mudah diterima oleh segala kalangan masyarakat. Kedua adalah realitas sosial bahwa fokus utama pidato ini adalah mengembangkan sektor maritim di
Indonesia.
4.2 PEMBAHASAN
Dari analisis hasil dan pengamatan peneliti, maka peneliti dalam bagian ini akan membahas lebih lanjut mengenai hal–hal penting yang ditemukan
peneliti selama proses pengamatan. Penelitian ini bersumber dari teks yang diambil dari tayangan televisi. Karakteristik penting dari televisi adalah polisemi
atau keanekaragaman makna. Satu tayangan televisi dapat berstimulasi menjadi beberapa produksi teks tergantung pengalaman sosial. Teks akan sendirinya
diidentifikasi oleh pembaca dan produsen wacana sama sekali tidak mempunyai wewenang untuk mengkontrol dan membatasi makna potensial.
Dramatisme dalam hal ini bekerja dalam proses identifikasi memahami makna–makna simbolis yang ditampilkan. Proses pembentukan makna pesan
yang ingin disampaikan Joko Widodo kepada khalayak sebagai presiden yang baru dilantik melalui tahapan yang sangat panjang dengan banyak pertimbangan
konteks isu yang berkembang. Hal ini dilakukan mengingat pentingnya mengkonstruksi kehidupan baru Joko Widodo sebagai sebuah pertunjukan
selayaknya sebuah drama di depan publik. Joko Widodo menggunakan strategi andalan dengan mempertimbangkan
saran–saran dari Tim 11 sebagai tim yang bekerja untuk mengkonstruksi pesan dari komunikasi tunggalnya di depan publik. Joko Widodo dalam penyampaian
pidatonya menggunakan metode naskah yang telah dikonsep terlebih dahulu oleh anggota tim 11 dan difinalisasikan sendiri oleh aktor komunikasi dalam hal
ini adalah Joko Widodo sendiri. Penyampaian pidato seperti ini lazim dilakukan pada saat pidato kenegaraan pertama presiden karena dilakukan di depan forum
resmi. Wacana tidak hanya dibatasi dari penggunaan bahasa verbal tetapi juga
bahasa non verbal yang diwacanakan. Joko Widodo dalam penyampaian
Universitas Sumatera Utara
pidatonya memperhatikan aspek–aspek bahasa nonverbal untuk menunjang penampilannya di depan khalayak. Bahasa non verbal itu bekerja melalui cara
berpakaian, mata, intonasi suara, ekspresi wajah, gesture tubuh dan gaya berbicara. Aspek–aspek nonverbal tersebut adalah bentuk dari penyampaian
makna simbolis untuk mentransfer makna potensial pengalaman sosial atas peran barunya menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.
Joko Widodo dalam acara pelantikan tersebut berpakaian resmi dan rapi karena acara pelantikan tersebut juga merupakan acara resmi yang bersifat
sakral. Joko Widodo tampil dengan setelan jas berwarna hitam lengkap dengan kemeja putih dan celana bahan berwarna hitam. Atribut yang digunakannya
adalah kopiah hitam, dasi berwarna merah menyala dan sebuah bros di belahan kanan jasnya. Berdasarkan pengamatan peneliti satu-satunya atribut yang
mempunyai makna simbolis yang dikenakan Jokowi pada saat penyampaian pidato adalah bros kecil berbentuk bendera merah putih berlapis warna
keemasan di setiap ujungnya yang terdapat pada belahan kanan jasnya yang mengandung makna nasionalisme dengan balutan warna kuning keemasan yang
menunjukkan simbol kehormatan. Joko Widodo menggunakan model tatapan mata pandangan sekilas
menyamping yang didominasi kearah kanan podium. Pandangan sekilas menyamping diiringi dengan alis mata terangkat sedikit menunjukkan sebuah
perhatian. Karena menggunakan metode naskah, improvisasi terlihat sangat minim. Ekspresinya tenang dan serius nyaris tidak ada senyum dengan gesture
tubuh yang tidak terlalu menonjol. Gaya bicaranya terdengar tenang dan tidak tergesa–gesa dengan aksen jawa yang tidak bisa terkikis dari gaya bicara Joko
Widodo sendiri. Proses pembentukan makna bahasa oleh khalayak dalam penelitian
dramatisme didasari oleh analisis identifikasi. Proses identifikasi sendiri bukanlah proses yang mudah. Hal ini dikarenakan manusia memiliki pengalaman yang
berbeda satu sama lain tergantung kondisi dan kontrol sosialnya. Selain itu ada berbagai macam persoalan ambiguitas makna dalam berbagai istilah. Bahasa
bukanlah teknologi yang netral, namun salah satu bagian yang memiliki kekuatan luar biasa pada orang–orang yang terlibat di dalamnya. Komunikator, dalam hal
Universitas Sumatera Utara
ini memiliki kepentingan untuk mengarahkan penggunaan bahasa agar sesuai dengan kepentingannya. Pemilihan kata–kata tertentu dapat membentuk persepsi
khalayak terhadap suatu hal. Pidato perdana Joko Widodo tersebut berjudul “Di bawah Kehendak
Rakyat dan Konstitusi” dibacakan dalam sidang paripurna MPR-RI di gedung MPR-DPR RI, Senayan, Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2014 selama sepuluh
menit. Inti dari pidato perdana Joko Widodo kali ini adalah menyerukan kembali paham kemaritiman di Indonesia. Secara mendetail Joko Widodo telah
menyinggung program aksi di bidang kemaritiman dalam laman visi dan misinya saat mencalonkan diri menjadi presiden. Hal ini juga terlihat dari
sejumlah ungkapan yang digunakan Jokowi sebagai bentuk kepeduliannya terhadap sektor kebaharian di Indonesia diantaranya Jalesveva Jayamahe dan
Cakrawati Samudera. Joko Widodo sendiri mengakui bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang lemah. Maka dari itu perlu bagi Jokowi untuk
membangkitkan kembali kejayaan Indonesia seperti pada pemerintahan Soekarno. Salah satu visinya adalah membangun poros maritim yang kuat.
Terdapat ambiguitas makna ketika mengamati dari subjektifitas peneliti yang secara garis besar, isi pidato banyak terinspirasi oleh prinsip–prinsip dan
kutipan yang disampaikan mantan presiden pertama Indonesia yaitu Soekarno. Penyebutan isi dari konsepsi trisakti, ungkapan tentang Jalesveva Jayamahe,
prinsip politik luar negeri bebas aktif serta analogi jiwa Cakrawati Samudera adalah merupakan prinsip dan ungkapan yang digunakan Soekarno yang
dikemukannya dalam beberapa pertemuan. Apabila mengartikannya dengan konteks isu yang berkembang beberapa pandangan ini menarik beberapa
kesimpulan yang hanya Joko Widodo yang mengetahui maksud dari pembentukan makna pesan tersebut. Beberapa yang dirangkum peneliti
merupakan kemungkinan jawabannya adalah Joko Widodo benar mengidolakan Soekarno, menghargai sejarah, bentuk apesiasi terhadap partai karena Soekarno
adalah inspirator utama, atau Joko Widodo sendiri ingin mensejajarkan diri layaknya Soekarno sebagai pahlawan revolusioner dilihat dari konteks mitos
yang berkembang dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Pemilihan kata dan kalimat yang diucapkan Jokowi meski sudah terkonsep, masih terdapat beragam makna dan motif pesan yang terdapat di
dalam bagian isi pidato. Secara keseluruhan dalam pidatonya Jokowi menekankan pada image karakter dirinya dan motif tindakan. Penekanan pada
karakter diri yang filofis diantaranya menjelaskan bagaimana Joko Widodo ingin mengkonstruksi pesan agar terbentuklah image yang menjunjung tinggi
pluralisme, sosok yang dapat disentuh berbagai kalangan masyarakat, serta aktualisasi diri sebagai sosok pemimpin.
Salam pembuka pada bagian pendahuluan dan salam penutup di bagian akhir teks pidato menyebutkan ungkapan, salam atau penghormatan menurut
empat agama yaitu Islam, Kristen baik Khatolik maupun Protestan, Buddha dan Hindu secara berurutan. Dalam sejarah pidato pelantikan Presiden sebelumnya
belum ada satupun presiden yang mengucapkan salam atau ungkapan menurut empat agama. Implikasi bahwa penyebutan salam atau penghormatan pada ke
empat agama tersebut dimaksudkan untuk membentuk persepsi khalayak penonton pada penekanan image bahwa sosok Jokowi adalah sosok yang
menghargai pluralisme dan menjunjung tinggi semboyan bangsa Indonesia yaitu Bhinekka Tunggal Ika.
Penyebutan nama Jokowi dan JK merupakan suatu kekuatan bahasa sebagai komponen yang menyatukan. Pemilihan nama Jokowi dan JK adalah
sebutan nama yang mempunyai efek-efek psikologis tertentu tentang ungkapan bahwa tidak ada pembatas antara status Joko Widodo dan Jusuf Kalla sebagai
presiden dan wakil presiden dengan masyarakatnya. Masing-masing tokoh tetap merupaan sosok yang dapat disentuh oleh setiap kalangan masyarakat.
Penyebutan beberapa profesi dan pekerjaan yang merupakan pemilihan kata melalui pemanfaat majas juga berindikasi pembentukan kesan merakyat
untuk menarik perhatian khalayak. Penyebutan beberapa pekerjaan dan profesi dianggap lebih efektif untuk menarik perhatian sekaligus menambah kesan
merakyat yang juga merupakan karakter diri dari Joko Widodo sendiri. Joko Widodo dalam pidatonya banyak menyinggung tentang aktualisasi
diri bangsa Indonesia di mata bangsa-bangsa lain. Joko Widodo secara tersirat dalam pemilihan katanya merasa bahwa Indonesia belum bisa tampil percaya
Universitas Sumatera Utara
diri di depan bangsa–bangsa lain. Sehingga perlu bagi Joko Widodo untuk mengungkapkan beberapa fakta tentang Indonesia diantaranya Indonesia sebagai
negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, negara kepulauan, dan negara terbesar di Asia Tenggara. Pengungkapan fakta tersebut dimaksudkan
untuk membentuk suatu persepsi khalayak bahwa Indonesia patut untuk diperhitungkan di kancah internasional.
Motif tindakan yang ditampilkan secara tersurat kebanyakan adalah dalam bentuk ajakan namun secara tidak langsung motif tindakan yang dilakukan
adalah tindakan memerintah, pemberian harapan kepada masyarakat, tindakan menghakimi pemerintahan sebelumnya, menyindir lembaga negara serta yang
ditampilkan secara implisit dalam modus kalimat ajakan, kalimat pengandaian dan kiasan serta janji.
Jokowi dalam pidatonya banyak mengungkapkan kalimat-kalimat solusi atas pemecahan masalah dengan visi menjadi bangsa yang besar namun dalam
tampilannya masih sekedar sebuah wacana menjual harapan kepada masyarakat. Pemilihan kata kita dalam beberapa kalimat merupakan subjek yang mengarah
pada dirinya yang merupakan representasi dari pemerintahan dan subjek lain yang direpresentasikan sebagai masyarakat. Sehingga mengandung sebuah
ajakan jika dialamatkan kepada masyarakat dan sebuah perintah jika tuturan tersebut dialamatkan kepada pemerintah dibawah wewenangnya sebagai
pemimpin. Penggunaan diksi ujian sejarah dan tugas sejarah yang tidak konsisten
juga berindikasi motif tindak tersembunyi yaitu tindakan menghakimi masa pemerintahan sebelumnya karena pada dasarnya ujian merupakan alat penguji
mutu sedangkan tugas adalah kewajiban. Pentad drama adalah metode utama yang digunakan untuk menganalisis
penggunaan simbol pada teori dramatisme oleh Kenneth Burke. Metode ini terdiri atas lima poin yang sebenarnya sama dengan standar praktek jurnalistik yang
menjawab siapa, apa, dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana. Pentad membantu menentukan mengapa seorang pembicara memilih sebuah retorika
untuk mengidentifikasi dirinya dengan khalayak. Pesan menekankan satu unsur
Universitas Sumatera Utara
dari empat lainnya yang mengungkapkan filosofi pembicara atau pandangan dunia.
Pidato pelantikan Joko Widodo didominasi penggunaan elemen tindakan dan agen dan masing–masing satu untuk elemen agensi, tujuan dan adegan.
Elemen tindakan adalah apa yang dilakukan oleh individu baik yang telah, sedang dan akan dilakukannya. Lebel ini diberikan karena adanya respon
terhadap apa yang disampaikan pembicara yaitu Joko Widodo dalam wacana retorikanya melalui motif tindakan. Penggunaan elemen ini sebagai pola utama
dalam pengembangan pesan karena dalam isi pidatonya banyak didominasi oleh penggunaan bahasa dan kalimat aktif dan didominasi oleh kata verbal.
Penggunaan elemen agen memfokuskan pada karakter dari agen yaitu pembicara yang penekanannya ada pada deskripsi kepribadian, pemahaman,
pemikiran pembicara sebagai orientasi utama. Joko Widodo menggunakan pesan yang penuh dengan penggambaran diri, pikiran, spirit dan nilai tanggung jawab
yang dimilikinya sehingga terjadi kekonsistenan yang filosofis. Adegan merupakan elemen konteks yang ada di sekitar pembicara.
Dominasi adegan dalam salah satu topik dalam sebuah teks pidato menggambarkan sebuah situasi setting atau latar belakang dari lakon yang
mengharuskan pembicara mengapresiasi salah satu pihak yang berpengaruh penting.
Elemen tujuan merujuk pada hasil akhir yang dalam pesan menunjukkan keinginan yang kuat dari pihak pembicara untuk mencapai kesatuan atau mana
utama yang biasanya merupakan kepentingan mistisme. Agensi sebagai elemen terakhir merujuk pada cara yang digunakan
pembicara menyelesaikan tindakannya dengan metode “get the job done” pendekatan strategi pesan dimana Jokowi dalam hal ini berpola pikir pragmatis.
Rasio Dramatistik melihat penekanan pada elemen yang dominan mengenai sudut pandang dari strategi retoris sebagai dampak interaksi dari dua
elemen atau lebih dan menjadi salah satu kriteria untuk menilai harga dari sebuah
Universitas Sumatera Utara
kritik retoris. Rasio yang digunakan Joko Widodo dalam retorikanya adalah rasio yang didominasi oleh rasio tindakan–agen. Penekanan pada kedua elemen
tersebut menunjukkan komitmen untuk realisme dan dan menunjukkan idealisme Joko Widodo yang filosofis. Hal ini ditunjukkan banyaknya motif tindakan yang
ia sampaikan melalui pidatonya dengan penekanan pada kalimat aktif dan kata verba serta memfokuskan diri pada pembentukan karakter dirinya di depan
khalayak. Dalam rasio dramatistik jika penekanan ada pada rasio tindakan-agen,
pidato kenegaraan pertama yang disampaikan oleh Jokowi akan terfokus pada kritik tentang determinasi dampak pidatonya kepada khalayak yaitu cara
khalayak memandang image yang ingin dibentuk Jokowi dan tindakan yang sudah ia lakukan dan yang ingin ia lakukan melalui pidatonya.
Salah satu kelemahan dari penelitian ini yang ke depannya dapat menjadi fokus pertimbangan untuk penelitian berikutnya adalah peneliti tidak menemukan
aspek kajian konsubstansi, istilah baik dan buruk, motivasi retorika melalui siklus rasa bersalah dan penebusan. Objek penelitian berupa teks pidato yang
menyangkut aspek kehidupan bernegara yang sangat luas dan tidak bisa hanya dipandang dari satu aspek saja menjadikan penelitian ini mempunyai beragam
macam asumsi makna dibalik berbagai istilah yang bersifat interpretatif.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Bab ini merupakan bab terakhir dari penelitian yang berisikan hasil penelitian serta kesimpulan-kesimpulan dengan berdasarkan analisis wacana
dalam perspektif dramatisme pada teks pidato kenegaraan pertama Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pasca dilantik yang berjudul “Dibawah
Kehendak Rakyat dan Konstitusi” dalam sidang paripurna MPR-RI di gedung MPR-DPR RI, Senayan, Jakarta pada tanggal 20 Oktober 2014 pada pukul 10.40
sampai dengan pukul 10.50 WIB. Berdasarkan hasil temuan data yang telah disajikan dalam bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Inti dari pidato perdana Joko Widodo adalah menyerukan kembali paham
kemaritiman di Indonesia. Joko Widodo mengakui bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang lemah. Salah satu visinya adalah
membangun poros maritim yang kuat. Hal ini terlihat dari sejumlah ungkapan yang digunakan Joko Widodo sebagai bentuk kepeduliannya
terhadap sektor kebaharian di Indonesia. 2.
Secara keseluruhan dalam pidatonya Jokowi banyak menekankan pada image karakter dirinya dan motif tindakan. Penekanan pada karakter diri
yang filofis diantaranya menjelaskan bagaimana Joko Widodo ingin mengkonstruksi pesan agar terbentuk image dirinya yang menjunjung
tinggi pluralisme, sosok yang dapat disentuh berbagai kalangan masyarakat, serta aktualisasi diri sebagai sosok pemimpin. Motif tindakan
yang ditampilkan secara tersurat kebanyakan adalah dalam bentuk modus kalimat ajakan, kalimat pengandaian dan kiasan serta janji. Namun secara
tidak langsung motif tindakan yang dilakukan adalah tindakan memerintah, pemberian harapan kepada masyarakat, tindakan
menghakimi pemerintahan sebelumnya dan menyindir lembaga negara. 3.
isi pidato banyak terinspirasi oleh prinsip–prinsip dan kutipan yang disampaikan mantan presiden pertama Indonesia yaitu Soekarno.
Universitas Sumatera Utara