperkuat material dan menambah daya tahan terhadap suhu udara tertentu. • Lilin, seperti juga kulit manusia, bersifat sedikit translucent, karena itu warna diberikan satu lapis sebelum lapisan akhir dari lilin sehingga memberikan kemiripan dengan kulit manusia sesungguhnya. • Setelah patung kepala terbentuk, langkah berikutnya adalah menggarap bagian mata. Kini giliran pekerjaan tangan yang rumit dan amat individual, terutama untuk menyesuaikan warna mata dengan yang dimiliki si tokoh. Mata yang digunakan berasal dari bahan kaca. Rambut manusia, yang tentu saja sudah disesuaikan baik jaringan maupun warnanya, ditanam ke dalam kulit kepala helai demi helai dengan alat khusus. Rambut itu kemudian dipangkas dan dirapikan sesuai aslinya. Bila si tokoh aslinya punya rambut panjang, mereka akan memakai wig. • Yang terakhir, sebelum tokoh lilin ini diberikan pakaian, adalah proses pewarnaan kulit. Dalam tahap ini dituntut kepandaian seorang seniman, apalagi kalau harus menyertakan perhitungan cahaya lampu tempat patung ini nantinya dipajang. Untuk menghidupkan wajah seringkali dibutuhkan pewarnaan memakai cat air, cat minyak maupun acrylic. Yang tak kalah pentingnya adalah mengatur perpaduan antara rambut dan pencahayaan. • Pakaian dibuat oleh tukang jahit, atau bisa didapatkan dari sumbangan si tokoh itu sendiri. • Akhirnya patung lilin tersebut siap dipajang di museum untuk sinikmati oleh para pengunjung. • Namun pekerjaan ini tidak berhenti setelah patung ini resmi selesai. Pemeliharaan dan perawatannya harus selalu dilakukan secara periodik. Paling tidak, sekali atau dua kali dalam setahun, warna atau cat harus dibersihkan dengan sabun lembut dan air. Pada saat yang sama rambutnya harus dikeramas, sebelum dilakukan pengecatan ulang danpenataan ulang rambutnya. 14 14 http:www.indomedia.comintisari1998meimei98.html Universitas Sumatera Utara 34

2.2.2.3. Objek Koleksi